Chapter 17 | Ngambek atau Cemburu?
NOW PLAYING | DEWA - RISALAH HATI
SELAMAT MEMBACA CERITA INEFFABLE
***
CHAPTER 17 | NGAMBEK ATAU CEMBURU
Kamu harus selalu menatap ke arah ku, menjadikan aku prioritasmu dan jangan pernah menatap ke arah lain.
***
SEBELUM turun dari mobilnya Aagam melihat barang bawaannya di jok belakang, berkali-kali mengeluh dan terkadang dia bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa dia harus repor-repot membawakan makanan serta obat untuk Trisha. Kalau bukan disuruh Maminya, dia ogah lebih baik nongkrong di kafe bersama teman-temannya dan juga Marissa.
Aagam turun dari mobilnya dan meminta Bi Noni untuk membawakan barang bawaannya masuk ke dalam.
"Lho Den Agam kenapa beli bubur banyak banget?" tanya Bi Noni saat melihat jok belakang mobilnya, "Aden mau jadi penjual bubur?"
"Buat Tica," jawab Aagam, "Tica dimana?"
"Non Tica ada di kamarnya," jawab Bi Noni
"Lagi belajar?" tebak Aagam, kebiasaan Trisha memang seperti itu, katanya dengan belajar membuat perasaannya lebih baik.
Trisha itu spesies aneh dan langka. Aagam terkadang tak habis pikir dengan hidupnya Trisha yang selalu tentang belajar dan belajar. Dulu Aagam sempat berpikir bahwa Trisha sejenis alien yang tersesat ke bumi.
Aagam dan Bi Noni sudah sampai di depan kamar Trisha, lalu Aagam mengambil bawaannya dari Bi Noni dan mengatakan bahwa biar dia saja yang memberikannya kepada Trisha, sementara Bi Noni diminta menyiapkan makan siang untuk Aagam.
"Ca lo belum mati, kan?" itulah kalimat pertama Aagam saat masuk ke dalam kamar Trisha, lalu dia menyimpan bubur dan juga obatnya di meja belajar Trisha.
Untung saja saat Aagam masuk ke kamar Trisha dia tidak sedang belajar, Trisha tengah tertidur. Seperti orang normal yang tengah sakit, yaitu istirahat. Aagam tak langsung keluar, dia malah duduk di samping tempat tidur Trisha dan memperhatikan wajah Trisha.
"Muka lo gak ada tampang nyebelinnya," ujar Aagam, "tapi kenapa gue kesel banget ya sama lo, Ca?"
"Kenapa lo selalu nurutin perkataan gue sih Ca? Sementara lo gak pernah nurut dengan perkataan orang lain, lo sebegitu takutnya ya Ca sama gue?"
"Apaan sih gajelas banget, gue random," omel Aagam kepada dirinya sendiri, lalu dia perlahan mengecek suhu badan Trisha dengan tangannya.
Suhu badan Trisha sudah normal, mungkin dia sekarang sengaja membabukan Aagam. Memang tidak tahu diri, kan, jadi kesal lagi sama Trisha.
"Ca... bangun..." Aagam menggoyangkan badan Trisha, tak lama Trisha membuka matanya dan menatap ke arah Aagam.
"Aagam udah pulang? Mau dimintain nyari barang apa?" tanya Trisha, sambil mencoba mengubah posisinya menjadi duduk.
Aagam berdecak sebal, lalu tatapan matanya beralih ke arah bubur dan kantong obat di meja belajar Trisha.
"Udah kangen ya lo jadi babu gue?" cibir Aagam, "Gue bawain lo bubur, gatau deh selera lo apa jadi gue beli beberapa opsi sama obat, cepet dimakan buburnya dan diminum obatnya, kalau lo gak mau mati."
Trisha menatap sekilas ke arah kantong besar yang ada di mejanya, lalu dia kembali menatap Aagam.
"Ngapain Aagam repot-repot, Tica cuma butuh istirahat aja," jawab Trisha dengan suara pelan.
"Ya pokoknya lo makan cepetan," paksa Aagam
"Iya, nanti Tica makan. Tadi Tica udah makan Gam, makanya tidur istirahat efek obat juga."
Mata Aagam melotot saat mendengar Trisha menolaknya atau lebih tepatnya menunda memakan makanan yang dia bawakan. Ada perasaan tak suka dalam dirinya saat Trisha membantahnya, Aagam terluka karena Trisha mengatakan hal itu.
"Makan apa?"
"Bubur, tadi Mas Aidan nganterin bubur sama obat."
"APA? MAS ADAN? SIAPA? LO MASUKIN COWOK KE RUMAH SELAGI GUE GAK ADA? HAH? TRISHAAAA?!!!"
Aduh keceplosan! Trisha benar-benar bodoh, padahal harusnya dia tidak harus membahas Aidan sekarang, dia tinggal bilang aja kalau Bi Noni yang beliin bubur dan obatnya. Lagi sakit gini, dia gak berpikir panjang. Lalu Trisha berpikir untuk mencari alasan agar Aagam percaya bahwa dia tidak memasukkan Aidan ke rumah.
"JAWAB CAA!"
"Enggak Gam, Tica gak biarin Mas Aidan masuk kok."
"TERUS? MAKSUDNYA APA? LO DIBAWAIN MAKAN SAMA OBAT OLEH AIDAN ATAU LO NOLAK MAKANAN GUE KARENA LO MIKIR GUE RACUNIN?"
Enggak sejauh itu, Aagam terkadang bertingkah tolol. Bahkan, Trisha tidak berpikir ke arah sana kalau Aagam meracuninya, otaknya memang agak-agak, dia tidak se cool kelihatannya. Dia bisa meledak-ledak seperti ini, sayangnya teman-teman di sekolahnya tidak tahu kalau Aagam bisa bertingkah seperti ini.
"Jadi tadi Mas Aidan nunggu di depan karena aku beralasan di rumah gak ada siapa-siapa jadi dia gak bisa masuk, udah gitu cuma nganterin obat dan bubur aja, dia khawatir karena aku bilang gak bisa masuk kerja."
Aagam bangkit berdiri dari tempatnya, lalu dia melemparkan tatapan sinis ke arah Trisha. Benar-benar dia menyebalkan sekali, padahal Aagam sudah bersusah payah membelikan Trisha bubur dan obat sampai uangnya menipis. Tidak, ini bukan masalah uang, tapi ini melukai harga dirinya, seolah Aagam diabaikan oleh Trisha dan Trisha memilih cowok lain.
Aagam tidak boleh kalah oleh Mas-mas kafe itu, dia harus menjadi prioritas utama Trisha bagaimanapun caranya.
"Kenapa dia khawatir? Lo pacaran sama Mas-mas kafe itu?"
"Ya karena aku karyawannya, mungkin. Aku belum pacaran sama Mas Aidan."
"Belum artinya mau, gitu? Iya? Lo mau pacaran sama dia karena dia punya kafe? Matre!"
"Kok jadi bahas itu sih, nanti bubur yang Aagam beli Tica makan sama obatnya Tica minum, udah, kan? Makasih loh, sampe repot-repot."
"Lo emang ngerepotin sih Ca. Lo jadi lebih milih makan bubur mas-mas kafe itu daripada bubur yang gue beliin?" Aagam menaikkan sebelah alisnya, "Yaudah kalau gitu, gue buang aja buburnya, lo emang gak bisa ngehargain pemberian orang sih Ca." Aagam berlagak akan membawa kembali kantong yang berisi bubur tadi.
Trisha menyingkapkan selimbutnya, meskipun kepalanya masih sedikit pusing tapi dia sudah merasa enakan seakrang. Trisha menahan lengan Aagam, membuat Aagam menoleh dan menatap ke arah Trisha.
"Kenapa? Lo kan udah kenyang makan bubur dari mas-mas kafe," cibir Aagam
"Aagam marah?" tanya Trisha, "Maafin Tica ya," ucapnya lembut, "Tica gak tau kalau Aagam beliin bubur sebanyak ini sama obatnya juga, kalau Tica tau, mungkin Tica nunggu bubur sama obat Aagam aja. Jangan marah lagi ya, Tica makan buburnya sekarang gak perlu dibuang. Kan, Aagam udah susah-susah beliin ini semua buat Tica."
Entah kenapa perasaan Aagam menjadi tak karuan, dia langsung memberikan kantongnya kepada Trisha dan keluar dari kamar Trisha tanpa berkata apapun. Aagam tidak pernah merasa seperti ini. Kenapa dia semarah tadi? Kenapa dia merasa kesal? Kenapa dia ingin permintaan maaf Trisha dan menginginkan Trisha selalu menjadikannya prioritas?
Saat Trisha mengatakan kalimat terakhirnya, kenapa Aagam menjadi patung? Aagam menggelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Lalu dia melihat tempat bubur yang ada di ruang televisi juga botol obatnya. Lalu Aagam dengan sengaja menendang tempat yang sudah kosong itu, menyebalkan rasanya mengesalkan.
Aidan ya? Kayanya dia harus mewaspadai cowok itu.
***
TERIMA KASIH SUDAH SETIA MENUNGGU CERITA INEFFABLE
ADA YANG KANGEN CERITA INI?
KOMEN 1000 UNTUK NEXT CHAPTER
JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAM
asriaci13
trishaadhiyaksa
aagamaffandra
***
WITH LOVE,
ACI ISTRI SAH DAN SATU-SATUNYA OH SEHUN
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro