indecisive
"Kamu mau cari apalagi sih dari Xuning?" Xiao Wen meninggikan nada suara. Hampir saja membentak Chang Huasen yang memeluk bantal dan menundukkan kepala dalam-dalam. Seperti ingin bersembunyi di balik benda empuk itu.
Tidak ada respon dari Huasen, Xiao Wen melanjutkan dengan berusaha merendahkan nada suara. "Kalian 'kan sudah dekat, tinggal jadian saja, 'kan? Aku lihat Xuning juga sudah ada lampu hijau mau nembak." ujarnya.
"Tapi aku takut..." gumam Huasen, suaranya menghilang dibalik bantal.
Xiao Wen ingin menyela, tetapi pemuda imut itu menahan diri. Memberikan kesempatan bagi Huasen untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Takut kalau sudah berkomitmen jauh dengan Xuning... aku jadi kecewa."
"Kecewa kenapa?" tanya Xiao Wen penasaran.
Huasen sedikit ragu untuk menjelaskan alasan, "Kecewa kalau dia bukan yang aku harapkan." terangnya setelah mencari kosakata yang tepat.
Xiao Wen mengernyitkan dahi, ekspresinya sinis. "Bukankah kemarin ada yang mengatakan kalau Tian Xuning itu sempurna, tampan dan kayaーtapi suamiku lebih tampan dan kaya, sih..."
Huasen mendelik ke arah Xiao Wen. Melempar bantal yang sejak tadi dipegang sambil berkata, "Iya deh, Linghe lebih kaya dari Xuning. Tapi Xuning tetap paling tampan buatku!"
Xiao Wen berusaha menghindar. Tapi posisi duduknya tidak leluasa untuk memiringkan badan karena terhalang tembok. Alhasil bantal lemparan Huasen mengenai wajah.
"Iya, iya." Xiao Wen membalas Huasen dengan memukul pelan bantal tersebut ke tubuh Huasen. Namun Huasen lebih sigap dari Xiao Wen. Berhasil menghindar.
"Kenapa jadi melebar gini ya?" gumam Xiao Wen.
Huasen kembali mendelik, "Siapa yang duluan coba!"
"Oke maaf." kata Xiao Wen. "Intinya, kemarin 'kan kau dengan sangat sadar memuja Tian Xuning kalau dia pria yang sempurna tiada cela."
"Jamet aja sih celanya." potong Huasen.
"Diem!" Xiao Wen mendelik dengan galak.
"Oke aku diem." Huasen kembali meringkuk. Seperti anak anjing kecil sedang dimarahi oleh majikan.
"Sekarang kenapa kau jadi pesimis dengan Tian Xuning?" tanya Xiao Wen. Semakin lama makin gemas dengan sahabatnya.
Huasen menghela napas. "Dia memang sempurna di mataku, tapi kau tahu 'kan kalau selama ini aku ingin punya alpha?" tanya Huasen.
Xiao Wen tertegun, "Lalu?"
"Xuning tuh bukan alpha!"
Xiao Wen terdiam. Jadi pembicaraan yang memutar tak jelas tadi berakhir dengan satu kesimpulan ini.
"Lalu?"
"Kan kamu tahu hidup sebagai omega itu berat. Sekuat apapun omega, tetap butuh alpha. Aku tidak mau nantinya jadi merepotkan Xuning kalau aku sedang masa heat." terang Huasen.
"Tunggu!" Xiao Wen berseru setelah terdiam sebentar. Huasen menoleh dengan penasaran. "Memang Xuning mengatakan sendiri kalau dia bukan alpha."
Huasen menatap Xiao Wen lama, seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian menggelengkan kepala sambil berkata dengan polos, "Kayaknya belum pernah."
Xiao Wen menarik napas panjang. Bantal yang tadi mengenai wajahnya dia pukulkan berkali-kali ke wajahnya. Sebenarnya ingin ia pukulkan ke Huasen tapi saking gemasnya, ia jadi tak tega.
"Kau berkesimpulan darimana kalau Xuning bukan alpha kalau kau sendiri belum pernah bertanya?" Xiao Wen dengan segala cara merendahkan nada bicara.
"Dari tubuhnya, dia lebih kelihatan seperti beta. Tidak seperti alpha kebanyakan. Lalu waktu aku heat tempo hari, dia merawatku tanpa merasa terganggu dengan aroma feromonku. Makanya aku berkesimpulan kalau dia bukan alpha." ujar Huasen.
Xiao Wen menghela napas panjang. Oke, masalah sudah terlihat. Tinggal mencari solusi.
"Chang Huasen..." panggil Xiao Wen. Huasen menoleh sebagai respon.
Xiao Wen memegang kedua bahu Huasen, "Solusi dari masalah kamu adalah tanyakan dulu ke orangnya. Jangan asal berkesimpulan sendiri. Mungkin waktu dia merawatmu saat heat, dia berusaha menahan, atau dia sudah menyiapkan obat supresan."
Huasen terdiam. Dari gerak bibir ingin melontarkan kalimat tapi segera ditahan oleh jari telunjuk Xiao Wen.
"Sst! Jangan bilang tapi!" kata Xiao Wen. Dia menghela napas lagi, "Maaf aku bukannya ingin memarahimu. Aku paham kau takut dengan jawaban Xuning nanti. Setidaknya dengan menanyakan langsung, kau bisa lega. Meskipun itu menyakitkan."
Huasen belum merasa puas dengan jawaban Xiao Wen. Sejujurnya ia ingin bersama Xuning. Dia pria yang bisa membuatnya nyaman dan merasa bahagia.
"Tenang saja, nanti aku carikan alpha yang tidak ada unsur jametnya." goda Xiao Wen.
"Jangan! Itu ciri khasnya Xuning!" protes Huasen. "Aku masih ingin dia menjadi alpha-ku."
"Tapi emang sih. Mana ada ya alpha yang jamet?" Xiao Wen menggaruk dagu yang tidak gatal.
"Zhang Xiao Wen!" seru Huasen.
Xiao Wen tertawa lepas.
Puas tertawa, Xiao Wen kembali pada mode serius. "Minggu ini ada rencana kencan dengan Xuning?"
Huasen mengangguk. "Seperti biasa ketemuan di malam minggu."
"Bagus. Masih ada tiga hari sebelum hari H. Jadi selama itu, persiapkan mental untuk bertanya, terutama respon atas jawaban Xuning."
Huasen merenung sebentar, kemudian menganggukkan kepala. Setuju dengan terpaksa.
Mau tidak mau memang harus dilakukan.
"Oke. Akan aku coba. Makasih ya." ujar Huasen.
"Santai~" kata Xiao Wen. "Kalau butuh tempat nangis, panggil saja." Xiao Wen menepuk dadanya sendiri sedikit bersemangat, "Aku siap membawakan kacang rebus."
Huasen tertawa. "Bisa aja kau."
Sesaat kemudian ponsel Xiao Wen berdering kencang. Pada ID pemanggil menampakkan wajah suaminya, Zhang Linghe.
"Oh, suamiku udah nelpon. Berarti udah di bawah. Aku duluan, ya." Xiao Wen membereskan barang-barang. Lalu pamit keluar apartemen Huasen.
"Oke, makasih banyak, Wen."
"Semangat, Chang Huasen!" Setelah pemuda yg kini bermarga Zhang itu menghilang, Huasen merenung kembali ucapan Xiao Wen.
***
Hujan deras mengguyur Beijing sejak pagi. Hingga menjelang siang belum ada tanda-tanda untuk segera reda.
Huasen mengintip dari balik tirai. Mengamati rintik hujan yang menerpa kaca jendela, menimbulkan bunyi tik tik tik yang keras.
Beruntung hari ini libur, tapi sialnya tidak bisa jalan-jalan dengan Xuning.
Huasen menghela napas panjang.
"Xiao Chang, sup kacang merahnya sudah jadi." Samar suara terdengar dari arah dapur. Memanggil Huasen untuk segera menghampiri. Aroma sup kacang menggoda untuk segera disantap. Xuning memang paling jago dalam segala hal, termasuk memasak. Kecuali bagian jametnya.
Kali ini ia membuat makanan kesukaan Huasen, sup kacang merah. Sebagai permintaan maaf karena tidak jadi keluar jalan-jalan.
Padahal bukan sepenuhnya salah Xuning.
"Kelihatannya enak." Puji Huasen dengan mata berbinar melihat sup yang tersaji di hadapannya. Asap tipis mengepul dari bibir mangkuk. Dingin-dingin makan sup hangat. Memang paling nikmat.
"Maaf Xiao Chang ini pertama kali aku membuat sup kacang merah jadi aku tidak tahu rasanya sesuai ekspektasimu atau tidak." ujar Xuning merendah.
"Tidak! Aku yakin masakan Xiao Tian pasti enak." sela Huasen. "Aku coba, ya?" pintanya. Huasen menyendok kuahnya. Keduanya matanya membelalak dan bibirnya menyunggingkan senyum.
"Ini enak banget!" seru Huasen.
"Syukurlah." gumam Xuning.
"Aku habiskan, ya?" Tanya Huasen.
"Makanlah sebanyak yang kau mau." ujar Xuning.
***
Huasen menepuk perut yang penuh. Masakan Tian Xuning selalu melebihi ekspektasi. Enak, nikmat dan mengenyangkan. Dengan kemampuannya, seharusnya Xuning bisa membuka restoran lokal. Tapi dia lebih suka diam berpose di depan kamera.
"Sudah selesai? Aku cuci dulu, ya?" Xuning membereskan piring-piring kotor di atas meja. Huasen ingin membantu tapi segera dicegah oleh Xuning. Akhirnya Huasen hanya menunggu makanan yang diproses di lambung turun ke usus sambil diam-diam memperhatikan punggung Xuning. Tangannya sibuk dengan busa dan air yang mengalir.
Punggung Xuning terbalut kaos putih, bahunya terlihat lebar seperti pria alpha kebanyakan. Huasen tahu Xuning rajin olahraga di gym, tetapi belum pernah melihat lebih jauh tubuh Xuning. Model dengan tinggi 188 cm itu lebih suka memakai kaos atau hoodie panjang dan lebar. Paling hanya memakai kaos tanpa lengan. Membuatnya lebih terlihat seperti seorang beta.
Huasen menggelengkan kepala. Tersadar dengan pikiran mesum mengenai tubuh Xuning. Tidak, dia tidak mesum, hanya sedang membandingkan stereotip pria alpha pada diri Xuning.
Masyarakat selalu menggambarkan pria alpha dengan sosok yang tinggi, tegap, berotot, dan berwibawa, pintar dan kaya. Huasen ingin melihat apakah hal itu ada di diri Xuning dari segi fisik.
Tubuh tinggi. Cek.
Terverifikasi 188 cm.
Tegap. Cek.
Seorang model profesional yang sudah fasih berpose di depan kamera.
Berotot. Cek.
Xuning rajin olahraga, tentu saja berotot. Meski Huasen belum yakin dengan bagian yang tak terlihat.
Beribawa. Cek.
Kesampingkan sifat jamet dan randomnya.
Pintar. Cek.
Langganan peringkat dua di sekolah. Peringkat satu selalu disabet oleh Zhang Linghe, suami Xiao Wen.
Kaya. Cek.
Kekayaannya tidak sebanyak Linghe, tetapi pakaian yang dikenakan selalu bermerek terkenal, padahal hanya sebuah kaos.
Dari segi fisik, 80% Xuning bisa dikategorikan sebagai alpha. Namun kejadian heat Huasen tempo hari membuat Huasen ragu. Feromon omega saat heat yang belum ditandai oleh alpha akan selalu mempengaruhi alpha di sekitar. Namun saat itu, Xuning dengan santai merawat Huasen seolah tak terjadi apapun.
"Kamu kenapa?" Xuning menatap wajah Huasen. Pemuda Chang itu segera sadar dari lamunan. Hampir terjungkal saat menatap wajah Xuning tepat di depannya.
"Wah!" seru Huasen.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Xuning. Duduk di bangku depan Huasen.
Huasen menatap Xuning.
Menimbang keputusannya untuk memastikan satu hal dari Xuning. Huasen sudah mempersiapkan kalimat pembuka sejak kemarin, bahkan respon dan apa yang akan dia lakukan jika jawabannya tidak sesuai dengan ekspektasi.
"Xiao Tian..." panggil Huasen. Xuning memandang Huasen. Menunggu kalimat berikutnya. "Aku... boleh bertanya sesuatu?" tanya Huasen. Memainkan jemari, mengusir rasa gugup dan degup jantung.
Eksekusi lebih susah dibanding dengan yang dia bayangkan.
"Kau mau tanya apa?"
"Maaf kalau ini menyangkut privasi..." Huasen memberi jeda. Xuning menautkan alis, penasaran. "Apa kau seorang alpha?" tanya Huasen merendahkan kata terakhir. Tapi Xuning masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Huasen menunduk dalam, berusaha menghindar. Xuning diam memikirkan sesuatu. Di dalam jeda keheningan, Xuning melontarkan pertanyaan yang tak disangka oleh Huasen.
"Apa aku belum mengatakannya padamu?" tanya Xuning. Huasen mengangkat kepala. Memandang lekat pada pemuda di depannya.
Huasen menggeleng dengan ragu.
"Apa aku belum pernah mengatakan padamu kalau aku seorang alpha?" tanya Xuning kali ini dengan kalimat yang lebih jelas.
Huasen mengedipkan kelopak mata dua kali.
Xuning seorang alpha?
Huasen lagi-lagi menggeleng. Kali ini dengan tatapan tidak percaya.
Xuning mengeluarkan kartu identitas. Berisi informasi pribadi, termasuk informasi gender kedua, yaitu alpha. Setiap penduduk diwajibkan mencantumkan gender kedua pada kartu identitas, baik itu alpha, beta atau omega. Bukan untuk diskriminasi, tapi untuk berjaga jika ada hal yang tidak diinginkan.
Huasen tersenyum dan menghela napas lega. Satu kekhawatiran terhapuskan. Namun ada kekhawatiran lain yang mengganggu.
"Tapi..."
Tapi Huasen bingung harus mulai darimana.
"Tapi, Tian Xuning tidak terlihat seperti alpha, begitu kan?" Tanya Xuning tepat sasaran.
Huasen tidak merespon, bahkan dengan gestur gelengan atau anggukan.
"Hahaha, tidak apa-apa." ujar Xuning. "Aku sudah terbiasa."
Kali ini Huasen tertegun, 'Apa maksudnya?' Begitulah kira-kira raut wajah Huasen jika bisa bicara.
"Waktu pemeriksaan dulu, aku dinyatakan sebagai alpha, di berbagai klinik dan rumah sakit." Huasen menautkan alis. Tidak merespon, menunggu lanjutan. "Benar, aku sampai periksa berulang tapi hasilnya tetap sama."
"Aku seorang alpha, tapi tidak seperti alpha. Aku tidak bisa mencium aroma feromon omega. Bahkan dari jarak dekat. Waktu kau heat, aku sama sekali tidak mencium dan merasakan apapun."
"Banyak dokter spesialis sudah kudatangi, tapi tidak ada yang bisa menjelaskan. Akhirnya aku hanya bisa menerima keadaan seperti ini. Sejujurnya sedikit ada untungnya karena aku tidak harus menghindar ketika mencium feromon omega."
Xuning mengakhiri cerita. Huasen tertegun mendengar penjelasan Xuning. Tidak tahu harus bereaksi senang atau sedih dengan informasi ini.
"Apa ini yang mengganggumu?" tanya Xuning memecah keheningan.
Huasen menggeleng, "Tidak masalah. Aku paham sebagai seorang omega kau pasti membutuhkan sosok alpha."
Huasen mengangguk pelan. "Maaf, aku sudah meragukanmu..." ujarnya.
Huasen menyunggingkan senyum.
"Apa kau sudah merasa lega?" tanya Xuning.
"Sedikit lebih baik..." jawab Huasen.
"Tapi..." giliran Xuning yang merasa ragu, "dengan kondisiku sekarang, aku mungkin belum bisa menjadi sosok alpha sempurna bagimu." Xuning menunduk dalam. Huasen seperti melihat dirinya pada sosok Xuning sekarang.
"Tidak masalah. Kita bisa cari solusinya bersama-sama." ujar Huasen.
Pemuda Tian itu menghela napas lega. Dengan nyala mata yang mantab, ia berdiri dan mendekat ke arah Huasen. Membungkuk di hadapan pemuda Chang seperti sedang melakukan lamaran, hanya saja kali ini tanpa cincin.
"Apa yang kaulakukan?" tanya Huasen bingung dengan tingkah Xuning. Hal random apa lagi yang akan dia lakukan. Digenggam erat kedua tangan Huasen, membuat rona merah muncul malu-malu.
"Aku tidak bisa menahannya lagi," ujar Xuning. Mereka bertemu pandang dengan posisi Huasen lebih tinggi jadi Huasen sedikit menunduk, "Chang Huasen, apakah kau mau menjadi pasanganku?" tanya Xuning tanpa ba-bi-bu.
Kedua manik hitam Huasen membelalak mendengar pernyataan cinta dari Xuning. Tidak menyangka dia akan segera mengatakannya. Mungkin Xuning sudah lelah menunggu lampu hijau dari Huasen, jadi begitu ada kesempatan tak ingin melewatkan.
"A-aku... tentu saja mau." seru Huasen dengan menyamarkan gemetar di bibir.
Xuning menyunggingkan senyum bahagia.
Rona wajah Huasen berubah warna. Sudah dipastikan pipinya bersemu hingga ke telinga setelah pernyataan cintanya. Tubuhnya ikut merasakan panas. Napasnya memburu seperti habis berlari marathon.
Aroma manis kacang tiba-tiba menguar dari tubuhnya.
Huasen membelalakkan mata. "Tidak mungkin!" gumamnya panik. "Bukankah jadwal heat-ku seminggu lagi?"
"Xiao Chang, kau baik-baik saja?" Tanya Xuning melihat Huasen terlihat kesakitan. "Ngh!" Xuning terkejut mencium aroma asing yang menusuk hidung. Bukan aroma busuk, melainkan aroma manis kacang yang memabukkan.
"Aroma apa ini?" gumam Xuning panik.
Huasen berusaha berdiri untuk mengambil obat supresan, namun tubuhnya lemas dan gemetar, akhirnya terjatuh ke lantai. Xuning kendati panik, tetap sigap menahan tubuh Huasen bertemu dengan kerasnya lantai.
Semakin intim posisinya dengan Huasen, aromanya semakin menusuk tak tertahankan. Tubuh Xuning ikut merasakan panas akibat serangan feromon Huasen yang sudah memenuhi ruangan.
"Apakah ini yang dinamakan heat?" Seberapa keras Xuning menutup hidung, aromanya tetap menyengat.
Napas Xuning semakin tersengal. Gigi taring kecil muncul, mengintip dari bibir merahnya. Darah di dalam tubuhnya mengalir liar ke satu titik. Seliar pikirannya akan Chang Huasen yang tersaji di pelukannya. Matanya tak fokus, hanya membayangkan nikmatnya mencumbui pemuda Chang itu.
"Ngh Xuning~" Huasen merintih dalam pelukan Xuning. Dibanding merintih, lebih terdengar seperti mendesah. Pandangannya sayu memohon kepada Xuning.
Panas di tubuh Huasen tak kunjung reda, malah semakin parah. Kaosnya telah kusut dan sebagian memperlihatkan kulitnya yang mulus dan sedikit mengkilat karena keringat. Ditambah suara desahan yang memanggil pemuda di depannya.
Huasen semakin erat memeluk Xuning. Aroma tubuh Xuning membuatnya nyaman dan merasa terlindungi.
Kesabaran Xuning sudah meledak. Tanpa permisi, langsung diikecup bibir merah ranum Chang Huasen. Satu kecupan, dua kali, hingga keduanya kehilangan napas.
"Maaf..." ujar Xuning masih terengah-engah.
"... git aku..." gumam Huasen disela napasnya yang tersengal-sengal.
"Kau mengatakan... apa?" tanya Xuning.
"Gigit aku..." Huasen memperlihatkan belakang leher yang terbuka. Aroma feromon semakin kuat dari pusatnya.
Xuning terkesiap. Aromanya lebih kuat dari sebelumnya. Kesadaran Xuning sudah mencapai batas. Dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar, gigi Xuning menyentuh kulit di belakang leher Huasen. Darah mengucur dari bekas gigitan. Rintihan kesakitan keluar dari mulut Huasen disusul dengan suara desahan ambigu.
***
Huasen mengerjapkan mata. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah seberkas cahaya matahari yang mengintip dari jendela, disusul selimut putih tebal, berakhir pada sosok Xuning sedang memperhatikan ponsel.
Satu gerakan dan rintihan pelan mengalihkan pandangan Xuning dari layar.
"Kau sudah bangun?" Kecupan ringan mendarat di dahi Huasen. "Apa tubuhmu baik-baik saja?" tanya Xuning khawatir.
Kalau boleh jujur, Tubuh Huasen tidak dalam kondisi baik. Terutama bagian pinggang terasa ngilu. Beberapa pertanyaan yang terlintas di benaknya.
Sejak kapan ia tidur di kamar? Kapan dia tertidur? Apa yang terjadi?
Saat teringat kejadian semalam, otomatis wajahnya merona hebat.
Berapa kali mereka melakukannya?
Huasen lantas memegang belakang leher yang terplester. Gigitan semalam pasti akan berbekas―selamanya. Huasen masih merasakan atmosfer feromon sisa semalam.
"Masih sakit?" tanya Xuning, ikut memegang bagian belakang leher Huasen. Pemuda Chang itu menggeleng pelan.
"Apa yang kaubaca?" tanya Huasen. Xuning penasaran dengan ponsel yang layarnya masih menyala. Menampilkan ruang percakapan dengan seseorang. Xuning terlihat serius memandang layar ponselnya barusan.
"Chat dengan dokter spesialisku." jawab Xuning. "Aku sedang berkonsultasi mengenai kejadian semalam. Aku tiba-tiba bisa mencium aroma feromon seorang omega. Sungguh aneh."
"Dia sudah membalas?" tanya Huasen.
Xuning menggelengkan kepala, "Belum, aku baru saja mengirim pesan." ujar Xuning. "Tapi aku mendapatkan pencerahan dari situs forum diskusi."
"Apa katanya?" Huasen merapatkan posisi, penasaran.
"Karena aku bertemu dengan pasanganku jadi feromon alpha milikku dipicu oleh feromon omega milikmu."
Huasen diam sejenak.
"Lalu kejadian tempo hari, kenapa kau tidak merasakan apapun saat aku heat?" tanya Huasen.
Xuning jadi ikut merenung. "Benar juga." telunjuknya menggaruk dagu yang tidak gatal.
Hal ini menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Xuning menyimpan ponsel. Semakin dipikirkan semakin rumit. Dia mengecup pelan pipi Huasen. "Yah, apapun itu, akhirnya kau sudah sepenuhnya menjadi milikku."
"Kapan kau mau menemui orang tuaku?" tanya Huasen. Sepertinya sudah tidak sabaran.
Xuning terkekeh. "Secepatnya sayang."
Rona merah menjalar di pipi Huasen ketika mendengar panggilan 'sayang' terlontar dari mulut Xuning.
Aroma manis kacang kembali menyebar. Huasen lantas menyembunyikan diri di balik selimut tebal.
"Masih belum reda ya efeknya?" kata Xuning dengan terkekeh sambil membuka ujung selimut. Memperlihatkan bagian manik Huasen yang telah mencuri hatinya sejak pertama bertemu.
"Mau lagi?" tanya Xuning dengan seringai di bibir, ikut menyembunyikan diri di balik selimut tebal.
***
Epilog 1
Chang Huasen, atau sekarang bernama Tian Huasen, bersenandung pelan sambil berusaha menidurkan malaikat kecil dalam gendongan. Bayi kecil yang dilahirkan tiga bulan yang lalu, berjenis kelamin perempuan.
Suaminya, Tian Xuning, masih sibuk membereskan sisa makan malam.
Ujung bibirnya terangkat membentuk senyum melihat malaikat kecilnya telah tertidur pulas. Huasen bergegas ke kamar dan memindahkan ke tempat tidur bayi. Memastikan bayinya tidak menangis ketika dilepas dari pelukan, Huasen mengendap keluar kamarーsupaya tidak membangunkan.
Xuning masih mencuci piring, Huasen segera duduk di atas sofa. "Mengantuk..." gumamnya. Dari tempatnya duduk, dia bisa melihat sosok suaminya masih sibuk dengan urusan dapur. Huasen tidak sengaja memperhatikan punggung Xuning. Kalau diperhatikan, tubuh Xuning semakin berisi. Bukan berisi lemak, tapi otot yang semakin kekar.
Huasen teringat ucapan dokter spesialis yang membantu menyelesaikan masalah feromon Xuning.
"Kemungkinan besar feromon Xuning dipicu oleh feromon omega milik Huasen. Oleh karena itu, feromon alphanya menjadi aktif."
Kalau dilihat memang semakin lama Xuning menjadi terlihat seperti alpha yang selalu dia bayangkan. Hal ini membuat Huasen semakin bahagia dan tidak sadar senyumnya mengembang tak henti-henti.
"Yang?" panggil Xuning. Panggilan sayang telah berubah kekinian menjadi ayang. Xuning selesai dengan pekerjaan lalu menghampiri Huasen. Omeganya terkejut melihat Xuning sudah berada tepat di depannya.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Xuning.
Huasen cengengesan dan berkata, "Engga, Yang. Hanya memikirkan betapa aku sayang sama kamu."
Kerutan muncul di dahi Xuning, "Kamu kenapa jadi ketularan jamet?" ujar Xuning terkekeh.
"Karena aku kelamaan sama kamu, jadi nular." Huasen ikut cengengesan.
"Bisa aja kamu." Xuning mencubit pelan pipi Huasen yang sedikit gembul setelah melahirkan. "Tidur, yuk. Aku ngantuk." ajak Xuning disusul menguap lebar.
"A-Ling sudah tidur?" tanya Xuning. Huasen mengangguk.
"Bagus, tidak ada gangguan." kata Xuning ambigu.
"Kamu mau ngapain?" tanya Huasen penuh selidik.
"Tidur, Ayang." goda Xuning, "Memang Ayang mau ngapain?" tanya Xuning dengan seringai di wajah.
Huasen merona, dengan tegas mengatakan, "Mau tidur!" dan bergegas menuju kamar.
Xuning terkekeh, menyusul Huasen yang sudah menutup pintu. "Tunggu, Yang."
Beruntung tidak dikunci.
***
Epilog 2
- Kumpulan status -
1. Foto sebelah kanan saat pernikahan
2. Saat Huasen hamil
3. Dedek bayi sudah lahir
4. Si dedek sudah besar
***
END
***
Catatan penulis:
Halo! Bella di sini.
Ini pertama kali aku bikin cerita omegaverse dari RPF. Agak gimana gitu, karena biasanya baca omegaverse versi 2D.
Jadi, aku mau menjelaskan kenapa sebelumnya Xuning ga bisa mencium feromon omega. Karena Xuning memiliki kondisi feromon langka. Dia hanya bisa mencium feromon dari soulmate-nya. Kebetulan soulmate-nya Huasen. Pada heat pertama, Huasen masih ragu dan bimbang dengan status Xuning apakah dia alpha atau beta. Heat kedua, Huasen sudah yakin dengan Xuning jadi feromonnya bisa tercium.
Tidak logis ya? Tapi memang sejak awal tidak ada penjelasan logis dari trope omegaverse, wkwk.
Akhir kata. Terima kasih sudah membaca.
Salam,
Bella.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro