Day 3 ; Tea
Mulutnya menyesap perlahan tea yang tengah berada pada genggaman, duduk dengan santai pada sebuah kursi. Menunggu Mika yang sedang bekerja di sebuah cafe, memperhatikan begitu lekat tiap lekuk ekspresi yang terbentuk. Bibir sang pemuda melukis senyum tanpa henti, menjadi pelayan cafe khusus pelanggan perempuan membuat diri harus bekerja lebih optimal tanpa kesalahan sedikitpun. Beruntung dulu ia sering bercengkerama dengan para gadis—sewaktu kecil. Walaupun harus berakhir begitu canggung dengan para lelaki, kecuali Shu yang Mika anggap sebagai penerang hidup.
Gadis itu menyesap kembali tea yang dia pesan tadi, menikmati rasa manis dan pahit secara bersamaan. Sama seperti hati yang tengah merasa lara kala ini. Rasa manis lantaran melihat senyum sang pujaan hati terus beradu dengan pahit ketika sadar bahwa sang adam tak bisa dia gapai. Sakit, tetapi tak bisa mengelak. Menyebalkan. Ingin rasanya Chiaki merutuk takdir. Ia bangkit dari keadaan duduk, mengundang sedikit lirikan dari pemuda dengan manik heterokom. Berjalan menuju pintu keluar setelah selesai membayar.
Sebenarnya sejak awal kejadian ia tertidur di kamar sang gadis, pemuda itu merasa sedikit aneh. Sepupunya yang dulu begitu berisik mulai agak pendiam, padahal saat hari pertama datang kerumahnya gadis itu masih sangat berisik. Memangnya seseorang bisa berubah dalam kurun waktu satu hari?
Mika menepis pikirannya sesegera mungkin, kembali bekerja melayani para pelanggan.
Kepulan asap keluar dari mulut sang gadis, menyebarkan karbondioksida tanpa sengaja, menghangat diri menjadi alasan atas kegiatan. Menggosokkan telapak tangan sebagai tahap lain penghangat tubuh. Netranya menatap ke atas langit, memperhatikan bintang yang bisa dihitung dengan jari bersanding dengan bulan purnama. Terkekeh pelan, meratapi kenyataan bahwa pemilik asli tubuh ini meminta bertukar kembali lewat mimpi. Cara untuk kembali ke dunia asal telah diberitahu tinggal menunggu waktu untuk kembali, mereka saling sepakat bahwa satu Minggu adalah waktu menghabiskan kegiatan pada tempat yang seharusnya tak dia injak.
Padahal, dia belum melakukan apapun untuk unit yang ia suka.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro