Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Under the Rain, again.

Ia selalu muncul. Di bawah rintik hujan, ia muncul. Di dalam dinginnya hujan, ia ada dihadapanku. Tapi, siapa dia?
.
.
.
.
.
.
.

Pairing : Nakahara Chuuya X Kunikida Doppo

Bungou Stray Dogs selamanya milik Kafka Asagiri dan Sango Harukawa

Warning : TYPO, Bahasa tak baku, gaje, dan sebagainya:')
.
.
.
.
.
.
.

Hujan.

Fenomena alam yang dimana permukaan bumi dibasahi oleh rintik-rintik air. Terkadang, orang menyebut hujan sebagai pembawa rahmat. Karna telah memberikan pasokan air untuk bumi.

Untuk orang yang melodramatis, mereka mengaitkan hujan dengan hal yang berbau roman picisan. Mengaitkan hujan dengan hal-hal romantis atau menyedihkan.

Tapi, berbeda dengan pemuda bersurai senada dengan langit di sore hari ini. Ia membenci hujan.

Kalau dibilang membenci pun, tidak terlalu tepat. Pemuda itu lebih ke risih saat datangnya hujan. Kenapa?

Karna disaat turunnya hujan, perasaan Chuuya terasa hampa.

Entah apa yang hilang darinya hingga ia merasakan seperti itu. Padahal ia yakin, ia tak kehilangan apa-apa.

"Ck! Hujan lagi!" Gerutu pemuda bermanik layaknya lautan ini. Karna derasnya hujan, ia kesulitan membawa mobilnya. Jarak pandangannya menjadi terbatas.

Ia pun berhenti di depan halte. Karna saking derasnya hujan, ia sedikit takut untuk tetap menjalankan mobilnya.

Dan disanalah. Chuuya melihat seseorang. Pemuda yang berdiri di bawah derasnya hujan. Seakan menikmati tetesan air yang terasa menusuk di kulit.

Dadanya tiba-tiba merasa hangat. Kehampaan yang memendam dalam hatinya hilang. Dan Chuuya bersumpah. Ia takkan pernah melupakan pemandangan indah itu.

Esok di pagi harinya, Chuuya terlihat sedikit aneh. Ia terlihat lebih banyak melamun menatap langit. Seakan tengah memikirkan sesuatu.

Saking tak fokusnya, ia pun sampai ditegur oleh Kouyou.
"Chuuya, ada apa denganmu?" tanya Kouyou khawatir. Tentu saja, ia sudah menganggap Chuuya sebagai adiknya.

Chuuya menoleh dan menatap sosok yang sudah dia anggap kakaknya itu.
"Aku baik baik saja, Anee-san.." Ucapnya santai.

Kouyou terdiam menatap pemuda di depannya. Seketika ia mendengar suara rintik hujan yang seakan mengetuk kaca jendela.

"Hujan lagi... Akhir akhir ini sering hujan yah.." Komentar Kouyou sambil meminum tehnya. Chuuya menoleh menatap tetesan air yang mengalir di kaca jendela.

Pikirannya melayang pada pemandangan kemarin. Seorang pemuda yang berdiri dibawah hujan. Ck, apa ia sudah gila?

Hanya karna satu pertemuan yang tidak bisa dianggap begitu, ia merasa ada yang aneh. Ia tak bisa dan tak mau melupakannya.

"Aku harus pergi." Ucap Chuuya sambil bangkit berdiri.
"Heh? Hujan begini? Bukankah kau tak terlalu suka hujan?" Tanya Kouyou sambil menatap pemuda pendek itu keluar ruangan.

Chuuya hanya menoleh dan tersenyum tipis. Pemuda itu pun keluar dari ruangan itu. Entah apa yang merasuki Chuuya hingga tersenyum. Padahal selama ini wajahnya sulit menampilkan senyuman.

Sekarang ia mengendarai mobil. Dengan sengaja pergi ke halte kemarin. Chuuya bingung pada dirinya sendiri, kenapa ia tergerak untuk kesana.

Tak lama Chuuya pun sampai di depan halte kemarin. Manik birunya bergerak mencari sosok pemuda. Ia harus menajamkan indra penglihatannya dikarenakan hujan turun dengan kuatnya.

Seketika indra penglihatannya menangkap sebuah entitas. Sosok yang berdiri dibawah derasnya hujan. Chuuya pun lagi-lagi terpana, tapi ia takkan lupa keinginannya kemari.

Chuuya pun keluar dengan payung di pegangannya. Matanya masih terpaku pada sosok pemuda itu. Ia mendekat perlahan, dan sosok itu pun semakin jelas terlihat.

Surai pirang kotornya yang terkuncir kuda lepek karna basah. Kacamata yang dipakainya terlihat basah dan mengembun karena udara yang dingin. Pakaiannya yang berupa kemeja dan rompi krem itu basah kuyup.

Chuuya langsung memayungi pemuda itu dari belakang. Walaupun ia harus sedikit menerbangkan payungnya dengan bakatnya.

Terlihat pemuda itu membuka matanya. Ia pun menoleh ke arah Chuuya dan seketika ekspresi terkejut terpasang di wajahnya.

Birunya sapphire bertemu dengan hijaunya jade green.

Chuuya seakan membeku. Entah kenapa wajah pemuda didepannya ini terasa familier.

"Akhirnya kau datang, Tuan ...." Ucap pemuda didepannya yang berhasil membuat Chuuya tersadar.

"Tuan ....?"

Chuuya pun merasa familier pada panggilan itu.

_________________________________

Pertemuan itu masih terngiang di memori Chuuya. Berputar berulang-ulang bagaikan kaset rusak. Chuuya tak bisa melupakannya.

Setelah Chuuya kebingungan karna ia dipanggil 'tuan'. Terlihat pemuda berkacamata itu sedikit kaget.

"Kau... Tak ingat?" tanya pemuda itu dengan nada pelan yang masih bisa didengar Chuuya.

Chuuya hanya menggeleng.
"Aku bahkan tak mengenalmu." Ucap Chuuya jujur. Ia melihat pemuda itu menunduk lalu berbalik membelakangi Chuuya lagi.

"Hujannya sebentar lagi selesai." Gumamnya sambil berjalan pergi. Chuuya hendak menahannya, tapi entah kenapa. Bersamaan dengan berhentinya hujan, pemuda itu menghilang.

Pemuda bersurai jingga ini mengacak-acak rambutnya kasar. Siapa dia? Mengapa pemuda itu seperti mengenal dirinya? Ia sama sekali tak mengerti.

Chuuya menoleh menatap jendela kamar apartemennya. Lagi-lagi turun hujan. Ia berpikir, apakah pemuda itu masih ada disana?

Rasa hangat saat melihatnya itu.. Chuuya.. Menyukainya..

Ia ingin merasakannya lagi. Lagi dan lagi.

Pemuda itu pun memutuskan untuk bangkit dan keluar dari apartemennya. Dengan payung di genggamannya, ia berencana keluar menerjang hujan yang semakin deras.

Angin berhembus kuat, langit tampak sangat gelap walaupun belum waktunya malam. Air turun menghantam bumi dengan kuat.

Walaupun memakai payung, tubuh Chuuya habis basah. Tapi, ia tak peduli. Halte yang biasanya itu sudah sangat dekat. Ia tak memakai mobilnya karna sedang direparasi.

Tiba-tiba langkah Chuuya terhenti.

Indra penglihatannya menangkap suatu obyek. Sepasang kaki. Chuuya mendongak, melihat orang yang menghalangi jalannya.

Tapi seketika matanya membola. Orang itu ... Pemuda kemarin.
"Kau! Ba-" ucapan Chuuya terhenti. Pipinya merasa sesuatu yang dingin menyentuh.

Pemuda itu dengan lembut mengelus pipinya. Rasa dingin melingkupi pipi Chuuya. Tangan itu halus ... Tapi dinginnya bukan main.

"Kau melupakan sesuatu ... Chuuya-san ...." Suara yang sangat lembut masuk ke indra pendengaran Chuuya. Tangannya seketika lemas dan payungnya jatuh ke tanah. Ditatapnya dalam manik jade green yang berhasil mengisi kekosongan hati Chuuya.

Chuuya ... Mengingatnya ....

Ia mengingat pemuda itu. Surai itu, manik itu, pakaian, panggilan, semuanya. Chuuya mengingat semuanya. Hanya satu nama, dan seketika rasa sesak memenuhi hatinya.

"Kunikida ... Doppo ...."
Chuuya merasa air matanya mengalir walau tertutup oleh tetesan air hujan. Pemuda itu tersenyum tipis. Didekatkan wajahnya dan berbisik ditelinga Chuuya.
"Ingatlah lagi ... Kenangan ada ....

Untuk dikenang ...."

Bisikan itu ... Membuat Chuuya kembali mengingat kejadian dulu ... Seakan hujan yang turun ... Menceritakannya dengan lembut.

-Flashback On-

"Hujan itu pengantar dan penghancur kenangan, Chuuya-san ....

Cara mereka membawa kenangan lama kembali ke dalam pikiran kita itu sangatlah hebat. Lewat rintik hujan yang jatuh ke bumi dan suaranya yang seakan menceritakan semuanya dengan lembut."

Chuuya mendengus geli. Ia menahan tawanya karena hendak mendengarkan apa yang dikatakan si kacamata itu.

"Cara mereka menghancurkannya pun sangat hebat ...."

Setelah beberapa saat, hanya ada keheningan. Chuuya pun membuka suara.

"Bagaimana caranya?"

Kunikida menoleh, menatap Chuuya dengan sendu.
"Lewat petir yang menghantam segalanya hingga tercerai-berai, lalu angin yang meniup serpihan kenangan tersebut hingga menghilang."

Pikiran itu kembali. Menjadi suatu rekaman yang utuh.

"Bukankah itu bagus jika kenangan buruk kita yang terlupakan?" Ucap Chuuya sambil menatap kekasihnya itu. Tapi, yang Chuuya dapat adalah tatapan dingin darinya.

"Tuan, kenangan ada untuk dikenang, dijadikan pembelajaran. Bukan untuk dilupakan ..." Jawaban Kunikida berhasil membuat Chuuya terdiam sejenak.

"Lalu, apa hujan juga membuat kenangan?" Tanya Chuuya bercanda, tapi jawaban dari Kunikida membuatnya terdiam.

"Tentu saja."

Chuuya pun memasang ekspresi bingung, "bagaimana caranya?" Tanyanya spontan.

"Chuuya-san ... Semua yang terjadi disaat hujan itu adalah kenangan yang dibuat olehnya ...."

-Flashback Off-

Air mata Chuuya terus mengalir. Ia menangis bersamaan dengan langit. Digenggamnya erat tangan pemuda didepannya.

"Kunikida ...." Gumamnya pelan sambil terus menatap mata Kunikida. Mata yang selalu membuatnya tenang. Kenapa ia bisa melupakan pemuda ini? Kenapa ia bisa melupakan pemuda yang membuatnya manusiawi?

Kunikida hanya tersenyum tipis. Ia senang Chuuya kembali mengingatnya.
"Biarkan hujan menceritakan kisahnya, tuan. Tapi, jangan biarkan hujan menghancurkan kisah itu ...." Ucap Kunikida dengan lembut.

Angin makin berhembus kuat. Langit makin menghitam menandakan badai akan datang. Tetesan hujan dari langit semakin kuat. Entah karna apa, Chuuya melihat tubuh Kunikida memudar.

"Kunikida ...?" ucap Chuuya sedikit panik. Ia tak mau Kunikida menghilang begitu saja. Ia tak mau kehampaan menghinggapinya lagi.

"Gomennasai ... Chuuya-san." Gumam Kunikida sambil mengecup dahi Chuuya. Dengan perlahan, tubuh Kunikida menghilang seakan tertiup kuatnya angin.

"Kunikida! Tidak! Kunikida!" Chuuya berteriak, berusaha menggapai tubuh kekasihnya. Tapi, seakan menggapai angin, Kunikida menghilang dengan senyum di wajahnya.

Hampa. Sekali lagi Chuuya merasa hampa. Ia berlutut di jalan itu, tak memperdulikan badai yang hendak datang. Tapi kali ini, Chuuya tak berharap hujan menghancurkan kenangan itu.

Omake

Badai pun benar-benar datang. Tapi, Chuuya sama sekali tak bergerak dari tempat itu. Tempat dimana ia bertemu lagi dengan Kunikida-nya.

Hingga seseorang menepuk bahunya pelan dan berkata, "Apa yang kau lakukan disini, tuan?! Sebentar lagi badai!"

Suara itu membuat Chuuya menoleh. Rencananya untuk memaki orang itu sudah diujung lidah. Tapi, semua itu langsung tertelan bulat-bulat.

Manik sapphire-nya membola setelah melihat orang yang menepuk bahunya.

Itu adalah ...

"Ayo, bangun! Anginnya sangat kencang! Apa kau orang bodoh hingga di cuaca seperti ini mau berlutut di tengah jalan?!" Omel pemuda itu sambil menarik Chuuya berdiri.

Chuuya hanya terdiam. Masih ditatapnya pemuda itu. Manik itu, suara itu, bahkan penampilannya.

Mengapa harus sangat mirip?.

Pemuda itu menarik Chuuya ke bawah halte. Setidaknya harus berteduh dulu agar bisa berbicara, walaupun Chuuya hanya membisu.

"Baiklah, setidaknya kita bisa berteduh disini. Aku tak tau apa badai benar-benar akan datang atau apa. Tapi, kau tak seharusnya disana!" Pemuda itu mengomel lagi. Memarahkan Chuuya atas kebodohannya.

Chuuya masih membisu. Semua kata-kata seakan meluap hilang dan hanya meninggalkan satu kata atau bisa disebut nama.

"Kunikida ..." Ucapnya pelan sambil masih menatap pemuda itu.

Terlihat pemuda didepannya mengernyit heran. Mengangkat tangan membenarkan kacamata yang menyembunyikan manik jade green yang indah. Surai pirang kotor yang terkuncir kuda itu tertiup angin.

"Bagaimana kau tahu namaku?" Ucap pemuda itu kebingungan.

Tanpa sadar, Chuuya tersenyum. Air matanya mengalir, tapi bukan karna sedih. Melainkan senang akan sosok didepannya ini.

Chuuya tak mengerti akan hujan. Tapi, mungkin ia tak akan lagi membenci hujan.

END

N.A

Just one.

Apa yang saya ketik?'-'

Makasih juga buat cecak-senseih yang mau ngoreksi ni cerita bobrok.

Mau tahu saha? KathleenGunawan Arigatou Gozaimasu *bungkuk 90°*

Voment please!^~^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro