Bagian 7 - Sahabat Lama
Lena baru saja sampai di salah satu pusat perbelanjaan besar di Jakarta. Ia lupa mengabari Mike. Saat akan mengeluarkan smartphone-nya, ia menangkap sosok Mike di salah satu kafe dekat pintu masuk.
Awalnya Lena mengira ia salah mengenali orang. Namun ketika mendekat, tampak Mike sedang terbahak pada seseorang. Eskpresinya terlihat bahagia. Ia tertawa lebar hingga wajahnya memerah. Lena tidak pernah melihat Mike seperti itu sebelumnya.
"Mike..."
"Lena? Kok bisa ada disini?" Mike tampak terkejut dan gelagapan.
"Aku baru saja sampai dan baru mau sms." Lena melirik ke teman minum kopi Mike, seseorang yang dikenalnya dengan baik.
"Hai Lena." Crystal menyapanya tanpa canggung.
"Kalian sedang apa disini?" Lena tidak ingin berprasangka tidak baik mendapati Crystal dan Mike bersama di luar tanpanya. Bisa saja mereka bertemu untuk pekerjaan.
"Eh, ada urusan bisnis, sayang." Mike menjawab cepat.
"Urusan bisnis..." Lena menggumam. Ia menangkap sebuah kotak putih jam tangan terkenal di atas meja mereka.
"Wah... siapa nih yang beli jam baru?"
"Aku Len. Sebelum bertemu Mike, aku jalan dulu cari-cari jam. Sudah bosan sama jam lama. Lihat deh, ini kan merk favorit kita."
"Oh... Boleh gabung nggak? Sepertinya tadi lagi ngobrol seru."
"Boleh dong, Lenaaaa." Crystal tertawa seakan-akan itu hal yang aneh untuk ditanyakan.
"Nggak apa-apa sih sayang. Tapi kita sudah mau pergi bertemu calon klien baru. Ada janji. Tadi bahas tentang itu dulu sebelum presentasi," tambah Mike. "Sayang kesini dalam rangka apa?"
"Sekedar jalan-jalan saja Mike, bosan di rumah. Ya sudah, aku tinggal ya. Semoga sukses presentasinya."
"Eh Len, di sini saja dulu." Crystal tidak enak hati meski Lena menyatakan dengan santai, tanpa ekspresi.
"Sudah nggak apa. Baru ingat tadi mau nonton di bioskop, jadwalnya sebentar lagi mulai."
"Bener nih?"
"Santai saja." Lena mengecup dahi Mike. "Aku nonton dulu ya sayang."
"Ini tempat umum sayang." Mike tampak keberatan dengan keromantisan yang ditunjukan Lena. Namun ia lekas memasang senyum dan memegang tangan Lena dengan lembut begitu melihat Lena sedikit cemberut akan reaksinya. "Selamat bersenang-senang ya. Nanti ceritakan filmnya. Kalau bagus aku mau nonton juga." Nada suara Mike melembut.
Lena memasang seulas senyum tipis. Setelah berbasa-basi sedikit, ia beranjak pergi. Kakinya memang melangkah ke arah bioskop, tapi pikirannya melayang ke tempat lain.
Saat menaiki eskalator, sebuah bunyi notifikasi membuatnya melihat layar smartphone-nya. Terpampang pesan dari Mike di layar:
"Sayang, tolong jangan seperti tadi lagi. Aku merasa nggak enak dengan Crystal. Dia mengira kamu cemburu padanya."
Lena mengigit bibir membaca pesan tersebut. "Apa tadi aku terlihat seperti cemburu pada Crystal?"
***
"Happy birthday!"
Kejutan kecil dari orang-orang terkasih Lena di malam sebelum hari lahirnya mencerahkan hati Lena. Ini adalah perayaan ulang tahun pertama setelah menikah dengan Mike.
Lena tiba-tiba terbangun dari tidurnya menjelang tengah malam. Mike dan Anna sudah berada di atas tempat tidur dengan cake besar yang dihiasi lilin di atasnya. Kasurnya sudah penuh dengan kelopak bunga mawar, tampak romantis di naungan cahaya keemasan lampu tidur.
"Mama, happy birthday!" seru Anna dengan semangat. Matanya tampak merah, mungkin karena memaksakan diri untuk tetap bangun hingga tengah malam.
Sudah lama Lena tidak mendapat kejutan seperti ini. Saat hanya berdua dengan Anna, ia hanya merayakannya kecil-kecilan. Ketika Oka masih ada pun, mereka hanya makan bersama di luar. Terkadang Oka malah lupa, sehingga Lena harus memberi sindiran-sindiran halus.
"Selamat ya sayang, yang keberapa? Lima puluh?" gurau Oka sambil mencium kening Lena.
Lena tertawa. "Forever seventeen kok."
"Make a wish ma, tiup lilinnya."
Lena pun menutup matanya dan membuat permohonan dalam hati. Tidak lama kemudian membuka mata dan meniup lilin berwarna merah darah di hadapannya.
"Yeay!" Mike dan Anna berseru berbarengan.
"Ini kado dari kami," kata Mike. Sebuah kotak merah dengan pita krem disodorkan pada Lena.
"Buka ma! Buka."
Lena pun membuka kotak tersebut dengan hati-hati, seolah tidak ingin merusak kado tersebut bahkan hanya bungkusannya sekalipun.
Kotak berwarna putih mulai tersingkap. Lena terkejut. Itu kotak jam tangan yang ia lihat saat mendapati Mike dan Crystal bersama."
"I... ini kan..."
Mike tersenyum. "Iya itu kotak yang pernah sayang lihat. Aku meminta Crsytal memilihkan jam yang sesuai dengan seleramu. Kaget juga sewaktu lihat sayang tiba-tiba datang. Hampir saja aku bilang kalau itu kado untuk sayang begitu lihat ekspresi cemburu itu."
Lena mengerucutkan bibir. Ia jadi merasa tidak enak. Mike melihat kecemburuan. "Aku nggak cemburu kok."
"Hanya alis yang bertaut dan sikap yang tiba-tiba dingin?" Mike tertawa. Ia kemudian berbisik lembut di telinga Lena. "Ada kado spesial lain loh."
Lena dapat menangkap maksudnya dan mengulum senyum. Diliriknya Anna yang memandangi mereka berdua.
"Besok Anna masih harus sekolah kan? Tidur yuk."
Seolah mengerti, Anna mencium pipi Lena dan berkata, "selamat tidur ma. Semoga keinginan mama tercapai dan mama tetap bahagia."
***
Lena khawatir sekali. Anna jatuh sakit. Ia demam dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Sesekali bergumam memanggil Lena.
Dokter keluarga Mike selalu datang tiap hari dan hanya menyatakan jika itu demam biasa.
Namun Lena sebenarnya khawatir. Sebelum jatuh sakit, kondisi Anna juga sudah tidak baik. Seolah semangat hidupnya hilang dari hari ke hari. Keceriaannya terkesan dibuat-buat. Makan pun sering tidak habis, terkadang malah memuntahkan makanannya.
Apakah perubahan lingkungan membuat Anna jadi rentan sakit? Apakah sebenarnya Anna tertekan tiba-tiba harus menerima kehadiran orang lain di kehidupannya? Dan mungkin bully terhadap dirinya di sekolah sebenarnya masih terus berlanjut diam-diam.
"Aku akan membawa Anna ke psikolog."
Mike tersedak mendengar Lena berkata seperti itu saat makan malam mereka. "Why?"
"Firasat seorang ibu. Sepertinya ada yang salah tapi dia nggak mau bilang."
Mike melap mulutnya. "Sayang... Anna hanya demam biasa. Dokter sudah bilang. Tidak usah berlebihan."
Lena hanya memainkan makanan di hadapannya. Ia merasa tidak berselera untuk makan. Padahal akhir-akhir ini Mike begitu sibuk hingga mereka jarang makan malam bersama.
"Tapi..."
" – Sayang," potong Mike. "Anna anak luar biasa. Masa sayang merasa kejiwaannya bermasalah."
"Bisa saja Anna masih di-bully di sekolahnya."
"Aku sudah berbicara pada pihak sekolah. Mereka sudah berjanji untuk lebih memperhatikan Anna. Atau mau kita pindahkan sekolahnya? Aku ada kenalan seorang kepala sekolah. Anna bisa masuk sekalipun tanpa tes."
Lena merenung. Itu ide yang buruk mnurutnya. Anna harus beradaptasi di rumah dan di sekolah sekaligus. Dua perubahan yang tiba-tiba tidak akan berdampak baik.
"Tidak... jangan..." Lena bingung harus berkata apa. "Aku akan tunggu sampai dia sembuh dan menanyakan padanya langsung."
Mike memegang tangannya dan tersenyum lebar. "Semua akan baik-baik saja."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro