9. Panic! But Not at the Disco
Alun-alun kota Riverside terletak di pusat kota bagian tenggara, dikelilingi oleh gedung-gedung pemerintahan yang berwarna kelabu pucat membosankan. Tanah lapang seluas tiga kali ukuran lapangan football membentang dengan permukaan aspal, biasanya digunakan untuk merayakan festival tertentu, agenda kepolitikan, program kepemerintahan, konser musik dan sejumlah perhelatan umum lainnya.
Theo pernah ke sini sekali untuk menonton konser musik band favoritnya beberapa tahun lalu, selain itu ia tidak pernah memiliki alasan lain untuk bertandang kemari.
Kini Theo ada di sini, dan jumlah masyarakat yang hadir jauh lebih banyak dibanding acara konser yang dihadirinya kala itu. Lebih dari setengah penduduk kota berkumpul, jumlah kerumunannya hanya bisa dikalahkan oleh keramaian di sarang semut.
"Oke." Gabe mengusap sebelah bahunya sambil mengamati lautan manusia di sekitarnya dengan pandangan tidak nyaman. "Kita sudah di sini sekarang, lalu apa?"
"Kita mengumpulkan informasi," jawab Theo spontan. "Mencari tahu apa yang sudah diumumkan pihak kepolisian, jadi kita bisa siap apa yang harus dilakukan selanjutnya."
Jika tak mengenal sahabatnya, Theo akan menduga bahwa Gabe merasa tak nyaman berlama-lama meninggalkan para kuda di peternakan, tapi itu bukan alasan sebenernya. Kenyataannya adalah Gabe merasa tidak nyaman tiap berada di tengah keramaian, berkaitan dengan sejarah keluarganya yang dulu selalu dikucilkan karena mengikuti kepercayaan Wiccan.
Waktu telah berlalu dan banyak hal berubah---reaksi orang-orang pada sejarah keluarganya tak lagi pahit melainkan iba, tapi Gabe tetap mempertahankan keengganannya berinteraksi dengan orang banyak terlalu sering. Oleh sebab itu hingga kini para warga hanya mengenal Gabe sebagai anak yang seluruh keluarganya mati dalam kebakaran bertahun-tahun lalu.
Kepala Theo menengok ke sana kemari mencari seseorang yang mungkin ia kenal. Orang yang takkan keberatan memberitahu satu atau dua informasi jika ditanyai.
Saat itulah kepala berambut hitam jabrik milik James Conroy muncul di penglihatannya---si pria yang tadi pagi ikut mendaki bukit tapi menyerah di tengah jalan.
"James!" panggil Theo dengan lantang, pria itu hanya lima meter darinya mengobrol dengan sekerumunan kecil orang. Namun pria itu tampaknya tak mendengar, maka Theo memanggil dengan lebih keras, "Conroy!"
James Conroy akhirnya menoleh, tersenyum dan melambaikan tangan saat mengenali siapa yang memanggilnya. Tak lama kemudian ia memisahkan diri dari kelompok kecilnya untuk mendatangi Theo, Gabe dan Livia yang menanti.
"Lihat ini, si trio dari peternakan River Creek akhirnya datang ke pesta," ujar James dengan nada mengejek yang ramah. Ia lalu dengan genit mengedipkan mata pada Livia. "Soo, what's up? Kenapa kalian memanggilku?"
Theo melirik untuk melihat reaksi Livia atas kedipan mata itu, lega mengetahui bahwa wanita tersebut hanya balik tersenyum sopan pada James. Tidak perlu menguatirkan saingan yang sesungguhnya tidak ada.
"Apa kau sudah berada di sini cukup lama?" tanya Gabe pada James.
James mengembuskan napas. "Ya, aku sudah di sini sejak tadi pagi. Berkeliaran, mengumpulkan informasi. Kalian tahu lah."
"Kau tak keberatan untuk membagi informasi itu dengan kami?" selidik Theo. "Apa yang pihak kepolisian sudah umumkan sejauh ini?"
"Well." Kepala James meneleng ke kiri mencoba mengingat-ingat. "Yang aku tahu, mereka sejauh ini hanya mengumumkan setumpuk omong kosong. Masih menyelidiki semuanya bla bla bla, meminta kita tetap tenang bla bla bla, jangan menciptakan kepanikan masal bla bla bla. Tak ada informasi yang membantu. Yang aku tahu mereka menugaskan beberap orang untuk pergi ke kota sebelah; meminta bantuan, mencari tahu apa yang terjadi di luar sana dan semacamnya. Dan aku baru tahu dari pria di sana tadi bahwa wali kota Riverside sedang tidak ada di sini, dia pergi ke Los Angeles beberapa hari lalu untuk urusan politik."
"Apa?" livia berseru terkejut. "Kalau wali kota sedang tidak ada, siapa yang memimpin ... semuanya?"
"Kurasa kepala kepolisian yang mengambil alih untuk sementara," timpal James sambil lalu, kemudian mengedikkan bahu. "Hal yang biasa di tengah krisis seperti ini."
"Jadi kalau keadaan masih belum pasti, kepolisian juga belum memberikan pengumuman berguna, mengapa semua orang berkumpul di sini sekarang?" cecar Theo penasaran.
"Entahlah, tapi aku sendiri merasa nyaman berkumpul dengan banyak orang begini, membuatku merasa tak sendirian menghadapi situasi yang aneh ini, kurasa banyak orang berpendapat serupa." James Conroy mengganti tumpuan kakinya. "Dan mengenai cuaca yang aneh ini, aku sungguh tidak suka. Aku dengar beberapa orang jadi sakit karenanya, tapi itu belum pasti. Aku berencana bakal tetap di sini dalam waktu lama untuk melihat perkembangan situasinya."
Theo dan kedua rekannya terdiam menyerap semua informasi itu.
"Jadi, kalian sudah mendapat semua informasi yang kalian butuhkan?" tanya James sopan.
"Kurasa begitu," gumam Theo, melirik Gabe dan Livia untuk meminta persetujuan---kedua orang itu menangguk. "Terima kasih sudah bersedia memberitahu kami. Dan kalau tak keberatan mungkin kau mau memberitahu kami setiap ada perkembangan baru?"
"Tentu saja, bukan masalah. Kalau begitu aku pergi. Silakan lanjut nikmati keseruan pestanya, Folks!" seru James seraya berjalan menuju kerumunan yang tadi sempat ditinggalkannya.
"Apa dia benar-benar menyamakan kerumunan ini sebagai acara pesta?" tanya Gabe mengerutkan kening tak habis pikir, lebih merupakan pertanyaan retoris.
"Pria yang menarik," komentar Livia, kedapatan sedang mengamati sosok James Conroy dari jauh.
Theo langsung menoleh pada wanita itu. "Kau benar-benar tertarik padanya?" Kecemburuan dalam nada suaranya jelas sekali terdengar, membuat Livia jengah lantas memalingkan muka, sementara Gabe menahan seringaian.
Sebelum ada di antara ketiganya yang bisa bersuara lebih lanjut lagi, sekelebat sosok seseorang yang tak asing masuk ke jarak pandang Theo, membuat perhatiannya teralihkan. Ia mengamati lebih pasti, takut-takut jika salah lihat.
Nyatanya ia tidak salah lihat. Sosok Anne Lambert muncul dari kerumunan di balik punggung kedua rekan kerjanya.
"Mom?" gumam Theo kebingungan.
°°°
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro