Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. How Do We Go Back?

Hari mulai gelap, matahari yang buram di langit akan terbenam kurang dari satu jam lagi. Namun Theo, Gabe dan Livia belum memutuskan apa akan melanjutkan perjalanan menuju permukiman Antico terdekat atau kembali ke peternakan.

Apalagi sekarang, setelah mereka mengetahui kebenaran yang terjadi. Jika semua yang dikatakan Robertson benar, memilih opsi mana pun takkan menyelesaikan masalah.

Theo berjalan mondar mandir sejenak, mencoba menyerap informasi yang telah didapatkan. Akan tetapi seberapa keras pun dirinya mencoba, satu fakta besar tetap sulit diterima akal sehatnya.

Ia lantas melirik pada Robertson. "Kau sadar betapa gilanya ini, kan? Dimensi lain, dunia paralel dan multi semesta itu nyata? Seluruh kota---seisi kota Riverside kami---tiba-tiba saja berpindah ke alam semesta lain?"

"Sulit dipercaya, aku paham bagaimana sulitnya memproses hal itu." Robertson melemparkan pandangan simpatik padanya. "Saat anomali alam ini pertama kali terjadi, tak ada satu orang pun yang percaya. Aku sendiri harus melakukan penelitian pribadi selama beberapa waktu sampai benar-benar percaya. Namun jika dipikir-pikir lagi, sejak dulu fenomena alam selalu membuat umat manusia takjub, bukan? Tatanan dunia paralel mungkin sudah kacau dan fenomena ini bakal menjadi hal yang biasa ke depannya. Kita takkan pernah tahu."

"Apa ada cara untuk mengembalikan kota Riverside kami ke tempat asalnya?" Livia melemparkan pertanyaan yang juga ada di benak kedua temannya.

Robertson menunduk. "Tidak ada, setidaknya tidak dengan cara disengaja. Sama seperti perpindahannya yang misterius dan tiba-tiba, ada kemungkinan kota kalian akan kembali ke semesta asal dengan sendirinya. Namun peluang itu amat tak menentu dan tidak bisa diprediksi. Ada satu pedesaan kecil di Barbados yang sepengetahuanku berpindah ke semesta ini sejak tahun lalu dan belum kembali ke asalnya sampai kini. Penduduk di kota itu butuh banyak waktu untuk beradaptasi dengan keadaan di dunia ini."

"Sial kalau begitu," ungkap Gabe pahit. "Kita semua celaka, kan? Kita akan terjebak di dunia ini dalam waktu yang lama. Apa kita perlu memberitahu semua penduduk kota mengenai ini?"

"Dan membuat mereka semakin panik lagi?" tanya Livia meragukan. "Itu bukan hal bijak, saat ini saja gelombang panik sudah membuat sebagian besar orang meninggalkan kota."

"Tapi mereka berhak tahu kebenarannya," Gabe berargumen. "Setidaknya, semua orang perlu tahu dunia baru macam apa yang sedang kita tinggali ini." Ia lantas meminta pada Robertson, "Kau tak keberatan untuk menceritakan pada kami tentang duniamu ini, kan?"

"Oh dengan senang hati." Robertson melangkah mendekat. "Tapi sebelumnya aku ingin bertanya, kalian bertiga sedang dalam perjalanan menjelajahi area ini, ke mana tepatnya tujuan kalian?"

"Permukiman kota Antico," jawab Theo lugas, ia mulai merasa bisa mempercayai pria yang mengaku sebagai dirinya versi alam semesta ini. "Kami berniat pergi ke sana untuk mencari tahu apa yang terjadi pada penduduk kota lain, mengingat kota Riverside kami terasa seolah terisolasi dari dunia luar."

"Well, kurasa niatan untuk pergi ke sana sudah tidak diperlukan lagi." Robertson memandang ke sekeliling, senyum tak nyaman terukir di wajahnya. "Kalian sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dariku, dan tidak ada yang akan kalian temukan di sana jika tetap mencoba."

"Kenapa kau bisa berkata begitu?" selidik Gabe penasaran.

Suara Robertson sedingin dan sekeras es batu saat berkata, "Karena kota Antico sudah tak ada. Peradabannya hancur lebur karena dibom dua bulan yang lalu. Pergi ke sana, kalian hanya akan menemukan puing-puing dan ribuan mayat penduduk yang tak selamat. Kadar racun di sana akan amat berbahaya untuk kalian hirup."

"Sama seperti yang terjadi di perbatasan kota tadi pagi," Livia langsung menyadarinya. "Mayat dan semua potongan tubuh, juga bukit yang hangus terbakar, kau tahu sesiatu soal itu?"

Selang satu detik kemudian Gabe juga bertanya, "Dunia macam apa yang kau tinggali ini, Rob? Apa yang sedang berlangsung di sini?"

Robertson menegakkan tubuh dan mengembuskan napas kasar sembari menatap langit, gelagatnya seakan menunjukkan bahwa ia tahu pertanyaan ini akan terlontar dan tak senang karenanya. "Aku akan menceritakan semuanya, jika itu membuat kalian senang, tapi tidak di sini. Sebentar lagi gelap, tentu kalian tak berniat kembali ke peternakan saat malam hari, kan? Terlalu riskan. Aku menyarankan kalian bermalam di tempatku dan akan aku jelaskan segalanya di sana."

"Benar. Tempatmu. Di mana kau tinggal?" selidik Gabe dengan mata menyipit. "Area pertambangan terbengkalai ini jauh dari mana-mana. Dan asal kau tahu, kau tampak mencurigakan berkeliaran sendirian di sini, aku tak peduli jika kau ini memang temanku versi yang lebih tua."

Sudut bibir Robertson terangkat. Ada sesuatu yang terasa emosional di matanya setiap kali pria itu menatap Gabe. "Aku sejak tadi hanya sedang meneliti keadaan alam di luar sini, mengetes kepekatan udara dan semacamnya." Ia lalu menunjuk area tambang, berjarak hanya tiga puluh meter di arah timur dari tempat semua orang berdiri sekarang. Wilayah itu dipenuhi berbatuan besar membentuk semacam pegunungan kerdil, di salah satu bukit batu terbesar adalah jalan masuk menuju tambang. "Aku tinggal di sana."

"Di dalam gua bekas pertambangan?" Livia menatap heran. "Sungguh?"

"Hmm, kurasa aku kurang menjelaskan dengan baik perbedaan dunia kalian dengan duniaku." Kening Robertson terlipat. "Di semesta asal kalian, area ini masih sebatas tempat terbengkalai, tapi di duniaku pertambangan sudah dialih fungsikan menjadi sesuatu yang lain. Ayo, biar aku tunjukkan pada kalian." Pria itu menyapukan tangan di udara, berbalik badan dan berjalan. "Oh, bawa ikut serta kuda-kuda kalian. Ada ruang yang cukup lapang di dalam gua untuk mereka bermalam."

Ketiga orang yang ada lantas saling berbalas tatap.

"Kita ikuti dia?" Livia meminta konfirmasi.

Gabe mengejankan bahu. "Kurasa tidak ada pilihan lain. Sejauh ini pria itu kelihatan tidak berbahaya."

Maka mereka pun mulai mengurai ikatan tali yang tersambung dari para kuda ke sebongkah batu.

°°°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro