Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. His Name is Robertson

Mengingat situasi aneh yang tengah berlangsung, Theo dan yang lain tak langsung mendatangi sosok itu---si pria dewasa yang nampaknya belum menyadari keberadaan mereka.

Justru pertemuan ini membuat ketiganya was-was. Para kuda berhenti.  Tak ada satu orang pun yang menduga akan bertemu seseorang di area tambang terbengkalai, pada dasarnya di tengah antah berantah---jauh dari mana-mana.

Dari belakang dan kejauhan, pria itu tampaknya sudah berumur. Posturnya tinggi dan tegap, dengan kepala dipuncaki rambut pendek pirang beruban. Ia mengenakan pakaian berlengan panjang warna putih di tubuhnya---seperti jas dokter. Hal itu malah lebih janggal lagi.

"Umm, apa kita akan datangi dia ... atau ....?" Livia menanyakan kepastian.

"Aku tidak yakin." Gabe ragu-ragu. "Haruskah? Dia tampak tidak meyakinkan, dan apa pula yang orang itu lakukan di tempat terpencil seperti ini?"

"Tapi ini orang pertama yang kita temui setelah pergi dari peternakan," Theo berkomentar. "Menurutku setidaknya kita harus mengeceknya. Siapa tahu dia tahu semua jawaban yang kita cari-cari sejak tadi pagi."

"Tapi bagaimana kalau dia berbahaya, Bung?" tuntut Gabe tak sepakat. "Hell, bisa saja dia membawa senjata. Aku tidak percaya pada pria yang memakai jas putih dan sendirian berada di tempat antah berantah. Masih belum terlambat untuk kita mengambil rute memutar jalan dan menjauhi orang itu sepenuhnya."

Kecemasan itu ada benarnya, maka Theo merenungkan lagi langkah mereka. Namun, insting dan firasat Theo mengatakan bahwa pria itu bukan orang sembarangan, dan layak untuk ditemui.

"Kurasa aku ingin mendatanginya," ungkap Theo, siap menerima konsekuensinya. "Jika kalian tak mau, maka tak usah. Aku akan mendatanginya sendirian. Kalian tunggu di sini. Kalau aku menangkap tanda-tanda tidak beres dari orang itu, aku akan langsung memberi kalian pertanda untuk lari menjauh. Bagaimana?"

Gabe memberi lirikan mata menyamping pada Livia, dan gadis wajah gadis itu berkerut resah.

"Kami tak mungkin membiarkanmu mendatangi dia sendirian, Theodore," ucap Livia lebih mantap. "Terlalu beresiko. Pilihannya kita bersama-sama temui dia atau tidak sama sekali."

Kepala Gabe menunduk, helaan napas panjang tertarik dari mulutnya. "Oke. Kita datangi dia, tapi kita harus jaga jarak aman. Jangan ada satu pun dari kita yang turun. Tetap erat dengan kencang tali kekang kuda kalian. Satu saja pertanda ganjil dari orang itu, kita segera pergi menjauh denger kecepatan penuh."

Theo dan Livia mengangguk sepakat.

Maka ketiganya mengisyaratkan para kuda agar lanjut bergerak maju, memangkas jarak yang membentang antara mereka dengan si pria berjas putih. Firasat Theo untuk semakin mendekat pada pria itu makin kuat saja, mirip daya tarikan gravitasi. Theo belum pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya.

Tatkala kesenjangan ruang antar mereka makin menipis, pria itu lantas menoleh membalikkan badan---barangkali bisa mendengar suara langkah tiga kuda berderap mendekat.

Sekonyong-konyong, melihat wajah pria itu membuat Theo diserang oleh rasa familier yang kuat---mengenali dengan baik. Keterkejutan yang dirasakannya teramat hebat hingga membuat tubuh Theo tersentak, otomatis menarik tali kekang, Dakota sang kuda pun berhenti.

"Dad?" gumam Theo terguncang. Benar, wajah pria itu mirip sekali dengan Stefan Robertson, hanya saja jauh lebih tua dari yang diingat Theo. Setiap fitur wajahnya akurat: bentuk wajah wajik, ujung rahang tajam, pola berewok, kumis dan janggut menyatu,  sepasang bola mata berwarna biru jernih dan rambut pirang cerah---kini berhiaskan uban.

Namun di sisi lain tak mungkin pria itu ayahnya, tak peduli seberapa mirip pun ia. Apa pula yang sedang dilakukan seseorang mirip Stefan Robertson di sini?

Kebekuan Theo membuat Gabe dan Livia ikut berhenti. Sang gadis menatap heran sementara teman terdekatnya itu berseru, "Kenapa kau berhenti, Bung?"

Di sisi lain, pria berwajah Stefan Robertson itu tak kalah terkejut. Mulut menganga, mata membelalak lebar. "Holy moly guacamole!" serunya dengan histeris, tangan kiri menjambak puncak rambut kepalanya, sementara tangan yang lain tengah menggenggam sebuah gadget berlayar besar. "Aku tidak bisa mempercayai apa yang kulihat sekarang! Kalian ... ini benar-benar kalian! Theodore Robertson, Gabriel East, dan Livia Andorra!"

Kebingungan menjalar di benak setiap orang.

"Nama belakangku Malcolm," koreksi Livia, masih berada di dekat Theo yang membatu.

Gabe sendiri menggerakkan kudanya makin mendekat kepada si Stefan Robertson gadungan. "Nama belakangku West, Gabriel West. Dan temanku bernama Theodore Lambert, dia sudah lama membuang nama belakang Robertson itu. Tunggu, kenapa kau bisa mengetahui nama kami semua? Nama depan kami setidaknya. Siapa kau? Apa kau penduduk kota Riverside yang juga nekat menjelajah ke sini? Aku tidak mengenalmu."

Pria berjas putih itu malah merenung dengan sorot mata penuh perhitungan, tangannya berpindah menggaruk janggut di dagu. "Hmm, menarik. Benar-benar menarik."

Mendengar suara pria itu membuat kebekuan Theo perlahan mencair. Ia merinding, bahkan suara pria itu mirip sekali dengan ayahnya. Theo titahkan kuda tunggangannya agar maju, diikuti Livia. Saat sudah berada di hadapan, Theo bertanya, "Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau mirip sekali dengan ayahku?"

"Oh. Kau tadi sempat mengira aku ini Stefan Robertson?" Bibir pria itu menyunggingkan senyum geli. "Wajar kurasa, tapi bukan. Aku bukan dia. Kemiripan ini lebih dikarenakan keturunan gen, familiaritas dalam keluarga. Stefan Robertson itu ayahku."

Semakin tercengang saja Theo. Kedua rekan seperjalanannya juga ikut tak mampu berkata-kata.

Kini pria itu menilik fisik Theo dengan amat cermat. "Menarik. Aku lihat kau lebih banyak mewarisi gen dari ibu kita. Bola mata dan rambut cokelat itu, benar-benar khas Anne Lambert, bukan? Bagaimana kabarnya? Apa dia masih baik-baik saja?"

Kepala Theo mulai pusing, dirinya merasa kewalahan untuk mencerna ucapan pria itu. "Aku tidak mengerti satu pun ucapanmu."

"Sir," ucap Gabe memperingatkan, kini memasang gerak tubuh yang waspada. "Aku akan bertanya padamu dan sebaiknya kau menjawabnya dengan jujur. Who the f*ck are you? Kenapa kau bisa banyak tahu mengenai kami? Semua perkataanmu tidak ada yang masuk akal."

Alis laki-laki itu terangkat, seolah baru sadar adanya atmosfer kebingungan yang menguar di sekitar. "Oh, maaf aku terlalu banyak bicara. Aku lupa kalian pasti belum tahu apa-apa." Lalu ia menunjuk dirinya sendiri. "Namaku Theodore Robertson. Aku adalah Theo dari alam semesta ini. Untuk mengatasi kebingungan nama yang sama, kalian boleh memanggilku Robertson, atau Rob, terserah kalian."

Robertson pun tersenyum ramah, seolah informasi yang telah diberikannya bukan hal besar.

°°°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro