Chapter 7 (Direvisi)
Aku tidak ingin seseorang menyerah.
.
Jawaban Sasuke malam itu membuat Sakura merasa heran. Ia masih tidak paham mengapa lelaki itu bersikeras berharap agar ia tidak menyerah. Ia menjadi penasaran, apa benar lelaki itu menggambar latte dengan gambar bunga gardenia untuk maksud yang sama?
Ah, laki-laki itu mana paham tekanan yang ia hadapi? Tekanan yang ia miliki bukan hanya soal novel yang tidak laku, melainkan juga soal finansial. Ia yakin, Sasuke cukup berada hingga bisa memakai pakaian mahal. Uang pasti bukan masalah bagi lelaki itu.
Ia memilih untuk mendengarkan Sasuke kali ini. Toh saat ini ia memang sedang dalam proses menyelesaikan novel terakhirnya sebelum melamar pekerjaan di salah satu perusahaan dan menjadi pegawai kantoran.
Sakura membaca ulang karyanya dan menghela napas. Ia sama sekali tidak menaruh perasaan pada jemarinya yang menari di atas papan ketik, bahkan tak merasakan sama sekali emosi dalam tokoh-tokoh tulisannya. Ceritanya terasa monoton, dengan alur yang tidak berbeda jauh.
Sepertinya pasar menyukai karakter pria yang tidak jauh berbeda, antara CEO kaya raya, ketua gangster, anak SMA berandalan yang playboy atau psikopat sadis yang jatuh cinta. Kalaupun latar belakangnya sedikit berbeda, intinya tetap tidak jauh berbeda.
Untuk karakter perempuannya, umumnya antara gadis populer di sekolah, anak yang berpura-pura culun dan dirundung, pokoknya kebanyakan karakter perempuan yang cengeng dan manja. Sakura sendiri sebenarnya kurang suka karakter perempuan yang begini, tetapi terpaksa membuatnya demi mengikuti selera pasar. Namun tetap saja novelnya kurang laku.
"Aduh, harus gimana lagi? Adegan apa yang harus kubuat?" gumam Sakura sesudah berdecak kesal.
Sakura segera melirik ponselnya dan menyadari jika jam telah menunjukkan pukul setengah enam sore. Ia harus segera makan malam sebelum berangkat menuju minimarket tempatnya bekerja sambil dari pukul tujuh malam hingga tiga pagi.
.
.
'Ada apa denganmu? Sejak tadi kau terlihat seperti menunggu seseorang,' ucap Naruto dengan bahasa isyarat setelah menepuk bahu Sasuke yang sedang gelas yang telah dicuci dan dikeringkan ke dalam lemari.
Sasuke menoleh dan mengernyitkan dahi. Naruto pasti sedang berhalusinasi karena ia tak sedang menunggu siapapun. Lagipula hari ini ia juga tak membuat janji dengan siapapun, jadi siapa yang ia tunggu?
Sai yang kebetulan memperhatikan Sasuke dan Naruto segera mendekat dan menggerakkan tangan.
'Kau sedang menunggu gadis yang sering pesan kue earl grey itu?'
Ucapan Sai membuat Sasuke terkesiap untuk sesaat hingga tak menyadari bahwa bibirnya sedikit terbuka tanpa ia sadari. Baik Sai maupun Naruto sama sekali tak menyangka jika Sasuke akan membuat reaksi seperti itu. Padahal mereka pikir Sasuke akan langsung menggelengkan kepala seraya menatap tajam, atau bahkan menjawab dengan sinis.
'Untuk apa?'
Naruto bertukar pandang dengan Sai sebelum menggerakkan tangan, memberi jawaban pada Sasuke.
'Mana kutahu. Mungkin kau tertarik padanya? Buktinya kau bahkan memberikan kue gratis padanya ketika kau bahkan tak pernah melakukannya pada pelanggan lain.'
Sasuke baru saja akan menjawab, namun Naruto menjentikkan jari tanpa sadar dan teringat sesuatu.
'Ah! Kau kan sempat bertukar pesan dengannya beberapa kali hingga berniat mengantar pesanan. Bahkan kau sampai meminjamkan coat mahalmu padanya.'
'Kalian salah paham. Aku cuma bertemu gadis itu di supermarket dan meminjamkan coat karena dia bersin terus-terusan. Lalu dia memberikan biskuit saat mengembalikan coat-ku dan aku memberinya kue gratis.'
Naruto tak percaya begitu saja meski Sasuke bahkan sampai memberikan penjelasan panjang lebar. Ia tahu kalau sahabatnya adalah orang yang baik sesunguhnya, tetapi lelaki itu cenderung menjaga jarak pada lawan jenis, entah apa sebabnya.
Kiba, salah seorang karyawan bagian dapur, sampai berpikir kalau Sasuke adalah seorang pecinta sesama jenis. Bahkan Narutp sempat mencurigai hal tersebut. Ciuman pertama lelaki itu dilakukan dengannya meski terjadi tanpa sengaja semasa sekolah.
Namun kini Sasuke terlihat berbeda saat berhadapan dengan gadis merah muda itu. Tatapan Sasuke terlihat sedikit lebih lembut dan lelaki itu bahkan selalu membuat latte pesanan Sakura dengan gambar tertentu
.'Kalau kau suka padanya juga tidak apa-apa.'
Sai menggerakkan tangannya dan menepuk bahu Sasuke dengan perlahan.
Sasuke menggelengkan kepala. Menyukai seseorang bukanlah sebuah masalah yang besar, tetapi tidak bagi dirinya.
Ketika ia menyukai seseorang, akan timbul perasaan ingin memiliki. Dan perasaan ingin memiliki adalah suatu hal yang tak seharusnya dimiliki olehnya, tak peduli terhadap sesama jenis atau lawan jenis.
'Aku tidak akan menyukai siapapun,' jelas Sasuke dengan menggerakkan tangan.
Sesudahnya lelaki itu segera berpaling, meninggalkan kedua temannya yang saling bertatapan dalam diam, seolah pesan dapat tersampaikan hanya melalui tatapan.
.
.
"Selamat datang," ucap Sakura pada seorang lelaki paruh baya yang tampaknya sedang mabuk.
Lelaki itu berjalan sempoyongan dan berjalan menuju lemari pendingin serta mengambil dua botol bir sebelum berjalan menuju kasir.
Sakura menahan napas ketika lelaki itu berjalan mendekatinya dengan aroma alkohol yang menyeruak dari tubuh lelaki itu. Ia berharap agar lelaki itu segera pergi sehingga ia berusaha melayani lelaki itu secepat mungkin. Setidaknya ia beruntung karena minimarket sedang sepi pada pukul setengah dua belas malam.
Namun nasib baik seolah tak berpihak pada Sakura ketika lelaki itu mendadak berkata dengan suara meninggi, "Apa-apaan kau, Jalang? Kau pikir aku menjijikan?"
Sakura merasa tidak suka dengan lelaki paruh baya itu, tetapi ia memutuskan untuk diam dan meraih botol bir yang diletakkan di atas meja kasir serta berusaha meng-scan barcode yang tertera. Namun belum sempat Sakura meraih botol itu, lelaki mabuk itu segera meraih botol itu dan mengenggam kepala botol dengan erat.
"Sial! Kau tahu kalau pelanggan adalah raja, 'kan? Jawab aku, Pelacur!"
Sakura menatap lelaki paruh baya itu dengan nanar sebelum mengalihkan pandangan pada salah seorang rekan kerjanya yang juga sesama wanita. Malam ini mereka sedang kurang beruntung karena pegawai pria yang seharusnya datang untuk shift malam sedang sakit sehingga hanya ada pegawai perempuan.
Sakura berada di posisi yang tidak menguntungkan saat ini. Sebetulnya ia bisa saja berusaha melawan lelaki itu, namun entah kenapa ia merasa ketakutan karena kini lelaki itu sedang memegang botol bir. Ia juga tidak bisa bersikap seenaknya pada pelanggan.
Tatapan Sakura tertuju pada dua pegawai wanita yang berada di toko. Mereka berdua bahkan mematung karena terkejut. Padahal sebetulnya ia berusaha meminta bantuan mereka untuk menghubungi polisi melalui tatapan yang mengisyaratkan permintaan bantuan.
Pada akhirnya ia memutuskan untuk menjawab lelaki itu, "Tolong berikan botol bir anda. Saya harus meng-scan barcode ke scanner."
Lelaki paruh baya yang sudah mabuk dan kehilangan kewarasannya itu menyahut, "Sial! Kau menginginkan barangku? Dasar perempuan materialistis."
Sesudahnya, lelaki itu membenturkan botol bir dengan keras ke permukaan meja kasir hingga botol itu pecah dan cairan bir segera membasahi meja kasir dan beberapa kemasan produk di bawah meja kasir.
Pecahan kaca botol itu berhamburan dan salah satu dari botol itu yang tanpa sengaja terhempas menggores lengan kiri Sakura hingga berdarah sebelum jatuh ke bawah meja kasir.
"Hey! Anda harus mengganti kerugian!" seru Sakura dengan suara meninggi seraya memegang lengannya yang berdarah secara refleks menggunakan telapak tangan kanannya. Ia bahkan tak peduli dengan darah yang mengotori telapak tangannya.
"Berisik! Mau kupukul?" bentak lelaki itu seraya mengangkat pecahan botol bir di tangannya dan berniat memukul Sakura.
Lelaki itu segera menghampiri Sakura dan mengulurkan tangan serta meremas payudara Sakura dengan satu tangan hingga gadis itu terkejut, sedangkan dua pegawai wanita lainnya hanya bisa menangis ketakutan serta menjerit. Sakura merasa begitu marah dan ingin menghajar lelaki itu, tetapi nyalinya segera ciut ketika melihat potongan botol kaca yang tajam di tangan lelaki itu.
Waktu seolah berlalu begitu lama meski faktanya beberapa detik telah berlalu. Sakura menahan diri untuk tak mengeluarkan air mata dan menatap lelaki itu dengan jijik.
Hingga Tuhan seolah menyelamatkannya ketika pintu minimarket terbuka dan tampaknya seorang pembeli masuk ke dalam minimarket. Sakura bahkan tak sempat memperhatikan orang yang datang secara detil ketika pembeli itu dengan cepat menyadari apa yang terjadi. Ia segera menghampiri meja kasir serta menendang tubuh lelaki paruh baya itu dengan keras hingga tersungkur.
"Bangsat! Siapa kau?" seru lelaki paruh baya itu dengan suara meninggi.
Namun pembeli itu tak menjawab. Ia menginjak tubuh lelaki paruh baya itu hingga dada lelaki itu kembali menghantam keramik dengan keras ketika hendak bangun.
Lelaki paruh baya itu mengenggam botol bir di tangannya dan berniat melukai kaki Sakura yang berada di dekatnya. Namun sebelum ia sempat melakukannya, pembeli itu sudah menginjak pergelangan tangannya serta berusaha merebut paksa pecahan beling hingga melukai telapak tangannya dan membuat darah menetes.
Sang pembeli yang merupakan seorang lelaki muda jelas memiliki tenaga yang jauh lebih besar dibanding seorang lelaki paruh baya berusia pertengahan empat puluhan. Lelaki muda itu seolah kesetanan ketika ia menginjak-injak tubuh lelaki itu dengan sekuat tenaga.
"Bangsat! Dasar putra pelacur!" seru lelaki paruh baya itu. Ia berusaha bangkit berdiri dengan telapak tangannya, tetapi kini Sakura mulai kehilangan rasa takut sehingga ia menginjak kepala lelaki itu.
"Cepat hubungi polisi!" seru Sakura pada salah seorang rekan kerjanya.
Hinata, gadis berambut ungu yang tampak ketakutan itu segera mengeluarkan ponsel dengan tangan bergetar dan segera menghubungi polisi. Sang pembeli yang baru datang itu berusaha menahan tubuh lelaki paruh baya itu dengan cara mendudukinya dan kedua kakinya menginjak betis lelaki paruh baya itu agar tak bisa bergerak.
Tatapan lelaki muda itu tertuju pada Sakura dan ia terkejut untuk sesaat, ia baru menyadari jika gadis kasir itu adalah seseorang yang dikenalinya. Sebelumnya ia tak begitu memperhatikan wajah gadis kasir itu dan langsung bergegas saat melihat seorang lelaki mabuk mengarahkan pecahan botol bir dan tampaknya berniat melukai seseorang.
Sakura tak kalah terkejut saat menyadari kalau ia mengenali pelanggan itu. Untuk sesaat ia terdiam sebelum akhirnya berkata, "Sasuke?"
Sasuke hanya menganggukan kepala sebagai respon pada gadis merah muda itu. Tatapan yang tertuju pada gadis itu seolah bertanya 'kau baik-baik saja?'.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro