Chapter 3 (Direvisi)
Sepanjang hidupnya, Uchiha Sasuke hidup dengan fakta bahwa ia tak akan pernah bisa bersuara layaknya manusia normal pada umumnya. Tak peduli sekeras apapun usahanya untuk bersuara, tak ada satupun kata yang berhasil terucap, melainkan suara pelan dan aneh yang bahkan ia sendiri pun tak ingin mendengarnya.
Lelaki itu telah menerima kondisinya dengan lapang dada. Menurutnya, ia hanya kurang beruntung karena terlahir dengan kerusakan pita suara dan sesungguhnya itu bukanlah masalah yang besar.
Bahkan tak sedikitpun terbersit keinginan untuk berharap bahwa suatu saat nanti kondisinya dapat disembuhkan. Ia pikir, ia pun bukanlah orang yang suka berkomunikasi. Dan seandainya ia terlahir normal, ia yakin akan lebih banyak diam ketimbang berbicara.
Namun pemikiran tersebut perlahan pupus sejak ia menyadari bahwa gadis merah muda itu sering berkunjung ke kafenya. Gadis itu selalu datang dengan membawa komputer jinjing dan duduk menyendiri selama berjam-jam di sudut kafe. Penampilan gadis itu terlihat santai dan tak seperti pegawai kantoran. Dan terkadang gadis itu tertawa seraya mengetik hingga harus menutup mulutnya untuk menyembunyikan seulas senyum, atau terlihat sedih hingga meneteskan air mata.
Dalam hati Sasuke bertanya-tanya dengan apa yang dilakukan gadis itu. Jika dianalogikan, gadis yang mengaku bernama Sakura itu bagaikan sang surya dengan sinar yang terang dan hangat ketika dirinya sendiri bagaikan sang rembulan di malam hari dengan sinar yang pudar dan kegelapan yang menyelimuti sekelilingnya.
Senja ini, gadis merah muda itu lagi-lagi datang sendirian dengan membawa komputer jinjing dan duduk di sudut ruangan serta memesan kue yang berbeda dibanding biasanya serta segelas coffee latte.
Naruto baru saja akan mengantar pesanan Sakura ketika mendadak sebuah tangan terjulur untuk mencegatnya. Lelaki bermata biru itu kemudian mengernyit dan menatap sosok yang mencegatnya lekat-lekat.
'Biar aku yang antar,' ucap Sasuke dengan bahasa isyarat.
Pupil Naruto sedikit membesar setelah sang pemiliknya sedikit membelalakan mata. Ia terkejut ketika menyadari Sasuke yang biasanya memilih untuk tidak melayani tamu kini malah mengantarkan pesanan sendiri.
'Biar aku yang antar. Lagipula biasanya kau tidak suka melayani tamu, 'kan?'
Sasuke menggelengkan kepala. Bukan berarti ia membenci setiap tamu yang datang ke kafe, ia hanya merasa canggung ketika harus menunggu tamu untuk memesan dan tersenyum meski ia sedang tak ingin melakukannya.
Semula ia bahkan berencana membuat sistem pemesanan dimana pengunjung bisa memesan menggunakan komputer tablet yang terpasang di setiap meja sehingga pelayan hanya perlu mengantar makanan dan membersihkan meja. Tetapi hal itu memerlukan modal yang lumayan besar dan agak rumit untuk customer berusia lanjut.
Naruto tersenyum dan ia menepuk pundak Sasuke dengan pelan. Kemudian ia menggerakkan tangannya, 'Jangan galak pada pelanggan, ya.'
Sasuke tak menjawab dan ia meraih nampan berisi kue dan latte yang semula akan diantarkan Naruto. Tatapannya tertuju sepenuhnya pada makanan yang berada di atas nampan, khawatir kalau ia akan menjatuhkan nampan atau setidaknya merusak latte berbentuk bunga gardenia yang dibuatnya dengan susah payah.
Sakura terlihat begitu fokus dengan layar komputernya dan terdengar suara ketikan tanpa henti. Namun gadis itu segera menghentikan kegiatannya ketika mendengar suara langkah seseorang yang menghampirinya dan mengantarkan makanan.
Tatapan keduanya bersua dan Sakura terhenyak sesaat sebelum mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum sebagai pengganti ucapan terima kasih. Sasuke terdiam dan berniat untuk meninggalkan meja itu pada awalnya. Namun kehangatan dari senyuman gadis itu seolah menular hingga ia tanpa sadar mengangkat sudut bibirnya, membentuk seulas senyum tipis yang terlihat canggung.
Tubuh dan otak Sasuke seolah kehilangan sinkronisasi. Otaknya memerintahkannya untuk segera meninggalkan meja itu, tetapi tubuhnya tetap tak bergerak. Ia menatap gadis merah muda itu dalam diam untuk beberapa saat, seolah ingin mengatakan sesuatu namun tak ada satupun kata yang bisa ia ungkapkan.
Ketika tersadar, Sasuke sudah berdiri selama tiga puluh detik dan seketika merasa bersalah karena presensinya pasti membuat gadis itu tidak nyaman. Ia memutuskan untuk segera meninggalkan meja, tetapi gadis itu mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan pesan padanya.
Sasuke merasa semakin tidak enak hati. Ia pikir gadis itu pasti sangat terganggu hingga langsung memberikan pesan padanya. ia segera membuka pesan yang dituliskan gadis itu dan membacanya.
--------------------------------------
Kenapa? Kau baik-baik saja?
Atau mau bilang sesuatu?
-Sakura
--------------------------------------
Sasuke terkejut sesudahnya. Apa ia begitu mudah ditebak hingga perempuan itu bisa menyadarinya? Atau Sakura memang orang yang peka? Rasanya ingin ia memberitahu kalau tebakan perempuan itu memang benar.
.
.
Sakura menyadari lelaki berambut raven itu menatapnya dalam diam tanpa bergerak meski telah mengantarkan pesanannya.
Sejak berkunjung ke kafe pertama kali tiga bulan yang lalu hingga sekarang, tak pernah sekalipun Sakura mendapati lelaki itu mengantarkan pesanannya maupun pengunjung lain. Lelaki itu biasanya membuat minuman dan menyajikan kue di atas piring atau sesekali berada di meja kasir.
Sakura berpikir kalau kafe ini menerapkan spesialisasi bagi setiap karyawan dimana setiap orang memiliki tugas spesifik hingga akhirnya Sasuke mengantarkan pesanan miliknya dan membuatnya sedikit terkejut.
Sebagai seorang penulis, Sakura mengamati begitu banyak orang sebagai bahan karyanya. Terkadang ia mengamati orang-orang yang sedang berinteraksi, cara mereka berbicara, raut wajah, maupun detil lainnya yang terkadang ia masukkan ke dalam novel.
Ketika mengamati Sasuke, ia merasa tatapan lelaki itu seolah meneriakkan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan sehingga ia memutuskan untuk menunggu. Tetapi Sasuke hanya terdiam sehingga ia berinisiatif memberikan pesan.
Lelaki itu kembali tak lama kemudian serta meletakkan secarik kertas secara diam-diam dan langsung pergi begitu saja setelah mengantarkan pesanan milik pelanggan lain. Awalnya Sakura bahkan tidak menyadari kalau Sasuke sempat mampir ke mejanya karena ia berfokus pada layar komputernya. Ia baru menyadari bahwa ada secarik kertas ketika ia ingin meraih gelas berisi latte-nya.
Ia meraih kertas itu dan memutuskan untuk membaca isinya. Ia menyadari jika tulisan Sasuke cukup rapi dan bagus untuk ukuran seorang pria, bahkan dibandingkan dengan rekannya yang berambut pirang.
--------------------------------------
Aku baik-baik saja.
Kau penulis?
-Sasuke
--------------------------------------
Sakura terkejut. Bagaimana bisa lelaki itu mengetahui profesinya meski ia tak pernah memberitahu pada satupun pegawai di kafe?
Sakura merasa sedikit penasaran. Ia sendiri hanya menerbitkan karya melalui penerbit indie dan sejauh ini belum ada satupun karyanya yang dijual di toko buku meski setidaknya masih ada beberapa pembeli setia.
Ia pun tidak pernah memperlihatkan foto di biografi singkat mengenai penulis yang ada di bukunya. Ia tak yakin Sasuke mengetahui karyanya, apalagi sampai menjadi pembacanya.
--------------------------------------
Eh? Kok tahu?
Aku memang penulis, sedang menulis karya terakhir.
-Sakura
--------------------------------------
Sakura segera bangkit berdiri dan menghampiri Sasuke yang sedang berdiri di depan mesin pembuat kopi serta menyerahkan kertas tersebut. Ia tak mempedulikan tatapan penuh tanda tanya dari beberapa pegawai maupun pengunjung kafe.
Sasuke yang sedang bersantai karena tak ada yang memesan minuman sedikit terkejut dengan kedatangan Sakura yang tiba-tiba. Ketika gadis itu telah kembali ke tempat duduknya, ia segera berjongkok sehingga sosoknya tak terlihat dari para pelanggan.
Ia membuka lipatan kertas itu dan membaca pesan dari Sakura dan segera menyadari bahwa gadis itu secara implisit mengatakan ingin berhenti menjadi penulis. Ekspresi wajah lelaki itu sedikit berubah, tak lagi datar seperti biasanya. Ia merasa kecewa karena pesan yang berusaha ia sampaikan selama tiga bulan terakhir sama sekali tidak menjangkau gadis itu.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro