Chapter 19 (Direvisi)
Semula Sakura berniat untuk mengabaikan Sasuke yang terlihat tidak biasa. Lelaki itu terus mengenakan masker sepanjang waktu dan berkali-kali meninggalkan area kafe untuk pergi ke area loker. Toh itu bukan urusannya sama sekali.
Namun pada akhirnya perempuan itu merasa tidak tahan lagi ketika mendapati Sasuke yang bekerja jauh lebih lamban dari biasanya. Lelaki berambut hitam dengan wajah mata cekung yang sedikit menghitam itu begitu ceroboh hingga hampir memecahkan gelas jika ia tidak segera bergegas menahan gelas secara refleks.
Sasuke tak bereaksi apapun dan segera mengambil gelas yang dipegang Sakura, tetapi gadis itu menolaknya. Gadis merah muda itu bertanya,'Kau sakit?'
Sasuke menggeleng pelan dan mengambil gelas baru serta berniat mengisinya dengan kopi. Setidaknya ia cukup beruntung karena gelas yang hendak dijatuhkannya belum diisi dengan kopi.
'Sudahlah. Kau .... '
Gerakan tangan Sakura terhenti ketkika terdengar suara benda yang pecah dengan suara keras dan membuat atensi seluruh pengunjung seketika teralih. Sakura membelalakan mata saat menyadari gelas kopi yang dipegang Sasuke mendadak terlepas dari genggamannya hingga pecah. Cipratan kopi mengenai pakaian lelaki itu serta membasahi lantai.
Sasuke hanya terdiam, terlalu lelah untuk bereaksi namun juga merasa terkejut di saat yang sama. Flu membuat ototnya terasa nyeri dan tubuhnya tak bertenaga hingga tanpa sadar tangannya lemas dan genggamannya pada pegangan cangkir kopi terlepas.
Sai bergegas mengambil sapu dan pengki serta menghampiri tak lama kemudian. Sedangkan Gaara secara refleks menghampiri Sasuke.
'Kau tidak apa-apa?'
Sasuke hanya mengangguk pelan sebagai reaksi. Wajah pucat lelaki itu menjelaskan lebih banyak ketimbang kebohongan yang diucapkan melalui bibirnya.
'Aku masih bisa handle, kok. Kau istirahat saja.'
Sasuke baru akan menolak dan Sakura melirik pakaian Sasuke yang kini terkena noda kopi. Gadis itu menggerakkan tangan, 'Ganti saja pakaianmu. Nanti flumu semakin parah.'
Bagai seekor anak itik yang mengikuti induknya, Sasuke mengikuti perintah Sakura dan segera menuju loker. Lelaki itu terlalu lelah untuk menolak.
.
.
"Kau yakin bisa mengemudi sendiri?" tanya Sakura tepat ketika Sasuke sedang menutup pintu kafe serta menguncinya.
Malam ini ia memutuskan pulang lebih lama ketimbang biasanya. Bukan tanpa alasan ia pulang malam. Sebetulnya ia ingin menemani Sasuke yang berencana pulang paling akhir untuk membuat kue.
Semula Naruto dan yang lainnya berniat untuk memunggui Sasuke, namun lelaki itu bersikeras agar meninggalkannya sendirian. Sakura pun pada awalnya sudah meninggalkan kafe dan sudah berada di stasiun. Namun ia baru sadar ia tanpa sengaja membawa kunci loker dan malah meninggalkan tasnya di loker sehingga tidak bisa pulang.
Pada akhirnya ia memutuskan menemani Sasuke hingga selesai membuat adonan kue untuk ditinggalkan semalaman meski lelaki itu sempat menyuruhnya pulang untuk mengejar kereta terakhir.
Sasuke mengangguk dan mulai menggerakkan tangannya, 'Kuantar kau pulang.'
Sakura mendesis jengkel. Lelaki ini benar-benar keras kepala dan tidak menyadari kondisi tubuhnya sendiri. Sudah tahu sakit, mengapa masih memaksa melakukan berbagai pekerjaan ketika seharusnya beristirahat?
"Jangan. Kau langsung pulang dan istirahat saja," tolak Sakura seraya mengibaskan tangannya
Sasuke menggeleng, 'Aku tidak bisa meninggalkan dirimu sendirian tengah malam.'
Dasar lelaki gila. Sakura membatin kesal. Ia masih tak habis pikir bagaimana bisa lelaki itu masih berniat mengemudi ketika sedang sakit dan bahkan menawarkan untuk mengantarnya pulang.
"Kau sudah gila, ya? Kau sendiri sedang sakit dan masih menawarkan untuk mengantarku pulang? Bisa-bisa kita berdua celaka."
Sebetulnya Sasuke bisa saja mengirimkan pesan pada Itachi untuk menjemputnya, tetapi ia ingin segera pulang. Lagipula ia terlalu sungkan meminta bantuan ketika ia merasa mampu melakukannya sendiri.
"Sudahlah, tinggalkan saja mobilmu dan pulang dengan taksi. Akan kutemani sampai kau turun taksi dan aku pulang sesudahnya."
Sakura tak tahu darimana ia mendapat keberanian untuk berbicara dengan sangat tidak formal hingga berani mengatai bosnya sendiri 'gila'. Suasana kerja yang cenderung informal membuat sikapnya perlahan mulai kembali seperti semula.
Sasuke menatap gadis di hadapannya lekat-lekat meski kepalanya terasa sakit dan pandangannya tidak sejelas biasanya akibat flu. Ini sudah lewat dari pukul dua belas dan ia tidak bisa membiarkan gadis itu sendirian.
'Aku cuma flu. Tetap bisa mengemudi.'
"Kau ...."
Sasuke memutus ucapan Sakura dengan menggerakkan tangan dan secara refleks mengutarakan apa yang ia anggap sebagai solusi jika Sakura bersikeras mengantarnya pulang dengan taksi sedangkan ia tak bisa membiarkan wanita itu pulang sendirian.
'Atau mau menginap di rumahku?'
Sakura secara refleks menyilangkan tangan di depan dada. Ternyata semua lelaki memang predator, bahkan yang disabilitas sekalipun.
Sasuke melongo sesaat, merasa heran dengan reaksi gadis itu yang terlihat tidak nyaman. Memangnya ia baru saja melakukan sesuatu yang salah? Ia terdiam beberapa saat dan otaknya bekerja dengan begitu lamban hingga akhirnya ia menyadari bahwa ucapannya bermakna ambigu.
Bagaimana bisa ia menawarkan seorang gadis yang baru dikenalnya selama satu bulan untuk menginap? Ia memang tidak tinggal sendirian di rumahnya, tetapi gadis itu pasti tidak nyaman di rumah seorang pria yang tidak begitu dikenalnya.
"Sudahlah, aku pesan taksi pakai aplikasi saja. Nanti kuberi nama dan nomor kendaraannya kalau kau benar-benar khawatir. Kalau perlu kukabari juga kalau sudah sampai rumah," ucap Sakura dan dengan cepat mengeluarkan ponselnya serta memesan taksi.
Sakura sedang beruntung dan segera mendapat pengemudi setelahnya. Ia segera beralih pada Sasuke dan bertanya, "Kau punya aplikasi Uber? Kalau tidak punya, kau harus download dulu."
Sasuke mengeluarkan ponselnya tanpa berkata apapun. Ia menekan tombol Play Store dan segera mengunduh aplikasi. Tak lama kemudian aplikasi berhasil terpasang di ponselnya dan ia segera melakukan registrasi.
Sebuah mobil MPV berwarna putih tiba di depan kafe dan Sakura segera berseru, "Ah! Mobil pesananku tiba. Aku pulang dulu, ya."
Sasuke segera melambaikan tangan dan melirik nomor mobil yang ditumpangi Sakura sekilas. Sebetulnya ia sendiri heran mengapa ia begitu memperhatikan gadis itu.
Tampaknya didikan Itachi maupun kedua orang tuanya telah tertanam begitu dalam di benak Sasuke hingga secara refleks ia merasa bahwa ia harus melindungi wanita jika memungkinkan meski wanita itu hanya sekadar teman atau bahkan tidak dikenalnya sekalipun.
Sesudah Sakura pergi, ia menatap sekeliling dan menyadari bahwa ia sendirian di jalanan yang mulai sepi ketimbang di pagi hari ketika ia tiba di kafe. Gadis merah muda itu sudah pulang terlebih dulu dan kini ia sendirian. Tak seorangpun akan mengomelinya jika ia memutuskan mengemudi dan pulang ke rumah.
Sasuke segera memasukkan ponsel ke dalam saku celana dan berjalan menuju mobilnya sendiri. Ia akan mengemudi dan pulang ke rumah malam ini.
.
.
Tampaknya Sasuke termasuk bos yang cukup baik, setidaknya begitu menurut persepsi Sakura. Semakin lama ia bekerja bersama lelaki itu, semakin ia menyadari bahwa lelaki itu terkadang merepotkan dirinya sendiri untuk hal yang sebetulnya tidak perlu ia lakukan, misalnya menawarkan untuk mengantarnya pulang.
Lelaki itu bahkan berniat memberikan untuk ongkos pulang dan uang lembur yang ditolak Sakura mati-matian. Sebetulnya lelaki itu sama sekali tidak memintanya untuk pulang terlambat maupun meminta bantuannya. Ia sendiri yang berinisiatif menunggui hingga lelaki itu selesai dan membantu membuat kue agar lelaki itu bisa cepat pulang sehingga merasa tidak seharusnya menerima uang.
Sakura menatap ponselnya dengan ragu, haruskah ia mengabari Sasuke bahwa ia sudah pulang seperti apa yang ia katakan sebelumnya? Saat itu ia hanya asal bicara karena ingin lelaki itu segera pulang tanpa harus mengkhawatirkannya, tetapi sebetulnya apapun yang terjadi padanya jelas bukan urusan lelaki itu. Yang penting ia masuk kerja besok pagi.
Sakura mulai mengetikkan pesan pada lelaki itu. Ketimbang memberitahu bahwa ia sudah pulang, lebih baik ia bertanya apakah lelaki itu sudah tiba dengan selamat di rumah?
Pesan yang tertulis di layar ponselnya telah dikirimkan pada Sasuke. Namun ia mengurungkan niat dan mendadak merasa canggung. Hubungan mereka juga tidak akrab sebagai teman.
Ia melirik menit yang silih berganti di layar ponselnya. Ia berusaha mencari alasan yang menjustifikasi dirinya sendiri untuk mengirimkan pesan pada Sasuke. Pada akhirnya ia mengirimkan pesan dan memejamkan mata sesudahnya, merasa begitu malu.
-----------
To : Sasuke
Kau sudah sampai di rumah?
-----------
Sebuah pesan balasan tiba tak lama kemudian dan Sakura memberanikan diri untuk membacanya.
-----------
From : Sasuke
Sudah. Kau?
-----------
Sakura menatap isi pesan itu selama beberapa saat. Lelaki itu tampaknya sungguh memerhatikannya hingga repot-repot menuliskan pesan.
-----------
To : Sasuke
Sudah juga.
Cepat tidur sana. Bisa-bisa besok kau menjatuhkan gelasmu lagi dan membuatku mandi kopi.
Mesin kasir kan di sebelah tempatmu biasa membuat kopi.
-----------
Seandainya ia bekerja di perusahaan konvensional, ia pasti sudah dipecat jika berani berbicara begini pada bos. Namun lelaki itu sama sekali tak mempermasalahkannya.
-----------
From : Sasuke
Besok aku tidak datang.
-----------
Sakura segera mengetikkan pesan balasan tergila yang pernah ia lakukan pada atasannya. Sepertinya kantuk telah membuat otaknya bekerja dengan tak wajar.
-----------
To : Sasuke
Yes! Bisa makan kue gratis sepuasnya !
-----------
Ia melirik jam dan berjengit ketika jam telah menunjukkan pukul satu pagi. Tanpa menunggu balasan Sasuke, ia segera mematikan ponsel. Rasanya ia ingin mempermainkan lelaki itu dan melihat reaksinya sesekali.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro