Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18 (Direvisi)

Naruto setengah berlari menyusuri trotoar di dekat stasiun sekitar kafe yang tidak lagi sepadat biasanya ketika ia hendak berangkat kerja. Begitu papan nama kafe mulai terlihat, ia semakin mempercepat larinya dan membuka pintu dengan keras.

Peluh telah membasahi pelipis lelaki berambut pirang itu dan napasnya sedikit tersengal. Ia bahkan masih berpegangan pada gagang pintu dan mengatur napasnya sebelum ia menutup pintu pada akhirnya.

Beberapa pasang mata menoleh padanya yang terlihat begitu kacau. Kiba bahkan langsung menghampirinya dan menepuk bahunya.

'Oi. Telat, nih.'

Sesudahnya Naruto segera mengangkat kepalanya yang sedikit tertunduk dan memandang sekeliling. Ia pikir ia akan mendapati Sasuke, namun pagi ini ia malah tak menemukan tanda keberadaan lelaki itu.

'Mana Sasuke?'

Kiba menggelengkan kepala seraya mengangkat bahunya, lalu menatap lelaki berambut pirang itu. Ia segera menyahut, 'Dia belum datang. Kukira kalian bareng.'

Naruto merasa heran. Seharusnya Sasuke tidak mungkin terlambat. Biasanya lelaki itu malah sudah datang jam setengah delapan pagi atau mungkin sebelumnya. Kali ini ia terlambat karena bangun kesiangan, dan Sasuke masih belum datang meski saat ini sudah lebih dari pukul sembilan.

'Nggak. Aku bangun kesiangan. Kukira dia malah sudah datang.'

Sakura yang sedang mengelap meja mengamati Naruto kemudian mendekat. Ia segera menyahut, "Ya mungkin dia telat? Atau memang belum datang?"

Kiba dan Naruto saling berpandangan sejenak sebelum menggelengkan kepala bersamaan. Kiba terlebih dulu menjawab, 'Aku belum pernah sekalipun melihat Sasuke libur sejak kafe ini dibuka, kecuali kalau kafe memang libur. Kalau cuma sakit ringan, dia akan tetap datang. Kalau ada urusan lain, dia akan pulang lebih cepat.'

"Atau sakitnya agak parah kali ini?"

'Bisa jadi', sahut Naruto. Ia menatap ke arah pintu sebelum berkata, 'Kalau hari ini dia nggak datang, aku mampir ke rumahnya, deh.'

Sakura kembali memandang ke arah pintu. Ia berusaha menampik, namun sesungguhnya merasa asing tanpa kehadiran Sasuke.

.

.

Sasuke tidak datang ke kafe hingga jam makan siang dan membuat Sakura merasa sedikit aneh. Area meja kasir menyambung dengan meja barista dan biasanya ia akan menempati belakang meja bersama Sasuke dan Gaara, namun kini ia hanya berdua saja dengan lelaki merah itu dan merasa seolah ada yang hilang karena kini belakang meja terasa lebih luas.

Jam istirahat makan siang Sakura akhirnya tiba dan ia segera meninggalkan belakang meja. Hari ini seharusnya ia istirahat bersama Gaara, tetapi lelaki itu terlihat ragu meninggalkan tempatnya karena tak ada barista lain.

'Menunggu Sasuke?'

Gaara mengangguk. Lelaki itu berkali-kali menatap ke pintu dan berharap Sasuke segera tiba untuk menggantikannya.

'Oh. Mau titip makanan? Aku berencana beli di konbini, nih.'

Gaara berpikir sejenak sebelum mengangguk. Ia merasa lapar dan berpikir akan makan sambil berjongkok di bawah meja selama tidak ada pelanggan.

'Titip sandwich dua. Isi apa sa ....'

Gerakan tangan Gaara terhenti seketika saat pintu terbuka dan seketika Gaara tersenyum tipis saat mendapati Sasuke. Beberapa pasang mata menatap lelaki itu sejenak sebelum kembali mengalihkan atensi mereka.

Sasuke sama sekali tak menghiraukan mereka dan segera bergegas ke belakang meja. Sejenak ia melirik gadis merah muda itu sebelum menghampiri Gaara dan menepuk bahunya perlahan.

Gaara menyadari maksud lelaki itu dan ia cepat-cepat meninggalkan meja dengan raut wajah yang menampakkan kelegaan seraya menghampiri Sakura yang sudah menunggu di dekat pintu. Ia tak sabar untu segera pergi makan siang bersama perempuan merah muda itu.

Selama bekerja di kafe, Sakura hampir selalu makan siang bersama seseorang yang kebetulan jam istirahatnya berbarengan. Ketika jamnya berbarengan dengan seseorang di area kafe, ia pasti akan menghabiskannya dengan makan bersama meski tidak begitu akrab, misalnya dengan Gaara.

Ia tak begitu sering berinteraksi dengan Gaara, namun menyadari jika karakter Gaara merupakan perpaduan antara Shikamaru dan Naruto meski lebih mirip dengan Shikamaru. Lelaki itu lebih pendiam dan serius dibanding Naruto, namun tidak benar-benar diam dan terlihat sangat malas berkomunikasi seperti Shikamaru.

'Mau makan di konbini atau take away?"

Entah mengapa Sakura merasa canggung berdua saja dengan Gaara, sama seperti ketika ia bersama Shikamaru. Tetapi ia tidak merasakan hal itu ketika bersama Naruto, Sasuke dan yang lainnya.

'Take away saja gimana?'

Gaara mengangguk dan mengeluarkan kunci dari saku apron. Sesudahnya lelkai itu membuka loker dan mengambil dompet, lalu melepaskan apronnya serta memasukkan kembali ke dalam loker. Sesudahnya ia melirik ke arah Sakura yang masih memasukkan sesuatu ke dalam loker, berniat menunggui perempuan itu.

Sakura menghampiri lelaki itu tak lama kemudian dan meninggalkan kafe tanpa konversasi sedikitpun, membiarkan kecanggungan dan teriknya sang mentari mengalir mengisi jarak di antara keduanya. Ia melirik Gaara yang sesekali mengedarkan pandangan pada pertokoan yang mereka lewati sebelum kembali menatap ke depan.

Iris zamrud lelaki itu bergulir ketika menyadari Sakura tengah menjadikannnya sebagai pusat atensi dengan tatapan yang menyiratkan tanda tanya. Sakura merasa canggung, namun memberanikan diri untuk memulai koversasi.

'Kau satu sekolah dengan Sasuke dan yang lainnya?'

Gaara menganggukan kepala, kemudian mulai menggerakkan tangannya, 'Aku satu panti dengan Naruto dan Sai.'

Sakura terkejut sesaat. Namun lelaki itu tak memperlihatkan ekspresi berbeda saat mengatakannya.

'Ah? Maaf aku tidak tahu.'

Sakura benar-benar terkejut. Naruto terlihat sangat ceria dan ia pikir lelaki itu menjalani hidup dengan kebahagiaan. Ia pikir Naruto tak mengenal kesedihan sama sekali. Faktanya masa lalu lelaki itu tidak secerah senyumnya.

Gaara sendiri juga mengejutkan. Penampilan lelaki itu terlihat terurus dan entah mengapa tak terlihat seperti orang yang kurang mampu. Menurut Sakura, orang dengan ekonomi menengah ke atas memiliki aura yang berbeda dengan orang pada umumnya meskipun memakai pakaian yang sama sekalipun. Anehnya, baik Gaara maupun Sasuke memancarkan aura yang hampir sama.

'Tidak masalah. Ini bukan topik sensitif buat kami.'

Sakura terdiam. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa ketika seseorang yang tak begitu dikenalnya memberitahu sesuatu yang sedikit pribadi.

'Sebelumnya kau bekerja di mana?'

Sakura menatap sekeliling dan tak begitu menghiraukan pertanyaan Gaara. Orang-orang terlihat tidak peduli jika mereka berdua berkomunikasi dengan menggerakkan tangan, tetapi Sakura merasa canggung dan malu hingga ia menggelung rambut dan memakai topi.

Konbini yang sebetulnya tidak begitu jauh entah kenapa terasa sangat jauh saat ini. Ketika lambang konbini terlihat, ia menarik tangan Gaara secara refleks dan setengah berlari.

Sakura merasa heran dengan reaksinya sendiri. Ia terjebak dengan perasaan malu hingga berpikir untuk cepat-cepat masuk ke dalam konbini, membeli apapun yang ia inginkan dan segera pulang.

Gaara mengernyitkan dahi pada mulanya, tetapi ia membiarkan Sakura menarik tangannya. Ia pikir, mungkin gadis itu benar-benar kelaparan atau memang tipe yang antusias seperti Naruto.

Sakura segera melepaskan tangannya ketika menyadari apa yang ia lakukan dan merasa canggung, "Eh? Maaf. Aku tidak sadar menarik tanganmu."

Gaara menatap keheranan sebelum akhirnya menganggukan kepala begitu memperhatikan gerak bibir Sakura. Di antara semua teman-temannya, kondisinya termasuk yang paling buruk.Ia tak bisa mendengar apapun juga tak bisa bersuara. Karena itulah, eksistensinya tak begitu diharapkan keluarganya.

Sakura bahkan baru menyadari kalau ia bahkan dengan Gaara selama ini. Ia cepat-cepat menggerakkan tangan.

'Astaga. Aku bahkan tanpa sadar berbicara padamu. Maaf kalau membuatmu tersinggung.'

Gaara tersenyum tipis dan mengangguk. Padahal ia tak pernah mempermasalahkan hal semacam itu.

'Kulihat kau juga berbicara pada Sasuke. Jadi lakukan saja. Aku tidak keberatan.'

Sakura terkejut. Ia kira tak ada seorangpun yang mengetahui hal ini karena ia tak pernah berbicara pada Sasuke jika tidak sedang berdua.

'Kalau aku berbicara, kau mengerti apa yang kukatakan?'

Gaara kembali mengangguk dan menatap gadis itu sesaat sebelum menunjuk konbini dengan ibu jari, memberi pertanda untuk masuk. Sakura baru saja akan masuk ke dalam ketika mendadak terdengar suara notifikasi ponsel dan ia segera membukanya.

Ia terkejut mendapat pesan dari Sasuke.

------------
From : Sasuke

Titip satu kaleng kopi dan minuman energi. Uangnya kubayar nanti.
------------

Sakura segera membalas dan masuk ke dalam serta mengambil keranjang. Lelaki itu pasti kelelahan, entah apa yang dilakukannya semalam.


.
.

'Kau kenapa?' tanya Naruto seraya melirik Sasuke yang terlihat sediki pucat dengan mata menghitam.

Sasuke hanya menggelengkan kepala. Kafe sedang tidak terlalu ramai dan ia duduk di lantai seraya menyandarkan punggung pada meja konter. Matanya terpejam dan ia memeluk lututnya sendiri.

Biasanya Sasuke tidak akan bersikap begini. Ketika tidak ada pelanggan, lelaki itu akan mengerjakan hal lain, entah membuat kue atau hal lainnya.

'Kau sakit?'

Sasuke kembali menggeleng. Sesungguhnya ia merasa mual dan meriang sejak tadi pagi dan matanya juga terasa berair. Namun ia memaksakan diri untuk pergi ke kafe.

Naruto segera menyentuh kening Sasuke yang terasa hangat dan sebelum lelaki itu sempat menepis tangannya. Laluia menyentuh tangan Sasuke dan terkejut karena tangan lelaki itu juga panas, namun tubuhnya sedikit menggigil.

Sasuke mengangkat sedikit wajahnya dan memperlihatkan tisu yang ia pegang dengan satu tangan untuk menutupi hidungnya. Ia jelas sedang flu hingga kepalanya terasa pusing.

Tampaknya hari ini tubuhnya aneh karena memerlukan waktu tidur lebih lama ketimbang biasanya. Ia bahkan sudah tidur tujuh jam dan masih tetap mengantuk. Ia menyadari kalau ia sudah tak begitu sehat sejak beberapa hari yang lalu, hanya saja memilih mengabaikannya hingga kondisi tubuhnya memburuk.

'Seharusnya kau jangan datang. Kenapa tetap memaksakan diri, sih?'

Naruto menatap sahabatnya dengan jengkel. Ia merasa Sasuke bagaikan anak kecil yang menolak mandi.

'Bangunkan aku kalau ada pelanggan memesan kopi.'

Naruto merasa jengkel dan menggerakkan tangannya.

'Pasti kau tidak minum obat, ya?'

Sasuke tak bereaksi dan kembali menelungkupkan wajah, yang diartikan sebagai 'ya' oleh Naruto. Lelaki itu segera menepuk bahu Sai yang baru selesai membersihkan meja dan berjalan menuju area loker untuk mengambil kotak obat.

Ia hafal kebiasaan Sasuke yang malas minum obat setiap sakit dengan pemikiran ia akan baik-baik saja sesudah istirahat. Padahal lelaki itu menyediakan kotak obat yang lengkap dengan berbagai macam obat-obatan dasar di kafe.

Naruto mengambil salah satu tablet obat flu dan segera keluar, lalu memberikan pada Sasuke. Lelaki itu seperti anak kecil yang harus diurus setiap sakit, membuatnya merasa seperti ibu-ibu yang mengurus anaknya. 

-Bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro