Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15 (Direvisi)

Sakura menggigit bibirnya sendiri dan menundukkan kepala, menahan diri agar tidak menangis meski tubuhnya bergerak dengan cekatan untuk meletakkan kue pesanan di atas piring atau memindahkan makanan dari bilik dapur ke atas nampan.

Ia tak berani menatap Sasuke yang kini sedang berbincang dengan salah seorang pelanggan wanita paruh baya yang juga mengalami disabilitas, entah apa yang dibicarakannya.

Aliran darah di tubuh Sakura seolah berpacu lebih cepat dan ia secara refleks berusaha menghindari Sasuke. Tangannya bahkan sedikit bergetar akibat perasaan gugup.

Lima belas menit yang lalu, Sakura baru saja mengacau ketika wanita paruh baya itu memutuskan membayar di kasir dengan wajah yang terlihat marah. Tangan wanita itu bergerak dengan cepat dan Sakura kesulitan memahami apa maksudnya. Dari inti ucapan wanita itu, tampaknya dia merasa kesal karena brown sugar yang dicairkan permintaan wanita itu tidak kunjung diberikan hingga minumannya habis, namun Sakura tidak begitu yakin.

Sakura merasa bingung dan ia melirik ke arah pegawai lainnya dengan tatapan memohon bantuan, tetapi kafe sedang ramai dan mereka semua juga sedang sibuk.

Ia tanpa sadar bergumam dengan suara pelan dan berkata 'aduh gimana, nih? aku tidak mengerti maksudnya' karena bingung, namun wanita itu membaca gerakan bibir Sakura dan malah semakin marah.

Barangkali Sasuke menyadari pelanggan yang berdiri terlalu lama di meja kasir dan lelaki itu segera meninggalkan minuman yang baru selesai dibuatnya serta menghampiri meja kasir serta membuat gesture agar Sakura menjauh serta membiarkannya menangani hal ini.

Dan kini Sakura merasa semakin bersalah. Lelaki itu pasti sangat marah karena membuat pelanggan kesal dan tidak bisa menangani pelanggan dengan baik meski pekerjaan Sakura sangat ringan, yakni duduk di meja kasir dan memindahkan makanan dari dapur ke tray sambil memastikan jika pesanan telah dibuat sesuai urutan serta mengambil makanan di showcase untuk dipindahkan ke piring.

Iris emerald Sakura tertuju pada jam yang tertera di dinding. Jadwal istirahat berubah setiap tiga bulan sekali dan hari ini adalah hari dimana ia harus menghabiskan istirahat di jam yang sama dengan Sasuke, orang yang sangat ingin dihindarinya saat ini.

Seandainya ia bisa bertukar shift dengan siapapun untuk hari ini, tentu saja ia akan melakukannya. Namun ia mengambil jadwal istirahat paling akhir sehingga tak bisa bertukar dengan siapapun.

Lima menit telah berlalu dari jam istirahat Sakura yang sesungguhnya, namun ia bahkan tidak berniat makan sama sekali. Ia lebih memilih untuk bekerja tanpa istirahat hari ini ketimbang harus bersama dengan lelaki itu.

Pelanggan wanita paruh baya itu meninggalkan kafe pada akhirnya dan Sasuke segera berbalik dan menepuk pelan lengan Sakura yang sedang mengecek makanan yang baru keluar dan mencoretnya di kertas sebagai tanda bahwa makanan sudah disajikan.

Sakura memberanikan diri untuk menoleh dan segera menundukkan kepala untuk menghindari tatapan Sasuke. Ia merasa benar-benar takut hingga untuk sesaat tubuhnya terasa seolah mati rasa.

'Istirahat.'

Sakura hanya mengangguk dan berpura-pura sibuk dengan mencoret pesanan yang telah dihidangkan pada kertas serta membiarkan Sasuke berlalu.

Hingga Sai yang kebetulan menghampiri Sakura untuk mengambil nampan berisi makanan dan mengantar ke meja pelanggan memutuskan berhenti sejenak.

'Kau tidak istirahat? Kulihat Sasuke sudah pergi lebih dulu.'

Sakura menganggukan kepala dan membalas dengan bahasa isyarat. Ia masih merasa canggung, namun setidaknya sudah lebih terbiasa dibanding sebelumnya.

'Nanti saja.'

Sai mengalihkan pandangan sejenak dan memandang sekilas ke arah meja para tamu. Setidaknya pesanan sudah tidak terlalu banyak dan berkomunikasi selama beberapa detik tidak akan membuat pelanggan marah karena menunggu lama.

'Sekarang jam dua lewat, tuh.'

Sakura mengangguk. Ia menyadari jika Sai juga termasuk tipe lelaki yang cenderung terus terang, namun tidak menunjukkan perhatian secara eksplisit, sedikit mirip dengan Sasuke.

Iris emerald Sakura tertuju pada jam dan menyadari jika ia memang perlu makan siang. Maka ia dengan terpaksa memutuskan menuju loker dan berharap agar Sasuke sudah pergi lebih dulu.

Sakura baru saja akan menuju lokernya sendiri, namun tubuhnya seolah membeku di tempat ketika Sasuke berjalan berlawanan arah.

Rasa takut menguasai tubuh Sakura dan tubuhnya secara refleks berpaling, berniat untuk berpura-pura menuju toilet agar tak berpapasan dengan Sasuke, namun lelaki itu terlanjur menyadari keberadaannya dan menatapnya dengan tatapan yang seolah melubangi tubuhnya.

Sakura meneguk ludah sebelum berbicara dengan suara pelan seolah mencicit, "Maaf."

Sasuke tak bereaksi dan hanya menatap gadis merah muda yang kini menundukkan kepala itu dengan intens. Sakura bahkan lupa dengan peraturan kafe untuk tidak bersuara.

Tatapan Sasuke membuat Sakura merasa sesak dan ia berkata dengan jantung yang berdebar keras, "Aku sudah mengacau dengan pelanggan dan tidak seharusnya bersikap tidak sopan. Kumohon maafkan aku."

Kepala Sakura tertunduk begitu dalam sesudahnya dan Sasuke menyadari alasan gadis itu sejak tadi terlihat kikuk di dekatnya dan bahkan seolah menghindarinya. Tak seperti biasanya, Sakura bahkan sengaja melewatkan sepuluh menit istirahatnya dengan tetap bekerja.

Sasuke mulai mengangkat tangan sehingga Sakura terpaksa sedikit mengangkat kepala untuk melihat gerakan tangan lelaki itu.

'Begitu?'

"Y-ya. Begitu," ujar Sakura dengan gugup.

Sasuke tak berniat menjelaskan panjang lebar mengenai pemikirannya. Ia segera mengerakkan tangan untuk menjawab.

'Berhati-hatilah dengan pelanggan. Lain kali kalau kau berada di situasi seperti tadi, minta bantuan salah satu staf kalau kau tidak bisa menanganinya.'

Sakura terkejut. Ia pikir Sasuke akan sangat marah padanya, namun reaksi lelaki itu sungguh di luar dugaan. Bahkan Sasuke juga tidak bertanya mengenai alasannya bertindak begitu.

"Maaf  Tadi aku benar-benar tidak bisa membaca bahasa isyarat karena ia menggerakkan tangan dengan cepat. Aku tidak seharusnya begitu."

Sasuke tidak menjawab dan ia hanya berkata, 'Makan?'

"Ah, iya. Aku harus mentraktirmu setelah minggu lalu kau mentraktirku. Bagaimanapun juga, aku sudah mengacau hari ini."

Sebelum Sasuke sempat menolak, Sakura berkata, "Pokoknya aku tidak menerima penolakan."

Sasuke terpaksa mengangguk dengan pasrah. Ia sedang lapar dan tak berminat berdebat dengan siapapun.

.
.

Sakura berpikir jika Sasuke akan memilih salah satu restoran terdekat untuk makan siang dan berpikir jika ia akan mengeluarkan uang ribuan yen.

Namun ia tidak menyangka ketika Sasuke memintanya untuk ikut dan malah membawanya ke stasiun.

Sepanjang perjalanan, ia merasa keheranan karena lelaki itu tak mengucapkan apapun dan Sakura juga tak berani bertanya. Ia pikir mungkin saja lelaki itu ingin pergi ke suatu tempat yang akan lebih cepat kalau dikunjungi dengan kereta api.

Dan lelaki itu berhenti melangkah di depan sekumpulan vending machine di stasiun. Tatapan lelaki itu menyapu seluruh mesin yang berjejer sebelum memutuskan memghampiri salah satu mesin yang menjual berbagai macam makanan dengan harga 370 yen.

"Kau mau yang ini?"

Sasuke menganggukan kepala dan menunjuk foto dua buah onigiri dengan sepotong karaage.

Sakura segera membuka dompet dan memasukkan uang koin ke dalam mesin dan Sasuke menekan tombol untuk memilih makanan yang ia inginkan.

"Itu saja? Tidak mau yang lain?"

Sasuke kembali menganggukan kepala dan menatap layar pada vending machine yang menunjukkan timer. Ia masih harus menunggu lima puluh detik sebelum makanan siap disajikan.

Sakura menatap Sasuke dengan sedikit kekaguman yang tersirat pada sorot matanya. Ia tak pernah mengira kalau lelaki itu bahkan tak keberatan dengan makanan murahan.

Semula Sakura berniat membeli bento seharga lima ratus yen dari vending machine, tetapi setelah melihat sang bos membeli yang lebih murah, ia malah merasa sungkan dan mengurungkan niatnya.

"Tunggu sebentar, ya. Aku mau lihat-lihat makanan," ujar Sakura seraya menunjuk mesin yang berjejer dengan dagu.

Tanpa menunggu reaksi Sasuke, ia segera berjalan dan mengamati mesin-mesin itu seolah hendak melakukan inspeksi. Ia tak bisa menahan diri ketika melihat foto bento yang begitu menggoda dan ia segera mendekat.

Sakura melirik Sasuke yang masih menunggu dan seketika terpikir untuk membeli bento untuk dirinya sendiri dan untuk Sasuke. Setahunya porsi makan pria cukup besar dan Sasuke pasti bisa menghabiskan kedua porsi makanan itu.

Ia tak bisa menahan diri untuk tidak memakan bento dan ia membelikan Sasuke sebagai bentuk kesopanan. Ia bahkan tak peduli jika lelaki itu tidak memakannya, toh yang penting ia sudah membelikan.

Sakura segera menunduk untuk mengambil dua buah bento dan menumpuk kedua bento itu serta mengangkat dengan satu tangan sedangkan tangan lainnya memasukkan koin ke vending machine yang menjual minuman di sebelah serta membeli dua botol air mineral dengan memasukkan koin dan membiarkan dua botol jatuh sekaligus sebelum mengambilnya.

Sakura baru saja berniat untuk mengambil sebotol air mineral dengan satu tangan serta memasukkan ke dalam tas ketika Sasuke menghampirinya dan langsung mengambil dua kotak bento di tangan Sakura tanpa berkata apapun.

"Ah, terima kasih. Kubelikan minuman untukmu," ucap Sakura seraya mengambil botol lainnya yang tak bisa ia ambil sebelumnya dan memberikannya pada Sasuke yang kini sedang menumpuk makanannya sendiri di atas dua kotak bento itu sebelum membawanya.

Sasuke tak bisa menjawab dengan bahasa isyarat maupun mengetikkan pesan ketika memegang makanan dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang botol berisi air mineral. Ia hanya mengucapkan terima kasih dengan gerakan bibir yang membuat kening Sakura berkerut secara refleks.

Gadis merah muda itu selalu merasa heran dengan orang yang mampu membaca gerakan bibir. Ia tak pernah mengerti ketika temannya berniat mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia dengan gerakan bibir tanpa bersuara secara diam-diam dan membuat temannya merasa jengkel.

Namun Sakura memutuskan menganggukan kepala dan berpura-pura seolah ia mengerti untuk menghormati sang lawan bicara. Ia terbiasa melakukannya ketika tak mendengar ucapan seseorang dengan jelas dan terlalu sungkan untuk bertanya ulang.

"Ah, makanannya biar aku saja yang bawa, ya. Bagaimanapun juga, masa bosku membawakan makananku, sih?" ucap Sakura ketika menyadari Sasuke telah berjalan menuju pintu keluar stasiun seraya membawa makanan dengan kedua tangan.

Sasuke menggeleng dan mengeratkan genggamannya pada kotak makanan ketika Sakura mengulurkan tangan serta berniat membawanya.

Bagaimanapun juga, Sasuke telah mendapat pendidikan untuk bersikap layaknya seorang gentleman di hadapan seorang perempuan, tak peduli siapapun orangnya. Ia merasa malu ketika membiarkan seorang wanita membawa sesuatu sedangkan ia berjalan dengan santai.

Seolah bisa membaca pikiran Sasuke, Sakura segera berkata secara refleks, "Aku kuat membawa kotak bento ini, kok. Ini sih bukan apa-apa, bahkan membantingmu juga bisa kalau mau."

Ucapan Sakura tidak hanya mengundang perhatian Sasuke yang seketika menoleh ke arahnya, bahkan beberapa orang yang berjalan di dekat mereka dan sempat mendengar ucapan Sakura tanpa sengaja juga ikut menoleh secara refleks.

Sakura sedikit menundukkan kepala. Sebagai seorang wanita, ia cukup bangga dengan kekuatan fisik di atas rata-rata yang ia miliki dan terkadang sengaja menunjukkannya pada teman maupun keluarganya. Namun ketika ia mengatakan ini di hadapan bosnya secara refleks, ia merasa malu.

Sebetulnya sulit bagi Sakura untuk bersikap benar-benar formal dengan Sasuke setelah sebelumnya mengenal lelaki itu di luar hubungan antara bos dan pegawai. Entah kenapa lelaki itu lebih terasa seperti seorang teman ketimbang atasan meski di saat yang sama ia merasa sungkan karena bagaimanapun juga lelaki itu adalah bosnya.

"Eh, jangan menganggapnya serius. Aku tidak berniat melakukannya sungguhan, kok. Mana mungkin seorang perempuan sepertiku bisa melakukannya. Iya, kan?"

Sasuke mengangkat sudut bibirnya secara refleks dan membentuk seulas senyum tipis sebelum raut wajahnya berubah menjadi datar dua detik kemudian. Ia sedikit tergoda untuk menantang gadis itu mengenai ucapannya sendiri.

.

.

'Bagaimana novelmu?' tanya Sasuke tepat setelah menghabiskan bento-nya.

Sakura mengambil sepotong onigiri yang pada akhirnya ia makan bersama dengan Sasuke setelah lelaki itu terang-terangan mengaku tidak bisa makan sebanyak itu.

Ia terdiam sejenak dengan pertanyaan Sasuke. Selama bekerja ia tak pernah memikirkan novelnya dan sejujurnya ia belum mendapat inspirasi sama sekali. Ia masih tak memiliki ide mengenai apa yang harus ditulisnya.

Pada akhirnya Sakura memutuskan untuk mengaku secara jujur, "Aku belum mulai menulis sama sekali. Maaf ya, kau jadi harus membayar gajiku lebih lama."

Sasuke menyadari jika Sakura adalah gadis yang mudah merasa sungkan. Padahal ia tidak keberatan sama sekali, toh gadis itu juga bekerja.

'Kau bekerja dan aku membayar gajimu.'

Sakura meringis, "Iya, sih. Tapi aku merasa pekerjaanku terlalu ringan dengan bayaran yang kau berikan. Rasanya malah jadi tidak enak."

Sasuke menggelengkan kepala. Menurutnya bayaran yang ia berikan tidak besar. Sakura tidak hanya menjadi kasir dan membantu mencocokkan pesanan yang dihidangkan di dapur dengan menu yang tercantum pada bon, namun juga ikut mencocokkan nota pembayaran pelanggan dengan uang yang diterima. Hal itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ia sendiri tidak begitu suka melakukannya.

'Mencari inspirasi novel tidak mudah. Tidak usah memaksakan diri mendapat inspirasi secepatnya.'

Sakura terkejut dengan ucapan Sasuke yang seolah memahami kondisinya. Ia pikir orang awam jarang memahami hal itu, bahkan terkadang pembaca karya yang pernah ia publikasikan di salah satu situs di internet pun tidak memahaminya.

"Wah! Tak kusangka kau juga bisa memahami hal itu. Kau juga menulis, Sasuke?"

Sasuke segera menggelengkan dan menyahut, 'Si Idiot sering meminta bantuan untuk beta read.' 

Ucapan Sasuke membuatnya tertarik dan ia segera bertanya, "Ah? Naruto juga menulis?"

"Hn."

"Wah!" seru Sakura dengan antusias. Ia tak mengira lelaki seperti Naruto juga bisa menulis sebuah buku dan ia merasa penasaran dengan isi buku yang ditulis lelaki itu.

"Aku penasaran dengan isi bukunya. Kalau boleh tahu, apa judulnya?"

Sasuke menyesal seketika membahas mengenai Naruto hingga topik percakapan menjadi seperti ini. Ia merasa ragu dan malu bahkan hanya untuk menyebutkan judulnya.

'Itu .... ' Tangan Sasuke berhenti bergerak dan otaknya berusaha memikirkan kata yang tepat untuk dikatakan pada Sakura. Ia merasa malu secara tak langsung merekomendasikan buku porno pada gadis itu.

'Itu buku porno.'

Sasuke mengalihkan pandangan dan tidak menatap Sakura sama sekali. Namun gadis itu berani bertaruh jika wajah Sasuke memerah saat ini dan entah kenapa lelaki itu terlihat sedikit menggemaskan.

Ucapan Sasuke malah membuatnya semakin tertarik. Sebuah novel biasanya ditulis dengan observasi sang penulis dan beberapa bahkan berisi pengalaman pribadi sang penulis. Ia merasa penasaran buku seperti apa yang ditulis orang seperti Naruto.

"Kau sudah baca? Bukunya bagus tidak?"

Wajah Sasuke semakin memerah dan ia merasa malu ketika mengingat isinya tanpa sengaja. Buku itu bercerita tentang seorang suami yang mengeluh karena istrinya jelek dan membosankan serta memutuskan berselingkuh. Sang istri yang merasa kesal memutuskan balas dendam dengan mengubah penampilan hingga menjadi cantik dan sensual serta berhasil menggait lelaki yang lebih muda dan tampan. Bahkan ada adegan dimana sang istri memperkosa kekasih barunya secara sengaja di rumahnya dengan harapan agar sang suami memergokinya dan adegan itu diceritakan secara eksplisit.

'Jelek.'

Sakura menyadari wajah Sasuke sudah memerah dan lelaki itu bahkan tak bisa menyembunyikannya. Lelaki bahkan menolak menatap Sakura dan berpura-pura meminum air untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya.

'Kalau mau mencari inspirasi, mungkin saja kau bisa menemukannya di kafe atau dimanapun. Pokoknya jangan gunakan karya si dobe.'

Ucapan Sasuke membuat Sakura menyadari sesuatu secara seketika. Sejak awal, lelaki itu seolah benar-benar berusaha agar Sakura tetap menulis dan bahkan menawarkan pekerjaan di kafe.

Dan kini lelaki itu bahkan secara implisit menjelaskan kalau ia mungkin saja bisa menemukan inspirasi di kafe untuk kedua kalinya.

Kafe ... disabilitas. Aha! Sakura menjentikkan jari seketika. Ia baru saja mendapat ide untuk novel terbarunya.

"Hn?"

"Terima kasih. Aku baru saja mendapat ide untuk novelku!" seru Sakura seraya tersenyum sumringah. Ia bahkan hampir memeluk lelaki itu jika tidak ingat bahwa lelaki itu bosnya.

Sakura berencana mengangkat tema mengenai disabilitas di novel terbarunya dan ia akan melakukan observasi di kafe, seperti yang diinginkan Sasuke yang secara tidak langsung menuntunnya agar ia bekerja di kafe dan menemukan inspirasi.

-Bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro