85. Malam Panjang Lain Irsiabella Ravelsa (3)
"Jika hidup memang adil,
Aku tidak mungkin melakukan ini!"
***
Atmosfir ruang dansa yang sebelumnya sempat menggelap akibat kegelapan yang melanda, kini berubah menjadi kepanikan besar.
Beberapa tirai-tirai merah tua yang menjuntai dari langit-langit, sobek meninggalkan jejak peninggalan teror. Di sudut-sudut ruangan, para bangsawan berkumpul berbisik cemas, mencoba mencerna situasi dan mencoba memahami kekacauan yang baru saja terjadi di depan mata. Sebuah keheningan berat menyelimuti seluruh ruangan, hanya terpecah oleh suara anak-anak bangsawan yang menangis terguncang dan gema langkah-langkah tergesa-gesa para prajurit yang sedang menyisir setiap sudut kastil.
Stella tidak sempat mencerna semua situasi yang terjadi di depan matanya. Tadinya, dunia sudah terasa seperti baru saja berhenti karena identitasnya telah berhasil dibongkar oleh Pangeran Felixence. Ia bahkan belum sempat menyangkal apapun, karena seluruh penerangan yang ada di seisi aula, langsung lenyap dalam sekejap mata.
Ia berhasil mendengar suara pecahan kaca di antara suara kebingungan para bangsawan yang tiba-tiba harus menerima teror di acara yang tidak diduga. Dan bagaimana semua suara orkestra lembut yang telah mengalun, bungkam begitu saja. Hanya ada suara kehebohan dari tamu-tamu pesta, memperparah semuanya.
Stella yang panik pun tanpa sadar menggunakan kekuatannya untuk melihat ke dalam gelap, menyadari bahwa Pangeran Felixence yang ada di depannya telah mendaratkan pandangannya ke satu titik. Stella mengikuti arah pandang Pangeran Felixence hanya untuk mendapati bahwa keberadaan Putri Felinette telah ditemukan di dalam kegelapan, dan ia dibawa ke salah satu sudut aula oleh Terence. Stella juga berhasil mendeteksi beberapa temannya yang kebetulan berdansa di dekatnya.
Masih belum menyadari apa yang terjadi, Stella menyadari dorongan yang kuat dari belakangnya, memaksanya untuk mengambil satu langkah ke depan untuk mencegah dirinya terjatuh. Stella pernah memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan ketika ia terjatuh dan ia tidak ingin merasakan perasaan itu kembali.
Alhasil, ia menabrak tubuh Pangeran Felixence. Untungnya mereka berdua tidak perlu berakhir terjatuh di atas marmer dingin, karena keseimbangan Pangeran Felixence cukup baik. Hanya mendapatkan dorongan beban dari seorang putri Viscount yang melakukan diet berminggu-minggu seperti Irsiabella tidak akan membuatnya terjatuh dengan memalukan—meskipun dalam keadaan gelap.
Dan ketika penerang di aula kembali, semuanya telah terlambat.
Aurorasia telah lenyap.
Duke Swanbell yang selama ini tampak kuat, kini menyisir sekitar tempat itu dengan panik, berusaha mencari keberadaan putri semata wayangnya yang memang tidak ditemukan meskipun ia telah mencarinya selama beberapa saat. Duchess Swanbell sudah tidak sadarkan diri, ketika ia mendapati pita renda yang dikenakan Aurorasia di kepangan rambutnya, kini telah terikat di salah satu pilar di aula.
Di tempat terakhir yang diyakini sebagai tempat Aurorasia berdiri, ada sebuah jubah berwarna hitam tergeletak di atas lantai marmer, menjadi satu-satunya petunjuk yang mengarahkan mereka tentang kemisteriusan insiden barusan.
Marquess Arsenio selaku jendral langsung diberi pertanggungjawaban untuk melakukan pemindaian kilat, dibantu oleh penyihir kerajaan yang juga berkumpul. Sang Marquess mengangkat jubah hitam itu, berharap situasi buruk barusan tidak sesuai dengan harapannya, tetapi ia harus menahan semua spekulasinya yang menjadi nyata.
"Death Wave," gumam pria itu.
Jubah dengan bordiran lambang organisasi gelap itu adalah tanda bahwa kedatangan kelompok itu benar-benar nyata adanya dan menghilangnya Aurorasia jelas bukan hanya kebetulan belaka.
Aurorasia telah diculik oleh Death Wave.
Saat ini, jumlah anggota Death Wave sudah sangat berkurang. Menurut kabarnya, hanya tinggal ada beberapa kelompok petinggi dari Death Wave yang masih bertahan di daratan. Hanya tinggal menunggu waktu, sebelum semuanya disapu bersih oleh Terence di musim gugur tahun ini. Mereka masih sering memberikan teror dan ancaman untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka tentang sistem kerajaan yang dianggap kurang cakap. Terkadang mereka melepaskan peledak di beberapa titik yang ramai oleh orang-orang, terkadang mereka membuang bangkai prajurit patroli di area acak.
Hanya dari informasi itu saja, Stella tahu pasti bahwa Death Wave adalah kelompok kejam yang tidak memiliki hati nurani. Stella juga pernah menghadapi salah satu di antara mereka dulu.
Tapi, sekarang, mengapa mereka harus menculik Aurorasia?
Menculik seorang putri bangsawan di dalam istana ketika sebuah acara besar yang dilindungi oleh berbagai benteng pertahanan adalah bukti bahwa mereka benar-benar sedang menantang kerajaan. Itu bukan pengetahuan yang baru lagi.
Saat ini Stella sudah ada di dalam dekapan Regdar. Pria itu bahkan tidak mempertanyakan hal mengejutkan lainnya yang terjadi hari ini; ajakan dansa dari Pangeran Mahkota Felixence. Fakta bahwa Irsiabella berdiri di posisi yang cukup dekat dengan Aurorasia, menunjukan bahwa putrinya juga cukup dekat dengan kelenyapan itu sendiri.
"Pencarian Putri Duke Swanbell, Aurorasia Swanbell akan dilakukan malam ini juga. Seluruh tamu dilarang meninggalkan istana." Begitulah pengumuman yang pada akhirnya disampaikan Sang Raja, mengakhiri pesta ulangtahunnya.
Aksi daripada Raja Finnebert dapat dimengerti, mengingat belum ada bukti cukup tentang diculiknya Aurorasia. Bisa saja ada bangsawan yang melakukan manipulasi dan membebankan seluruh kesalahannya kepada Death Wave. Semuanya akan diperiksa selama beberapa hari sebelum dikembalikan ke area kekuasaan mereka. Tentu, meskipun nantinya telah keluar dari istana, penyelidikan berkelanjutan juga sangat memungkinkan, jika ada petunjuk yang mengarah kepada mereka.
Sebelum para bangsawan itu mulai di arahkan satu persatu ke tempat peristirahatan mereka malam itu, Stella menyempatkan diri melihat ke arah Putri Felinette yang sedang berdiri di sudut aula bersama Terence dan Pangeran Felixence.
Stella jelas tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi satu-satunya hal yang bisa Stella lihat … wajah Putri Felinette sangat teramat pucat.
.
.
.
Luna tidak bisa terlelap meskipun telah ada jaminan bahwa para prajurit sedang berjaga di luar ruangan dan di luar istananya.
Fakta bahwa Aurorasia lenyap di depan matanya dan ketika dirinyalah orang terakhir yang melihat gadis itu terus membuatnya dipenuhi perasaan bersalah yang besar.
Luna tidak mengerti, mengapa semua ini harus terjadi?
Ia sudah berusaha keras mengubah takdirnya, tak membiarkan ada sedikitpun celah yang tampak pada Putri Felinette. Kebangkitan kekuatannya telah menjadi desas-desis sejak pemberkatan di Kuil Agung dan diumumkan secara resmi pula pada hari ini,
tetapi mengapa Death Wave tetap menghampirinya?
Luna masih sangat yakin bahwa dialah yang sebenarnya diincar oleh Death Wave, sebab kelompok itu tidak memiliki motif untuk menangkap Aurorasia. Benar bahwa Duke Swanbell telah menyatakan sumpah setia untuk berpihak pada Kerajaan Terevias, tetapi tidak ada untungnya mengambil Aurorasia sebagai tawanan.
Mungkin, seharusnya Putri Felinette yang menjadi tawanan Death Wave. Itu jauh lebih masuk akal. Mereka membutuhkan tawanan yang sempurna agar Pihak Kerajaan dapat mengabulkan keinginan mereka yang memang selama ini tidak didengar.
Namun sayangnya, di dalam kegelapan, rencana mereka tidak dapat berjalan sesuai rencana. Mereka mungkin sulit membedakan antara Putri Felinette dan Aurorasia hanya dengan aroma mereka. Dan saat itu, mereka berdua—bersama dengan Irsiabella—-telah sepakat menggunakan aroma parfum yang sama, tak sengaja membuat mereka terkecoh.
Akan tetapi, saat ini, fakta bahwa mereka masih mengincar Putri Felinette bukanlah menjadi kekhawatiran terbesar Luna saat ini. Bagaimana keadaan Aurorasia saat ini? Apakah dia baik-baik saja?
Aurorasia pergi dengan perasaan yang kurang menyenangkan. Luna hampir saja menghasutnya untuk membenci Irsiabella. Anehnya, alih-alih merasa kecewa karena gagal menyampaikan rencana buruknya, itu membuatnya campur aduk sepenuhnya.
Dari hati Luna yang terdalam, dirinya tahu, ia peduli dengan Aurorasia.
Dan dia juga peduli dengan Irsiabella.
Andai saja kepeduliannya itu dapat melindunginya, mungkin saja semua ini tidak akan berakhir seperti ini.
Kini, alur The Fake Princess berubah semakin jauh, menghantarkannya kepada ketidakpastian yang besar.
Luna dihadapkan dengan kegelisahan yang semakin panjang, memikirkan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Perasaan ini sama persis seperti ketika ia mendapati kanker stadium akhir menyisakan waktu yang terbatas.
Waktu yang bisa saja berhenti kapan saja.
Akhir selalu menunggunya.
Lalu, bagaimana dengan akhir yang dihadapinya sekarang?
Masih memikirkan tentang ketidakpastian itu, suara ketukan pintu membuatnya kembali pada dunia nyata.
"Ini aku." Suara Pangeran Felixence terdengar dari balik pintu, sebelum akhirnya mereka bertemu ketika Luna membukakan pintu itu.
"Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Aurorasia Swanbell?" tanya Luna langsung, setelah menutup pintu kamarnya.
"Kelompok penyihir kerajaan berhasil mendeteksi mana Nona Swanbell yang mengarah ke arah hutan di dekat Istana Selatan. Mereka menemukan jejak pembobolan," jawab Pangeran Felixence.
"Lalu, bagaimana dengan Aurorasia? Apakah dia sudah berhasil ditemukan?" tanya Luna lagi.
Gelengan kepala dari Pangeran Felixence akhirnya membuat kesedihan Luna memuncak. Semua ini adalah kesalahannya. Semua nasib buruk yang terjadi ini adalah akibat dari perbuatannya yang egois dan ingin menyelamatkan dirinya sendiri, membuat orang lain celaka.
"Ini salahku. Andai saja aku menolak permintaannya untuk menyamakan aroma parfum, mungkin—"
"Feline, ini bukan salahmu," ucap Pangeran Felixence lagi, karena sebelumnya ia telah menegaskan hal yang sama di aula, ketika Luna mengungkapkan spekulasinya untuk pertama kali. "Jika ada yang harus disalahkan, dia adalah kelompok Death Wave. Kau tidak bersalah, Feline."
Tapi, Luna tahu kenyataannya, bahwa mengubah alur The Fake Princess mengantarkannya pada kejadian buruk ini. Jika Luna tidak melakukan apapun, Aurorasia pasti baik-baik saja.
Bahkan, mungkin saja malam ini akan menjadi malam pengumuman pertunangan antara Pangeran Felixence dan Aurorasia.
Semua ini salahnya, karena berniat mencuri tempat Irsiabella, membuat Pangeran Felixence teralihkan kepadanya, membuat Aurorasia merasa begitu buruk. Segala kekacauan yang terjadi malam ini adalah perbuatannya.
"Kau butuh istirahat, Feline."
"Bagaimana bisa aku beristirahat?! Bagaimana dengan Aurorasia? Bagaimana jika saat ini dia sedang menderita karena disakiti?" Luna tidak mengerti mengapa saat ini perasaannya begitu meledak-ledak. Ia menahan air matanya sebisa mungkin, ketika sedang bersitatap dengan manik amethyst dari Pangeran Felixence.
"Feline, istirahatlah, kumohon. Bahkan jika kau terjaga, tidak ada apapun yang bisa dilakukan," ucap Pangeran Felixence, yang pada akhirnya sukses membawa dirinya pada tingkat emosional tertinggi.
Perasaannya yang kacau balau meledak begitu saja.
Luna menintikkan air matanya dan mulai meracau, "Ya, aku tahu. Aku tahu bahwa aku tidak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan Aurorasia. Faktanya, aku ... memang tidak bisa melakukan apapun."
Pangeran Felixence terdiam selama beberapa saat.
"Aku ... tidak tahu bahwa kau sepeduli itu dengan Nona Swanbell. Kupikir kau tidak menyukainya," gumam Pangeran Felixence.
"Situasi saat ini berbeda. Bahkan jika aku tidak menyukainya, tidak mempedulikan ini ... juga salah." Luna menghapus air matanya yang mengalir.
Pangeran Felixence tersenyum dan menepuk bahu Luna pelan. "Kau punya hati yang besar, Feline. Aku berjanji akan memberitahumu informasi sekecil apapun tentang pencarian Nona Swanbell. Aku juga akan terlibat langsung dalam pencarian besok pagi."
Mendengar itu, Luna merasa jauh lebih baik.
Ia tahu, Pangeran Felixence bisa menjadi detektif paling menakutkan di Terevias.
Dan bicara tentang detektif ....
Luna memberanikan diri bertanya, "Kak ..., mengapa kau berdansa dengan Nona Ravelsa? Apa itu kejutannya?"
"Ya, bagaimana menurutmu?" tanya Pangeran Felixence.
Luna curiga bahwa Pangeran Felixence telah berhasil menerka identitas Irsiabella sebagai Nona Anonim, tetapi jika dugaannya salah, Pangeran Felixence akan mencurigai Irsiabella lebih jauh.
"Tapi, mengapa itu kejutan?"
"Hm? Kupikir kau sudah tahu karena kau telah mengakuinya barusan," jawab Pangeran Felixence.
"Mengakui apa?" tanya Luna. Perasaannya tidak enak.
"Bahwa kau tidak memiliki kekuatan? Dan bahwa orang yang telah menjernihkan Kolam Agung adalah Irsiabella Ravelsa?"
Tebakan Pangeran Felixence benar-benar membuat Luna terkejut sejadi-jadinya. Bukan tentang fakta bahwa Pangeran Felixence mengetahui kekuatan Irsiabella, tetapi juga fakta bahwa Pangeran Felixence tahu bahwa Putri Felinette tidak memiliki kekuatan?
"... Darimana kakak tahu?" tanya Luna dengan hati-hati.
"Ini untuk pertanyaan yang mana?" tanya Pangeran Felixence lagi.
"Keduanya."
"Kita hampir setiap saat bersama, tetapi aku tidak merasakan ada mana yang mengalir darimu, bahkan sampai sekarang. Oh, tenang saja, hanya beberapa bangsawan yang mendalami ilmu mana yang mengetahui tentang ini. Ayah juga mungkin tidak tahu tentang ini," jawab Pangeran Felixence.
Luna terlalu lalai, karena merasa bahwa semua rahasianya tersimpan rapat tanpa ada seorangpun yang menyadarinya. Ia lupa bahwa Pangeran Felixence bisa menjadi pemecah soal paling menakutkan yang pernah ada.
Pangeran Felixence menjelaskan lagi, "Jika tentang Nona Ravelsa, kau tidak perlu heran. Dia sudah ada di daftar pencarianku sejak lama. Insiden tentang dirinya yang jatuh di Kolam Agung hanya membuktikan semua kecurigaanku. Kau harus merasa beruntung karena kau juga jatuh ke dalam Kolam, berhasil mengecoh Pendeta Agung."
Aku tahu, karena aku memang melakukannya dengan sengaja.
Tapi, fakta terpentingnya, Pangeran Felixence ternyata bisa menerima fakta itu dengan baik.
Luna diam selama beberapa saat, sebelum akhirnya mempertanyakan pertanyaan terpentingnya. "Lalu, setelah Kakak tahu tentang ini, apa yang akan kakak lakukan?"
"Kau tidak perlu cemas, Feline. Aku sudah pernah bilang, aku akan selalu berada di pihakmu," jawab Pangeran Felixence dengan serius.
Baiklah, itu melegakan, karena jawaban Pangeran Felixence
"Apa yang akan terjadi jika publik tahu bahwa Putri Terevias yang mereka agung-agungkan tidak memiliki kekuatan?" tanya Luna, meskipun sebenarnya ia tahu apa yang akan terjadi.
"Tidak perlu ada yang tahu," jawab Pangeran Felixence dengan ekspresi datar. "Sejak kapan kau mengetahui ini?"
"Sejak aku menyadari bahwa aku tidak merasakan mana?" Luna hanya menjawab dengan asal, tetapi untungnya Pangeran Felixence langsung mempercayainya.
"Apakah karena ini, kau ingin pergi dari istana?"
Tebakan Pangeran Felixence lagi-lagi tepat. Luna tidak tahu harus melakukan apa selain mengakui semuanya. Luna memberikan anggukan.
"Tidak ada yang perlu pergi, Feline, semuanya akan baik-baik saja," ucap Pangeran Felixence.
Seluruh beban pikirannya yang pernah singgah di dalam kepalanya pun lenyap seketika, menyisakan perasaan khawatir yang janggal.
"Lalu, bagaimana dengan Irsiabella?" tanya Luna.
"Bagaimana dengannya? Dia tidak diculik dan memiliki kekuatan yang hebat. Kau tidak perlu mencemaskannya," jawab Pangeran Felixence.
Luna menggeleng. "Bukan begitu. Maksudku, kau telah menemukan Nona Anonim yang kau cari-cari selama ini. Lantas, apa yang akan kau lakukan?"
Pangeran Felixence mengarahkan pandangannya pada kekosongan, sebelum akhirnya menatap kembali ke manik sapphire milik Felinette.
"Aku belum memutuskan. Yang jelas, selama dia tidak mengaku tentang kekuatannya semuanya akan baik-baik saja."
Benar ....
"Sekarang, istirahatlah, Feline. Berikan doa terbaikmu kepada Nona Swanbell. Kita pasti bisa menemukannya."
Jika Pangeran Felixence sudah mengatakan hal itu, maka sudah tidak ada apapun lagi yang bisa Luna bantah.
Tetap saja, meskipun telah diberikan kepastian yang menenangkan seperti itu, Luna tetap tidak bisa terlelap.
***TBC***
Minggu, 18 Agustus 2024
Paus' Notes
Okeeee, updated! Izin ngilang ya, semuaaaa!
Bubay~
- Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro