Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

83. Malam Panjang Lain Irsiabella Ravelsa (2)

"Kau tidak mengerti, Irsiabella.

Aku tidak akan berdamai dengan Putri Palsu sepertinya!"

***


"Keagungan abadi dan berkat mulia di bawah langit Terevias."

Suara itu menggema dan bersahut-sahutan bagi Luna. Ia bisa merasakan bahwa orang-orang yang menyambutnya lebih banyak dibandingkan yang bisa ia ingat pertama kali. Meskipun masih terbatas oleh cahaya yang redup, Luna bisa samar-samar melihat bayangan orang-orang yang ada di lantai dansa.

Raja Finnebert memberikan sambutan singkat dan sukacita yang besar atas datangnya kekuatan pada Putri Felinette, sesuatu yang bahkan tidak pernah Luna pikirkan akan didengarnya.

Ia hanya diam, meskipun sadar bahwa penerangan kini hanya berfokus kepada mereka bertiga dan dirinya adalah pusat perhatian orang-orang saat ini.

Lalu, Luna teringat kembali dengan masa-masa yang tidak diketahuinya. Waktu itu apa yang bisa dilakukan Felinette ketika ia harus datang ke acara besar seperti ini setelah kekuatan Irsiabella terungkap?

Apa yang terjadi waktu itu?

Luna jelas tidak tahu. Namun, berkaca pada apa yang terjadi dengannya setelahnya ..., itu pasti sangat menyakitkan. Bukan hanya harus menghadapi kenyataan bahwa posisinya terancam, tapi juga harus bisa menerima segala risiko buruk yang akan terjadi.

"Tersenyumlah," bisik Pangeran Felixence yang seketika menyadarkan lamunan Luna.

Benar. Sekarang, alih-alih memikirkan apapun yang terjadi dulunya, Luna harus tersenyum. Bagaimanapun juga, ia berhasil membelokkan alur yang paling krusial dalam hidupnya. Itu adalah sebuah pencapaian tertinggi yang baru saja ia lakukan.

Meskipun masih terbelenggu oleh rasa bersalah yang terus menghantuinya, Luna tahu bahwa hidup Irsiabella tidak akan terdampak besar, seharusnya. Irsiabella bisa tetap hidup dengan damai dan tenang. Irsiabella punya kekuatan dan mampu melindungi dirinya sendiri, berbeda dengan Felinette yang tidak berdaya.

Karena itulah, Luna memberikan senyuman tipis, kemudian mengangkat tangan kanan, bermaksud untuk menerima sambutan dan sorakan orang-orang terhadapnya. 

Di saat bersamaan, semua penerang yang ada di aula kanan langsung menyala terang dan di tengah kekaguman semua orang yang ada di aula, Luna harus menyembunyikan keterkejutannya dan tetap tenang.

Di satu titik, Luna bisa melihat Aurorasia yang berdiri di barisan paling depan, menatapnya dengan penuh kelegaan. Itu adalah tatapan yang sangat berbeda dengan yang diingatnya dulu, ketika Aurorasia menatapnya lurus, datar, dan bahkan tidak bisa menyembunyikan aura permusuhan yang mereka lalui.

Namun kini, sepertinya Luna berhasil membuat Aurorasia berpihak kepadanya. Itu hal yang baik, kan?

Ketika cahaya mulai menerangi bagian tengah aula, Luna bisa melihat Irsiabella berdiri bersama Svencer dan salah satu Whistler.

Luna yang tadinya telah berdamai dengan pikirannya sendiri, kembali dipenuhi perasaan bersalah. Andai saja situasi yang dihadapinya tidak se-kompleks ini, Luna pasti bisa menatap balik manik emas Irsiabella yang kini menatapnya dalam dan terkesima.

Kalau saja Irsiabella ingat bahwa dirinya yang seharusnya mendapatkan perhatian ini, apakah ia masih akan melihatnya dengan tatapan seperti itu?

Hanya dalam waktu singkat, aula telah penuh oleh penerangan. Di saat itulah Luna sadar betapa banyaknya orang yang datang ke aula hari ini.

... Apakah sebanyak ini yang dilihat Felinette waktu itu? Sebanyak ini yang mengatakan bahwa Felinette tidak pantas di sana?

Luna sempat membeku, sebelum akhirnya Pangeran Felixence menuntunnya kembali duduk di singgasana.

"Ada apa?" tanya Sang Kakak, menyadari kejanggalan adiknya.

Luna menggeleng pelan, "Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit gugup."

"Cobalah untuk terbiasa. Jumlah penduduk Terevias jauh lebih banyak dibandingkan ini," ucap Raja Finnebert, yang ternyata mendengarkan pembicaraan mereka dari depan.

Baru saja menikmati minuman yang dibawakan oleh pelayan yang memang biasa melayaninya, perhatian Luna kembali teralihkan oleh manik emas Irsiabella. Luna memang tidak memiliki kekuatan untuk membaca pikiran, tetapi Luna teramat sangat mengerti bahwa Irsiabella pasti menginginkan penjelasan darinya.

Luna tahu, ia tidak berhak mengklaim apa yang bukan miliknya, tetapi semakin ia mengingat masa lalu dan kemungkinan buruk yang akan terjadi di masa depan, ketakutan itu kembali menyerangnya. Perutnya terasa sedikit mual. 

Rasanya, Luna ingin kabur saat ini juga.

Bersamaan dengan itu, alunan biola yang tadinya lembut, mulai berubah. Alunan musik memenuhi aula, memberikan tanda bahwa pesta dansa akan segera dimulai.

"Feline, apa kau akan berdansa dengan Ayah terlebih dahulu?" tebak Pangeran Felixence langsung. Namun, melihat keadaan Felinette yang tampak membeku, Pangeran Felixence kembali memastikan keadaannya sekali lagi. "Kau benar-benar tidak apa-apa?"

Luna menggelengkan kepala, memaksakan senyumannya. "Tidak, semuanya baik-baik saja."

Ini bukan demam panggung, bukan pula perasaan ketakutan tentang apa yang akan menimpa Felinette selanjutnya. Ini tentang perasaan bersalahnya yang ternyata tidak sesederhana itu. Hanya melihat manik emas Irsiabella, Luna tersadar dengan betapa fatalnya perubahan yang kini tengah ia hadapi.

Karena adanya perubahan ini, hal yang akan terjadi selanjutnya tidak akan tertebak.

Baik dirinya maupun Irsiabella, keduanya tahu bahwa seluruh pengumuman yang disampaikan oleh Raja Finnebert barusan adalah sebuah kebohongan besar. Mereka berdua sama-sama tahu, siapa satu-satunya orang yang berhak atas sorakan kemeriahan ini.

Entahlah, apa yang ada di dalam pikiran Irsiabella saat ini, Luna tidak bisa menebaknya.

*

Ah, aku ingin berbicara dengan Putri Felinette.

Stella memang sedang melakukan dansa pertama dengan Regdar, tetapi pikirannya berterbangan memikirkan hal lain. Semua anak perempuan di aula juga melakukan hal serupa, melakukan dansa perdana mereka bersama ayah mereka sendiri. Beberapa bangsawan yang telah menikah, berdansa dengan suami mereka.

Setiap melakukan putaran, Stella berharap ia bisa menemukan rambut pirang Putri Felinette yang bersinar sedang berdansa dengan Raja Finnebert. Namun, ada terlalu banyak orang-orang yang berdansa, sehingga Stella yang awalnya telah mengunci pandangannya kepada Putri Felinette, berakhir kehilangan jejaknya ketika putaran formasi.

Regdar tampaknya sangat mengerti dengan situasi itu. Ia mengajak Stella mengobrol ketika dansa masih berlangsung.

"Siapa yang kau cari?" tanyanya.

Stella terdiam sejenak sebelum memberikan jawaban. Ia harus memastikan bahwa jawaban yang ia berikan nantinya tidak akan membuat kecurigaan. Bagaimanapun juga, Regdar tidak tahu menahu tentang insiden terjatuhnya dirinya di Kolam Agung.

Saat ini, semua orang tahu bahwa satu-satunya orang yang terjatuh hari itu hanyalah Putri Felinette seorang, dan dialah yang menjernihkan kolam.

"Apa aku terlihat seperti sedang mencari seseorang?" Stella bertanya balik sambil tersenyum.

"Siapa? Apakah seorang pemuda?"

Regdar langsung menembakkan asumsinya yang tentu saja meleset jauh. Ia juga memeriksa kanan-kiri, menyadari beberapa mata yang tertuju pada putrinya, membuatnya semakin tak mampu memprediksikan siapa yang tengah dicari oleh Stella.

"Bukan, aku mencari Putri Felinette," jawab Stella sejujurnya.

Stella bisa melihat helaan napas Regdar yang tampak lega. Namun di detik berikutnya, Regdar memberikan penjelasan.

"Putri Felinette baik-baik saja, seperti yang kita semua lihat. Kekuatannya bahkan sudah bangkit dan dia berhasil melakukan tradisi penyalaan lilin dengan baik," hibur Regdar.

"Benar, tapi—" Sebenarnya Felinette tidak punya kekuatan. Stella tidak mungkin mengatakan hal itu. "Apakah tidak apa-apa jatuh ke Kolam Agung?"

Regdar menjawab dengan bijaksana, "Hm, Ayah rasa tidak ada yang keberatan. Waktu itu Kolam Agung juga mengeruh secara tiba-tiba, kan? Dan lagi, Putri Felinette berhasil menjernihkannya. Siapa yang akan keberatan?"

Kekhawatiran Stella lebih merujuk pada keadaan manusia biasa yang terjatuh di Kolam Agung yang suci itu. Namun, karena tidak mengingat adanya detail tentang keadaan Svencer di alur The Fake Princess, sepertinya semuanya akan baik-baik saja.

Entah mengapa, Stella tetap saja berfirasat buruk.

"Kalau tentang sisi spiritual, seharusnya semua orang bisa mengerti. Lagipula, Putri Felinette bukan menjatuhkan diri secara sengaja."

Betul juga.

Itu hanya kebetulan yang aneh, membuat Stella berpikir terlalu keras. 

Berbicara dengan Regdar membuat perasaan Stella sedikit membaik. Ia hanya perlu melewati malam ini, menjalani hari yang tentu saja berbeda dari alur The Fake Princess.

Di alur aslinya, sejak kekuatan Irsiabella terkuak, Irsiabella menjadi topik utama di Terevias. Stella yakin, andai saja semua kejadian saat ini bergerak sesuai alur, Irsiabella pasti akan mencuri perhatian dan menjadi pusat dunia di pesta kali ini.

Untungnya, yang terjadi sekarang, tidak seperti yang Stella takutkan selama ini.

Alunan musik dansa pertama berakhir. Stella membungkuk memberikan hormat kepada pasangan dansanya. Regdar menepuk pundak Irsiabella, mencoba untuk menyemangati Stella, berpesan kembali kepadanya untuk berhati-hati dan lebih selektif dalam memilih pasangan dansanya. 

Stella hanya membalas dengan senyuman tipis, masih belum mengerti kekhawatiran Regdar yang dirasanya terlalu berlebihan, sampai akhirnya Regdar benar-benar menjauh dan ajakan untuk berdansa kembali berdatangan.

"Selamat malam, Nona Ravelsa. Saya dari keluarga Frankline. Sudikah kiranya—"

"Saya dari keluarga Asherick. Kita teman sekelas di akademi—"

Stella mendengar banyak suara dari berbagai arah, hanya membalas tawaran dansa mereka semua dengan senyuman sesopan mungkin, tidak langsung menerimanya.

Ini masih di situasi normal, dimana Irsiabella hanya berstatus sebagai seorang putri Viscount, bukan sebagai seseorang yang kekuatannya bangkit secara ajaib, membuat banyak pertanyaan di Terevias.

Entah apa yang terjadi waktu itu.

Ketika Stella sedang berpikir keras, pandangan matanya tidak sengaja bersitatap dengan mata hazel yang familier. Stella masih belum tahu apakah itu Dayward atau Rayward, tetapi karena yang ada di pikirannya hanya cara untuk meloloskan diri, Stella langsung menerima uluran tangan yang ditujukan kepadanya.

Stella yang telah menerima tawaran dansa seseorang akhirnya berhasil membubarkan kerumunan singkat tadi. Usai lagu kedua berakhir, kerumunan itu sepertinya akan terbentuk kembali. Stella hanya berpikir untuk melarikan diri secepatnya, atau kakinya tidak akan kuat berdiri esok hari.

"Sebuah kehormatan bisa berdansa denganmu, Nona Ravelsa." Senyuman penuh kekaguman itu membuat Stella tersadar, ia berdansa dengan Dayward Whistler.

Sebenarnya, Stella telah menyadari hal ini ketika ia sedang mencari-cari keberadaan Putri Felinette tadi—Dayward tidak berdansa dengan siapapun ketika lagu pertama terputar. Ia menunggu Stella dan Regdar berdansa dengan sabar.

Seseorang yang tidak sabaran seperti Dayward bersedia menunggunya. Stella agak terhibur dengan fakta itu, mengingat sifat Dayward yang selalu terburu-buru itu sudah menjadi karakteristiknya sendiri. Dia bahkan juga menunggu Stella memilihnya sebagai pasangan dansa di antara kerumunan orang, tanpa mengatakan apa-apa.

Mungkin Dayward memang sudah jauh lebih dewasa.

Berapa umurnya sekarang? Apakah sudah dua puluh tahun atau belum? Stella sendiri juga tidak terlalu yakin. Yang jelas, setelah tahu fakta yang sebenarnya dari Rayward—bahwa umur Dayward sebelumnya memang tidak panjang—Stella lega melihat perubahan sikap dan karakternya.

"Sebuah kehormatan untukku juga, Tuan Muda Dayward," balas Stella.

Tanpa bisa diduga, Dayward tertawa kecil. Stella sempat terheran-heran, memikirkan apakah ada dialog mereka yang mengandung humor dan Stella gagal menangkapnya.

"Apa ada yang lucu?"

Dayward tersenyum lembut. "Tidak, aku hanya bahagia karena Nona Ravelsa bisa membedakan antara aku dan Rayward. Sejauh ini, hanya Aurora yang mampu membedakan kami."

Tidak. Stella sendiri pun masih belum bisa membedakan mereka. Stella hanya bisa membedakan mereka ketika mereka sedang menatapnya. Dayward akan menatapnya dengan penuh kekaguman, sementara tatapan Rayward yang awalnya terlihat misterius, kini tampak bersahabat.

Jika mereka berdua sedang diam dan tidak menatap ke arah Stella, Stella sendiri tidak yakin bahwa dia bisa mengenali mereka berdua.

Alunan musik kedua dimulai. Keduanya berdansa mengikuti irama. Selama mereka berdansa itu pula, tatapan penuh kekaguman dari Dayward tidak pernah putus.

Awalnya, Stella mencoba fokus mencari keberadaan Putri Felinette, karena kursi singgasananya memang kosong, menandakan bahwa Putri Felinette sedang berdansa di aula. Kursi singgasana Pangeran Felixence juga tampak kosong. Dugaan Stella: mereka berdua sedang berdansa.

"Apakah kau tahu kalau ini pertama kalinya kita berdansa?" tanya Dayward.

"Benarkah?"

Dayward memberikan anggukan. "Ya, aku sangat bahagia, Nona Ravelsa."

Mencoba mengingat-ingat kembali, saat ini adalah kali pertama mereka benar-benar berdansa hingga selesai. Dulu, ketika Dayward mengajaknya berdansa, Stella harus berpura-pura sakit karena ingin menyusul Putri Felinette yang keluar dari istana. Mungkin karena itulah, Dayward terlihat sangat bahagia.

Ketika pertama kali Stella merasuki tubuh Irsiabella dan bertemu dengan Dayward, Stella … hanya menganggap Dayward, Rayward dan yang lainnya sebagai tokoh lain yang memeriahkan dan menyempurnakan dunia ini.

Namun, setelah menjadi Irsiabella selama tiga tahun, Stella sadar, ini adalah dunia yang seharusnya dijalani oleh Irsiabella. Mereka semua menjalani dunia mereka masing-masing.

Irsiabella ataupun Putri Felinette, mereka berdua bukanlah poros dimana dunia mengitari mereka.

Karena itulah, mengetahui perasaan Dayward Whistler yang semakin dalam, Stella tidak tega untuk membiarkan Dayward berharap lebih lanjut.

Maaf, karena harus mengacaukan kebahagiaanmu.

"Tuan Muda Dayward," panggil Stella dengan pelan.

"Ya, Nona Ravelsa?" Dayward membalasnya dengan lembut.

Kata-kata yang ingin disampaikan Stella, tertahan di tenggorokannya.

Sebentar. Apakah Stella berhak menolaknya? Irsiabella mungkin memang tidak mengenal Dayward Whistler yang meninggal diracuni, tetapi, apakah Stella memang berhak atas hal itu?

Ada satu sudut pikirannya yang memilih untuk mengabaikan segalanya. Tidak ada jaminan bahwa Irsiabella akan kembali. Bahkan, Stella bisa saja terjebak di dalam tubuh ini selamanya. Jadi, apakah kau akan membiarkan Dayward menunggu lebih lama? Tanpa kepastian?

"Aku ... berharap segalanya yang terbaik untukmu," ujar Stella.

Senyuman Dayward sempat lenyap untuk beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali memaksakan senyumannya. "Dan untukmu kembali, aku juga mengharapkan yang terbaik untukmu."

Usai penolakan halus itu, mereka tetap berdansa. Dayward kini menghindari manik emas Irsiabella. Stella dilingkupi perasaan bersalah, tetapi ia tidak menyesal. Dayward pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik.

Mereka terus berdansa dalam diam selama beberapa saat.

Stella menyadari bahwa alunan musik kedua akan segera berakhir dan sebaiknya memang secepatnya berakhir. Stella baru saja menolak dengan halus perasaan seseorang yang tulus kepada Irsiabella.

Tidak diduga, Dayward kembali menatapnya tepat di mata. Di sana, Stella menyadari bahwa mata hazel Dayward sedikit memerah, seperti menahan sesuatu agar tidak langsung tertumpahkan.

"Kuharap kau bersedia memberikan kesempatan," ucap Dayward dengan serius. "Aku ingin mencoba menjadi yang terbaik, Nona Ravelsa."

Stella belum sempat mengatakan apapun, karena musik kedua berakhir saat itu juga. Ia dan Dayward sama-sama membungkuk memberikan penghormatan atas dansa yang telah dipersembahkan.

Di saat itu pula, pandangan Stella masih terpaku pada Dayward.

Pemuda itu tampak sangat terluka, tetapi ia tetap memberikan senyuman kepada Stella, seolah menghiburnya dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Maafkan aku," lirih Stella.

"Kau tidak perlu minta maaf, Nona Ravelsa. Ini pasti juga berat untukmu," ujar Dayward. "Tapi bolehkah kita tetap berteman?"

Stella tidak tahu dengan ide itu, tapi apakah itu bisa membuat Dayward melupakannya lebih cepat?

Bingung dengan kecanggungan yang ada, akhirnya Stella menganggukkan kepala.

"Untuk jawaban Nona Ravelsa dan telah menerima ajakan dansaku, terima kasih," tutup Dayward, sebelum akhirnya pergi menjauh dari Irsiabella.

Langkahnya terlalu cepat, sampai-sampai ia tidak sengaja menabrak bahu Aurorasia yang baru akan datang untuk menyapa mereka berdua. Aurorasia sempat menatapnya cemberut, sebelum akhirnya tersadar ada hal yang tidak beres. Dayward  tetap melangkahkan kakinya menjauh, mengabaikannya.

Penasaran, Aurorasia berjalan mendekati Stella dengan penasaran.

"Day kelihatan seperti akan menangis. Apa kau baru saja menolaknya?" tanya Aurorasia.

"Uh ..., ya. Aku sadar, mendiamkannya terlalu lama hanya akan membuatnya semakin berharap lebih dalam," gumam Stella, turut merasakan kesedihan Dayward.

Aurorasia menepuk pundak Irsiabella. "Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mencoba mempertimbangkan perasaan Dayward selama ini."

Kabar buruknya, Stella tidak pernah mencobanya. Stella hanya mendiamkannya, karena berpikir bahwa menjawab perasaan Dayward bukanlah haknya. Ia lupa, perasaan seseorang bisa semakin dalam dan dalam, seiring berjalannya waktu.

Alunan musik ketiga terdengar beberapa saat kemudian. Untungnya, Aurorasia telah mempersiapkan kemungkinan terburuk. Gadis itu telah mengambil dua gelas minuman untuk dirinya dan untuk Irsiabella, memberikan petunjuk bahwa mereka berdua tidak sedang menunggu ajakan dansa. Keduanya hanya sedang beristirahat.

"Kau cukup populer ya, Irsiabella." Aurorasia mencoba untuk mencairkan suasana dengan tertawa kecil, menyadari banyak pandangan yang tertuju kepada mereka berdua. 

Fakta bahwa ada pemuda yang juga menunggu kesempatan untuk berdansa dengan Aurorasia—Stella tidak akan menyebutkannya.

Citra Aurorasia saat ini dan di cerita The Fake Princess sangat jauh berbeda. Kini, ia berwibawa, terpelajar, anggun dan sangat rendah hati.

Kalau saja Aurorasia bukanlah satu-satunya kandidat yang berkemungkinan terpilih untuk menjadi seorang ratu di masa depan, semua orang pasti juga akan menjadikan Aurorasia sebagai target.

Stella menghela napas, masih diiringi perasaan bersalah yang besar. Rasanya, dia ingin malam ini segera berakhir dan bisa segera pulang ke rumah.

"Irsiabella," panggil Aurorasia dengan suara kaku, yang membuat Stella langsung tersadar dari pikiran panjangnya.

"Hm?" Stella mengikuti arah pandang mata emerald milik Aurorasia yang terkunci pada seseorang.

Arah pandangannya terhenti kepada Pangeran Felixence yang kini berjalan ke arah mereka.

Oh! Mereka berdua akan berdansa, pikir Stella.

"Mau kupegangkan gelasmu?" tawar Stella, bahkan sebelum Pangeran Felixence menawarkan ajakan dansa kepada Aurorasia.

Anehnya, alih-alih terlihat berbunga-bunga, Stella bisa melihat tatapan keheranan dari manik hijau Aurorasia. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Stella, justru menunggu hingga Pangeran Felixence benar-benar sampai kepada mereka.

Dan tentu saja itu benar. Pangeran Felixence berhenti tepat di depan mereka.

Ini pasti waktu yang tepat untuk kabur.

Stella memperhatikan segala arah di aula untuk mencari tempat paling sempurna untuk menghabiskan minumannya seorang diri, tanpa diganggu oleh siapapun.

Stella juga menyadari banyaknya pandangan mata yang memang terarah ke arah mereka, akibat daripada kedatangan Pangeran Felixene yang hendak menghampiri Aurorasia.

Lagipula, perasaannya saat ini tidak terlalu baik. Stella berencana menghabiskan malam ini seorang diri.

Pangeran Felixence membungkukkan badannya, melakukan hal sebagaimana yang memang harus ia lakukan ketika hendak mengajak seorang gadis berdansa.

Baiklah, ini waktu yang tepat untuk pergi.

"Berdansalah denganku, Nona Ravelsa."

Pangeran Felixence memberikan uluran tangannya kepada Stella, sontak membuat Stella yang hendak diam-diam kabur, langsung membeku di tempat.

Jantung Irsiabella rasanya sudah nyaris melompat hingga ke langit-langit istana. Kakinya mendadak mati rasa dan terasa sangat dingin, seperti ada es yang mengunci sepatu hak tingginya dengan lantai marmer di bawahnya.

Hal pertama yang Stella lakukan setelah kembali menginjak Bumi adalah, melirik Aurorasia dengan cepat, menyadari bahwa Aurorasia menatap Stella balik dengan tatapan datar dan ekspresi yang sulit untuk dimengerti.

Waktu terus berlalu dalam keheningan, ketika semua orang menunggu Stella memberikan jawaban. Ajakan Pangeran Felixence pun terpaksa harus Stella iyakan.

Stella pun akhirnya menerima uluran tangan Pangeran Felixence. Ia tidak punya pilihan lain. Mana mungkin dia menolak ajakan dansa seorang pangeran mahkota?! Bisa-bisa dia langsung dibenci oleh seluruh dunia atau disebut sebagai gadis biasa tak tahu diri. 

Sekarang, pertanyaan yang bisa Stella pikirkan hanyalah satu:

Mengapa Pangeran Felixence mengajaknya berdansa?! 

***TBC***

Kamis, 8 Agustus 2024 

Paus' Note

2800 kataaaa! 

Akhirnya ya, teman-teman! Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa kembali melanjutkan menulis cerita ini! 

Untuk saat ini, karena sudah tengah malam, aku tidak akan terlalu banyak bercuap-cuap, tetapi intinya, aku senang sekali bisa kembali ke sini. 

HAYOOOO, siapa yang kemarin nebak kalau Felix bakalan dansa dengan Irsia, tunjuk tangaaaaan! 

Aku akan tidur dan mempersiapkan diriku lebih baik di esok hari. Mohon doakaaan! 


Untuk fanart, karena memang sudah cukup lama, ada banyak yang hilang, hiks. 

Jika kalian punya fanart yang sudah kalian kirimkan kepadaku dan belum sempat aku post di sini, sudikah kiranya untuk mengirimkannya sekali lagi padaku? 

Terima kasih banyak! 


BTW karena cerita ini ikut MARATHON WRITING MONTH, aku akan publish ini lebih sering di bulan ini. AKU TIDAK MAU YARE-YARE! 

Bye-bye! 


Cindyana H 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro