Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

82. Malam Panjang Lain Felinette De Terevias

"Bukankah kau bilang kau suka kejutan?"

***

"Apa kau mendengarkanku?" tanya Pangeran Felixence dengan raut wajah serius.

Di sisi lain, Luna sebagai lawan bicaranya malah sibuk melihat ke luar jendela, takjub dengan barisan kereta kuda yang tampak ramai dari kejauhan. Karena melewati sungai buatan, kini semua cahaya itu juga turut memantul dari refleksi air.

"Iya, aku mendengarkan," jawab Luna tanpa beralih pandang dari jendela.

Pangeran Felixence menghela napas. "Seperti yang kukatakan tadi, akan ada banyak bangsawan dari Negeri Seberang yang akan datang. Kabar tentang kebangkitan kekuatanmu sudah menyebar, jadi kau tidak perlu menjelaskan apapun kepada mereka."

Sempat ada keheningan panjang, ketika Luna memutuskan untuk menatap balik ke arah sang pangeran yang entah mengapa kelihatannya begitu berat menunggu malam ini tiba.

Setelah menunggu beberapa saat, Pangeran Felixence kembali membuka suara.

"Feline, kau sudah dewasa sekarang," sahut Pangeran Felixence.

"Iya, memang," balas Luna singkat.

"Sebelum kau melakukan sesuatu, pikirkan apa yang akan terjadi ke depannya."

Pembicaraan ini pasti merujuk pada keinginan terdalam Luna untuk meninggalkan istana. Mereka memang tidak pernah membahasnya lagi sejak saat Pangeran Felixence mengetahuinya, tetapi Luna tahu tidak mungkin pemuda itu hanya akan berdiam diri dan menunggu peluang itu datang.

"Pikirkan perasaan Ayah dan seluruh Negeri Terevias yang akan kehilanganmu. Semuanya begitu mencintaimu."

Ya, tunggu sampai mereka tahu kebenarannya dan Pangeran Felixence akan memahami alasannya menginginkan kebebasan itu.

Pangeran Felixence melanjutkan, "Pikirkan perasaan kakakmu kehilangan adik satu-satunya."

JLEB. Hati Luna begitu terluka mendengarnya karena alasan lain, tapi ia tetap mengatup bibirnya rapat-rapat, diam mendengarkan nasihat yang sebenarnya tidak seberarti itu jika dunia tahu kebenarannya.

Mungkin Raja Finnebert dan Pangeran Felixence akan menerimanya sepenuh hati sebagaimana yang semestinya. Namun, selain daripada itu, tidak akan ada siapapun yang menerimanya. Kenyataannya memang seperti itu, Luna tidak perlu lagi memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain.

"Hari ini Ayah akan mengumumkan tentang kekuatanmu kepada semuanya. Kita harus membenarkan kabar yang telah menyebar," terang Pangeran Felixence.

Membenarkan kabar, seolah semua itu memang benar.

"Di akhir pengumuman nanti, kau akan diminta untuk menyalakan semua penerang yang ada di dalam ruangan," ucap Pangeran Felixence yang membuat Luna tanpa sadar melebarkan matanya.

Tunggu, tunggu, tunggu, mengapa mereka memerintahkannya untuk menggunakan kekuatannya tanpa mendiskusikan ini terlebih dahulu? Di titik ini, Luna bahkan tidak tahu harus menghindar dengan alasan apa.

Namun, semua kegelisahan itu langsung disadari oleh Sang Kakak.

"Tenang, Feline. Aku akan membantumu menyalakannya. Kami memang sudah berdiskusi sebelumnya. Kau masih belum ada di kondisi yang baik untuk menggunakan kekuatanmu," jelasnya.

Luna mengerutkan keningnya, "Tapi, bukankah ... itu sama saja dengan membohongi mereka semua?" dan itu yang kulakukan sejak awal. Luna bingung juga apakah dirinya berhak untuk memiliki keraguan untuk melakukan kebohongan lain.

"Hm? Kita tidak berbohong. Aku hanya mewakilimu melakukan tradisi Kerajaan Terevias ketika kita mengumumkan kekuatan. Kau belum belajar apapun tentang pengendalian mana dan sihir. Oh, dan sekadar informasi, Ayah dulu juga mewakiliku ketika aku menunjukkan kekuatanku untuk pertama kalinya," terang Pangeran Felixence.

Luna sebenarnya agak terkejut dengan pernyataan itu. "Benarkah?"

Pangeran Felixence memberikan anggukan. "Aku yakin malam ini kau akan mendapatkan perhatian yang begitu besar. Kau tidak perlu membuktikan apapun lagi."

Luna tidak perlu membuktikan apapun mengenai kekuatannya, karena Kuil Agung telah mengumumkan kebangkitan kekuatan dari Putri Felinette.

Apa hanya itu? Entah mengapa Luna mulai merasa janggal. Semua hal yang dilaluinya terasa begitu mudah, padahal Luna sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk untuk memberikan penjelasan. Namun sepertinya semua itu tidak lagi diperlukan.

"Jangan khawatir, aku dan Ayah sudah mempersiapkan semuanya."

"Apa karena mempersiapkan ini, aku tidak melihat Kakak belakangan ini?" tanya Luna.

Rasanya tidak mungkin Pangeran Felixence 'kepayahan' untuk melakukan hal dasar sebatas menyalakan penerangan satu ruangan. Itu bukan hal yang harus ia siapkan dengan giat sampai memakan waktu berminggu-minggu.

"Oh, aku juga mempersiapkan hal lain."

"Apa itu?"

"Bukankah kau bilang kau suka kejutan? Lihat saja nanti." Pangeran Felixence tersenyum misterius.

Luna penuh dengan pertanyaan di kepalanya. Ucapan Pangeran Felixence seolah akan ada kejutan yang menantinya malam ini.

*

Keadaan aula istana lebih redup daripada yang terakhir Stella ingat saat ia mendatangi Istana Selatan pertama kalinya ketika dua tahun yang lalu. Masih ada beberapa penerangan yang membuat Stella bisa melihat keadaan di sekitar. Ada banyak kerumunan yang berkumpul, berjalan pelan dan berusaha beradaptasi dalam keadaan yang redup.

Stella berusaha menyamakan langkah dengan Regdar, tidak ingin menginjak kaki bangsawan lain yang juga berbaris di antara mereka.

"Mengapa gelap?" bisik Stella, bertanya kepada Regdar.

"Sepertinya akan ada pelaksanaan tradisi kerajaan," balas Regdar.

Stella tidak keberatan jika harus gelap-gelapan seperti ini hingga selesai, tapi jika keadaannya seperti ini, bagaimana caranya dia bisa menemukan Rayward nantinya?

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk terjebak dalam situasi seperti itu, karena ada beberapa lilin di sekitar mereka yang menyala dan memberikan penerangan. Stella tidak tahu bagaimana bisa ada lilin yang dinyalakan secepat itu, tetapi kini keadaan di sekitar aula agak lebih terang dibanding sebelumnya meski masih redup.

"Irsiabella, Ayah akan ke sana sebentar bersama dengan Tuan Dalton." Regdar menunjuk ke salah satu kerumunan yang tampaknya bukan bangsawan Negeri Terevias. "Kau ... mau ikut?"

Meskipun bertanya, tetapi nadanya penuh dengan keragu-raguan, membuat Stella diam-diam memahami ketidaknyamanan pria itu.

"Aku di sini saja dengan Svencer dan Kak Arlina," jawab Stella.

Regdar tampak begitu lega mendengar perkataan Stella. "Baiklah. Kita akan bertemu lagi ketika dansa pertama."

Usai kepergian Regdar, Svencer yang daritadi berdiri di belakang Stella pun akhirnya berceletuk, "Kudengar, dia pemilik tambang mineral terbesar di Utarius."

Stella menaikkan sebelah alis, "Sejak kapan kau tertarik dengan latar belakang orang lain?"

Svencer langsung melirik Arlina yang memilih untuk tidak menengok ke arah dimana orangtua mereka berada.

"Kak Arlina, mau menjelaskan sendiri atau aku saja yang menjelaskan?"

Stella kini gantian beralih menatap ke Arlina yang mengibas-ngibaskan tangan, tidak peduli apapun keputusan yang diambil Svencer. Merasa mendapatkan jawaban yang positif, Svencer langsung memberikan jawaban.

"Beberapa minggu yang lalu, beliau mengirimkan surat yang intinya adalah untuk menjelaskan maksudnya ingin mempersunting Kak Arlina."

Stella tidak tahu harus merespons seperti apa, "Wow."

"Mungkin saja kau juga mendapatkan suratnya, siapa yang tahu?" Svencer menaikkan sebelah bahu. "Mengingat sepertinya dia ingin menikahi perempuan terpelajar dari Terevias."

"Aku tidak tahu, tapi terima kasih," ucap Stella.

Secara tidak langsung, Svencer sebenarnya sedang memujinya, kan?

"Kalian bersama lagi, seperti biasa." Violene Veilor mengintrupsi entah darimana.

Stella tidak bisa berhenti merasa déjà vu. Apakah setelah ini Violene akan meledek mereka berdua lagi? Atau malah memamerkan siapapun teman dansanya kali ini?

"Selamat sore, Nona Veilor," sapa Svencer dengan sopan—terlepas dari wajahnya yang datar.

Tapi tentu, sikap Svencer masih sangat baik karena selalu menyapa orang-orang yang baru bergabung dalam percakapan. Stella sendiri tidak berminat untuk memberikan sapaan, mengingat Violene sendiri juga tidak pernah benar-benar memberikan sapaan yang baik.

"Sedaritadi aku menebak dalam gelap, apakah ini aroma Golden Sun?" tanya Violene.

Lagi dan lagi. Seolah hanya ada parfum yang bernama Golden Sun di dunia ini.

"Bukan, tenang saja," balas Stella.

"Untungnya kita hanya gelap-gelapan sebentar. Tadinya aku sempat khawatir ada orang iseng yang mungkin memanfaatkan kesempatan untuk melakukan hal buruk, tapi aku lega karena ingat yang berdiri di belakangku adalah seorang Svencer Dalton."

Hm? Apakah kali ini Violene berencana mencari masalah dengan Svencer? Bukan dengannya?

"Oleh karena itu, Nona Veilor tidak perlu khawatir. Hal buruk yang Anda waspadai tidak akan pernah terjadi," balas Svencer dengan nada rendah, tetapi juga tegas.

Violene langsung berdeham, lalu beralih pandang ke Stella. Tampaknya kali ini dia memilih opsi lain untuk mengganggu Stella.

"Jadi, apakah Nona Ravelsa akan berdansa dengan Svencer lagi?" tanyanya.

"Jika Svencer mengajakku lagi, aku tidak akan keberatan," jawab Stella.

"Nona Ravelsa, Anda sudah menerima ajakan seorang pemuda untuk berdansa, jadi kali ini saya tidak akan menginterupsi," sahut Svencer dengan bahasa formal.

Stella hampir saja mengucapkan kontra atas perkataan Svencer dengan sifatnya dua tahun lalu, sebelum akhirnya ia teringat momen ketika pertama kali Dayward mengajaknya berdansa dulu. Setelah dipikir-pikir, waktu itu Stella tidak memberikan jawaban kepada pemuda itu. Mungkin karena itu, Svencer berinisiatif mengajak Stella berdansa lebih dulu.

"Oh ..., padahal aku bisa berdansa beberapa kali," ucap Stella menyayangkan.

"Hargailah waktu dan tenaga Anda, karena akan ada banyak pemuda yang mengajak Nona berdansa nanti." Entah mengapa, perkataan Svencer kali ini sedikit membuat sifatnya mirip dengan Regdar.

"Kau akan berdansa dengan Tuan Dayward Whistler?" Violene menghela napasnya, "Sudah kubilang kepadamu, Nona Ravelsa. Mungkin ada baiknya kau mempertimbangkannya di masa depan."

Violene bukan menebak, tetapi mungkin dia juga ragu tentang siapa yang mengajak Stella berdansa sebelum pintu terbuka tadi.

"Terima kasih lagi atas sarannya, Nona Veilor. Untuk hal-hal seperti itu, tentu akan kupikirkan dengan matang." Stella tersenyum.

Violene memberikan senyuman balik. Merasa bahwa tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan lagi dengan Violene, Stella beralih pandang kembali ke Svencer.

"Jadi, apa kau memiliki teman dansa, Svencer?" tanya Stella.

"Sven akan berdansa denganku," balas Kak Arlina.

"Sebenarnya, kita tidak wajib berdansa, bukan?" tanya Svencer, yang kemudian melirik ke arah kerumunan dimana orangtua mereka berada saat ini. "Dan sepertinya tahun ini aku tidak perlu berdansa denganmu, Kak."

"Kau yakin? Jika sampai dia tahu kau tidak memiliki pasangan dansa, kalian pasti akan berdansa malam ini," ujar Arlina.

"Dia siapa?" tanya Violene.

Mereka bertiga terdiam dan kembali menatap ke putri Count Veilor. Rupanya dia masih ada di sana. Bukankah seharusnya urusannya sudah selesai?

Untungnya, Stella cepat memahami keadaan.

"Oh, gadis yang kau ceritakan waktu itu, ya? Kau harus menolaknya dengan tegas jika tidak ingin ada kesalahpahaman," jelas Stella, sedikit merasa unggul karena berhasil menceramahi Svencer.

"Aku tidak mau mendengarkan saran dari seseorang yang bahkan tidak bisa menolak dengan benar," jawab Svencer tak kalah sengit. "Bukankah memalukan untuknya jika aku menolak tawaran dansanya? Lebih baik aku terus menghindar sampai malam ini berakhir, jadi dia tidak perlu memberikan ajakan."

"Tapi itu tindakan yang itu tidak terpelajar."

Perkataan itu dikeluarkan dari seseorang yang terus menerus direferensikan oleh pencipta makna itu sendiri. Violene Veilor mengucapkannya dengan enteng, seolah sebutan itu tidak pernah ditujukan untuknya.

Dan pertanyaan yang masih mengganjal di sini hanya satu: mengapa Violene Veilor masih di sini?

Sepertinya Svencer juga ingin menolak mendengarkan saran dari si Tak Terpelajar itu sendiri, tetapi mungkin karena pemuda itu merasa bahwa tindakannya memang tidak etis, dia tidak membantahnya sama sekali.

"Terima kasih telah menyadarkanku, Nona Veilor. Aku akan menerima apapun yang terjadi nanti dengan lapang dada sebagai seorang laki-laki."

Violene mengerutkan kening, "Apa kau benar-benar murid terpandai di Akademi?"

"Apakah itu sebuah pertanyaan? Nona Veilor bahkan berada di akademi yang sama denganku."

Kerutan kening gadis itu semakin dalam. "Menerima keadaan dengan lapang dada apanya? Bukan itu maksudku."

Arlina menyikut lengan Stella, sebelum akhirnya berbisik pelan. "Apa hanya aku yang merasa bahwa dia sedang mengajak Svencer berdansa?"

"Sepertinya iya, tapi dia agak sulit ditebak, jadi entahlah."

Tak lama kemudian, Nyonya Dalton tampak mengibaskan tangan, memberikan kode kepada Arlina untuk datang menghampiri. Senyuman berserinya tak dapat disembunyikan, membuat Arlina menghela napas lelah.

"Sven, kurasa—" Arlina menghentikan kata-katanya ketika melihat adiknya itu masih berdebat tanpa arah dengan Violene. "Ah, sudahlah. Aku pergi ke sana dulu ya, Irsiabella. Mereka sudah memanggilku."

"Baik, semoga beruntung, Kak," balas Stella.

Setelah debat tanpa adanya kesimpulan, Violene akhirnya mengakhiri perdebatan dengan meninggalkan Stella dan Svencer. Pemuda itu masih bingung dengan logika yang dilampiaskan Violene dan hanya butuh waktu beberapa saat bagi Svencer untuk menyadari hilangnya kakaknya.

"Kak Arlina kemana?"

Stella menunjuk keberadaan Arlina dengan dagunya. Melihat keadaan dari kejauhan, sepertinya mereka sedang memperkenalkan Arlina kepada orang asing itu. Tentu, mengingat Arlina cukup paham dengan segala tata krama, Stella tidak mampu melihat adanya raut keterpaksaan dari wajah ramahnya.

"Apa kau sedang berpura-pura tidak tahu?" tanya Stella.

Svencer yang sedaritadi memperhatikan Arlina pun teralihkan perhatiannya.

"Apanya?"

Oh, dia benar-benar tidak tahu maksud kedatangan Violene. Namun, tentu itu bukan urusan Stella untuk menjelaskannya. Mungkin saja tahun ini Violene tidak memiliki teman dansa sehingga ia mencari opsional lain.

"Selamat malam, Tuan Muda Whistler."

Sapaan dari Svencer langsung mengalihkan perhatian Stella yang kosong. Melihat bagaimana model pakaian yang dikenakan pemuda ini berbeda dengan yang menyapa sebelumnya, sepertinya yang menghampirinya saat ini adalah Dayward.

"Malam, Svencer." Dayward mengalihkan pandangannya kepada Stella, lalu tersenyum amat lebar. "Selamat malam, Nona Ravelsa. Lama tidak berjumpa denganmu."

"Selamat malam, Tuan Muda Whistler," sapa Stella sembari membalas senyum.

Hanya melihat manik hazel milik Dayward, Stella bisa melihat begitu banyak letupan bunga-bunga berterbangan di sekitar Dayward.

Stella tidak tahu harus bersikap seperti apa di depannya. Bukan karena ia merasa gugup karena telah menyadari perasaan Dayward sejak awal, tetapi Stella kini tidak tahu ia harus bereaksi seperti apa setelah dirinya tahu tentang kejadian buruk yang seharusnya menimpa Dayward di cerita The Fake Princess.

Tentu, Stella juga tidak ingin pemuda ini mengalami nasib yang sama. Andai Stella tahu, ia juga pasti akan berusaha membelokkan alur Dayward, sebagaimana yang dilakukan Rayward.

Tapi, Rayward bilang kepadanya bahwa ia belum melakukan apapun untuk membelokkannya.

Jadi ... siapa?

Senyuman Dayward melembut, ketika ia sadar bahwa Stella fokus memperhatikannya. "Nona Ravelsa, apakah kau tahu kalau kau bersinar paling terang di sini?" tanya Dayward.

Stella mendadak jadi waspada. Ia tidak tahu apakah Dayward sedang serius dengan kata-katanya atau memang itu hanyalah gombalan yang dibuat pemuda itu. Tentu, Stella berharap itu hanya gombal, karena Stella tidak ingin kekuatannya muncul secara tidak sengaja dan benar-benar menjadi 'bintang' di sini.

Stella tertawa hambar. "Tuan Muda Dayward terlalu memujiku."

"Apakah masih sempat jika aku mengajakmu berdansa, Nona Ravelsa?" tanyanya dengan penuh harapan.

"Tentu saja," jawab Stella.

"Tapi Anda bukan yang pertama," ucap Svencer. "Dan tentu saja juga bukan aku."

Dayward langsung menjelaskan dengan murung. "Tadinya aku ingin mengajakmu sebelum kita masuk ke istana, tetapi mendadak ada panggilan dari pasukan penyihir kerajaan. Jadi aku harus ikut berkumpul terlebih dahulu."

Pasukan penyihir kerajaan.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Stella mendengar tentang pasukan itu. Sekarang, Dayward resmi menjadi bagian dari pasukan penyihir kerajaan. Itu mungkin hal yang baik. Namun, Stella ingat betul bahwa sebagian besar oknum pasukan itulah yang dulunya paling menentang keberadaan Felinette sebagai seorang putri tanpa kekuatan. Jadi, Stella agak campur aduk dengan hal itu.

"Apakah ada masalah?" tanya Stella, agak khawatir.

Svencer langsung berdeham. "Nona Ravelsa, sebagai bagian dari warga sipil, kita tidak berhak ikut campur."

Dayward langsung tertawa. "Svencer, kau jangan kaku begitu. Ini bukan hal yang serius, sebab semua pasukan penting kerajaan dipanggil demi kelancaran acara hari ini."

"Sebagai teman yang baik, aku hanya tidak ingin Nona Ravelsa terkena masalah," sahut Svencer.

Belakangan ini Svencer tidak malu-malu mengakui Stella sebagai teman. Mungkin Stella harus merasa senang.

"Karena itu, kau berdiri di sini untuk menjaga Nona Ravelsa dari orang-orang yang mungkin bisa membuat masalah?" tanya Dayward.

Begitu Dayward mengatakan begitu, barulah Stella memperhatikan sekelilingnya, mencoba untuk fokus melihat orang-orang dalam keredupan yang ada. Di sana, ia lagi-lagi baru sadar bahwa ia menjadi pusat perhatian lagi, entah sejak kapan.

"Jangan membuat kesalahpahaman, Tuan Muda Whistler," ucap Svencer dengan nada rendah.

"Ya, Sebenarnya Svencer berdiri di sini untuk menjaga dirinya sendiri," balas Stella.

"Jangan membuat kesalahpahaman, Nona Ravelsa," ulang Svencer lagi.

Sebelum ada lebih banyak kekacauan dari berkumpulnya mereka, Regdar datang menghampiri. Dan kini tentu benar-benar berdiri di sana untuk menjaga Irsiabella dari orang-orang yang mungkin menyebabkan masalah.

***TBC***

Jumat, 24 Maret 2023

Paws' Note

2500 kata!

Susah banget mau bikin TBC-nya~~~

Aku ingin update secepatnyaaa aaaaaaaa

BTW selamat menjalankan puasa untuk yang sedang menjalankan~ Jangan bolong jika tidak terpaksa, yaa~~

Maaf ya karena baru sempat update. Tenang saja, selama aku tidak update, aku sedang berusaha mencicil sesuatu yang memang harus kuselesaikan (((tapi bukan hutang, plis)))

Dan besar harapanku untuk bisa update sebisaku selama bulan ini. Entah itu di cerita ini atau dicerita lain.

Fanart hari ini dari dyana_h

See you again!!!!

Cindyana H

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro