81. Malam Panjang Lain Irsiabella Ravelsa
"Panggil aku seorang Pendendam, aku tidak peduli.
Aku tidak akan memaafkan siapapun yang melukaimu."
***
"Jangan bilang kau menggunakan parfum yang diberikan Tuan Muda Whistler." Itu perkataan pertama Regdar ketika mereka memasuki kuda kencana mereka. Pria itu pasti menyadari aroma asing yang baru dari putrinya.
Stella refleks tertawa. Ia sontak mengeluarkan sebotol parfum berwarna ungu. Itu parfum yang Stella terima dari Aurorasia di surat terakhir mereka. Itu juga parfum yang sama dengan parfum yang akan digunakan oleh Aurorasia dan Putri Felinette.
Mereka bertiga sudah sepakat untuk menggunakan parfum yang sama untuk pesta ulang tahun Raja Finnebert hari ini.
Aroma bunga-bunga yang menguar dari tubuhnya sangat mewakilkan perasaannya saat ini. Bayangkan saja, pertama kalinya ketika mereka bertemu di istana, mereka semua belum saling mengenal dan bukanlah siapa-siapa, tetapi saat ini mereka bertiga akan segera mengumumkan persahabatan mereka lewat parfum itu.
"Apa ini? Apa mereka memberikanmu parfum baru?" tanya Regdar dengan nada horor.
"Ini dari Aurorasia Swanbell," balas Stella.
Wajah Regdar agak melunak. "Ayah senang kau memiliki teman sepertinya, tapi ..."
Stella terdiam sejenak, "Apakah aku tidak boleh berteman dengan putri seorang Duke?"
"Ayah tidak bilang tidak boleh," jawab Regdar.
"Aurorasia Swanbell tidak seperti kedengarannya. Apakah Ayah bahkan masih mempercayai rumor-rumor lama yang sudah basi?"
"Irsiabella, Ayah tidak melarangmu berteman dengannya, sama sekali tidak. Ayah hanya tidak ingin kau kecewa, karena bagaimanapun juga status akan menjadi batasan untuk siapapun. Mungkin kau belum bisa memahami apa yang Ayah katakan saat ini, tetapi kau akan mengerti."
"Aku mengerti," balas Stella dengan tenang. "Ayah tidak perlu khawatir."
Stella memahami pemikiran Regdar, sangat. Namun, ia ingin lebih fokus dengan masa kini, bukan dengan masa depan yang bahkan masih belum diketahuinya. Stella belum bilang bahwa Putri Felinette juga akan terlibat dengan parfum ini. Entah bagaimana wajah Regdar nanti jika mengetahuinya. Namun, seharusnya tidak akan ada masalah. Siapapun itu, apapun gelar bangsawannya, asalkan orang itu bukan laki-laki, maka Regdar tidak akan terlalu mempermasalahkannya.
"Kau membawa sarung tanganmu?" tanya Regdar.
"Itu serius, ya?" tanya Stella balik.
"Bagaimana jika tahun ini akan ada lebih banyak orang yang mengajakmu berdansa?"
Hal seperti itu bisa saja terjadi, mengingat sudah berapa banyak surat dari pengagum rahasia yang Stella terima sejak ia bergabung dengan Akademi Publik. Stella pikir ia telah dilindungi oleh berbagai perisai, tetapi semuanya semakin parah sejak kedua Whistler dinyatakan lulus.
Stella telah memutuskan untuk mencari cara untuk keluar dari aula istana lagi setelah berdansa dengan beberapa orang seperti sebelumnya. Itu mungkin cara terbaik untuk menyelamatkan kedua kakinya.
Jika beruntung, ia bisa mengobrol dengan Putri Felinette hari ini. Dan yang harus Stella pastikan hari ini adalah ia harus berbicara lebih banyak lagi dengan Rayward, secara rahasia tentunya.
Perjalanan ke istana masih membuatnya begitu antusias. Perasaan itu masih sama seperti ketika pertama kalinya Stella berharap akan bertemu dengan Putri Felinette. Awalnya Stella sudah merasa yakin bahwa hubungan mereka berdua sudah lebih dekat, tetapi nyatanya Putri Felinette belum pernah membalas suratnya lagi sejak ia menyelesaikan akademi.
Mungkin ia sibuk, pikir Stella awalnya.
Namun, ada sedikit keraguan yang muncul ketika Stella mencoba mengingat ekspresi wajah Putri Felinette terakhir kalinya. Tepatnya, ketika mereka berdua saling berpandangan sewaktu berada di dalam Kolam Agung saat sedang menunggu bantuan datang.
Tatapan mereka saling terkunci, tapi tidak ada yang membuka pembicaraan. Stella tidak mungkin bisa memahami isi pikiran orang lain hanya dengan bersitatap, ia tidak punya kekuatan seperti itu.
Sebenarnya, waktu itu Stella masih berusaha mencerna kejadian di Kuil Agung, memikirkan bahwa alur The Fake Princess bisa saja terjadi akibat kelalaiannya. Atau mungkin perkataan Rayward memang benar, bahwa ada orang lain yang juga turut berpartisipasi menggerakkan alur.
Putri Felinette.
Stella mengepalkan tangannya erat-erat. Entah bagaimana caranya, tetapi Stella harus bisa mencari tahu. Jika ia mendapatkan kesempatan, Stella tidak akan menyia-nyiakannya.
Barisan kereta kuda tampaknya lebih ramai kali ini dibandingkan tahun lalu. Sudah bisa dipastikan bahwa tahun ini pihak kerajaan mengundang lebih banyak orang. Stella bahkan bisa melihat ada lambang keluarga lain yang tidak pernah dilihatnya, mungkin saja bangsawan dari negeri tetangga.
Masih sama seperti yang dilihat Stella sebelumnya, tembok raksasa yang menjulang tinggi di sekitar Istana Selatan membuatnya tampak seperti sebuah benteng. Sudah kedua kalinya melihat bentuk istana ini, Stella tidak bisa berhenti berdecak kagum.
"Apakah kau gugup?" tanya Regdar sembari mengulurkan tangan, menawarkan bantuan untuk menuruni kereta kuda. Seperti biasa, Regdar akan mempertanyakan keadaan putri semata wayangnya lebih dulu.
Stella menggeleng. Ia tidak lagi merasa gugup sebagaimana yang ia rasakan ketika pertama kali ia datang ke Istana.
"Masih ingat pesan Ayah?" tanyanya lagi.
"Jangan menarik perhatian," balas Stella sambil menghela napas pelan-pelan. Apa yang bisa ia lakukan selain menjawab itu?
Masalahnya, di saat bersamaan ketika mereka berdua membicarakan itu, Stella menyadari bahwa dirinya sudah menjadi pusat perhatian kembali sejak ia turun dari kereta kudanya. Sejatinya perubahaan itu hanya akan berlangsung selama beberapa saat. Stella yakin, setelah ada bangsawan lain yang datang, perhatian itu tidak akan menjadi miliknya lagi.
Baru berjalan beberapa langkah menuju pintu Istana Selatan yang masih tertutup, Stella bisa melihat keluarga Dalton yang sudah menunggu dengan pakaian berwarna dominan keluarga mereka: biru navy. Mereka memang disiplin dan hampir selalu datang lebih awal daripada jadwal yang ditentukan.
"Selamat sore, Tuan Ravelsa,"
"Selamat sore, Tuan Dalton, Nyonya Dalton," sapa Stella dan Regdar bersamaan.
Stella melirik ke arah Kak Arlina yang sudah melambai-lambaikan tangannya dengan anggun, sementara Svencer hanya melirik sekilas sebelum akhirnya berpura-pura tidak melihatnya.
"Selamat sore, Kak Arlina." Stella ikut membalas dengan lambaian anggun, lalu beralih ke Svencer yang masih menolak untuk melihat ke arahnya. "Selamat sore, Tuan Muda Dalton."
Svencer langsung menengok ke arahnya. "Selamat sore, Nona Ravelsa. Kau sengaja, ya?"
Stella hanya tersenyum, tidak ingin menjawab Svencer yang bernada ketus seperti itu. Pokoknya, mulai saat ini, sebagaimana ketus dan sinisnya Svencer memperlakukannya, Stella tidak akan terpengaruh. Svencer adalah pemuda baik yang bersedia menolong orang lain dengan tulus.
Stella masih terharu dengan tindakan Svencer yang bersedia melompat untuknya di Kuil Agung meskipun ia tidak tahu konsekuensi apa yang akan diterimanya. Terlepas dari fakta bahwa Svencer tidak mengingat kejadian itu, Stella tetap akan menghargainya.
Svencer mengerutkan keningnya heran. "Kenapa kau tersenyum? Gadis bangsawan yang tersenyum tanpa alasan biasanya gi—" Svencer menghentikan kata-katanya. Stella bisa merasakan bahwa akan ada satu-dua patah kata yang kurang terpelajar akan keluar dari pemuda itu. "—cenderung dianggap berbeda."
"Kau masih saja bersikap seperti itu, menganggap Irsiabella sebagai sainganmu," keluh Arlina.
"Kami berteman baik, kok," balas Stella sambil tersenyum.
"Jangan tersenyum seperti itu, kau membuatku takut," ucap Svencer, berpura-pura melindungi bulu kuduk lengannya.
"Aku lelah harus terus menasehatimu di saat umurmu sudah dinyatakan dewasa," gumam Arlina.
"Bicara tentang umur anak kita yang sudah dewasa—" Nyonya Dalton mengeluarkan kipas kainnya, menutup setengah wajahnya dari orang-orang yang mungkin bisa membaca gestur bibirnya. "Tuan Ravelsa, kami sudah mencari beberapa daftar nama bangswan dari negeri seberang yang datang malam ini. Tidak semuanya, tetapi mungkin kau mau melihatnya untuk putrimu?"
Stella langsung melirik canggung ke arah Arlina dan Svencer yang ternyata hanya menggeleng pasrah, lalu melirik ekspresi Regdar yang tak kalah paniknya.
"Irsiabella masih muda. Lagipula, harapan terbesarku adalah kebahagiaannya, aku akan membiarkannya memilih calon pendampingnya sendiri," ucap Regdar, meskipun sebenarnya tidak terlalu meyakinkan.
"Meskipun jika ternyata nanti putrimu akan memilih orang yang tak berstatus? Kau tidak akan peduli?" pancing Nyonya Dalton.
Regdar belum sempat menjawab, karena Tuan Dalton lebih dulu menyela pertanyaan istrinya sendiri, "Mengapa harus jauh-jauh ke negeri seberang? Mengapa tidak di negeri sendiri? Bisa saja kita tidak sengaja melewatkan kandidatnya."
Mereka bertiga menoleh ke arah anak-anak mereka secara bersamaan, membuat Stella dan Svencer tersentak begitu menyadari maksud Tuan Dalton.
"Tidak, terima kasih," balas Svencer dengan cepat.
"Tapi Nona Ravelsa memenuhi kualifikasi yang kau tentukan; cerdas, anggun, berwibawa, terpela—"
"Tidak, tidak, tidak, terima kasih!" Svencer menolak dengan tegas.
Bukan Stella yang memberikan tawaran itu, tetapi malah Stella yang merasa telah ditolak mentah-mentah.
"Kami berdua berteman baik." Stella mengulangi kalimat yang sama dan kali ini tidak menyangka bahwa Svencer akan mengiyakan perkataannya.
"Ya, bisa dikatakan begitu." Svencer mengangguk-anggukan kepalanya setuju.
Kecanggungan akhirnya bisa dihentikan untuk sementara waktu setelah ada pernyataan teman baik garis keras. Stella yakin, mereka bisa saja membahasnya kembali di masa depan. Stella menghabiskan waktunya untuk mendengarkan curhatan Arlina yang mengatakan bahwa 'pembahasan' itu semakin sering dibicarakan oleh kedua orangtuanya. Padahal jika dihitung, tahun ini Arlina baru menginjak 19 tahun.
Di tengah curhatan Arlina, Stella samar-samar melihat wajah Dayward / Rayward yang membelah kerumunan. Ketika mereka saling bertukar pandang, Stella melihat kelegaan dari wajah itu, membuat kesimpulan bahwa dia memang sudah mencoba menemukan Irsiabella.
"Apa hanya aku yang merasa déjà vu?" tanya Svencer dengan wajah datar.
Iya, aku juga.
"Selamat sore, Tuan Muda Whistler."
Semuanya menyapa kedatangan putra Whistler. Stella masih belum yakin apakah Whistler yang ada di depannya adalah Dayward atau Rayward. Seperti biasa, ia masih memerlukan waktu untuk mencerna siapa yang sedang berbicara dengan mereka.
"Selamat sore, Tuan dan Nyonya Dalton. Selamat sore, Tuan Ravelsa," sapa pemuda itu, lalu beralih ke putra-putri Viscount di depannya. "Selamat sore, Nona Ravelsa, Nona Dalton dan Svencer."
Keheningan berlangsung selama beberapa saat, ketika Svencer menyadari bahwa orang itu melihat ke arahnya.
"Sekadar informasi, aku tidak mengiringi Nona Ravelsa. Kami bisa bertemu karena berbaris di barisan para Viscount yang terhormat," jelas Svencer.
Astaga, aku benar-benar merasa déjà vu!
Stella hanya bisa memaksakan senyum. Apakah setelah ini Rayward akan datang untuk menyeretnya pergi lagi?
"Aku tidak mengatakan apa-apa, Sven."
"Karena sebelumnya—" Svencer menghentikan kata-katanya, lalu melirik sejenak ke arah Stella seolah meminta bantuan untuk menebak Whistler mana yang ada di depan mereka.. "Tidak, aku hanya refleks mengatakan begitu. Maaf bila Tuan Muda Whistler tersinggung dengan ucapanku."
Apakah wajah Svencer benar-benar memperlihatkan penyesalan? Tidak. Nyatanya, dia bisa mengucapkan kalimat itu dengan mudah tanpa harus mengubah ekspresi wajahnya, seolah ia memang sudah terbiasa melakukannya.
"Nona Ravelsa, apakah memungkinkan kita bisa berbicara lagi nanti?"
Stella menatap pemuda itu dalam diam. Bibirnya tidak terbuka, tetapi Stella bisa mendengarkan suara itu. Ia yakin, yang ada di depannya saat ini adalah Rayward dan ia baru saja menggunakan kekuatan telepati untuk berbicara dengannya.
Sebenarnya, Stella ingin langsung menjawab, tetapi ia takut melakukan kesalahan yang sama dengan Aurorasia tahun lalu. Ia belum pernah sekalipun mencoba untuk berkomunikasi dengan orang lain via telepati. Takutnya, alih-alih melakukan telepati, Stella mengumumkan kekuatannya secara tidak sengaja di hadapan orang-orang yang mampu mendengar suaranya.
Sadar bahwa Stella hanya diam dan tidak menjawab apapun, Rayward membuka suara, "Berkenan untuk berdansa lagi, Nona Ravelsa?"
Barulah Stella mengangkat kedua sisi kanan-kiri gaunnya. "Dengan senang hati."
Rayward hanya mengembangkan senyumnya, lalu pamit dengan kilat setelah bertukar kontak dengan orang-orang di sana setelah beberapa saat. Itu cukup singkat dan sangat wajar membuat kecurigaan bagi orang-orang di sekitarnya.
"Wah, Tuan Ravelsa, kau mungkin akan memiliki hubungan keluarga dengan Marquess Whistler," canda Tuan Dalton.
Regdar hanya melirik Stella sekilas, lalu memecah suasana canggung itu dengan tertawa hambar.
"Apakah itu Tuan Muda Rayward Whistler?" tanya Svencer.
"Mungkin?" jawab Stella.
"Jadi kau menerima tawaran dansa seorang pemuda tanpa tahu siapa dirinya?" Svencer menggelengkan kepalanya dengan heran. "Begini ya, Nona Ravelsa, sebagai seorang gadis bangsawan, kau harus—"
Stella tahu, Svencer akan menceramahinya lagi dan lagi, tetapi kali ini kekesalan Stella masih dapat terkontrol dengan baik. Khotbah yang diberikan oleh Svencer sebenarnya sangat edukatif dan tidak ada salahnya juga bagi Stella untuk mendengarkannya.
Jadilah, selama menunggu pintu istana itu terbuka, Stella hanya mendengarkan ceramah Svencer dalam diam.
"Mengapa hari ini kau tampak—"
"Tampak?"
"Hari ini kau—"
Svencer menghentikan kata-katanya lagi. Entah mengapa, hari ini pemuda itu tampak lebih berhati-hati dalam mengucapkan tutur kata. Stella sendiri juga tidak yakin bahwa kalimat dari Svencer tidak akan jauh-jauh dari unsur sindiran.
"—aneh." Svencer buru-buru memperbaiki kata-katanya lantaran menyadari bahwa ia menerima tatapan tajam dari Arlina. "Maaf, tidak bermaksud buruk. Ini konteks 'aneh' yang janggal. Kau tampak tidak seperti biasanya."
"Hm? Memangnya biasanya aku bagaimana?" tanya Stella.
"Kau tidak sependiam ini," balas Svencer.
"Tidak, aku memang pendiam," sanggah Stella.
Svencer memutar bola matanya, menginsyaratkan ketidaksetujuannya. "Ya, ya, baik, si Nona yang paling pendiam."
Tak lama kemudian, pintu istana terbuka lebar. Stella tidak pernah tahu, kejutan apa lagi yang akan dihadapinya malam ini.
***TBC***
Selasa, 27 Desember 2022
Paus' Note
2000 kata lho ini ....
HAYO KIRA-KIRA KEJUTAN APALAGI YANG AKAN STELLA TRALALALA TRILILI?!
I mean, tiap ada acara besar pasti ada kejutan yang besar pula ahahahaha. Let's just wait, okayyyy? Xixixixixixi.
Oke, fanart hari ini dari diri sendiri yaaaaaa. dyana_h
Itu yang biru-biru ofc Felinette dongs~
Seperti biasa, full version gambar ini akan kuupload dua chap lagi. Chapter berikutnya full gambar Felinette.
See you again!!!
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro