80. Hal yang Pernah Diinginkan Irsiabella Ravelsa
"Mungkin, hari ini kau tidak bisa memahami alasanku.
Tetapi kau pasti akan memahaminya, suatu hari nanti.
Tidak perlu terburu-buru, karena kau akan mengerti.
Besok, atau lusa, atau kapanpun, juga adalah suatu hari."
***
"Apa kau pernah percaya dengan seseorang?"
Pertanyaan itu tiba-tiba dilayangkan oleh Stella kepada Wolverioz yang masih berusaha melepaskan jubahnya.
Stella tidak ingin berkomentar lebih jauh tentang kebiasaan yang dilakukan pemuda itu, tetapi Wolverioz selalu melakukan hal yang sama setiap mereka berjumpa. Ia akan melepaskan sarung tangan kulitnya dan menampakkan tangannya yang penuh dengan bekas luka karena berpedang, lalu melepas jubahnya dan menempatkannya di bahu Irsiabella. Hanya terus begitu, berulang kali, setiap mereka bertemu.
Awalnya Stella agak ngeri membayangkan ia harus menggunakan atribut Death Wave, tetapi lama kelamaan ia juga terbiasa. Mungkin saja, suatu hari nanti Stella akan memberikannya sebuah jubah yang lebih layak dan suci.
"Aku mempercayaimu," balas Wolverioz tanpa ragu.
Stella tertawa hambar. "Kau mengerti maksud pertanyaanku?"
"Aku mengerti dan aku selalu mempercayaimu sepenuhnya."
Stella tidak tahu harus takjub atau kembali mempertanyakan keseriusan dari kata-katanya. Oh, tapi tidak, Stella tidak akan memintanya mengulang kembali kata-katanya. Memalukan. Wolverioz bisa mengakuinya dengan mudah, tetapi Stella yang nantinya akan menanggung malu.
"Bahkan jika kau sudah mengarahkan pedang dan menusukkannya sampai menembusiku, aku akan tetap percaya—"
"Ekstrem sekali," gumam Stella sambil meremas kedua lengannya sendiri, mencegah agar dirinya jangan merinding karena kata-kata yang diucapkan Wolverioz.
"Apa kau merasa dingin?" tanya Wolverioz.
Mungkin lebih tepatnya, ngeri.
"Haruskah aku memberikanmu pelajaran hidup tambahan?" Stella menghela napas. "Jangan pernah mempercayai seseorang, sepenuhnya."
Wolverioz tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia hanya diam dengan alisnya yang bertaut menunjukkan bahwa ia tidak setuju dengan pendapat Stella.
"Kau tidak tahu semua hal tentang seseorang itu. Bagaimana jika ternyata dia bisa berakibat buruk dalam hidupmu? Bagaimana jika ternyata dia hanya memanfaatkanmu? Bagaimana jika dia tidak seperti yang kau pikirkan?"
Stella sedang menyindir Irsiabella terang-terangan, tetapi sebenarnya perkataan itu juga ditujukan untuk dirinya sendiri.
"Kau bersikap mencurigakan," komentar Wolverioz.
"Aku hanya mencoba berbagi pengetahuan," balas Stella.
"Kau seperti ini sejak kembali dari Kuil Agung." Wolverioz diam sejenak karena merasakan reaksi dari Stella, lalu kembali melanjutkan, "Ada sesuatu yang terjadi?"
"Kau belum mendengarnya? Kolam Kuil Agung mengeruh ketika bunga persembahan dijatuhkan. Saat itu keadaan menjadi kacau karena pemberkatan hampir dibatalkan. Untungnya, ada Putri Felinette—"
Stella menghentikan ucapannya, lalu menyadari bahwa dirinya tidak perlu mengarang sesuai dengan berita yang menyebar saat ini. Wolverioz tahu tentang kekuatannya, jadi setidaknya Stella bisa mengakui kebenaran yang sebenarnya cukup mengganggunya. Stella tidak bisa menceritakannya kepada Regdar dan hanya berbagi rahasia itu dengan Rayward membuatnya agak terganggu.
"Aku terjatuh."
Stella bisa melihat raut wajah Wolverioz yang menegang, ia langsung kembali melanjutkan ceritanya.
"Tapi, aku benar-benar tidak apa-apa. Kau juga tidak mendengarkan berita menghebohkan, bukan? Buktinya, aku masih di sini. Waktu itu, Putri Felinette juga terjatuh di saat bersamaan dan mereka semua mengira bahwa beliaulah yang menjernihkan Kolam Agung."
Wolverioz masih diam, menyimak setiap perkataan Stella.
"Berita baiknya, karena kejadian itu, para Pendeta Agung tidak bisa memeriksa satu persatu mana kami. Kekuatanku tidak terekspos," ucap Stella sambil memperlihatkan tangannya dengan riang. "Mereka juga melakukan ritual agar tidak ada siapapun yang bisa mengingat kejadian ketika aku terjatuh. Aku tidak akan terkena masalah."
Meskipun Stella masih merasa janggal, ia tetap berusaha untuk membuang semua keraguan di dalam dirinya. Stella meyakinkan dirinya bahwa ini adalah tindakan yang benar. Tidak ada penyesalan. Alur seperti inilah yang diinginkannya.
Wolverioz terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya bertanya, "Apakah itu berita baik?"
"Tentu saja! Aku tidak ingin kekuatanku terekspos," jawab Stella.
"Kau tidak ingin kekuatanmu terekspos?"
Stella membeku selama beberapa saat, lalu menatap Wolverioz dengan heran. "Mengapa aku harus menginginkannya? Bukankah kemarin kau bilang bahwa semuanya akan lebih baik jika kekuatanku tidak terekspos?"
"Jadi, kau tidak ingin kekuatanmu diketahui dan diakui?" tanya Wolverioz lagi. "Kau sama sekali tidak terganggu dengan fakta bahwa tidak ada satupun orang yang akan mengakuimu?"
Mempertahankan emosi itu ternyata lebih sulit daripada harus menyanggah keraguan yang dirasakannya sejak kejadian itu. Stella tidak ingin kekuatan Irsiabella terekspos, tetapi kejadian di Kuil Agung adalah suatu langkah awal yang seharusnya terjadi dalam hidup Irsiabella. Kini ia meragukan dirinya sendiri, mempertanyakan apakah dirinya pantas mewakili setiap perasaan Irsiabella.
Lagipula, belum tentu Irsiabella menginginkannya, kan?
"Apa aku tampak seperti menginginkan kekuatanku terekspos?" tanya Stella, mulai frustrasi.
Wolverioz juga tampaknya putus asa dengan pertanyaan itu. "Aku ... tidak tahu."
Stella tertawa hambar. "Kata seseorang yang baru saja bilang padaku bahwa ia mempercayaiku, sepenuhnya." Stella tidak tahu perasaan terkhianati seperti apa yang dirasakannya, tapi jelas itu bertentangan dengan kata-kata yang semula diucapkan Wolverioz.
Pemuda berambut perak itu menyipitkan mata, tetapi tidak membuat kedua manik merahnya tersembunyi. "Aku mempercayaimu. Hanya saja, tidak selamanya aku bisa mengerti apa yang kau pikirkan."
"Kupikir karena kita berteman lama, kau bisa mengerti bahwa semua ini tidak serumit yang kau pikir. Kau sangat mengenalku."
"Tidak semua hal seperti itu bisa kumengerti, Irsiabella. Pemikiranmu yang dulu dan sekarang, semua tujuan dan ambisimu ..., semuanya belum tentu sama." Wolverioz mengulurkan tangannya ke arah tudung yang dikenakan Stella, menaikkannya hingga menutup rambut hitam Irsiabella yang terurai dimainkan angin malam. "Kau yang saat ini-lah yang akan menentukan tujuan dan masa depan yang kau inginkan."
Stella yang mendengarkan hal itu dan juga mendapatkan perlakukan seperti itu dari Wolverioz pun membeku di tempat.
Tujuan seperti apa yang berbeda menurut pandangan pemuda itu?
Dugaan Stella agak menguat, ia mencoba menepis dugaan itu dengan sebuah pertanyaan.
"Apa aku pernah bilang padamu tentang hal yang kuinginkan?"
"Ya, dulu kau pernah bercerita," balas Wolverioz.
"Apa itu?"
Pertanyaan semacam itu tidak sepantasnya dipertanyakan oleh pemilik keinginan itu sendiri, tetapi Wolverioz tampak tidak keberatan menjawabnya atau bahkan mempertanyakan alasan Stella harus menanyakan itu. Stella sedang memainkan peran sebagai 'Irsiabella yang melupakan segala memorinya' dan ia pantas mencari tahu tentang dirinya sendiri.
Wolverioz menatapnya dalam. "Yang terpenting adalah apa yang kau inginkan saat ini. Dan apapun itu, aku akan tetap berdiri di sampingmu dan mendukungmu."
Stella benar-benar merasa déjà vu dengan kata-kata itu. Ia telah mendengarnya dari dua pemuda yang berbeda hanya dalam kurun waktu yang singkat.
"Oh, atau mungkin di belakangmu. Kau tidak suka aku di depan umum," koreksi Wolverioz. "Kau bilang, dengan demikian kau bisa memastikan bahwa tidak akan ada siapapun yang bisa menusukmu dari belakang."
Stella tidak ingat kapan dirinya pernah mengatakan demikian, tetapi bisa saja Irsiabella-lah yang dulu pernah mengatakan begitu. Jika Irsiabella pernah mengatakan begitu, sudah pasti Irsiabella juga sangat mempercayai Wolverioz. Masalahnya, Stella tidak bisa menyangkal dan juga mengiyakan perkataan yang bahkan tidak diketahuinya. Namun, Stella tahu, melanjutkan pembicaraan yang membuatnya tidak nyaman ini adalah salah satu cara untuk mengetahui siapa Irsiabella sebenarnya.
"Wolf ..., apa yang kuinginkan dulu?"
"Jika kau sudah tidak menginginkannya, kau tidak perlu lagi mencari tahu. Sekarang, apapun keinginan barumu, aku akan tetap mendengarkanmu."
"Kalau kau memang mendengarkanku, tolong jawab aku," pinta Stella.
Stella buntu. Setelah mendapatkan sedikit petunjuk tentang kejadian di dalam kisah The Fake Princess dari Rayward, perasaannya semakin menggebu-gebu ingin mengorek informasi sedalam-dalamnya tentang Irsiabella. Sekarang, kunci jawaban itu ada di depannya. Ia yakin, ada suatu hal penting yang tidak sengaja dilewatkannya dan Stella perlu tahu hal itu agar ia tidak membuat kesalahan yang sama—membelokkan kembali alur yang tidak diinginkannya.
Itu bisa saja terjadi, Stella hanya berusaha mencegahnya.
Wolverioz berbisik pelan dan menghindari kontak mata mereka dengan enggan, tampak tidak ingin melanjutkan pembicaraan. "Irsiabella ...."
Stella mengulurkan sebelah tangannya ke pipi kanan pemuda itu, memaksa manik merah itu untuk kembali menatapnya. "Ya, Wolf?"
Posisi itu memang sangat canggung, tapi juga menguntungkan. Stella bisa merasakan tangannya yang tadinya membeku mulai menghangat karena pipi Wolverioz yang mulai memanas. Pemuda itu masih menatapnya sayu, kali ini tidak mampu menghindari tatapan dari manik emas itu.
"Kau kedinginan?" Wolverioz hampir mengarahkan tangannya sendiri ke arah tangan Stella yang terulur, tetapi ia langsung mengurungkan niatnya.
Stella sadar, pemuda itu mengubah topik pembicaraan dan masih enggan menjawab pertanyaan itu.
"Tidak, jawab aku."
"Mengapa kau mempedulikan keinginan lamamu yang bahkan sudah tak bersisa sama sekali?" tanya Wolverioz.
Stella diam selama beberapa saat untuk mencari cara lain agar Wolverioz tetap menjawab pertanyaannya. Jika bujukan ringan tidak mempan, mungkin Stella harus mencoba memberikan ancaman ringan.
"Wolf, jika kau tidak bisa menjawab pertanyaanku, aku akan mencari orang lain yang bisa menjawabnya."
Kali ini Stella mengucapkannya dengan tegas dan serius. Nyatanya, Stella bisa saja mengorek informasi tentang Irsiabella kepada Rayward. Meskipun tidak mengenal Irsiabella sebaik Wolverioz, tetapi Rayward tahu tentang alur The Fake Princess. Bisa dikatakan, Rayward memegang kunci untuk kejadian di masa depan, sementara Wolverioz memegang kunci untuk kejadian di masa lalu. Rayward juga bersedia membocorkan rahasia terbesarnya, dia mungkin akan memberikan jawaban yang lebih memuaskan.
Tapi bagaimanapun juga, Stella ingin mengumpulkan semua informasi itu dengan cepat. Ia tidak ingin melewatkan informasi apapun yang membuatnya lengah.
Wolverioz terdiam selama beberapa saat, lalu memejamkan matanya dan menggesekkan pipinya pada telapak tangan Stella yang masih menempel, membuat gadis itu nyaris saja menarik tangannya. "Jangan benci padaku," bisiknya.
"Kalau begitu, jawab aku sejujurnya. Aku benci dengan pembohong."
Ironi, padahal dirinya sendiri juga adalah seorang pembohong besar.
"Kau pernah bilang ..., kau ingin dapat memberikan pendapat sebebas-bebasnya, kau ingin memiliki kekuatan sekuat-kuatnya, kau ingin memiliki kekuasaan sebesar-besarnya. Jadi, kau bisa melindungi siapapun dan tidak akan ada yang bisa menyakitimu."
Apa?
"Kau akan melakukan apapun, untuk dapat memilikinya."
Stella bersumpah, semua otot yang ada di tubuh Irsiabella langsung melemah. Ia menarik tangannya dari Wolverioz.
"Jika sekarang kau sudah tidak berpikir seperti itu, aku tidak akan menilaimu sebagai orang yang tidak berpendirian. Itu hanyalah sebuah pemikiran dan kau tidak bisa dinilai hanya dari itu. Apapun yang kau inginkan, Irsiabella yang manapun tetaplah Irsiabella yang kukenal."
Kecurigaan Stella selama ini semakin terbukti kuat. Irsiabella menginginkan kekuasaan itu—mungkin saja tempat Putri Felinette. Stella kini telah mengetahuinya dan sudah pasti bisa mencegahnya.
Stella yakin, ia bisa menghentikan akhir buruk itu.
Namun, ada kata-kata lain dari Wolverioz yang begitu menyakitinya.
Tapi, aku bukan Irsiabella.
Dirinya tidak pantas didukung dan diberikan perhatian seperti itu oleh siapapun. Ia tidak pantas dihibur dengan selembut itu. Semua karma buruk yang pernah dilakukannya, semuanya belum berbalik padanya. Sesedikit apapun bentuk ketulusan itu, Stella benar-benar merasa tidak pantas mendapatkannya.
"Mengapa kau menangis?" Suara Wolverioz merendah, terdengar bersalah.
Stella sendiri bahkan tidak sadar bahwa dirinya sudah menintikkan air matanya. Ia bahkan tidak tahu mengapa ia menangis saat ini. Apakah karena ternyata Irsiabella memiliki pemikiran seperti itu? Atau apakah dirinya bukan Irsiabella?
Stella juga tidak mengerti.
"Irsiabella, maafkan aku."
Stella menggeleng. Lagipula, bukan Wolverioz yang telah membuatnya menangis. Stella hanya terlalu emosional untuk menerima fakta yang baru didengarnya.
"Setiap melihatmu menangis, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Kumohon, Irsiabella, jangan menangis."
Stella segera mengusap air matanya, "S-sebentar ..., biasanya aku bisa langsung berhenti, tapi aku butuh waktu."
"Apa yang harus kulakukan agar kau merasa lebih baik?" tanya Wolverioz.
Stella masih memilih untuk berdiam dan menenangkan diri, mengabaikan pertanyaan Wolverioz yang tidak kunjung membuat perasaannya membaik. Sudah lama Stella tidak menangis, mungkin karena itulah menenangkan diri menjadi agak sulit.
Tatapan dalam Wolverioz mulai perlahan menjadi sendu, tampak begitu menyedihkan entah alasan apa yang membuatnya seperti itu.
"Apa kau akan merasa lebih baik ..., jika aku pergi?"
Stella yang masih menangis langsung bertanya balik, "Apa menurutmu aku akan lebih baik?"
"Mungkin saja," balas Wolverioz dengan pahit. "Nyatanya, hidupmu baik-baik saja ketika aku tidak ada."
"Perkataanmu sama sekali tidak ada hubungannya. Kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak pernah bertemu."
Wolverioz hanya diam.
Stella mengusap sudut matanya, lalu menatap lurus ke arah sang pemuda bermata merah. "Jangan menghilang dari pandanganku lagi, Wolf."
Wolverioz tidak mengangguk, tidak pula mengiyakan. Ia tidak pernah setuju untuk membuat janji seperti itu.
Stella jadi bertanya-tanya ... apakah mungkin Wolverioz telah merencanakan suatu hari, dimana Wolverioz tidak akan menemuinya lagi?
***TBC***
Selasa, 29 November 2022
Paus' Note
1900 Kata!
Apakah Irsiabella adalah antagonisnya? DEJEJEJEJEJENG, Mari kita tunggu puncak konfliknya entah kapan!
MANA SHIPPER #WOLF-IRSIA?!
Sejujurnya persaat ini aku sedang mengetik scene di pesta ulangtahun raja, tapi kali ini aku tidak akan pakai sistem vote lagi untuk menentukan Stella / Luna akan berdansa dengan siapa terlebih dulu. Semuanya sudah direncanakan—semoga—dengan sangat baik.
Aslinya mah ini anak-anak cowokku ganas dan buas kek monster, tapi mereka sudah dijinakkan oleh pawangnya //lirik Terens //lirikSerigala //lirikparacahaya.
Hanya Svencer yang menolak untuk dijinakkan dan memilih tetap liar. (((Tapi aslinya Spen hatinya soft kokkk)))
(((Hah emang Felix udah jinak? Emang dia udah jinak???? Yakiiiin????))))
Aku tidak tahu mau ngetik apa lagi, udah ngantuk ahahahaha.
Oh iya, sudah lama sekali ceritaku tidak tembus ranking //tepatnya sejak sistem ranking Wattpad berubah menjadi pertagar// dan akhirnya di hari ini cerita ini bisa masuk ke #1 SIHIR dan #4 PRINCESS! Yeaaay!
Okeeee,
Fanart hari ini dari angreason
Thankyou!
BTW ITU FONTNYA MELIUK-LIUK KEBACANYA JADI IRSIABELLA WEDDING GA SIH???!!! Ada mawar yang membingkai mereka juga. Kayak undangan😭😭😭😭👍
Aduh jangan dulu. Irsiabella masih keciiilll. Regdar menangis melihat ini.
See you again!
Besok aku lanjut nulis lagi, sekarang aku mau tidur~~~
Cindyana
🌹⭐🌜🐈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro