72. Pemberkatan Agung Irsiabella Ravelsa (2)
“Terima kasih telah menolongku, Svencer.”
***
“Apakah kau harus ke sana?”
Pertanyaan dari Wolverioz malam kemarin masih terngiang di ingatan Stella. Saat ini Stella-lah yang sedang rutin untuk mengunjunginya di sebuah rumah kosong tak berpenghuni di pinggir kota. Wolverioz bersembunyi di sana dan akan tetap bertahan sampai ada orang lain yang menemukan tempat itu, atau menemukannya.
“Tentu saja. Pertanyaan macam apa itu?” Stella bersiap berdiri dari duduk karena harus segera pulang kembali ke kamarnya.
Regdar bisa saja datang ke kamarnya karena malam ini adalah waktu yang krusial. Stella tahu betul bahwa Regdar mungkin kesulitan tidur malam ini. Bagaimanapun pula, besok adalah waktu yang paling berbahaya bagi Irsiabella.
Mengenai jawaban dari pertanyaan Wolverioz, jawabannya sudah mutlak. Semua remaja yang berusia enam belas tahun harus datang untuk pemberkatan. Bahkan jika sedang sakit, itu menjadi alasan yang lebih masuk akal untuk datang langsung ke Kuil Agung. Itu kesempatan sekali seumur hidup. Jadi, akan sangat dicurigai jika ada yang tidak menghadirinya.
“Apa boleh kau berbuat alasan khusus agar tidak ke sana?”
“Apa kau juga khawatir kalau kekuatanku akan terekspos?” tanya Stella balik.
Wolverioz bersandar, tetapi manik merahnya masih fokus menatap ke arahnya, “Jika kita tidak ada lagi rahasia, kau tidak membutuhkanku lagi.”
“Kata siapa?” tanya Stella.
Oh, itu tidak benar. Stella selama ini banyak membicarakan tentang Irsiabella kepada Wolverioz. Cukup banyak informasi yang bisa didapatkan, meskipun ujung-ujungnya Wolverioz akan memintanya untuk tidak lagi berpatokan dengan masa lalu. Yang sekarang harus dijalani adalah sosok Irsiabella masa depan, begitu katanya.
Tentu saja fakta itu masih sangat mengganggu. Stella ingin mengorek informasi tentang Irsiabella sedalam-dalamnya, mengenali pemilik asli dari tubuh yang dirasukinya saat ini, tetapi infomasi yang masuk pun sama saja dari persepsi kebanyakan orang. Irsiabella tidak pernah memperlihatkan gerak-gerik mencurigakan, jadi tidak ada satupun orang yang tahu apa yang terjadi ketika ledakan mana pertama yang membawanya di tubuh ini.
Namun, Stella juga yakin bahwa Irsiabella yang masih belia ketika mengenal Wolverioz tidak mengatakan hal-hal yang ditakutkannya selama ini. Konflik batin yang dirasakan Stella selama ini adalah antara dirinya dan Irsiabella di kehidupan sebelumnya. Masalahnya sekarang, hanya dirinya yang tahu tentang itu dan sulit sekali untuk mencernanya perkara minimnya informasi.
“Kau tidak takut?” tanya Wolverioz.
“Mengapa harus takut?”
“Akan ada banyak hal yang berubah jika kekuatanmu sampai terekspos,” ujar Wolverioz.
Stella sudah tahu tentang itu, tetapi tetap saja dia memancing Wolverioz untuk melanjutkan pembicaraan, “Seperti apa saja itu?”
Wolverioz menjawab, “Pandangan orang-orang terhadapmu akan berubah dan kau akan melihat sisi baru yang penuh dengan kepalsuan. Kau akan dipisahkan dari ayahmu, lalu keberadaanmu akan membuat rumor kerajaan memburuk dan mereka mungkin saja menyingkirkanmu jika merasa kalau keberadaanmu membahayakan.”
Stella termenung selama beberapa saat, mencoba menyamakan keadaan yang dibicarakan Wolverioz dan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam kisah The Fake Princess. Sebenarnya, Stella juga tidak mendapatkan detail penuh karena cerita itu berfokus pada kehidupan Felinette, tetapi perkataan Wolverioz memang ada benarnya.
“Tenang saja. Selama di akademi publik, aku memanfaatkan sebuah ruangan mana untuk membantuku belajar mengunci mana. Ketika aku masuk ke ruangan itu, bahkan aku sendiri tidak bisa melihat mana-ku sendiri mengalir di sana.”
“Keadaan antara Kuil Agung dan sekolahmu pasti berbeda.” ucap Wolverioz yang berhasil mematahkan optimisme yang sudah Stella bangun tinggi-tinggi.
Dengan harapan Wolverioz tidak melihat kegugupannya, Stella segera mengalihkan topik pembicaraan. “Ngomong-ngomong, umurmu sekarang sudah 18 tahun, tapi dengan keadaanmu yang seperti ini, sudah pasti kau belum melakukan pemberkatan, kan?”
Wolverioz malah mengepalkan tangan di depan bibirnya, menertawakan pertanyaan Stella.
Stella punya keinginan liar untuk menarik tangan Wolverioz hanya agar dia bisa melihat senyuman pemuda itu. Sudah sering melihatnya setahun, pemuda bermata merah itu masih saja sangat jarang tersenyum.
Tapi, perkataan Wolverioz berikutnya seketika membuat hatinya pedih. “Mungkin tidak ada yang tahu bahwa aku pernah terlahir di dunia ini delapan belas tahun yang lalu.”
Mungkin Stella membuat ekspresi yang begitu terang-terangan, sehingga Wolverioz langsung menambahkan, “Oh, ada dirimu.”
“Apa itu artinya kau bahkan juga tidak tahu namamu yang diberkati Dewa Agung?” tanyanya.
“Apakah nama itu bahkan penting?”
“Aku pernah mendengar bahwa Dewa Agung akan mendengar langsung doa yang kita tujukan kepada orang dekat jika kita menggunakan nama yang diberkati.”
Ucapan Stella langsung berhenti begitu dia menyadari bahwa itu artinya dia baru saja membuka luka lain dari Wolverioz. Tidak ada yang tahu siapa nama Wolverioz yang diberkati, bahkan pemilik nama itu sendiri. Bukankah itu berarti tidak akan ada siapapun yang mendoakannya seumur hidupnya?
“Uhh, Selain itu … ketika menikah nanti, kita harus mengucapkan sumpah kesetiaan kepada nama pasangan yang diberkati di dalam hati untuk mendapat restu dari Dewa Agung.”
Stella buru-buru menambahkan, “Oh, oke, itu tidak penting. Bahkan pasangan yang sudah bercerai telah saling mengetahui nama berkat mereka malah menggunakan kesempatan itu untuk saling mendoakan hal yang buruk-buruk. Itu tidak penting sama sekali, Wolf.”
“Kau keberatan kalau aku terus mendoakanmu?” tanya Wolverioz.
Stella langsung memperlihatkan tampang curiga, “Doa apa yang kau buat untukku?”
Manik merah itu menatap manik emasnya dengan tatapan dalam, “Banyak; Salah satunya, semoga Dewi Keberuntungan berpihak padamu besok, Irsiabella.”
“Hei, fokus. Kita sudah ada di tengah-tengah jembatan. Ada banyak roh di kolam yang bisa merasukimu kapan saja,” ucap Svencer memeringatinya.
Stella melihat sekitarnya dan perkataan Svencer memang benar. Mereka saat ini sedang berada di tengah-tengah jembatan panjang, di bawahnya ada kolam yang sangat dalam. Di saat seperti ini, entah darimana Stella punya pemikiran liar apabila jembatan itu roboh dan menjatuhkan mereka semua saat itu juga.
“Di sini agak panas, ya.” Stella berusaha mengalihkan perhatian agar pikirannya tidak berkeliaran bebas kemana-mana.
“Tentu saja. Tempat ini adalah tempat yang paling diberkati di Terevias. Suhu dingin yang sebenarnya tidak berhasil menembusi pelindung di tempat ini,” jelas Svencer.
“Oh, pantas saja.” Stella mengipasi dirinya sendiri dengan sebelah tangan.
Untuk beberapa alasan, Svencer tampak kesal. “Itu kipas di tanganmu hanya pajangan, ya? Sini.”
Stella menyerahkan kipas putihnya, membiarkan Svencer mengipasi dirinya sendiri. Jangan sampai suhu yang panas itu membuat Svencer mengamuk di acara sakral seperti ini. Svencer mengipasi dirinya, tetapi juga mengarahkan kipasnya ke arah Stella agar Stella juga tidak kepanasan.
“Terima kasih, Svencer,” ucap Stella.
“Untuk apa? Aku kipas diri sendiri, kok,” balas Svencer dengan acuh.
Payung yang dibawa oleh para bangsawan itu harus dilipat dan disimpan. Tidak ada yang boleh menggunakannya di area jembatan karena sudah sangat dekat dengan bangunan suci. Selain itu, alasan lainnya karena mereka sedang diberkati oleh cahaya yang akan menuntun mereka hingga ke dalam menara.
Para pendeta sedang membagikan sesuatu kepada para remaja yang akan diberkati, tetapi Stella belum menerima barang itu. Stella hanya diam sembari menikmati sepoian angin kecil yang dibuat oleh Svencer yang masih saja mengipasi.
Tak lama kemudian, seseorang yang familier datang dengan pakaian putih yang dipakai oleh pendeta. Senyuman Stella langsung mengembang begitu melihat pemuda itu datang ke arah mereka.
“Tuan Muda Rayward, selamat pagi!” sapa Stella dengan riang.
“Selamat pagi, Tuan Muda Whistler,” ucap Svencer.
Rayward memang telah menyelesaikan pendidikannya di akademi publik tahun lalu. Untuk memperdalam jalur spiritualnya, dia memang rutin mengikuti acara penting di Kuil Agung, karena itu tidak heran mereka bisa bertemu di sini. Sementara Dayward lebih berfokus untuk pelajaran sihir yang lebih dalam.
“Selamat pagi, Svencer dan Nona Ravelsa.”
Rayward hanya tersenyum sembari mengambil sesuatu dari kotak putih yang dibawanya. Stella tidak bisa melihat isi kotak itu karena Rayward yang terlalu tinggi. Berikutnya, Rayward memberikan setangkai bunga edelweis putih kepada Svencer.
Svencer tidak sempat protes, karena lebih dulu menyadari bahwa para putra-putri count di depan mereka ternyata telah menerima setangkai bunga yang berbeda-beda. “Terima kasih.”
Rayward kemudian mengambil bunga lain dari kotak putih dan langsung memberikannya kepada Stella.
“Perhatikan durinya,” ucap Rayward.
Setangkai bunga mawar merah.
“Terima kasih.”
Sebenarnya, entah kenapa Stella sudah agak memprediksikan hal itu. Sejak awal pertemuan mereka, Rayward sudah menunjukkan gerak-gerik bahwa pemuda itu tahu tentang bunga favorit Irsiabella.
Setelah itu, Rayward membagikan bunga kepada orang lain di belakang mereka.
Stella memutuskan untuk tidak terlalu mempedulikan hal itu dan memilih untuk fokus melihat Svencer yang tampak tidak nyaman menggenggam setangkai bunga di tangan. Stella juga memperhatikan bunga-bunga yang dipegang oleh masing-masing orang di sana. Semuanya memegang bunga yang bermacam-macam, ada yang memegang bunga matahari, krisan, tulip, dan banyak lagi.
Pandangan Stella tentu mencari-cari keberadaan Putri Felinette karena penasaran dengan bunga yang diterima oleh sang putri. Sang putri menerima bunga nemophila baby blue eyes, sedangkan Terence Arsenio menerima bunga anyelir. Bunga yang diterima Putri Felinette sangat pantas dengan warna manik birunya.
“Persembahan bunga kepada para roh,” ucap seseorang di depan sana.
Putri Felinette yang paling dulu menjatuhkan bunga biru miliknya, yang kemudian diikuti oleh semua orang. Stella berdiri di pinggir jembatan, agak menyayangkan bahwa bunga mawar merahnya tidak bisa dibawa pulang.
Dijatuhkannya bunga mawar itu, fokus memperhatikan bunga itu jatuh hingga menyentuh air kolam. Ada banyak bunga yang jatuh bersamaan dengan bunga mawarnya, tetapi mata Stella membulat ketika menyadari bahwa sesuatu baru saja muncul bersumber dari bunga miliknya.
Semuanya berlangsung begitu cepat, membuat orang-orang tidak tahu tentang kebenaran itu.
Berikutnya, semua air di kolam itu mengeruh begitu cepat, hanya dalam persekian detik kedipan mata. Stella masih tidak bisa mempercayai penglihatannya, tetapi banyak yang mulai menyadari bahwa warna air kolam yang tadinya jernih kini telah mengeruh, tak berbeda jauh dengan keadaan sungai yang tercemar karena wabah.
“Apa … apa yang baru saja terjadi?”
“Ada apa?”
Orang-orang yang masih memegang bunga, menggenggam erat bunga mereka. Yang telah menjatuhkannya, mulai bertanya-tanya apakah ada salah satu di antara mereka yang persembahannya tidak diterima.
… Stella yakin benar, itu bersumber dari bunga persembahannya.
Namun, tidak ada yang menyadarinya, karena semuanya terlalu sibuk berspekulasi tentang apa yang baru saja terjadi.
Semakin banyak yang berusaha untuk melihat ke arah kolam dengan mendekati ujung jembatan. Stella yang semula memang telah ada di jembatan pun tidak bisa meloloskan diri menerima banyak dorongan dari berbagai arah.
Saat itulah Stella merasa bahwa gravitasi tidak memihak kepadanya. Ia terjatuh dari jembatan.
“Nona Ravelsa!”
BYUR!!!
Ketika tubuhnya jatuh di atas air, Stella bisa merasakan dengan jelas bagaimana mana-nya mulai mengalir keluar, menjadi santapan bagi roh-roh yang tampaknya berjuang menenggelamkannya lebih dalam. Padahal, begitu Stella menyadarinya, ia berusaha keras menguncinya kembali dengan harapan tidak akan ada yang bisa melihatnya. Sayangnya, usahanya gagal.
Tak peduli seberapa keras Stella mencoba untuk mencapai ke permukaan air, banyak hal di air yang tampaknya terus berjuang menariknya ke bawah, seolah mencoba menyeretnya sampai ke dasar kolam yang tidak terlihat.
Tidak … Stella mulai merasa kehabisan napas.
Selanjutnya, dari satu-satunya cahaya di atas, Stella melihat banyak buih-buih yang datang. Buih itu begitu banyak dan berusaha menjangkau ke arahnya. Stella ikut mengulurkan tangan sebelum dirinya benar-benar terseret lebih dalam lagi.
Berita baiknya, Stella berhasil menjangkau tangan manusia yang hendak menjangkaunya. Iya, Stella yakin benar bahwa itu adalah tangan manusia, karena itu adalah satu-satunya kehangatan yang bisa dirasakan oleh jemarinya di antara suhu yang membeku menyelimutinya. Namun, sesuatu yang menariknya kembali, memaksa tautan tangannya untuk terlepas.
Stella nyaris putus harapan, sampai akhirnya memejamkan matanya begitu pasrah dengan keadaan, tetapi berikutnya ada sesuatu yang berhasil menarik pergelangan tangan dan membawanya ke atas.
Begitu menemukan oksigen, yang Stella lakukan pertama kali adalah mengambil napas banyak-banyak, membatukkan sesuatu dari dalam dirinya yang sebenarnya tidak membantu dan hanya membuatnya semakin kesulitan mengadaptasi keadaan.
“Ambil napas, Nona Ravelsa.” Ada suara yang berusaha menenangkannya.
Perlahan, mata Stella terbuka, kepalanya yang mendongak karena berusaha mengambil napas. Dilihatnya orang-orang yang menatapnya dari atas jembatan. Diedarkannya pandangannya, lalu menemukan ada Svencer yang menariknya mencapai pinggir kolam yang tinggi.
“S-Svencer. Maaf. Terima kasih telah menolongku, Svencer,” ucap Stella, masih terbata-bata.
“Bicara tentang kesalahan yang mungkin kau lakukan …”
Svencer membantu Stella untuk menjangkau pinggir kolam yang bisa dijangkaunya, sebelum akhirnya keduanya menunggu pertolongan.
Keduanya kemudian terdiam ketika meratapi air kolam yang telah jernih, bahkan lebih jernih daripada ketika pertama kali mereka melihatnya.
***TBC***
10 Maret 2022
Paus’ Note
Huhuhu takut banget lho ngetik ini …. Takut tidak ngefeel.
((Aku mungkin adalah author yang paling sering kelelep tapi paling galau kalau diminta untuk menulis scene tahan napas di air–kegalauan yang sama di Aqua World))
Kejadiannya beneran kejadian seperti yang terjadi di masa lalu. Kira-kira gimana reaksi Luna yang melihat kejadian itu?
Apakah aku kejam karena membiarkan ini terjadi lagi? Apakah aku jahat …. ((malah merenung))
T-tapi tenang, Luna sudah menyiapkan rencana B. Mari kita semua percaya saja dulu padanya sekarang.
Fanart kita hari ini darii Srwulandrirsyid
Fanartnya tjantieeek.
Terima kasih banyak!
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro