Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

67. Mimpi Irsiabella Ravelsa

Aku selalu merasa bahwa aku bisa melepaskan apapun untuk bertemu denganmu.
Aku bisa menyerah terhadap apapun. Jadi, tolong, jangan menghindariku.”

***

Malam itu memang kejadian yang tidak terduga dan sangat mengerikan. 

Stella melirik Regdar yang sedang meninjau laporan dekat perapian. Pria itu tampak begitu serius, sampai akhirnya dirinya menyadari bahwa putri semata wayangnya sedang fokus memperhatikannya. 

“Apa kau bosan?”

Sedaritadi Stella memang hanya diam dan duduk di ruang kerja Regdar, tanpa melakukan hal yang berarti. Pelan dan tegas, Stella menggelengkan kepalanya. Regdar hanya tersenyum sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. 

Entah apa yang akan terjadi jika Regdar mengetahui kejadian yang sebenarnya tentang malam itu. Hampir mati terinjak, menggunakan kekuatan teleportasi terang-terangan, lalu bertemu dengan salah satu kriminal … Stella yakin, Regdar akan melarang Stella keluar rumah lagi setelahnya. 

Untungnya, Pangeran Felixence bisa diajak bekerja sama. Sang pangeran tidak memberikan banyak pertanyaan, hanya mendengar sedikit curahan hati Stella tentang kekhawatiran Regdar yang berlebihan dan menjelaskan bahwa dirinya sendiri yang akan menjelaskan situasi itu kepada Regdar jika dirinya sudah siap. 

Jadinya, Pangeran Felixence tidak menjelaskan lebih detail tentang ancaman yang hampir merenggut nyawa Stella. Ia hanya  membantu menjelaskan bahwa mereka tidak sengaja bertemu, hanya itu. Tentu, karena keadaan tidak akan setenang itu jika Regdar tahu kejadian sesungguhnya. 

“Apa kau benar-benar tidak ingin membuat pesta ulang tahun? Kau bisa mengundang teman-temanmu,” ucap Regdar.

Stella hanya tersenyum kecil, lalu kembali menggeleng seperti yang selalu dilakukannya setiap mendapatkan pertanyaan yang sama dari Regdar. “Kurasa juga, para keluarga bangsawan tidak akan mengizinkan putra-putri mereka dalam situasi seperti ini.” 

Stella membicarakan tentang keadaan Terevias yang masih dinilai tidak aman untuk berpergian, apalagi setelah kerusuhan yang terjadi di tengah malam sakral di Terevias. 

Regdar tampaknya kembali mengingat memori buruk itu, sebab pria itu menghela napas dan menghampiri putri semata wayangnya di saat menumpuknya pekerjaan yang harus diselesaikannya. 

“Ayah mendengarkan kabar tentangmu di akademi,” ucapnya. 

Stella berusaha untuk tetap tenang. Memang, Regdar pasti aka segera mengetahuinya cepat atau lambat, informasi yang telah menyebar memang akan selalu meluas dengan cepat, apalagi jika itu mengenai rumor buruk. 

“Kau baik-baik saja?” tanya Regdar sembari duduk di sampingnya. 

Apa ini alasan mengapa Regdar memulangkanku lebih cepat? Stella pikir, Regdar hanya merindukan Irsiabella sampai melakukan hal itu. Ternyata ada berita tidak menyenangkan yang didengarnya. 

Stella memberikan senyuman, “Aku baik-baik saja. Ada banyak teman yang mendukungku. Dan lagipula, mereka tidak bisa menggangguku karena aturan baru yang telah ditetapkan di akademi. Ayah jangan khawatir.” 

“Bagaimana mungkin Ayah tidak khawatir? Kau sampai demam kemarin.” 

Stella tertawa hambar, “Itu karena ketika awal musim dingin, aku terlalu lama menghabiskan waktuku di luar. Tidak ada yang menggangguku, kok.” Stella teringat kembali. Waktu itu Putri Felinette memberikan pelukan sebagai hadiah ulang tahunnya. Kenangan indah membuatnya tertawa pelan.

“Apa ada yang lucu?” tanya Regdar, tampak agak khawatir. 

“Aku senang karena Ayah mengizinkanku masuk ke akademi publik dan aku tidak menyesal telah memintanya. Ada banyak hal baru yang kupelajari di sana. Kuharap Ayah mempercayaiku dan membiarkanku di sana sampai selesai. Kalau aku tidak kuat, aku janji akan segera memberitahu Ayah.” 

Regdar menepuk kepala Stella. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi dari maniknya, Stella seolah bisa melihat banyak pesan dan kekhawatiran yang tidak diungkapkannya. Tentu, itu membuat Stella semakin yakin bahwa keputusannya untuk menyembunyikan rahasia itu adalah hal yang benar. 

*

Irsiabella memperhatikan sekuntum bunga mawar yang telah mengering. Sudah dilindungi dalam peti kaca, memberikannya air hangat dan tetap membiarkannya terkena sinar matahari di pagi hingga sore … tampaknya semua itu tidak cukup. Kedatangan musim gugur membuat semua tanaman di Terevias gugur hingga musim semi nanti. 

Menyedihkan, memang. 

Irsiabella tidak menangis, hanya memperhatikan bunga itu lama-lama seolah menunggu perubahan lain dalam peti kaca itu. Itu bunga mawar terakhir yang bisa diselamatkan sejak awal musim gugur. 

Sepertinya, sekeras apapun Irsiabella mencoba melindunginya, ia tetap akan berakhir demikian. Maka, sudah dipastikan bahwa bunga-bunga yang ada di kamar ibunya juga pasti berakhir sama. 

Sera mengetuk pintu kamar Irsiabella, melihat sang nona tengah duduk sembari memperhatikan daun-daun yang berguguran di luar sana. Usianya masih belia, tetapi Irsiabella nyaris tidak pernah memperlihatkan sikap kekanakan seperti pada umumnya. Terkadang, sulit bagi Sera untuk memahami isi pikiran nona-nya itu. 

“Nona Irsiabella, Nyonya Ravelsa sedang menunggu Anda,” ucapnya. 

Irsiabella berbalik, melihat Sera menunggunya di depan pintu. Tangannya meraih peti kaca seukuran buku yang berisikan mawar kering, lalu membawakannya kepada Sera. 

“Bunga terakhirku layu,” ucapnya. 

 Sera ingat betul kebiasaan Irsiabella setiap hendak bertemu dengan ibunya. Nyonya Ravelsa sakit-sakitan sejak melahirkan Irsiabella. Putrinya selalu membawakan bunga, setiap hendak bertemu dengannya.

“Saya rasa Nyonya tidak akan mempermasalahkan itu, Nona. Mari, saya antarkan ke Nyonya.” 

Irsiabella meletakkan peti kaca itu di atas meja, lagi-lagi memperhatikan bunga layu itu dalam-dalam, lalu akhirnya menguatkan diri untuk bertemu ibunya tanpa membawa apapun. 

“Ayah mana?” tanya Irsiabella ketika Sera tengah menggandengnya ke kamar orangtuanya. 

Sera mengatupkan bibir rapat-rapat. Tuan Ravelsa mungkin tidak akan pernah menceritakan ini kepada putrinya, tetapi sudah sangat lama sejak pertama kalinya ia mencoba meminta pertolongan dari Kuil Agung. Banyak syarat yang belum terpenuhi, jadi permintaannya belum dapat terwujudkan. 

“Tuan Ravelsa sedang mengundang dokter dari kota pusat,” balas Sera.

Irsiabella tidak lagi bertanya. Ia berjalan menelusuri lorong panjang dengan perasaan gugup karena  tidak membawa apapun. Banyak pertanyaan dalam kepalanya, misalnya apakah dokter-dokter yang datang sebelumnya tidak bisa menyembuhkan ibunya? 

Namun, tanpa perlu ada orang dewasa yang menjelaskannya, Irsiabella sudah mengetahui jawabannya. 

Mereka akhirnya sampai di depan kamar. Sera membukakan pintu untuk Irsiabella, lalu menutupnya kembali. Nyonya Ravelsa sendirilah yang meminta Sera untuk menjemput putrinya, lalu meminta waktu untuk hanya mengobrol berdua dengan putrinya. Sera hanya melaksanakan tugas, meskipun sebenarnya ia sedikit cemas karena tidak ada seorangpun di dalam kamar itu selain Irsiabella.

“Ibu,” panggil Irsiabella, yang membuat sang nyonya yang memejamkan mata berusaha untuk membuka kembali maniknya. 

Manik berwarna emas itu tampak begitu redup, membuat Irsiabella melangkah pelan ke ranjang, lalu meraih tangan ibunya. 

“Iya, Irsiabella?” 

“Aku tidak bisa membawa bunga lagi, karena semuanya sudah layu. Maaf, ya?” 

Nyonya Ravelsa tidak mempermasalahkan hal itu. Justru, dirinya menggenggam balik tangan mungil Irsiabella yang menyentuhnya. Tangan ibunya sangat hangat, membuat Irsiabella tergerak untuk naik ke ranjang agar bisa melihat ibunya lebih jelas. 

“Ibu baik-baik?” tanyanya. 

Nyonya Ravelsa membalasnya dengan anggukan. “Dimana Ayah?” 

“Mencari dokter,” balas Irsiabella. 

“Hmm …” Nyonya Ravelsa meraih kepala putrinya, lalu mengelusnya pelan. “Irsiabella, apakah kau bisa menjaga rahasia?” 

“Rahasia?” tanya Irsiabella. 

Nyonya Ravelsa tersenyum kecil, “Rahasia adalah hal yang tidak boleh diketahui orang lain.” 

“Bahkan Ayah?” 

“Iya, bahkan Ayah,” ucapnya. 

Irsiabella tampak gugup, tetapi akhirnya memilih menganggukkan kepala, karena dirinya juga penasaran dengan hal itu. 

“Ibu ingin bertemu dengan Ayah.” Melihat wajah Irsiabella yang kebingungan, Nyonya Ravelsa tertawa kecil. “Mengapa? Apa yang kau pikirkan?” 

“Apakah itu rahasia?” tanya Irsiabella, sedikit cemberut. 

“Karena Ibu tidak ingin Ayah tahu, jadi bukankah itu rahasia?” tanya Nyonya Ravelsa balik, masih tertawa. “Kau tidak akan memberitahu Ayah, kan?”

“Meskipun Ayah mungkin sudah tahu rahasia itu?” Melihat reaksi ibunya yang masih tersenyum, Irsiabella langsung mengiyakan, “Iya, aku kan sudah janji.”  

“Kalau begitu …, apa kau bisa membuat satu janji lagi dengan Ibu?” tanyanya. 

Belum lagi Irsiabella menjawab, Nyonya Ravelsa langsung meneruskan ucapannya. 

“Setelah kau dewasa nanti, tanamlah banyak bunga di padang rumput kosong tempat kita biasa piknik,” ucapnya. 

 “Mengapa?” tanya Irsiabella. 

“Bukankah kau suka bunga-bunga?” tanya Nyonya Ravelsa. 

“Kalau kita menanam bunga di sana, kita piknik dimana?”

Ibunya mengelus pipi putrinya, “Kita bisa mencari tempat piknik yang baru.” 

“Padahal aku suka tempat itu,” sahut Irsiabella agak sedih. 

“Kau ingin menanam bunga apa?” tanyanya. 

“Bunga mawar!” 

“Mengapa? Kau juga suka bunga mawar?” 

Irsiabella tertawa kecil, “Karena Ibu menyukainya!”

Keduanya tertawa bersama. 

.

.

.

Beberapa lembar kelopak mawar merah berjatuhan di atas karpet lantaran Irsiabella yang menggenggam tangkai mawar terlalu erat. Setengah antusias dan bahagia, gadis kecil itu berlari melewati lorong panjang untuk menjangkau kamar ibunya. 

Terlalu bahagia, Irsiabella bahkan tidak sadar bahwa tangannya mulai berdarah karena terkena duri. 

Ia harus bisa menjelaskan keajaiban yang baru saja terjadi ketika dirinya memperhatikan bunga mawar kering itu lama-lama. Keajaiban datang dan membuat mawar merah keringnya kembali hidup. 

“Ibu, Ibu! Coba lihat--”

Langkah Irsiabella terhenti ketika menyadari bahwa kamar orangtuanya dikerumuni oleh pelayan-pelayan yang menangis. 

Pelan tapi pasti, Irsiabella mendekatkan diri, menyadari bahwa jalan mulai terbuka untuknya. Lalu, semuanya semakin jelas, ketika dirinya melihat ayahnya yang sedang menangis sembari memeluk tubuh ibunya. 

Bunga mawar yang dipegang Irsiabella langsung terjatuh di atas lantai, lalu tak sengaja terinjak ketika Irsiabella berlari menuju Ayah … dan ibunya.

.

.

.

Stella membuka matanya, melihat langit-langit kamarnya yang terlihat begitu kabur. Saat memposisikan dirinya untuk duduk, air jatuh dari sudut matanya. Stella buru-buru menghapusnya dengan punggung tangannya. 

“... Apa itu?” gumam Stella seorang diri. 

Ia tidak tahu apa yang baru saja dimimpikannya, tetapi semua itu terasa sangat nyata dan jelas. Firasatnya langsung mengatakan bahwa itu bukan hanya mimpi belaka. Lantas, apakah itu adalah kenangan yang diingat oleh Irsiabella? 

Stella tiba-tiba teringat salah satu percakapannya dengan Wolf. Pemuda itu pernah mereferensikan tentang kekuatan Irsiabella yang muncul pertama kalinya pada musim gugur, ketika hendak menghidupkan bunga mawarnya di usianya yang ke sepuluh. Semuanya tepat dan persis seperti apa yang dimimpikannya barusan. 

Dipeganginya kepalanya, berusaha menggali ingatan lain yang tidak dilihatnya, tetapi hasilnya nihil. Ia tidak dapat mengingat hal lain selain yang dimimpikannya itu. 

Stella harus bisa mendapatkan kepingan memori yang lain, sebab itu juga bisa menjadi petunjuk lain tentang Irsiabella. 

Ketukan pintu mengganggu konsentrasinya. Setelah mengizinkan siapapun yang mengetukkan pintu, tampaklah Sera di sana, yang membuat Stella kembali mengingat hal dalam mimpinya. 

“Ah, Nona Irsiabella sudah bangun, rupanya,” ucapnya. 

“Sera, apakah aku boleh bertanya?” tanya Stella. 

“Tentu. Apa itu, Nona?”

Stella menegakkan duduknya, ketika Sera sibuk menyibak tirai jendela agar cahaya matahari masuk ke kamarnya. 

“Sudah berapa lama kau bekerja di sini?” tanya Stella. 

Sera langsung menatap balik ke Stella dengan terkejut. “Apakah saya melakukan sesuatu yang kurang menyenangkan hati Nona?” 

“Uh, bukan begitu. Aku hanya penasaran, kok,” balas Stella. 

Sera menghela napas, lalu membantu Stella berdiri agar bisa segera bersiap-siap. “Saya tidak terlalu ingat, yang jelas sudah lebih dari empat belas tahun,” jawab Sera. 

Sebenarnya, tidak heran jika Sera menjadi pelayan kepercayaan keluarga Ravelsa. Ia sudah melayani keluarga Ravelsa lebih dari satu dekade. 

“Selamat ulang tahun, Nona.” Sera menyelamatinya. 

Ah, benar. Hari ini adalah hari ulang tahun Irsiabella. 

Apakah itu ada hubungannya dengan mimpi yang didapatkannya? 

Sebenarnya Stella masih penasaran. Bisa saja ia mengonfirmasi kembali akurasi mimpinya itu dengan mempertanyakan kapan Nyonya Ravelsa wafat, tetapi ia benar-benar tidak ingin membuka luka lama di hari yang ‘seharusnya’ bahagia untuk Irsiabella. 

Tapi jika memang benar, bahwa Nyonya Ravelsa meninggal ketika Irsiabella mengeluarkan kekuatannya untuk pertama kalinya, itu benar-benar akan menjadi hal pahit yang melekat setiap membicarakan tentang kekuatan Irsiabella. 

Mungkin itu juga salah satu alasan mengapa Regdar tidak mengizinkan Stella menggunakan kekuatan Irsiabella. 

… Tiba-tiba, Stella ingin sekali bertemu dengan Regdar. 

“Apa Ayah sudah bangun?” tanya Stella. 

“Tuan sudah ada di ruang kerjanya sejak satu jam yang lalu,” jawab Sera. 

Mendengar itu, Stella langsung berjalan keluar dari kamarnya, menelusuri lorong panjang yang hampir selalu dilewatinya setiap hari untuk menjangkau ruang kerja Regdar. Tidak dipedulikannya panggilan dari Sera dan terus berlari. 

Lorong itu semakin terasa familier setiap Stella melangkah, seolah itu memang sesuatu yang selalu dilakukannya, seolah ia memang terbiasa melewatinya berulang kali. 

Sekilas, Stella merasa bahwa hidup ini adalah miliknya. Dienyahkannya pikirannya sejauh mungkin dan menegaskan bahwa dirinya hanya memenuhi keinginan Irsiabella yang tampaknya hampir meledak. 

Stella bisa melihat secercah harapan yang muncul, bahwa semua hal yang diinginkan mungkin akan berjalan sebagaimana baiknya. 

***TBC***

4 Oktober 2021. 

Paws’ Note

Yang sudah pernah punya teori tentang ini bersoraq. Yang tidak ngerti bakalan tetap tidak mengerti sampai aku ngejelasin officialnya. Ahahahaha. 

Seperti yang sudah kalian baca, aku memang mulai merencanakan jump time yang ekstrem. Seekstrem apa? Hmmm, mari kita lihat chapter depan atau dua chapter depan di POV Luna. Waaaah~ Jelas sekali. Apakah mungkin paus sudah tahu apa yang akan ditulisnya sampai puncak konflik kedua? 

Iyaaaa, aku sadar bahwa ini sudah chapter 67 daaaaan Luna harus segera tahu sesuatu, iya kaaaaan? Kalian juga pasti sepakat. Ini untuk kebaikan cerita ini, atau nanti alurnya enggak maju-maju. 

Cerita ini masih panjang, lhoooo. Ini mereka masih 15 tahun, meanwhile aku ingin segera balap ke scene di kuil agung ketika mereka berumur 16 tahun. Jumptime satu tahun apakah bikin jetlag? 

Readers mulai keringat dingin. PAUS, APA YANG AKAN TERJADI DI KUIL AGUNG? APAKAH ANDA MAU SPILL KEKUATAN IRSIABELLA BUAT, LAGI?! HOHOHOHO KITA TUNGGU AJA. 

Pertama-tama, yang harus aku selesaikan adalah bagaimana akhir hubungan trio langit di akademi (soalnya kan Felinette cuma dikasih satu tahun buat sekolah di sana. Dan dia enggak ngasih tau siapapun).

Tenaaaaang, aku bakal tetap ngejelasin yang janggal-janggal sekalian nabur clue. Kalau kalian ngeh, kalian bisa lho ‘menangkap’ antagonis cerita ini~~ Aku membaca teori kalian tentang antagonis yang kalian buat. Sayangnya, meskipun kalian menebak ‘nama doang’, kalian belum bisa menemukan motif dan alasan mengapa dia melakukan itu.

Aku juga berencana buat ngungkap masa lalu dua karakter utama kita pelan-pelan. Namun agak sulit ya, kalau hanya dari mimpi doang. Tapi ya, mau gimana lagi, kan yaaa. Dimaklumin aja ya, kalo banyak judul mimpi (2) (3) (4) sampai sekian. 

Fanart hari ini dari AeshtiaRy

See you next chapter~

Cindyana H 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro