Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

66. Penyelidikan Felinette de Terevias (2)

"Simpatimu tidak akan membantuku mengubah masa lalu atau nasibku."

***

Itu malam yang kacau, Luna dapat menyimpulkannya seperti itu.

Untuk pertama kalinya, Luna melihat rembulan biru itu bersama dengan orang lain selain keluarga Felinette. Setiap tahunnya, mereka memang selalu menyaksikan pemandangan itu bersama-sama. Bisa melihat bagaimana reaksi orang lain ketika menyaksikan pemandangan itu di tengah musim dingin yang membekukan, membuat hati Luna ikut merasa tenang.

Aurorasia tidak terlihat seantusias itu. Matanya mungkin memang memandangi rembulan, tetapi Luna sadar bahwa dia tidak terlalu fokus.

Luna menebak, Aurorasia masih dibayang-bayangi oleh hal yang disampaikan Luna tentang apa yang akan terjadi dengan keluarga Whistler. Aurorasia tidak meminta bukti atas kata-katanya, tetapi gadis itu hanya terdiam sejenak dan mengatakan akan mengawasi keluarga Whistler. Sepertinya, tanpa harus menjelaskan bukti kecurigaannya pun, Aurorasia sudah percaya kepadanya.

Namun, yang menjadi fokus utama hari itu adalah kekacauan yang terjadi di kota. Kelompok Death Wave menyerang secara terang-terangan, untuk yang pertama kalinya.

Pihak kerajaan sendiri baru mengetahui rencana itu di siang hari. Ada kabar bahwa Death Wave akan melakukan penyerangan di dekat area pasar yang ramai. Sebelum mengonfirmasi berita itu lebih dalam, Pangeran Felixence bersiap-siap untuk langsung menuju lokasi untuk berjaga-jaga. Kereta kuda berlambang kerajaan yang mencolok telah disebar di beberapa titik yang dianggap tidak terlalu ramai. Tampaknya rencana itu akhirnya berjalan dengan baik, meskipun tetap ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Ada puluhan kepala para pemberontak digantung di gerbang utama kerajaan, memberikan peringatan pada pemberontak lain di luar sana. Luna yakin, memperlihatkan wajah para pemberontak akan memberikan efek kepada anggota keluarga yang masih hidup, salah atau tidak salah. Mereka akan dikucilkan. Menyedihkan.

"Aku tetap merasa bahwa keputusan Kakak untuk turun tangan langsung di lokasi kejadian adalah hal yang salah," ucap Luna dengan tegas.

Memang sudah beberapa hari sejak kejadian itu terjadi, tetapi Luna baru bisa bersitatap muka dengan Pangeran Felixence yang sibuk tak menentu dalam menginvestigasikan kejadian itu lebih dalam.

"Mengapa begitu?" tanya Pangeran Felixence tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas yang tengah diperiksanya.

"Kapan terakhir kali Kakak tidur?" tanya Luna.

Ada kantong mata yang samar di bawah mata amethyst sang pangeran. Cukup jarang ada hal yang membuatnya terganggu sedemikian besar dan itu cukup menjelaskan seberapa besar dedikasi Pangeran Felixence untuk melibatkan diri dalam penyelesaian masalah Death Wave.

"Tadi, sebelum kau datang, aku sudah tidur," balasnya.

"Berapa lama?"

Pangeran Felixence menghela napas, lalu pena bulu di tangannya berhenti bergerak. "Felinette, aku sedang sibuk. Kalau sudah selesai, aku akan mengunjungi istanamu."

"Bukankah informasi tentang organisasi itu sudah cukup? Para wartawan bahkan sudah meringkasnya dengan sangat jelas." Luna mengerutkan keningnya, tidak mengerti mengapa Pangeran Felixence harus bersikap seperti itu. "Apa yang membuatmu terganggu?"

Pangeran Felixence berdiri dari duduknya, lalu pelan-pelan menuntun Luna untuk keluar dari ruang kerjanya. "Aku akan mengantarmu kembali."

"Itu tidak menjawab pertanyaanku."

"Kita bisa bicarakan ini, selama di perjalanan," balas Pangeran Felixence.

Luna tidak punya opsi lain selain menuruti sang pangeran. Mereka keluar ruangan, menelusuri koridor panjang dalam diam, kemudian menaiki kereta kuda yang memang menunggu Putri Felinette di istana Timur.

"Maaf tidak menyambut kepulanganmu, tapi aku sedang berusaha mencari tahu markas utama organisasi itu. Mereka menghilang di tengah pengejaran. Kemungkinan ada di tengah-tengah kota. Prediksiku, mungkin mereka punya markas besar di bawah tanah."

Luna langsung mencoba mengingat detail-detail yang diingatnya di masa lalu, tapi sepertinya tidak ada keterangan semacam itu dalam ingatannya.

"Bukankah mereka awalnya hanya perompak laut? Akan lebih mudah jika kita menginvasi semua kapal yang akan masuk dan keluar di Terevias? Mungkin saja markas mereka ada di negeri seberang," ucap Luna.

"Operasi seleksi pelayaran sudah berlangsung kurang lebih tiga bulan. Dalam kurun waktu yang singkat, tidak mungkin mereka bisa mengumpulkan pemberontak sebanyak itu. Kemungkinan besar mereka sudah menetap di Tanah Terevias," jawab Pangeran Felixence.

Ini memang meresahkan. Keberadaan Death Wave juga sangat berpengaruh dengan hidupnya, karena ketika Felinette mulai dicurigai sebagai putri palsu, Death Wave semakin gencar untuk menyerang sistem kerajaan yang masih dianggap cacat bagi mereka. Jumlah pembunuh yang berusaha menyelinap pun semakin bertambah.

"Kau tidak perlu khawatir tentang Death Wave." Ekspresi Pangeran Felixence berubah rileks. Ia memejamkan mata, bersandar pada kaca jendela yang agak bergetar. "Ngomong-ngomong, aku bertemu dengan temanmu malam itu."

"Temanku?"

"Dia putri Viscount Ravelsa," jelas Pangeran Felixence..

Pangeran Felixence yang memejamkan mata pasti tidak melihat wajah Felinette yang shock mendengar perkataannya. Jantung Luna seolah tengah dijauhi beban yang cukup berat dalam sekali ketuk.

"Kakak mengenalnya?" tanya Luna, berusaha agar tidak tampak terganggu dengan kata-kata pangeran.

"Kami pernah mengobrol ketika ulang tahun Ayah," jelas Pangeran Felixence.

Luna baru tahu mengenai fakta itu. Mungkin mereka mengobrol ketika Luna memutuskan untuk meninggalkan singgasana. Ada hal lain yang terasa begitu aneh, apalagi ketika Luna menyadari bahwa sang pangeran tampak tersenyum tipis, seolah terhibur dengan kenangan yang pernah dilewatinya. Melihat reaksi pangeran yang tersenyum--tidak seperti biasanya, membuat asumsi lama Luna kembali muncul.

Luna ingat, waktu itu Pangeran Felixence menceritakan kecurigaannya tentang Nona Anonim padanya setelah pesta ulang tahun sang raja.

"Apa dia orangnya?" Luna memberanikan diri untuk bertanya.

Pangeran Felixence tidak menjawab. Matanya terpejam dan suara napasnya mulai teratur. Pangeran Felixence telah tertidur nyenyak dalam posisi duduknya.

Luna mengamati Pangeran Felixence yang terlelap di depannya. Ia tahu, apapun yang akan terjadi di masa depan nanti, pemuda ini akan memihaknya. Namun terkadang, Luna ingin sekali tahu apa yang sedang dipikirkannya. Andai saja Luna juga mempunyai kekuatan untuk melihat isi pikiran orang lain hanya dengan menyentuh keningnya.

Ujung jemari Luna telah berada dekat dengan kening pangeran. Luna buru-buru menaik tangannya begitu menyadari bahwa tidak akan ada apapun yang terjadi, meskipun Luna melakukannya. Dialihkannya pandangannya ke luar jendela. Salju tipis turun dari langit Terevias, suatu hal yang lumayan jarang terjadi di Terevias di musim dingin seperti ini. Rasanya menenangkan, tetapi juga menyakitkan.

Dari hati Luna yang sangat dalam, Luna benar-benar berharap.

Sedikit saja, agar masa depan bisa berubah.

*

Pada liburan musim dingin, kabarnya keluarga Whistler berlibur di Negeri Azaria yang butuh tiga hari perjalanan. Namun, banyak bangsawan yang menjadikan tempat itu sebagai tempat destinasi mereka karena negeri itu sangat hangat dan tidak pernah didatangi musim dingin.

Tentu saja Luna bisa agak tenang, karena itu artinya mereka akan baik-baik saja. Hanya Marquess dan Marchioness Whistler yang berlibur. Putra-putra mereka ditinggalkan di rumah dengan alasan perjalanan yang panjang dan berat.

Aurorasia mulai sering datang ke istana untuk mengunjungi Putri Felinette ... dan mungkin juga untuk Pangeran Felixence. Luna tidak ingin mengkhawatirkan hal itu lagi, meskipun Luna tidak dapat membohongi dirinya tentang betapa terganggunya dirinya saat melihat dua orang itu saling berinteraksi dengan begitu natural.

"Aku sudah melihat adik mereka," ucap Aurorasia sembari meletakkan cangkirnya dengan begitu anggun.

Aurorasia memang lebih bisa berteleportasi dengan mudah karena ketiadaan Marquess dan Marchioness. Sebenarnya Aurorasia bisa saja datang secara resmi dan terhormat di sana, tetapi perlakuan dari para pelayan sangat memuakkan. Dulu, sebelum Brittania menjadi Marchioness, Aurorasia pernah dibiarkan menunggu hampir tiga jam, karena tidak ada yang memberitahu mereka tentang kedatangan Aurorasia. Itu membuat keluarga Swanbell murka, tentu saja.

Duke Swanbell memang tidak pernah punya hubungan yang baik dengan Marquess Whistler. Dan kejadian itu memperparah hubungan mereka.

Luna yakin, kali ini pun Aurorasia melihat adik mereka diam-diam.

"Oh ya? Apakah mirip dengan mereka?" tanya Luna.

Aurorasia menghela napas, tampak agak murung, "Mirip dengan wanita itu, tapi ini versi malaikatnya." Berikutnya, Aurorasia kembali cerah. "Harry imut sekali, aku jadi ingin punya adik."

Luna lupa mendengar cerita ini darimana, tetapi seingatnya Duke Swanbell pernah menginginkan seorang putra. Kabarnya, Duchess Swanbell pernah keguguran dan keadaannya sangat gawat. Duke Swanbell pun memendam keinginannya agar istrinya tetap aman.

Melihat Aurorasia berbicara seperti itu, Luna mengasumsikan bahwa Aurorasia tidak tahu tentang cerita itu.

Bagi Luna, itu kisah yang romantis. Di dunia itu, banyak yang menilai bahwa anak laki-laki lebih berharga jika dibandingkan dengan anak perempuan. Duke Swanbell melenyapkan keinginannya untuk melindungi orang-orang berharganya. Namun, itu juga yang membuatnya memiliki harapan yang besar terhadap Aurorasia.

Mengenal Aurorasia lebih dekat membuat Luna lebih memahami apa yang ada dalam pikiran mereka. Aurorasia selalu terlihat berusaha keras dalam setiap mata pelajaran di akademi. Luna tidak tahu apakah dia harus mengasihani Aurorasia atau mengasihani dirinya sendiri.

Luna berdeham pelan, "Jadi, apakah kau menemukannya?"

Segala bentuk antusias yang ditunjukkan Aurorasia seketika padam. Gadis itu mengangguk dengan serius. "Yang Tuan Putri katakan memang benar. Parfumnya sudah hampir habis."

Kecurigaan Luna terbukti benar. Sekarang pertanyaannya, darimana Brittania mendapatkan informasi tentang kandungan beracun di dalamnya? Tidak ada bangsawan waras yang penasaran dengan rasa parfum, kan?

"Aku baru percaya ada kandungan racun setelah mencobanya," ucap Aurorasia yang membuat Luna tersentak kaget.

"Kau ... memberikannya kepada siapa?"

Aurorasia terkesiap. "Aku mencobanya sedikit," jawab Aurorasia, yang lagi-lagi membuat Luna terkejut setengah mati. "Tidak apa-apa, Tuan Putri. Aku hanya mencobanya dalam jumlah yang sangat sedikit."

"... Jangan membahayakan dirimu sendiri," pesan Luna dengan suara yang rendah.

"Tidak perlu khawatir, Tuan Putri. Aku mencobanya dengan kesadaran penuh oleh keingintahuanku. Jadi, ternyata itu alasan Tuan Putri membatasi pengedaran Golden Sun."

Luna terdengar seperti pahlawan yang berjuang mengurangi kejahatan, tetapi sebenarnya tujuan Luna hanya agar tidak ada yang mencoba meracuninya dengan Golden Sun.

"Ini pertama kalinya aku mendengar tentang sihir melihat masa depan," sahut Aurorasia.

... Bukankah seharusnya dia mengatakan itu ketika pertama kalinya aku bercerita?

"B-bukan berarti aku tidak mempercayaimu, Tuan Putri. Aku sendiri juga berpikir bahwa hal yang dicurigai Tuan Putri memang bisa terjadi."

Luna tidak tersinggung sama sekali, karena dia sendiri pun sebenarnya tidak pernah mendengar tentang sihir itu. "Mengapa kau juga berpikir begitu?"

"Sebenarnya." Aurorasia menghentikan kata-katanya, lalu melirik Luna dengan agak tidak nyaman. "Uh ... apa tidak apa-apa kita membicarakan tentang ini?" tanyanya khawatir.

"Tidak apa-apa, hanya ada kita berdua di sini," jawab Luna, menenangkannya.

"Dayward dan Rayward pernah ada dalam situasi yang membahayakan nyawa mereka," jelas Aurorasia.

"Situasi membahayakan?" Luna tergerak untuk bertanya. Ini hal yang baru pertama kali didengarnya.

Aurorasia kembali meraih cangkirnya, meminum minuman panasnya tanpa suara. Raut wajahnya tampak tidak tenang, tetapi akhirnya ia bercerita setelah mengumpulkan keberaniannya.

Beberapa pekan setelah musim semi datang menghampiri Terevias, Dayward dan Rayward bersiap-siap untuk kembali ke akademi publik. Sebagai dua putra penerus garis keturunan bangsawan, sama seperti kebiasaan para bangsawan lain, putra-putra mereka dianjurkan untuk berpisah kereta kuda.

Mereka melihat kemungkinan terburuk di setiap keadaan. Meskipun banyak pengawal dari kediaman Whistler yang mengawasi mereka dalam perjalanan, tetapi penyerangan dan pembunuhan berencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja oleh keluarga bangsawan lain. Sehingga, untuk mengantisipasi hal itu, saudara-saudara harus dipisahkan selama perjalanan.

Luna sendiri sudah tahu fakta ini setiap perjalanan di luar istana sejak pertama kali dirinya terbangun sebagai Felinette. Pangeran Felixence selalu menolak ide itu dan bersikeras untuk hanya berpisah kereta kuda dengan Raja Finnebert. Setelah Luna pikir-pikir lagi, kini dirinya memahami sepenuhnya alasan Pangeran Felixence membenci ide itu.

Untuk perjalanan dekat saja, para pelayan harus memeriksa setiap sisi roda, kesehatan kuda dan identitas kusir yang membawa kereta kuda. Jadi, aneh sekali rasanya jika ternyata mereka tidak melakukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk perjalanan pemuda Whistler menuju akademi publik.

Ya, salah satu kereta kuda keluar jalur dan kecelakaan. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan itu, karena ternyata Dayward dan Rayward diam-diam sepakat untuk menaiki satu kereta kuda yang sama, tanpa ada yang mengetahuinya. Kereta kuda itu tersangkut sebelum benar-benar terjatuh di bagian yang lebih curam.

Hal yang janggal adalah tentang bagaimana kereta kuda itu bisa terjatuh. Kereta kuda itu bukan terjatuh bersamaan dengan kuda-kuda yang menariknya. Kedua besi penyangga yang mengikat di perut kuda bisa terlepas, dari perut kedua kuda. Itu artinya, kereta itu bisa terjatuh bukan karena kelalaian kusir atau kuda yang agresif.

Aurorasia sudah pernah menegaskan kecurigaannya. Kedua Whistler juga sebenarnya menyetujui pemikiran gadis itu. Tampaknya mereka juga punya kecurigaan yang sama terhadap Brittania, tetapi yang bisa mereka lakukan adalah bertahan karena tidak akan ada yang memihak mereka.

Luna baru tahu sedikit kepahitan yang ada di balik keluarga bangsawan lain.

"Tapi, untuk saja besi penyangganya terlepas. Beban yang terlalu berat bisa benar-benar menyeret kereta kuda itu sampai ke dasar jurang." Aurorasia menghela napasnya lagi. "Setiap aku mengingat cerita ini, aku selalu merasa bahwa kematian bisa terasa sangat dekat."

Tentu saja Luna langsung mengerti, terlebih setelah dirinya mengalaminya dua kali.

"Lalu, apakah tidak ada yang disalahkan atas kejadian itu?" tanya Luna.

"Mereka menganggapnya kecelakaan kecil. Bahkan kusir yang melompat sebelum kereta kuda jatuh juga, tidak disalahkan atas kejadian ini," keluh Aurorasia.

Seharusnya, mereka tidak menyepelekan kasus kecelakaan itu, karena itu semakin jelas membuktikan ketidakpedulian mereka. Bahkan, kabar ini tidak masuk dalam catatan penyelidikan Pangeran Felixence, yang artinya kejadian itu benar-benar ditutupi oleh pihak internal di keluarga Whistler rapat-rapat.

"Kau benar, itu agak mencurigakan," sahut Luna.

"Akan buruk sekali jika ada salah satu dari mereka di dalam kereta itu." Aurorasia mengatakan itu dengan raut wajah yang sangat terganggu, seolah akan segera menangis kapanpun. "Kereta yang mereka naiki bersifat anti-sihir."

Luna bisa melihat kegugupan yang luar biasa dari Aurorasia, bahkan ketika gadis itu mencoba menyamarkannya dengan mengangkat kembali cangkirnya.

Anti-sihir, Luna pernah mempelajarinya di salah satu materi pelajarannya.

Itu adalah salah satu sifat objek yang telah dimurnikan, contohnya pepohonan yang dimurnikan sejak tunas. Kereta kuda yang bersifat anti-sihir memang sangat umum digunakan. Hal itu dapat menyebabkan penumpang di dalamnya terlindungi dari segala serangan yang bersifat, bisa diibaratkan tameng sihir.

Ada satu hal yang perlu ditekankan dalam memakai objek yang bersifat anti-sihir; segala hal yang berhubungan dengan sihir tidak akan berlaku terhadapnya. Itu artinya, seandainya ada salah satu Whistler di dalam kereta kuda yang jatuh di jurang itu, mereka tidak akan bisa lolos dengan kekuatan teleportasi.

Luna langsung merinding ngeri membayangkan bagaimana besarnya peluang salah satu Whistler terlibat dalam kecelakaan yang bisa membawa mereka pada hal yang pernah terjadi. Luna yakin, jika memang itu keinginan Brittania, wanita itu tidak akan mungkin berhenti begitu saja.

"Tidak apa-apa, Tuan Putri. Kita bisa mengantisipasi semua kemungkinan buruk, sekalipun jika Tuan Putri menganggap bahwa itu hanya mimpi biasa," hibur Aurorasia yang tampaknya menyadari kegelisahan Luna.

"Agak sulit dipercaya, kau mempercayaiku begitu saja," gumam Luna.

"Tuan Putri punya kekhawatiran seperti itu, tapi Tuan Putri tetap memutuskan untuk menceritakannya kepadaku." Aurorasia menghentikan kata-katanya, lalu tersenyum tipis. "Tuan Putri mempercayaiku. Aku senang sekali."

Luna tertegun ketika melihat senyumannya untuk beberapa saat.

... kebohongan seperti ini akan dimaafkan, kan?

"Jadi, apa yang kita lakukan?" tanya Aurorasia tiba-tiba.

Luna sempat kehilangan arah pembicaraan selama beberapa saat. "Maksudnya?"

"Di masa depan yang Tuan Putri lihat, apa yang kita lakukan?"

Aurorasia menunjukkan senyuman yang tulus, membuat Luna tidak mampu membalas kata-katanya.

"Apakah kita bertiga juga ... berteman baik?"

***TBC***

27 September 2021

Paws' Note

2400 kata!

Percaya atau tidak, pas aku ngetik TBC-nya, aku tepuk tangan dan jejeritan heboh. Epik, Aurora, epik~

Next chapter jujur belum tau mau pake POV Luna atau Stella. Hehehehe.

Siapapun itu, semoga kalian sukaaaa. Aku mau sambil mikir dulu wkwkwkwk.

BTW TERIMA KASIH BANYAK UNTUK 60K VOTES YANG TELAH MENGHUJANI CERITA INI. Terima kasih banyaaaak~

Oke, aku pengin curhat panjang lebar, tapi takutnya aku telat update dan ngaret sampe besok pula, hahahaha.

Fanart kita hari ini dari diriku sendiri dyana_h

Ini Felinette ketikaaaaa-- pertama kalinya ketemu Terence hehehe. 30 menit, gegara pengin gambar chibi.

See you next chappie!

Cindyana H

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro