Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

54. Kedatangan Felinette de Terevias

"Kakak seharusnya mengerti, aku hanya tidak mau sendirian!"

***

"Seharusnya, Kakak tidak perlu mengantarkan sampai ke sini."

Entah sudah berapa kali Luna mengatakan hal yang sama berulang kali kepada Pangeran Felixence.

"Aku hanya mampir untuk memeriksa situasi."

Saat ini, mereka berjalan menelusuri lorong di dalam sekolah publik. Bersama dengan banyak pelayan dan pengawal yang mengiringi mereka untuk membantu membawa perlengkapan Putri Felinette masuk ke dalam kamar barunya, tentu saja tak mampu membuat mereka terhindar sebagai pusat perhatian.

Niatnya, Luna ingin datang ke akademi publik sendirian agar bisa memulai hidup sementaranya tanpa ada di dekat kerajaan, tetapi sepertinya Pangeran Felixence lebih suka memastikan bahwa adiknya memang benar-benar sampai di akademi publik dan bukannya melarikan diri atau semacamnya.

Sudah beberapa kali Luna mendengarkan sambutan orang-orang yang menyapa keberadaan mereka berdua. Jika hal ini terus berlanjut, maka sampai akhir masa sekolahnya, Luna akan terus diperlakukan sebagaimana putri mahkota, padahal salah satu alasannya masuk ke akademi publik adalah untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan semua orang yang bersekolah.

Luna pernah mendengar bahwa semua status dan gelar harus ditinggalkan sementara waktu. Semuanya akan diperlakukan dengan adil dan sama rata. Namun melihat dari bagaimana para bangsawan itu memperlakukannya barusan, Luna menyimpulkan bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar.

Setelah masuk ke dalam kamar yang akan ditempatinya selama satu tahun ke depan, Luna menyadari bahwa ukurannya masih bisa dibilang cukup luas, meskipun tidak seluas kamarnya di kerajaan. Langsung saja Luna curiga bahwa pengurus sekolah juga tampaknya mengesampingkan moto 'adil' dan 'setara' untuknya.

"Apa ini standar ukuran kamar semua siswa di akademi ini?" tanya Luna kepada pengurus.

Mereka melirik Pangeran Felixence sejenak, lalu membungkuk hormat ke arahnya.

"Ini ukuran standar untuk anggota kerajaan, Yang Mulia Putri."

Mendadak, Luna langsung muak. Setelah berpikir bahwa dirinya tidak akan diperlakukan demikian di akademi publik, Luna harus menyadarkan dirinya dari kenyataan. Setelah pengurus akademi berlalu dan semua pelayannya sibuk menata kamarnya, Luna duduk di sofa panjang dan menghela napasnya panjang-panjang.

"Kenapa lagi?" tanya Pangeran Felixence sembari duduk di sampingnya.

"Bukankah ini terlalu berlebihan?" tanya Luna tidak percaya. "Apakah Kakak mengantarkanku sampai ke sini untuk memastikan bahwa aku memang tidak kabur? Aku sudah pernah bilang, aku tidak akan kabur."

Tanpa membantah perkataan Luna, Pangeran Felixence melanjutkan, "Selain itu, aku juga ingin memeriksa gadis-gadis bangsawan di akademi. Siapa tahu aku akan menemukan Nona Anonim."

Tidak mungkin kau akan menemukannya semudah itu. Luna membalas dalam hati.

Dugaannya tentang identitas di balik Nona Anonim masih sama; Irsiabella Ravelsa. Dan berdasarkan ingatannya, Irsiabella akan bersekolah di akademi publik setelah berumur lima belas tahun, sedangkan Luna hanya diberi waktu setahun untuk berada di sana. Akan sulit bagi pangeran untuk menemukan seseorang yang mungkin saja berpotensi sebagai Nona Anonim.

"Tidak sepantasnya aku membawa pelayan, sementara semua bangsawan yang bersekolah di sini tidak membawa satu pun." Luna mengutarakan keresahan yang sedaritadi mengepunginya. "Kalau hanya sekadar menata ruangan, mengambil makan sendiri atau berganti pakaian, aku bisa melakukannya sendiri. Jika aku tidak bisa terlibat dalam hal yang sama sejak dini, aku tidak akan pernah mengerti keadilan."

Kata-kata Luna memang menusuk dan tepat. Orang-orang yang mendengarnya pasti akan berpikir bahwa Putri Felinette adalah seorang putri yang bijak. Namun, Luna mengatakannya semata-mata untuk merasakan kebebasan. Luna tidak butuh orang dalam kerajaan yang akan melaporkan setiap gerak-geriknya.

"Bukannya tidak mempercayaimu dan bukannya bermaksud membuatmu terlihat tidak adil, tetapi seorang putri yang diperlakukan demikian di akademi publik adalah hal yang lumrah. Semuanya akan memaklumi," jawab Pangeran Felixence.

"Jadi, apa aku tidak boleh memilih?" tanya Luna.

Pangeran Felixence menghela napas, "Baiklah, kalau kau berubah pikiran, segera kirimkan surat."

Tahu bahwa dirinya tidak akan mungkin bisa kabur dari tempat ini, Luna menyusun rencana baru; mencari orang yang akan memihaknya.

Bukannya keberadaan Raja Finnebert dan Pangeran Felixence tidak membantunya. Dua anggota keluarga Felinette memang memihaknya bahkan sampai akhir hayat gadis malang itu, tetapi seperti yang sudah diketahui Luna, keberadaan mereka saja tidak akan cukup untuk membuatnya tetap bertahan. Luna butuh lebih banyak orang lagi.

Sekarang, Luna sudah punya Terence yang memihaknya. Meski begitu, Luna tidak tahu apa yang terjadi setelah pemuda itu mengetahui segalanya; tentang Felinette yang merupakan putri tanpa kekuatan. Putri Palsu.

Bagaimanapun juga, Luna tidak tahu bagaimana pemikiran Terence ketika mengetahuinya di masa lalu. Kemungkinan Terence akan mengetahuinya lebih terlambat, mengingat sedang menghadapi medan perang. Lalu, apakah Terence juga kehilangan semua rasa hormatnya terhadap Felinette?

Maka, penuh dengan ketidakpastian, Luna ingin mencoba mengumpulkan lebih banyak peluang. Luna tidak mengharapkan semua peluang-peluangnya berpihak kepadanya nanti, tetapi setidaknya, Luna ingin ada satu orang yang pasti akan tetap memihaknya dalam keadaan apapun.

Ketukan pintu terdengar setelah beberapa saat. Luna dan Pangeran Felixence hanya saling bersitatap selama beberapa saat, mencoba saling berkomunikasi lewat tatapan mata mereka tentang siapa yang akan menyahut untuk mempersilakan pengetuk pintu untuk masuk.

"Masuk saja." Akhirnya Luna yang memutuskan untuk menyahut.

Pintu pun terbuka, menampakkan sosok Aurorasia Swanbell yang menghampiri mereka. Luna bisa sekilas melihat tatapan berseri bahagia gadis itu, sebelum akhirnya dia menundukkan kepalanya dan memberikan sapaan hormat.

"Selamat pagi, Yang Mulia Pangeran. Selamat pagi, Yang Mulia Putri."

Baru melihatnya sebentar saja, Luna sudah merasa agak kepanasan.

"Selamat pagi, Nona Swanbell," balas Pangeran Felixence.

Luna pun pada akhirnya hanya bisa menganggukkan kepala dan memberikan senyuman formal.

"Apakah ini kejutan yang Anda maksud, pangeran?" tanya Aurorasia sembari tersenyum membinar.

Luna langsung mengalihkan pandangannya kepada Pangeran Felixence yang membalas pertanyaan Aurorasia dengan senyuman tipis, "Jika Nona Swanbell terkejut, maka anggaplah ini kejutan."

... apa-apaan mereka, malah saling bermesraan di depannya?

Luna tahu, dirinya tidak punya hak apapun untuk merasa kesal. Bagaimanapun ceritanya, Aurorasia akan menjadi satu-satunya kandidat yang bisa mendampingi Pangeran Felixence yang berdiri di depan takhta. Aurorasia adalah calon Ratu Terevias di masa depan.

"Kejutan apa yang kalian maksud?" Luna mencoba melawan ketegangan yang dirasakannya.

"Bahwa Tuan Putri akan bergabung di akademi publik," jawab Aurorasia berusaha menyembunyikan raut antusiasnya. "Pantas saja malam itu Pangeran meminta saya mengumpulkan daftar nama bangsawan, ternyata untuk Tuan Putri!"

Aurorasia cukup cermat. Hanya memperhatikan beberapa penataan barang yang belum selesai, dia sudah mampu mengetahui bahwa hanya Felinette yang akan masuk ke akademi publik. Mungkin rumor tentang Aurorasia yang intelektual terlepas dari sifat-sifat buruknya memang benar adanya.

Namun, satu hal yang tidak Aurorasia ketahui adalah Pangeran Felixence sedang memanfaatkannya untuk mengumpulkan informasi lebih tentang Nona Anonim. Daftar yang dikumpulkan Pangeran Felixence memang berdasarkan pencatatan akademi, tetapi dalam praktiknya, banyak bangsawan yang hanya mendaftarkan putra-putrinya untuk formalitas belaka.

Dan Aurorasia tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya akan membantu usaha sang pangeran untuk bertemu dengan gadis lain. Malang, memang.

"Jika Tuan Putri tidak keberatan, saya bisa membawa Anda berkeliling akademi," tawar Aurorasia.

Luna berusaha menolak dengan halus, "Mengingat kami baru dari perjalanan-"

"Itu ide yang bagus, Nona Swanbell," jawab Pangeran Felixence yang membuat Luna langsung terbungkam.

Ayolah, Luna baru saja mau menolak tawaran Aurorasia, mengapa Pangeran Felixence malah menerima tawarannya? Kau mau jalan berdua dengannya?

"Eh? Maaf. Tuan Pangeran juga ingin berkeliling?" tanya Aurorasia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.

Luna berusaha mengobservasi ekspresi Aurorasia dalam-dalam. Gadis itu tampaknya tidak memprediksikan jawaban positif dari Pangeran Felixence.

Jangan terlalu berbunga-bunga, Aurorasia.

"Apa hanya murid akademi yang boleh berkeliling?" tanya Pangeran Felixence.

"Maksud saya bukan seperti itu," jawab Aurorasia dengan gugup.

Luna langsung berdiri dari duduknya, berjalan menuju pintu keluar dan berusaha tidak menampakkan wajah jengkelnya. "Ayo, Nona Swanbell."

"Baik, Tuan Putri!" jawab Aurorasia sembari menghampiri Luna.

Luna melirik Pangeran Felixence sejenak, sebelum akhirnya lebih dulu membuka pintu untuk keluar. Aurorasia mengikuti Luna keluar, lalu akhirnya Pangeran Felixence juga ikut menyusul keluar dari kamar itu. Tentu, sambil terheran-heran dengan sikap aneh adiknya.

*

Luna sudah menduganya bahwa ukuran kamarnya memang tidak masuk di akal. Bahkan Aurorasia yang merupakan keturunan Duke pun mendapat kamar standar seperti murid-murid lainnya. Ada nama Aurorasia yang menggantung di depan pintu dan rupanya jarak kamar mereka tidak terlalu jauh.

Tahu bahwa Pangeran Felixence juga menyadari itu, Luna memperlihatkan tatapan sengit kepada kakaknya. Berbeda dengan Aurorasia, gadis itu melewati tempat itu dan mengabaikan pintu kamar seolah bahwa itu bukanlah kamarnya.

"Nona Swanbell, apa pelajaran favoritmu?" tanya Luna, berbasa-basi.

"Apakah hal yang dipelajari ada untuk disenangi?" sambung Pangeran Felixence.

Aurorasia yang menyadari adanya tanda-tanda keributan, pun langsung menjawab dengan cepat, "Analisa ekonomi dan administrasi."

Semua pelajaran yang tidak kusukai, keluh Luna dalam hati, sedikit merasakan kekalahan.

"Bagaimana dengan Tuan Putri?" tanya Aurorasia.

Sebenarnya, ada banyak. Namun, Luna tidak mempersiapkan jawaban karena tidak menyangka bahwa Aurorasia akan bertanya balik. "Perencanaan dan penyusunan strategi?" jawab Luna agak ragu.

"Putri Felinette sangat berbakat dalam perencanaan dan penyusunan strategi," tambah Pangeran Felixence.

"Benarkah? Saya malah tidak terlalu mudah memahami pelajaran itu," jawab Aurorasia.

"Itu memang bukan pelajaran yang biasanya diminati oleh perempuan," sahut Pangeran Felixence lagi.

Luna tidak menganggap itu sebagai pujian. Alih-alih, karena memang mengenal bagaimana sikap Pangeran Felixence yang sebenarnya, Luna sadar bahwa itu adalah sindiran. Tampaknya Pangeran Felixence masih menganggap bahwa keputusannya untuk datang ke akademi publik adalah salah satu rencananya untuk kabur.

Ya ... walaupun memang wajar berpikir demikian, tetapi ini sudah ada di level dimana Pangeran Felixence sama sekali tidak mempercayai perkataannya.

"Ini adalah kelas sihir," jelas Aurorasia sambil membuka pintu kelas.

"Apa tidak apa-apa kami masuk?" tanya Pangeran Felixence saat membaca salah satu papan peringatan untuk tidak mencoba masuk.

"Ah, itu ..." Aurorasia melemparkan senyum tipis, "Itu peringatan untuk murid-murid yang tidak bisa menggunakan sihir."

Jantung Luna langsung berdetak kencang.

"Apa yang akan terjadi kalau mereka mencoba masuk?" tanya Luna berusaha terdengar tetap tenang.

"Sebenarnya, tidak ada yang pernah mencobanya. Namun menurut kabarnya, jika mereka mencoba masuk, maka akan menyakiti jiwanya," jelas Aurorasia.

Tidak terlihat kebohongan dari manik emerald milik Aurorasia, sehingga membuat Luna diam-diam mulai memberikan tanda bahwa pintu emas yang ada di depannya adalah pantangan yang tidak akan boleh dilewatinya.

"Aku bisa melihat ada banyak mana yang terkandung di udaranya," ucap Pangeran Felixence.

Aurorasia menjelaskan, "Benar, Tuan Pangeran. Jadi, mana kita tidak akan habis ketika mempelajari sihir."

"Bukankah itu berbahaya karena dapat membuat ledakan mana?"

"Mana di dalam ruangan ini hanyalah pendukung untuk mempraktikkan sihir, jadi akan mengisi berdasarkan batas kemampuan tergantung wadah seseorang. Mana di dalam ruangan ini tidak berbahaya untuk manusia yang bisa menggunakan sihir. Sebaliknya, manusia biasa tidak memiliki wadah itu, maka akan berbahaya untuk mereka."

Semua jawabannya menjadi masuk di akal.

Melihat Aurorasia bisa menjawab dengan jelas dan lengkap, Luna dapat disimpulkan bahwa gadis itu memang menyimak pembicaraan guru selama di kelas.

"Apakah Tuan Putri dan Tuan Pangeran ingin mencoba masuk?" tanya Aurorasia.

Luna yang mendengarkan hal itu, langsung menoleh cepat ke arah Pangeran Felixence. Kakaknya mungkin memang suka membuat sebuah keputusan seorang diri, tetapi Luna berharap Pangeran Felixence bisa membaca keengganannya.

Namun, belum sempat bertukar kontak dengan Luna, Pangeran Felixence lebih dulu memberikan jawaban.

"Terima kasih atas tawarannya, Nona Swanbell. Sayangnya, sebentar lagi aku harus kembali. Mungkin lain kali saja, ketika aku sedang luang," jawab Pangeran Felixence.

Untuk beberapa saat, Luna merasa amat lega.

"Putri Felinette, karena kekuatanmu belum muncul, aku berharap kau tidak mencoba masuk ke ruangan penuh mana itu," ucap Pangeran Felixence.

Meskipun menyukai keputusan itu, Luna tidak bisa menahan keingintahuannya dan kembali bertanya, "Mengapa?"

"Sebagai anggota kerajaan, akan lebih baik lagi jika kau tidak bergantung dengan mana pendukung seperti itu," jawab Pangeran Felixence dengan tegas.

Padahal, dulu Pangeran Felixence-lah yang selalu memintanya bersabar sampai kekuatannya muncul. Apakah sebelum menyadari bahwa Felinette mungkin tidak memiliki kekuatan sihir, Pangeran Felixence selalu bersikap tegas seperti ini?

Aurorasia berdeham pelan karena merasa terlalu hening tanpa adanya balasan yang berarti dari Luna. "Dimana kereta kudanya berhenti? Saya akan meminta kusir membawanya ke pintu keluar terdekat."

"Tidak perlu repot-repot, Nona Swanbell. Terima kasih sudah bersedia memandu kami," ucap Pangeran Felixence.

"Saya tidak merasa direpotkan. Jika Tuan Pangeran tidak keberatan, apakah saya boleh mengantar Anda sampai di depan gerbang?"

Luna nyaris aja memutar matanya di depan mereka, jika seandainya dia tidak memiliki pengendalian diri.

Pangeran Felixence tersenyum, "Terima kasih, Nona Swanbell."

Apa Luna langsung kembali saja ke kamarnya karena sudah ada yang mengantarkan Pangeran Felixence ke gerbang? Tujuan Pangeran Felixence hanya mengantarkannya sampai ke sekolah publik dan memastikan bahwa dirinya memang berada di dalam.

"Putri Felinette, kau tidak mau mengantarku?" tegur Pangeran Felixence ketika menyadari bahwa Luna masih diam di tempat.

Luna akhirnya melangkahkan kakinya, mendekati dua orang itu.

"Kita tidak akan bertemu selama dua musim," ucap Pangeran Felixence.

Ya, dua musim jika Luna memutuskan untuk mengambil jatah libur musim dingin. Namun, entahlah, mungkin lebih baik Luna tidak perlu kembali ke istana.

Apakah dua musim cukup untuk membuat Luna melupakan perasaan fananya?

... Semoga saja.

Tak lama kemudian, mereka sudah melihat keberadaan kereta kuda istana. Keberadaannya mencolok karena terlalu mewah. Posisinya tidak berubah dari terakhir kali mereka turun dari sana. Ada banyak kereta kuda yang juga parkir di sekitar mereka, tapi tidak ada satupun yang menghalangi jalan kereta kuda kerajaan.

"Nona Swanbell, bantu aku mengawasi Putri Felinette," ucap Pangeran.

Sejenak, Luna menyadari bahwa dirinya dan Aurorasia saling bertukar kontak sejenak. Ada sedikit keraguan dalam tatapan gadis itu ketika melihatnya, tetapi akhirnya Aurorasia mengangguk dengan yakin.

"Baik, Yang Mulia Pangeran."

Perkataan Pangeran Felixence seperti seorang Ayah yang menitipkan putrinya di tempat penitipan anak. Padahal, Raja Finnebert saja tidak memperlakukannya sampai seperti itu.

"Agar lebih praktis daripada bertukar pesan, apakah kau sudah pernah menggunakan sihir bertukar pesan, Nona Swanbell?"

Luna langsung menatap Pangeran Felixence tak percaya. Astaga, bahkan ketika hendak pulang, dia masih melanjutkan interogasi?

Tampaknya, dugaan Luna memang benar. Aurorasia ada di salah satu daftar yang dicurigainya.

"Saya belum pernah mencoba sihir tingkat tinggi," jawab Aurorasia.

"Hm ... baiklah, kalau begitu." Pangeran Felixence beralih pandang ke Luna. "Putri Felinette, belajarlah dengan baik. Jaga kesehatanmu. Jangan lupa membalas suratku."

Luna mengangguk kecil, "Baik, Pangeran Felixence."

Karena sudah terbiasa, memanggilnya secara formal seperti itu terasa agak janggal. Aneh. Namun, itulah yang harus tetap mereka lakukan di luar istana, di depan orang lain. Apalagi, masih banyak mata yang menyaksikan mereka dengan penasaran.

"Jika kau kesulitan, jika kau ingin kembali, beritahu aku di pesan. Aku akan datang."

Kata-kata perpisahan ini lebih panjang daripada yang disampaikan Raja Finnebert kepadanya.

"Terima kasih, Pangeran Felixence. Setelah selesai, aku akan kembali."

Setelah itu, Pangeran Felixence menaiki kereta kuda. Begitu pintu tertutup, kereta kuda itu pun mulai bergerak menjauhi gedung akademi. Dari kejauhan, mereka bisa melihat gerbang yang mulai dibuka untuk rombongan kerajaan yang datang.

Luna dan Aurorasia hanya terdiam sepanjang menyaksikan kereta kuda yang semakin menjauh.

"Saya bisa melihat bahwa Tuan Pangeran memiliki perhatian yang besar terhadap Anda, Yang Mulia Putri," ucap Aurorasia.

Luna hanya diam. Mendadak, dirinya teringat dengan perkataan Aurorasia di kehidupan sebelumnya, bahwa Aurorasia akan menganggapnya sebagai rival alih-alih putri kerajaan.

Namun, Aurorasia tidak akan mengatakannya saat ini.

"Saya anak tunggal, jadi saya tidak akan mengerti rasanya memiliki saudara," ucap Aurorasia sambil tersenyum.

Tentu, kau tidak akan mengerti.

Luna masih diam, memperhatikan kereta kuda kerajaan yang kini telah melewati gerbang akademi publik. Dirinya sudah bersiap-siap kembali ke kamarnya dan mengabaikan ucapan formalitas yang diucapkan Aurorasia. Namun, niatnya terhenti ketika menyadari sesuatu yang janggal.

Gerbang di depan sana tidak kunjung tertutup.

Menyadari keheranan Luna, Aurorasia pun bermonolog.

"Sepertinya ada kereta kuda lain yang datang."

Mereka masih menyaksikan langit pagi hari yang cerah di musim panas dan cahaya matahari hangat yang menyoroti mereka di antara sela-sela dedaunan pohon. Luna memejamkan matanya ketika Aurorasia tidak fokus terhadapnya, membayangkan bahwa hidupnya akan sangat tenang jika keadaannya akan terus aman seperti ini.

Sapuan angin yang membawa aroma musim panas, membuat Luna merasa bahwa keputusannya untuk berada di akademi publik dan menjauh sementara dari kerajaan adalah hal yang benar.

"Ah, itu kan ...." Suara kecil Aurorasia membuat Luna membuka kembali kedua matanya.

Dan semua keraguan Luna seolah kembali.

Kereta kuda dengan lambang keluarga Ravelsa memasuki gerbang.

***TBC***

12 Juli 2021

Paws' Note

2700 kata. Gileeee.

Ga update 2 minggu. Gileeee.

Belum waktunya Tuan Anonim ketemu sama Nona Anonim~~

Khu khu khu.

Oke, next chapie bakal balik lagi ke POV Stella dan semua chara-chara awal bakal reunian lagi. Yey!

Jadi, mereka berdua bakal keheranan karena di cerita The Fake Princess, baik Irisiabella ataupun Felinette, keduanya sama-sama tidak masuk akademi publik.

Nanti intinya sama-sama kaget, kek, EH LHO SAYA NGGAK NGAPA-NGAPAIN KOK ALURNYA BERUBAH, gitu.

Tapi aku usahakan total chapter buat nyeritain setahun Luna di akademi publik tidak lebih dari 10 chapter, karena harus jump time lagi entaran.

Intinya ada alasan khusus mengapa Felinette di akademi publik. Apa lagi, jika bukan misi Luna untuk mencari peluang hidupnya.

Kalau sudah selesai diceritain, maka kita langsung jump time. Lagi.

Ingat, ada banyak banget yang belum diceritain dan belum tuntas, Cindy. Jangan keasyikan bikin momentum.

Bahaya banget kalau cerita ini >100 chapter. Aku nangis duluan.

Oke, fanart kita hari ini dari orchidmonth

FELINETTE-NYA IMUT BAT WKWKWKW

See you again!

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro