Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

50. Malam Panjang Felinette de Terevias (3)

"Kakak menyayangimu, Luna."

*

"Keagungan abadi dan berkat mulia di bawah langit Terevias, Yang Mulia Putri."

Irsiabella menempatkan tangan kanannya di bahu kiri, sedangkan tangan kirinya mengangkat satu sisi gaunnya dan membungkuk hormat.

Mata emas Irsiabella menatap ke arah Luna dengan tatapan penuh kekaguman. Selebihnya, Luna tidak mampu berpikir lebih jauh mengenai artinya.

Luna bisa merasakan jantungnya terus berdebar tanpa henti. Pertemuannya dengan Irsiabella saat ini memang benar-benar nyata adanya.

Selama beberapa saat, hembus angin yang datang dari arah belakang Irsiabella membuat rambut-rambut hitamnya beterbangan ke arah Luna, membuat Luna tidak sengaja mencium aroma yang cukup familier.

Namun, Luna langsung menyadari sosok di belakang Irsiabella, ada Aurorasia. Gadis itu adalah putri tunggal Duke Swanbell-salah satu pemilik Golden Sun yang menyebar di Terevias. Luna yang isi pikirannya sempat kacau, kembali -dan dia ada di dekat Irsiabella.

... rupanya mereka memang sudah berteman. Luna kembali bersama kesadarannya, mengingat bagaimana dua gadis ini akan saling mendukung di masa depan untuk menjatuhkan posisinya, meski mereka tidak melakukannya dengan sengaja.

Keheningan panjang menguasai tempat itu. Luna bisa mendengarkan suara dedaunan yang saling bergesekan, suara rerumputan yang saling menyambut, suara hembusan angin dan bahkan napasnya sendiri.

"Perkenalkan, nama saya Irsiabella Ravelsa." Lagi-lagi, Irsiabella membungkuk hormat.

Aku tahu. Luna membalas dalam hati.

Irsiabella kembali menatapnya dengan tatapan dalam. Mata emasnya seolah bersinar antusias menunggu balasannya.

Luna kembali teringat bagaimana pertemuan sebelumnya dengan Irsiabella di alur sebenarnya. Mata emas Irsiabella juga menatapnya dalam dan juga bersinar tegas, memberikan penekanan bahwa tujuan dan keinginannya untuk menjadi kandidat Putri Terevias adalah hal yang serius.

Dua Irsiabella itu juga sama, tidak tampak seperti dua orang yang sama.

Semuanya adalah tipuan. Semua perlakuan mereka berbeda karena saat ini Felinette adalah Putri Terevias yang terhormat, berbeda dengan keadaannya dulu ketika dirinya tidak kunjung mendapatkan kekuatan dan mendapatkan titel putri palsu.

Topeng, penipu, pembohong, muka dua ....

Luna benar-benar muak dengan semua ini.

Saat ini, dua gadis yang akan mempengaruhi hidup Felinette ada di depannya. Tidak berdaya. Masih di usia mereka yang belia dan tanpa pengalaman terkhianati pula. Haruskah Luna berpura-pura menyambut mereka dan melukai mereka ketika ada kesempatan? Atau haruskah Luna mengabaikan mereka dan menganggap pertemuan malam ini tidak pernah ada?

Luna tidak setega itu untuk memilih pilihan pertama. Pilihan itu mungkin akan muncul setiap Luna merasakan amarah atas perasaan Felinette, tapi tetap saja Luna tidak pernah dididik untuk melakukan sesuatu yang tidak rasional seperti itu. Namun Luna juga tidak bisa menyambut mereka dengan tulus, melupakan semua hal buruk yang pernah menimpa Felinette.

Selain banyak risiko yang akan ditanggungnya jika memilih pilihan pertama, Luna merasa bahwa mengabaikan keberadaan mereka akan menyelesaikan semuanya dengan sempurna. Tidak perlu ada drama berkepanjangan.

Luna tidak perlu terlibat dengan mereka lebih jauh lagi, karena Luna sedang menunggu waktu yang tepat untuk kabur dan memulai hidup baru dengan identitas lain. Jika ada kesempatan, Luna tidak akan merasa ragu lagi. Luna akan mengambilnya, dia berjanji tidak akan menyianyiakannya lagi. Masa itu akan datang, Luna tahu.

"M-maafkan kelancangan kami karena memasuki ranah Tuan Putri tanpa izin." Aurorasia tiba-tiba muncul di sisi Irsiabella, meminta maaf mewakilkan gadis itu. Tentu seorang Aurorasia membutuhkan kebesaran hati untuk melakukan pembelaan semacam itu. "Jika Tuan Putri tidak bisa mengampuni, saya memaklumi dan-"

"Tidak perlu dipikirkan." Luna segera memotong, berharap agar mereka segera lenyap dari hadapannya.

"Terima kasih, Yang Mulia Putri."

Sebenarnya, rasanya agak aneh. Dengan kepribadian seperti itu, Luna tidak yakin bahwa Aurorasia bisa meminta pengampunan untuk orang lain. Dia juga tidak akan mungkin berterima kasih. Namun, putri duke yang terhormat itu melakukannya untuk membela Irsiabella.

Hubungan mereka memang baik, sama seperti bagaimana yang semestinya. Mungkin, itu masih satu-satunya yang masih kentara tidak akan berubah.

Sejenak, Luna menoleh ke arah Irsiabella yang tampak jelas memperlihatkan ekspresi yang cukup kaget. Sepanjang hidupnya, Irsiabella selalu diperlakukan dengan penuh kekaguman dan dukungan dari orang-orang yang mengenalnya.

Ketika diperkenalkan di dunia luar pun, tidak ada yang pernah mengumbarkan kelemahannya-atau mungkin karena Irsiabella memang tidak memilikinya-atau menjelek-jelekkannya. Tidak ada yang membencinya. Irsiabella Ravelsa disayangi dan dicintai oleh semua orang, membuatnya semakin pantas sebagai seorang putri.

Benar-benar definisi protagonis yang sesungguhnya.

Mungkin, seharusnya Luna menuliskan The Fake Princess dengan Irsiabella sebagai pemeran utamanya. Felinette hanyalah pemeran sampingan yang tidak diperlukan, karena itu Luna harus segera menyelamatkan nasib buruk Felinette dengan menyingkir dari alur. Pasti memang begitu.

"Kami izin undur diri, Yang Mulia Putri." Aurorasia memberikan penghormatan.

Irsiabella yang tadinya masih hanyut dalam pikirannya sendiri pun ikut memberikan penghormatan yang sama.

Luna langsung membalikkan tubuh dan kembali meratapi telaga, hanya berdiam diri di sana sampai akhirnya suara rerumputan tidak lagi terdengar tanda mereka telah meninggalkan tempat ini. Kini, pemandangan di telaga itu masih indah, tetapi pikirannya dipenuhi oleh hal lain yang terus mengusik pikirannya.

"Tuan Putri, bukankah sebaiknya Anda menghukum mereka? Mereka memperlakukan Tuan Putri dengan tidak terhormat," komentar Terence yang terdengar agak kesal.

Jika perlakuan Irsiabella dan Aurorasia tadi dikatakan tidak terhormat, lantas apa sebutan yang tepat untuk perlakuan para bangsawan yang memperlakukan Felinette dulu?

"Tidak perlu dipikirkan, itu bukan masalah yang besar." Luna memilih menghibur Terence yang terganggu dengan sikap dua gadis bangsawan muda itu. "Daripada memikirkan mereka, lebih baik kita melanjutkan pembicaraan kita yang tertunda."

Luna belum sepenuhnya teralihkan dari fakta bahwa pertemuannya dengan Irsiabella akan terjadi lebih cepat daripada yang seharusnya. Namun, akan lebih baik jika dirinya mendengar berita lain yang akan membuatnya melupakan kejadian mengagetkan barusan.

Raut wajah Terence yang tadinya gusar, kini berubah menjadi keraguan.

"Sebenarnya malam ini akan menjadi malam terakhir saya mengawal Tuan Putri," ceritanya singkat. "Besok saya akan mulai bergabung bersama prajurit lain untuk pelatihan yang lebih serius."

Luna telah mempersiapkan hatinya kapan saja, jadi berita ini sebenarnya tidak membuatnya terlalu terkejut atau membuat kesan mendadak.

"Aku mengerti."

Terence yang menunduk pun kembali mengangkat kepalanya, "Saya ingin meminta maaf lebih awal."

"Mengapa kau meminta maaf?" tanya Luna.

"Saya lancang," jawab Terence lagi.

"Maksudmu lancang karena apa?" Luna bertanya lagi, karena benar-benar tidak mengerti dengan maksud Terence.

Tiba-tiba, pemuda itu menjatuhkan lutut kanannya di atas rerumputan, berlutut di depan Luna yang membuatnya agak terkejut karena lagi-lagi Terence melakukan sesuatu yang tidak disangkanya.

"Jika boleh, saya berharap Tuan Putri mengabulkan permintaan saya."

Luna agak bingung bagaimana merespons, "Aku tidak bisa berjanji bisa mengabulkannya, apalagi kalau aku tidak tahu permintaan apa yang akan kau buat."

"Seandainya pemberantasan telah berakhir, seandainya saya masih hidup dan bisa kembali ke Negeri Terevias, bolehkah saya kembali menjalankan tugas saya untuk mengawal Tuan Putri?" tanya Terence dengan nada yang rendah.

Luna terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan Terence sama sekali.

Terence akan kembali di umur Felinette yang ke tujuh belas, setelah rumor tentang Felinette yang tidak memiliki kekuatan menyebar dan setelah kekuatan Irsiabella terekspos publik. Itu takdir yang tidak bisa Luna hindari ketika menjadi Felinette, sebab orang-orang akan mulai mempertanyakan kekuatan Felinette yang tidak kunjung muncul. Luna mungkin bisa menunda kecurigaan itu selama waktu, tetapi Luna tidak bisa menghentikan semua kemungkinan-kemungkinannya.

Luna telah membulatkan tekad untuk meninggalkan istana sebelum kejadian itu terjadi. Jadi, memberikan janji untuk memenuhi permintaan Terence akan terdengar sangat egois, jika Luna sendiri tidak bisa menjaminnya.

"Aku tidak bisa berjanji," jawab Luna pada akhirnya.

Terence tampak begitu terpukul dengan jawaban yang diberikan Luna.

"Tapi, ketika hari kepulanganmu datang, aku akan memberikanmu pilihan," sahut Luna setelah beberapa saat. "Apakah kau ingin melakukannya atau tidak."

Walau sebenarnya aku ragu kau akan melepas semua gelar-gelar terhormatmu demi melindungi seorang putri palsu.

"Tanpa pilihan pun, saya tahu apa yang akan terjadi," ujar Terence dengan penuh hormat.

Luna menggelengkan kepala, "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, Terence."

Kenyataannya, Luna tahu apa yang terjadi di masa depan. Nantinya, setelah Terence pulang sebagai seorang pahlawan, dia akan diangkat sebagai panglima perang termuda di divisi baru yang kepentingannya setara dengan Marquess Arsenio, lalu juga akan mendapatkan banyak tawaran dari kerajaan lain untuk menikahi putri negeri tetangga.

"Saya pasti akan memilih untuk melakukannya, Tuan Putri," jawab Terence.

Dan Terence tidak akan memilih menjadi ksatria pribadinya lagi.

"Apapun pilihanmu nanti, itu tidak penting. Kuharap kau bisa kembali ke Terevias dengan selamat."

"Saya akan kembali ke Terevias dan kepada Tuan Putri," ucap Terence dengan yakin. "Saya berjanji."

Jangan membuat janji yang tidak kau ketahui akan terpenuhi atau tidak. Luna mengatakannya dalam hati, merasa terkhianati oleh dirinya sendiri karena pernah mengumbarkan janji-janji yang tidak mungkin bisa dipenuhinya.

Luna tidak akan pernah mau membuat janji lagi.

Mengabaikan perkataan Terence tentang janji, Luna berjalan menjauhi telaga. "Terence, ini waktunya kita kembali ke aula."

"Tuan Putri," panggil Terence.

Langkah Luna berhenti. Hatinya penuh keraguan untuk membalikkan kepala. Apakah Terence akan memaksanya untuk memberikan jawaban atas semua janji-janjinya?

Setelah Luna pikir-pikir, ini memang akan menjadi saat-saat terakhir bersama Terence. Setelah malam ini, mereka mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Luna sedikit-banyak juga mencoba memahami perasaan Terence terhadap Felinette, sebab itulah Luna ingin Terence setidaknya bisa mengenangnya dari dansa pertama dan terakhir mereka.

"Apa ada hal penting lain yang ingin kau sampaikan?" Luna bertanya tanpa berbalik.

Terence terdiam selama beberapa saat, lalu menjawab, "Tentang kepergian saya, itu bukan sesuatu yang penting bagi Tuan Putri."

Luna berbalik hanya untuk memeriksa raut wajah Terence ketika mengatakan demikian. Anehnya, Terence tidak tampak terluka sedikitpun.

Ekspresinya tampak tegas seolah meyakinkan Luna, pembicaraan mereka malam ini tampaknya memang belum selesai.

"Jadi, kalau bukan itu, hal penting apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan?"

*

"Feline, Kakak minta maaf."

Pangeran Felixence mengatakan demikian setelah keheningan panjang dalam kereta kencana yang membawa Luna kembali ke Istana Barat.

Luna yang sedang tenggelam dalam pembicaraannya dengan Terence tadi, langsung mengedipkan matanya beberapa kali lantaran kebingungan. Sedikitpun, Luna tidak menyangka bahwa Pangeran Felixence akan merendahkan diri untuk meminta maaf kepadanya.

"Aku salah. Seharusnya aku tidak melakukan itu kepadamu," ucap Pangeran Felixence.

Luna masih terdiam, sebenarnya sedikit bingung harus memberikan respons seperti apa.

"Maaf, ya?"

Luna bisa melihat keseriusannya dalam meminta maaf. Setelah Luna pikir-pikir, Pangeran Felixence mungkin melakukan hal itu karena terlalu lama mengobservasi perilaku adiknya yang aneh, tetapi tidak kunjung membuahkan hasil.

"Aku juga minta maaf." Luna mengalahkan egonya untuk menghentikan pertengkaran mereka lebih lama lagi. Keduanya memang sama-sama menderita karena hal ini.

"Aku sadar, aku terlalu memaksamu menceritakan alasanmu." Pangeran Felixence menghela napasnya. "Jangan-jangan, aku yang membuatmu tidak nyaman dan semakin tidak betah di istana."

"Kak Felix kan kakakku. Mengapa berpikir seperti itu?" Luna bertanya dengan agak kaget. "Alasanku bukan karena Kak Felix!"

Manik amethyst Pangeran Felixence yang terpantul oleh sinar rembulan terlihat amat indah. Luna yang takut terpesona terlalu lama, segera mencari cara mengalihkan pandangannya diam-diam, berharap Pangeran Felixence tidak menyadarinya.

"Aku punya alasan. Mungkin memang tidak akan kujelaskan mengapa, tapi suatu hari alasanku pasti akan kuceritakan." Luna selalu mengulangi kata-kata yang sama setiap menjelaskan hal ini kepada Pangeran Felixence.

Tentang Putri Felinette yang lahir tanpa memiliki kekuatan ... itu akan terbongkar setelah di usianya yang ke-15. Cepat atau lambat. Kecurigaan para bangsawan pasti akan membesar seiring berjalannya waktu.

Di saat itu, alasan Luna ingin meninggalkan istana pasti akan terjawab dengan sendirinya oleh Pangeran Felixence.

"Kira-kira, aku bisa memberitahu Kak Felix alasanku setelah masa sekolahku di akademi publik berakhir," ucap Luna pada akhirnya. "Setahun lagi, kalau Kakak tidak keberatan."

"Aku bisa menunggu, tapi kau yakin bisa menjelaskannya setelah setahun?" tanya Pangeran Felixence lagi.

Luna benci membuat janji. Namun pada akhirnya, Luna memberikan anggukan sebagai jawaban final.

Bukan memberi janji, tetapi mencoba menerima kenyataan bahwa ketika Felinette berumur 15 tahun, itu memang akan terjadi.

Pangeran Felixence menghela napas, lalu memajukan tubuhnya sedikit.

"Omong-omong, Feline, kemana saja kau sewaktu pesta tadi?" tanya Pangeran Felixence, mengubah topik pembicaraan.

"Aku melihat telaga bersama Terence," jawab Luna.

Pangeran Felixence hanya memperhatikannya sebentar, lalu menganggukkan kepalanya mengerti.

"Aku sudah dengar kalau besok pelatihan akan dimulai dan malam ini adalah malam terakhir Terence berstatus sebagai ksatria pribadimu. Namun sayang sekali, kau tidak bisa membantuku mengobservasi keadaan di aula," ucap Pangeran Felixence.

Luna punya banyak pertanyaan di kepalanya saat ini.

Pangeran Felixence tidak mungkin memerlukan bantuannya. Dirinya sendiri sudah sangat ahli dalam mengamati dan membaca bahasa tubuh orang lain, karena jika tidak, mana mungkin Pangeran Felixence bisa menyadari perubahan sikap Luna. Juga, Luna tahu bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh sang pangeran.

"Sepertinya aku menemukan Nona Anonim. Aku sudah mencurigai seseorang, tapi aku perlu memeriksa dan memastikan semuanya lebih dalam lagi."

Luna merasa bahwa kepalanya benar-benar bisa meledak kapan saja.

"Siapa?" tanya Luna.

Pangeran Felixence hanya tersenyum, "Jika sudah dipastikan benar, kau akan menjadi orang pertama yang kuberi tahu."

Apa ini cara Pangeran Felixence membalasnya? Dengan memintanya bersabar balik?

Luna tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Satu-satunya nama yang muncul di kepalanya saat ini hanya Irsiabella Ravelsa.

Malam ini benar-benar malam yang tidak terduga. Pertemuannya dengan Irsiabella Ravelsa, tentang Pangeran Felixence yang ternyata telah mengunci jawaban mengenai identitas Nona Ravelsa, dan juga informasi penting yang disampaikan Terence.

"Jadi, apa yang kau bicarakan bersama Terence?" tanya Pangeran Felixence yang kembali membuyarkan pikiran Luna.

... Apakah Kak Felix tahu?

"Tidak ada, hanya kata-kata perpisahan," jawab Luna pendek.

"Kupikir Terence akan memohon padamu agar bisa kembali menjadi ksatria pribadimu lagi setelah misinya selesai?"

Dan itu memang benar.

"Memangnya, mereka akan memberantas kelompok pemberontak sebesar apa sampai-sampai mengerahkan banyak prajurit?" Sengaja, Luna mempertanyakan tentang Death Wave, karena sebelumnya tidak ada seorang pun yang pernah membahas perihal itu di depannya.

Pangeran Felixence terdiam selama beberapa saat, "Feline, sebaiknya kau tidak perlu ikut memikirkannya."

Sudah kuduga.

Jika Pangeran Felixence memang tidak ingin Felinette mengetahui perihal Death Wave, berarti Pangeran Felixence memang tidak boleh mengetahui pembicaraannya dengan Terence tadi.

"Meskipun itu menyangkut Terevias? Aku, Putri Terevias tetap tidak boleh mengetahuinya?" tanya Luna, mencoba membujuknya lagi.

"Kelak setelah pemberantasan berakhir, kau akan segera mengetahuinya."

Berapa banyak rahasia lagi yang akan disembunyikan Pangeran Felixence darinya? Luna bahkan ragu itu disebut rahasia jika dirinya sebenarnya sudah bisa menebaknya lebih cepat, tetapi jika Felinette ada di posisi semula sebagai putri, maka sudah pasti sang putri tidak tahu apa-apa.

Setelah sampai di Istana Barat dan Pangeran Felixence mengantarkannya sampai ke kamarnya, pemuda itu kembali bersuara sebelum pintu itu tertutup.

"Besok pagi, kita akan melihat keberangkatan prajurit-prajurit Terevias. Jangan sampai terlambat," pesannya.

Luna mengangguk singkat. "Selamat malam, Kak."

"Selamat malam," balas Pangeran Felixence.

Terence yang mengikuti mereka sampai ke lorong, ikut memberikan salam perpisahan. "Selamat malam, Tuan Putri."

Mungkin itu akan menjadi waktu terakhir Terence mengatakan selamat malam kepadanya.

"Selamat malam, Terence."

Tatapan mata Terence masih terpusat pada Luna, sampai akhirnya ia membungkuk hormat dan meninggalkan lorong istana. Pembicaraannya dengan Terence terus terngiang di kepalanya.

"Mungkin Tuan Putri belum mendengar rumor ini. Namun, saya merasa bahwa Tuan Putri berhak tahu tentang rumor yang belakangan menyebar di kerajaan." Terence mulai menjelaskan kembali, "Kelompok pemberantas yang sedang dihadapi Negeri Terevias adalah organisasi besar yang sejak dulu menentang sistem kerajaan. Mereka menyebutnya sebagai Death Wave."

Sebenarnya, Luna sudah lama tahu tentang eksistensi Death Wave. Namun Luna tidak menyangka bahwa Terence akan menjadi orang pertama yang memberitahunya. Raja Finnebert dan Pangeran Felixence tampaknya sama-sama sepakat untuk tidak menceritakan perihal ini kepada Putri Felinette sampai semua masalahnya berakhir.

"Informasi penting seperti ini, mungkin aku akan mendengarnya langsung dari Ayah atau kakakku," sahut Luna.

"Saya tidak akan membicarakan tentang detail-detailnya, tetapi saya mendapatkan informasi yang mungkin Tuan Putri cari selama ini," ucap Terence.

Informasi yang Luna butuhkan? Memangnya, Terence tahu apa mengenai isi pikirannya?

"Ada yang melihat keberadaan seseorang yang bermata merah di kawasan dominan Death Wave."

Perkataan Terence sontak membuat Luna tersentak.

Bagaimana Terence bisa mengetahui tentang kerisauannya?

Melihat sang putri yang tampak terkejut dengan pernyataannya, Terence memilih untuk menjelaskan tanpa harus ditanya lebih dulu. "Akan lebih aneh jika saya tidak menyadari apa yang ingin Tuan Putri cari. Mungkin Tuan Putri lupa, tetapi saya selalu di sisi Tuan Putri."

"Rumor itu ... darimana kau mendengarnya?" Luna bertanya dengan agak waspada.

Apakah dari para bangsawan malam ini? Apakah dari hasil rapat kerajaan sewaktu ingin membentuk Death Wave? Apakah mungkin alur bisa berbelok jika ada orang lain yang menyadari eksistensi pemuda yang membunuhnya sebelum pembunuhan itu terjadi?

Terence menggeleng. "Ini bukan rumor, karena baru beberapa orang yang mengetahui tentang ini," jelasnya.

Ayah Terence-Marquess Arsenio-berhasil menangkap salah satu anggota Death Wave. Sang pelaku tidak menjelaskan lebih banyak tentang organisasi-nya ketika interogasi dilakukan oleh pihak kerajaan. Ia lebih memilih menjelaskan tentang keberadaan seseorang bermata merah yang belakangan sering terlihat di antara mereka.

Pihak yang menginterogasi memiliki asumsi bahwa perkataan orang itu hanyalah bualan untuk menakut-nakuti pihak kerajaan tentang 'iblis' yang kemungkinan memihak Death Wave.

Tidak ada informasi lebih lanjut setelah itu, karena tersangka memilih untuk mengakhiri hidupnya di sel. Ia memilih mati bungkam tanpa membicarakan sedikitpun tentang rencana Death Wave atau tentang para petinggi di dalamnya. Lalu, satu-satunya hal yang dijawabnya menjadi ancaman konyol belaka. Tidak ada yang mempercayai cerita itu.

Namun, Luna sudah pernah bertemu dengan pemuda bermata merah itu di kehidupan sebelumnya. Luna tahu bahwa siapapun pemilik mata berwarna darah itu memang nyata adanya. Keinginan terbesar pemuda itu adalah untuk membunuhnya.

Luna merinding ngeri membayangkan nasib yang sama akan dialaminya sekali lagi.

"Kapan?"

Luna tidak pernah menjelaskan pertanyaannya lebih rinci, tetapi sesuai dugaannya, Terence mampu memahaminya dengan tepat.

"Sekitar sepekan yang lalu. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tentang keluarganya, mereka tidak tahu tentang organisasi itu. Tampaknya perekrutannya dilakukan dengan rahasia," jelas Terence.

Pemuda bermata merah itu sudah berkeliaran di sekitaran Terevias. Baru mengetahui berita itu saja, rasanya kedua kaki Luna melemah dan bisa jatuh kapan saja. Luna tidak tahu apakah wacana untuk meninggalkan istana dan berada di sekolah publik benar-benar adalah pilihan yang benar, mengingat di istana pun tidak bisa menjamin keamanannya.

"Tuan Putri tidak perlu cemas." Terence mengatakan demikian seolah mengerti banyaknya kekhawatiran yang disimpan Luna.

Bagaimana mungkin Luna tidak merasa cemas?

"Jika saya bertemu dengannya, apa yang harus saya lakukan?"

Luna mencoba terlihat tenang dengan pertanyaan Terence yang agak mengganggunya. "Mungkin saja dia memang tidak nyata, kan?"

"Kita akan melihat kemungkinan terbaiknya." Terence bertanya lagi, kali ini dengan kilatan mata yang agak berbahaya. Luna pernah melihat kilatan yang sama, ketika Terence hendak menghabisi seluruh pelayan di Istana Barat dulu. "Bagaimana jika dia nyata dan saya bertemu dengannya?"

Apa itu kemungkinan terbaik?

"Apa saya harus membawanya lebih dulu kepada Tuan Putri? Apa saya harus menginterogasinya?" Pertanyaan Terence semakin lama semakin membuat Luna terganggu, tetapi juga membuat Luna semakin yakin kemana topik pembicaraan mereka akan berakhir.

"Apa saya harus langsung membunuhnya? Apa yang harus saya lakukan?"

Barulah, Luna memberanikan diri menganggukkan kepala dan menatap tepat di matanya.

"Jika nanti kau bertemu dengannya, bunuh dia untukku, Terence."

Terence tersenyum, lalu memberikan penghormatan kepada Luna. "Segalanya untuk Anda, Tuan Putri."

Luna tidak tahu, takdir apa yang akan menantinya dari pilihan yang baru saja dibuatnya.

***TBC***

6 Juni 2021

Paws' Note

OKeeeeeee, inilah scene gantungan baju Luna. Mungkin enggak seganteng punya Stella. EH GANTUNG MAKSUDKU (yang tadi typo, tapi lucu, jadi enggak aku ganti)

GILA GA SIH, CHAPTER INI 3000 KATA LEBIH AAAAAAAAAAA

GILA GA SIH, NEXT CHAPTER UDAH BALIK LAGI KE POV STELLAAAAAAAA

GILA GA SIH, TERNYATA AKU BISA KELARIN POV LUNA DALAM 15 CHAPTER DOANG.

Aduh gila banget pokoknya! Best regards aja buat cerita ini :')
Kalau semisal suatu hari nanti bakal ada versi cetaknya (aminin dulu yakan), mari paus ceritakan dengan sesingkat-singkatnya.

Ngeri yaa cerita ini makin dark aja, main bunuh-bunuhan /gagitu, Cin.

Bolehh skip scene tengah malam Stella dan Matamerah di balkon ga sih? Boleh ga sih? Gaboleh ya? Yaudah, enggak kuskip, semoga next chapternya enggak lama-lama amat.

Dan karena POV Stella akan datang, akhirnya nama asli matamerah akan terungkap jejejeng. Bisa-bisanya lebih dari 50 chapter, pausssssss!

Ingat yaaaaa, jumlah hurufnya si matamerah juga 9 huruf, sama kayak Pangeran Felixence.

Jadi, izinkan aku berbaik hati mematahkan salah satu konspirasi teori yang pernah kubaca dulu:

Matamerah ≠ Pangeran Felixence.

Aku baca alasannya memang masuk logika, tapi bisa-bisanya ada yang punya pemikiran kayak gini. Jadi maksudnya Pangeran Felixence bisa dan tega bunuh Putri Felinette gituu? Nangis paus.

Oke, mari kita selesaikan bacotan kita malam ini.

Fanart kita hari ini dari IG @/greenynday. YANG MERASA NAMA IG-YA TELAH DISEBUTKAN DI SINI MOHON GAMBARNYA SEGERA DIKLAIM.

Apakah kalian familier dengan scene ini?

Terence-Felinette❌
Felixence-Irsiabella✔️

Iyap, benar. Ini adalah scene halu yang belum pernah paus buat.

BISA-BISANYA YA KAPAL FELIXENCE-IRSIABELLA MASIH SEMANGAT EMPAT LIMA!

Sabar ya, nanti juga nongol scene dansanya.

Tapi ya, masih lama~

SEE YOU ON THE STAR!

Bye-bye!

Cindyanaaaaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro