48. Malam Panjang Felinette de Terevias
"Kalau aku bisa sembuh, aku ingin melihat taman bunga, Kak."
***
"Keagungan abadi dan berkat mulia di bawah langit Terevias."
Suara yang ramai menyambut kedatangan Felinette di aula. Aula Istana Selatan yang biasanya memang sepi tampak begitu ramai malam ini. Memang tidak sampai memenuhi sepertiga ruangan, mengingat ukuran ruang aula memang begitu masif. Semuanya berdiri di lantai dansa, agar bisa menghadap pemimpin Terevias dari dekat.
Semua bangsawan yang hadir membungkukkan kepala mereka untuk memberikan penghormatan terhadap Putri Terevias. Namun, Luna tidak melihat hal itu sebagai sesuatu yang hebat.
Setiap melihat ada yang memperlakukannya dengan begitu terhormat, Luna akan kembali teringat bagaimana dirinya pernah dipermalukan di salah satu pesta. Jangankan memberikan penghormatan, bahkan Felinette si putri palsu pun tidak berhak mendapatkan kata-kata pemberkatan dan penghormatan seperti itu.
Malah, hari ini adalah kali pertamanya mendapatkan kata-kata penghormatan.
Meskipun berdiri di tempat yang lebih tinggi daripada kerumunan bangsawan itu, Luna bisa melihat ekspresi para bangsawan yang menatapnya dengan sorot hangat dan bahagia. Mereka semua sangat lihai dalam memperlihatkan topeng mereka untuk menipu.
Bagi Luna, semuanya palsu.
Alih-alih merasa terhormat, Luna merasa begitu hina. Ternyata, nilai Putri Felinette di mata rakyatnya tak lebih dari sekadar pajangan dan boneka Terevias yang bisa dimanfaatkan sebagai pion kerajaan. Bukankah karena itu, Felinette wajib memiliki kekuatan?
Seolah-olah, Felinette hanya berharga jika memiliki kekuatan. Tanpa kekuatan, meskipun berstatus sebagai putri kerajaan, Putri Felinette bukanlah apapun.
Luna benci perasaan ini. Keinginan untuk meninggalkan aula di detik itu juga terasa sangat membara-bara. Luna sangat marah, seolah bisa merasakan bagaimana perasaan Felinette yang sesungguhnya. Namun Luna tidak bisa berbuat apapun, ia hanya bisa mewakilkan Felinette untuk merasa marah.
"Jadi, apakah dia datang?" tanya Raja Finnebert kepada Luna usai melakukan kata-kata penyambutan.
Luna sempat kehilangan arah pembicaraan selama beberapa saat, sampai akhirnya menyadari bahwa Raja Finnebert dan Pangeran Felixence sama-sama sedang menunggu jawabannya.
Oh, benar. Pangeran tidak memberitahu raja.
"Entahlah, aku belum melihatnya," jawab Luna sambil memaksakan senyum.
"Seharusnya semua bangsawan membawa anak-anak mereka. Dia pasti datang," hibur Raja Finnebert sambil tertawa. "Kalau dia datang, apakah kau akan berdansa dengannya?"
Luna hanya bisa membalasnya dengan tawa hambar, "Aku agak meragukannya. Kami tidak terlalu saling mengenal."
"Kalau dia tidak mengajakmu berdansa, itu mungkin karena dia segan kalau kau adalah Putri. Jika kau memang ingin berdansa dengannya, kau berani mengajaknya, kan?"
Pangeran Felixence menyela dengan pelan, "Ayah, Feline ini seorang gadis dan seorang Putri Terevias. Rasanya tidak pantas—"
"Ayah tidak ingat ada aturan tentang larangan perempuan yang mengajak laki-laki berdansa," jelas Raja Finnebert dengan tenang. "Justru, tidakkah kau melihat perempuan pemberani sebagai sosok yang menarik?"
Pangeran Felixence tidak menyanggah atau mengiyakan. Sebaliknya, tatapannya beralih ke Luna dan tampak berusaha berkomunikasi dengannya lewat tatapan matanya. Namun, Luna tidak punya kekuatan super atau ikatan yang kuat dengan Pangeran Felixence untuk memahami maksudnya.
Musik di aula tiba-tiba mulai mengalun melodi biola yang mencurigakan, terlebih ketika Luna menyadari bahwa suasana di lantai dansa sana mulai perlahan membentuk formasi melingkar. Para bangsawan menyingkir membiarkan lantai dansa lebih lapang, sementara ada yang sibuk mengobrol atau sekadar menikmati jamuan makanan manis yang disediakan.
"Felinette, mau berdansa dengan Ayah atau dengan kakakmu dulu?" tanya Raja Finnebert tiba-tiba.
Tanpa berpikir dua kali, Luna langsung berdiri dari duduknya, lalu membungkuk hormat ke arah raja dan mengembangkan kedua sisi gaunnya.
Sang raja memenuhi ajakan dansa putrinya. Selanjutnya, membiarkan Luna menggandeng lengannya menuruni tangga, lalu membawanya di tengah-tengah formasi lingkaran.
Luna bisa merasakan semua tatapan terarah kepadanya dan sang raja. Tidak dapat menipu diri juga, keadaan seperti itu mengingatkannya dengan trauma masa lalunya. Diperhatikan dalam konteks negatif oleh para bangsawan dengan mencari-cari kelemahan dan kesalahannya. Jika Luna berbuat salah, dia yakin akan ada rumor buruk lain yang akan menghinggapinya.
Tentu saja Luna tahu tentang kabar burung yang telah beredar mengenai dirinya; bahwa kepribadian Putri Felinette sejatinya angkuh. Atau mungkin berita tentang pengusiran pelayan malangnya. Atau mungkin, sikap Putri Felinette yang semena-mena dan mempermalukan Kerajaan Terevias.
"Tidak perlu cemas, Felinette," hibur Finnebert ketika mereka berdua tengah berdansa.
Luna mencoba tersenyum di tengah-tengah kegelisahannya. "Aku tidak cemas."
"Saat di akademi nanti, kau bisa membuktikan bahwa semua hanya rumor bohong. Kita memang tidak bisa menghentikan bibir-bibir manusia. "
Raja Finnebert pun tampaknya memahami kekhawatirannya.
"Aku akan berusaha melakukan yang terbaik, Ayah," janji Luna.
Sang raja hanya tersenyum hangat.
Luna tidak pernah mengingat bagaimana rasanya mempunyai sosok ayah, tetapi keberadaan Raja Finnebert sedikit menghangatkan perasaannya. Mungkin begini rasanya mempunyai seorang ayah yang mengasihi anaknya.
"Jadi, apakah kau sudah melihatnya?" tanya Raja Finnebert.
"Belum."
Luna tidak mungkin mengatakan bahwa sedaritadi Luna berusaha untuk tidak melihat keadaan di sekitarnya. Pandangan orang-orang terhadapnya membuatnya agak tidak nyaman.
Sempat hanya terbuai dalam fokus untuk mengambil langkah dan mengikuti alunan musik, tiba-tiba Raja Finnebert berdeham dan bertanya, "Apakah kakakmu pernah bercerita tentang perempuan yang disukainya?"
Semua kegugupan yang tadinya mengganggu Luna pun mendadak lenyap. Luna mengedipkan matanya berulang kali, sampai akhirnya berusaha menjawab dengan normal, "Kak Felix suka dengan seseorang? Apa dia bercerita?"
"Kalau dia bercerita, ayah tidak akan bertanya padamu," ucapnya sambil terkekeh. "Kalian berdua kan dekat, barangkali kalian berdua saling menjaga rahasia satu sama lain dan tidak ingin ada yang mengetahuinya."
Tentang menjaga rahasia, mereka berdua memang sedang saling menjaga rahasia masing-masing. Pangeran Felixence menjaga rahasianya tentang keinginannya untuk kabur dari istana. Dan mengenai rahasia pangeran, Luna mengetahui rahasia pangeran yang ternyata sudah menguasai sihir pertukaran sihir yang sulit dan menyembunyikan seorang gadis tanpa nama yang bertukar pesan dengannya.
Kalau raja sampai tahu rahasianya, Luna yakin persetujuan untuk bersekolah di sekolah umum akan dicabut. Lalu, jika seandainya raja tahu tentang Nona Anonim, mungkin akan dilakukan pencarian tentang identitasnya. Mungkin, karena Luna tidak tahu apa yang akan sebenarnya terjadi.
"Kak Felix tidak menceritakan apapun kepadaku," jawab Luna. "Tentang gadis yang Kak Felix sukai, darimana Ayah mengetahuinya?"
"Oh, bukan. Ayah hanya menebak. Belakangan ini sepertinya Felix sering mengumpulkan informasi tentang para gadis bangsawan di Terevias."
Pangeran Felixence pernah mengatakan bahwa ia mengumpulkan informasi itu diam-diam. Bukan bermaksud untuk menyembunyikan perihal ini terhadap ayah mereka. Namun Pangeran Felixence ingin memastikan identitasnya lebih dulu dan mendapatkan keputusan final sebelum memberikan laporan kepada raja. Perfeksionis, memang.
"Itu," kata-kata Luna tertahan, "Kak Felix mengumpulkan data bangsawan mungkin bisa dijadikan kandidat temanku di akademi." Luna berdusta.
"Hm. Ayah pikir keinginanmu di akademi agar bisa berbaur tanpa memilih teman?"
Luna tertawa hambar, "Ya ..., tapi tidak ada salahnya memeriksa latar belakang mereka, kan?"
Tidak terasa, satu lagu akhirnya berakhir. Luna memberikan penghormatan kepada sang raja sebelum beliau kembali ke singgasana-nya. Belum lagi melodi terakhir selesai dimainkan, Pangeran Felixence sudah menuruni singgasana dan memberikan gelagat ajakan dansa kepada Luna.
Kini, Luna dan Pangeran Felixence ada di tengah-tengah formasi lingkaran.
"Kau berdansa dengan baik," puji pangeran.
"Tidak juga. Beberapa kali aku ketinggalan langkah, tapi Ayah berusaha menyesuaikan langkahku," jawab Luna sejujurnya.
"Oh, kalau begitu, aku harus bersiap-siap menyesuaikan langkahku," ucap Pangeran Felixence.
Luna tidak tahu apakah itu mempunyai maksud sarkastik atau tidak. Memang, keduanya masih sering berbicara seolah-olah mereka baik-baik saja, seolah-olah tidak ada jarak pembatas. Namun, Luna bisa merasakannya; sikap Pangeran Felixence terhadapnya agak dingin.
Apa hanya karena Luna menghindarinya? Luna tidak boleh membiarkan Pangeran Felixence melihat isi kepalanya lebih banyak lagi. Bisa-bisa, rahasianya yang paling krusial bisa terbongkar, bahwa dirinya bukanlah Putri Felinette yang sebenarnya.
Jika itu terjadi, Luna yakin tidak akan ada siapapun di dunia ini yang akan mendukungnya.
Alunan musik kembali memenuhi aula. Musik kedua telah terputar. Luna menempatkan tangan kirinya di bahu Pangeran Felixence dan tangan kanannya menggenggam tangan sang pangeran. Sebenarnya, akan lebih baik jika Luna tidak perlu berdansa dengan pangeran, sebab Luna tidak nyaman dengan keadaan yang menjebak kecanggungan mereka. Namun, Luna tidak mungkin menciptakan rumor-rumor lain karena keegoisannya.
"Jadi, ketika Ayah menanyakan tentang lelaki itu, kau menjawab apa?" tanya Pangeran Felixence.
Luna berkedip bingung beberapa kali, "Dari mana Kakak tahu kalau Ayah menanyakan itu?"
"Karena Ayah yang paling menggebu-gebu untuk memeriksa latar belakang lelaki tanpa wujud itu," balas Pangeran Felixence tanpa terdengar nada bercanda sedikit pun.
"Aku bilang aku tidak melihatnya." Luna tidak sengaja menghela napasnya, lantas langsung menyambung, "Ayah juga bertanya tentang gadis bangsawan yang Kakak sukai, ngomong-ngomong."
Pangeran Felixence mengangkat sebelah alis dan mata ungu amethyst-nya menatap Luna dengan heran, "Siapa?"
"Kalau Kak Felix saja tidak tahu, apalagi aku," ucap Luna dengan sedikit nada kesal. "Ayah tahu bahwa belakangan ini Kakak mencari informasi tentang Nona Anonim yang diduga merupakan penyebab dua ledakan mana misterius yang belum terpecahkan."
"Tapi, aku tidak memiliki perasaan terhadap Nona Anonim," ucapnya, sambil terus berdansa. "Bagaimana mungkin aku bisa memiliki perasaan terhadap seseorang yang bahkan belum pernah kutemui sebelumnya?
"Bukankah Kakak sudah mencurigai beberapa gadis bangsawan? Mereka ada di sini, kan, hari ini? Mungkin saja Kakak akan bertemu dengannya secara tidak sengaja hari ini."
"Aku tidak sepertimu yang bisa jatuh cinta dengan seseorang yang tidak dikenal dan hanya berkenalan lewat surat," sindir Pangeran Felixence.
Iya, Pangeran Felixence sedang menyindir cerita bohongannya tentang jatuh cinta dengan pemuda bangsawan yang belum pernah ditemuinya. Oh, dari perkataan kejam Pangeran Felixence kali ini, membuat Luna semakin yakin bahwa hubungan mereka berdua memang retak semenjak hari itu.
Luna berusaha tetap tenang dan menjelaskan, "Ayah mencurigai Kakak karena terlalu banyak menggali informasi tentang gadis bangsawan tanpa melapor."
"Jadi, kau menjawab apa?" tanya Pangeran Felixence.
"Ajak saja Ayah berdansa, lalu tanyakan sendiri," sindir Luna balik.
"Kau tidak memberitahu apapun tentang Nona Anonim, kan?" tanya Pangeran Felixence lagi.
"Kakak sangat melindunginya, ya?"
"Bukan begitu. Aku hanya merasa bahwa identitasnya harus diketahui lebih dulu sebelum aku melaporkannya kepada Ayah." Alis Pangeran Felixence tetap netral meskipun nada suaranya terdengar begitu bingung. Lalu, dengan wajah datarnya, kata-kata andalan Pangeran Felixence pun keluar. "Feline, kau aneh."
"Iya, memang," balas Luna tidak mau kalah. "Aku aneh sekali, karena berani-beraninya berdansa dengan seseorang yang sudah melihat isi pikiranku."
"Kau masih kecewa tentang itu?" tanya Pangeran Felixence dengan tidak percaya.
"Mengapa aku tidak berhak kecewa?" Luna bertanya balik. "Aku tidak menyangka, Kakak tega melakukan itu."
"Aku hanya mengkhawatirkanmu karena kau tidak ingin menceritakan apapun," jawab Pangeran Felixence.
Luna langsung menyela, "Dan langsung menggunakan sihir untuk melihat kegelisahanku, apakah itu bukan tindakan yang salah?"
"Bahkan setelah aku tahu keinginanmu, kau tetap tidak akan menceritakan alasannya, kan? Aku juga tidak ingin melakukannya, kalau kau tidak keras kepala seperti ini, Feline."
Mana mungkin Luna bisa menceritakannya.
"Kalau tidak ingin melakukannya, mengapa Kakak malah melakukannya?"
"Semuanya demi dirimu, Feline. Kalau aku hanya diam, kau pasti akan pergi, kan?"
"Mana mungkin aku pergi. Seisi Terevias mengenali wajahku," balas Luna
"Sejujurnya, aku merasa bersalah, tapi aku tidak menyesal."
"Tapi, Kakak tidak pernah meminta maaf tentang itu."
Bertepatan dengan itu, musik kedua pun berhenti. Luna langsung melepaskan tangannya, menjauh dari Pangeran Felixence, lalu membungkuk memberikan penghormatan untuk berakhirnya dansa mereka.
Keduanya kembali naik ke singgasana bersama. Luna menggandeng lengan sang pangeran, seolah percakapan sengit barusan memang tidak pernah terjadi. Luna juga yakin, percakapan mereka berdua setelah ini akan tetap sama dan baik-baik saja.
Namun tampaknya perkataannya barusan agak menyakitkan perasaan Pangeran Felixence, Sampai-sampai Pangeran Sarkas itu tidak bisa menjawab apa-apa.
Di dunia mana pun, aku selalu menjadi adik yang durhaka, pikir Luna sambil menghela napas.
Di singgasana, Luna melakukan hal-hal yang biasanya dilakukannya di pesta ketika menjadi Felinette dulu. Hanya bisa mengamati para bangsawan yang masih berdansa di lantai dansa. Luna juga tidak sengaja menemukan satu kerumunan di sudut ruang dansa.
Mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi di sana, Raja Finnebert tiba-tiba menyeletuk pelan, "Seperti yang sudah kita duga, Duke Archellios benar-benar berhati-hati dalam memilih calon penerus gelarnya."
"Ada rumor yang menyebar luas tentang Duke sejak awal musim semi. Beberapa kali ia mengunjungi berbagai kawasan kumuh di pinggir Terevias. Tampaknya Duke Archellios benar-benar akan mengadopsi seorang anak tanpa melihat status, gender dan latar belakang keluarganya," sambung Pangeran Felixence.
Tapi kalau dia bertemu dengan Irsia, dia akan tertarik mengadopsinya, Luna ikut menyambung dalam hati.
"Padahal akan lebih mudah kalau ia langsung mencari Duchess baru." Raja Finnebert menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sedari masih muda, Duke Archellios memang diketahui sangat mencintai Duchess Archellios. Jadi, semua saranku ditolak mentah-mentah tanpa berpikir panjang."
Keadaannya terdengar amat pahit. Ditinggalkan oleh keluarga yang disayanginya.
Lagi-lagi, tanpa bisa Luna hindari, dia kembali memikirkan nasib saudarinya.
"Namun melihatnya masih memilih, sepertinya dia mempunyai kualifikasi untuk anak yang akan diadopsinya nanti," komentar Raja Finnebert.
"Ketika Duke Archellios telah memilih nanti, kita bisa melihat bagaimana kualifikasinya," sambung Pangeran Felixence. "Mungkin saja dia mencari seseorang yang mempunyai—"
Tiba-tiba, pertakaan Pangeran Felixence terhenti. Aula yang tadinya agak berisik pun mulai mereda sedikit, meski tidak benar-benar sampai membuat keheningan. Pandangan Raja Finnebert dan Pangeran Felixence pun jatuh ke ujung tangga singgasana, membuat Luna mau tidak mau mengikuti arah pandang.
Ada seorang gadis yang berdiri di sana, mengangkat kedua sisi gaunnya dan membungkuk dengan hormat. Ada Aurorasia Swanbell di sana.
"Ini yang Ayah katakan tentang gadis berani tadi," ucap Raja Finnebert sambil mengulum senyum.
Luna tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tetapi melihat banyak bangsawan di bawah sana yang juga melihat ke arah Aurorasia, Luna mengasumsikan bahwa gadis itu baru saja melakukan sesuatu dengan sihir. Umur Aurorasia memang sudah 15 tahun dan mungkin sudah mendapatkan kekuatannya.
Namun, bukan hal itu yang membuat Luna mulai cemas.
Saat ini, di aula terbuka dimana ada banyak mata bangsawan yang melihat. Aurorasia Swanbell menunjukkan tanda-tanda akan memperkenalkan dirinya di depan publik.
Itu berita buruk untuk Luna, karena itu tandanya, malam ini akan menjadi hari pertama rumor menyebar tentang Aurorasia sebagai satu-satunya kandidat yang pantas berdiri di samping Pangeran Felixence.
"Yang Mulia Raja yang terhormat, perkenalkan nama saya Aurorasia Swanbell."
Malam ini ... pasti akan menjadi malam yang panjang.
***TBC***
30 Mei 2021
Paws' Note
WOOOOOOOW. Ngetik ini dengan perasaan amat excited.
Lol kenapa aku update subuh-subuh begini wkwkwkwkkw
By The Way, Anyway, Busway, karena dua chapter lagi POV Luna kelar, aku ingin memberikan kalian bantuan clue. Aduh paus baik banget~~~
Jadi ... semua percakapan yang ada di awal-awal chapter itu adalah percakapan di masa lalu.
Ketika kalian membaca POV yang judulnya ada Irsiabella, itu adalah percakapan yang pernah diucapkan / pernah didengar oleh Stella / Irsiabella. Sebaliknya;
Ketika kalian membaca POV yang judulnya ada Felinette, itu adalah percakapan yang pernah diucapkan / pernah didengar oleh Luna / Felinette.
Jadi, jika kalian mampu menganalisa semua percakapan awal selama 50 chapter tentang siapa yang ngomong ke siapa, kalian mungkin bisa mendapatkan clue tambahan sebelum aku membuat ledakan. Jadi, kalian enggak kaget-kaget amat kalau ada bom.
Disclaimer: aku enggak akan remake cerita The Fake Princess atau Flashback kehidupan Stella - Luna, karena nulis In Order to Keep The Princess Survive 2 Arc aja udah 50 chapter.
Arc 1 : Irsiabella Ravelsa (1-35)
Arc 2 : Felinette de Terevias (36-50)
Arc 3 : Gado-gado. (51-??)
Ada dialog (awal chapter) yang sebenarnya dalam satu percakapan yang sama, tapi lebih banyak sih, aku potong di dialog yang quote-able.
Sampai di chapter 50 nanti, aku yakin sudah banyak meses petunjuk yang kusebar. Sudah banyak pula para pembaca yang notice dan sudah membuat banyak konspirasi. Namun, kalaupun kalian sudah sangat yakin dengan konspirasi tsb, aku yakin yang paling kalian pengin itu adalah ketika aku bikin official decision-nya.
Hihihi, that's why I Love You guys so much <3
Tinggal 2 hari sebelum event Marathon Writing Month dari NPC berakhir. Aku beneran berharap bisa update setidaknya satu chapter lagi sebelum Mei selesai. Doain yaaa. Komentar-komentar kalian yang akan kubaca nanti juga tentu saja bisa membuatku semangat, hehehe //kode.
Oke, kelarlah bacot kita di chapter ini.
Mari kita ke fanart!
Pemilik fanart ini mohon diklaim di inline ini! Terima kasih.
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro