47. Latihan Dansa Felinette de Terevias
"Jika kau bisa mengulang masa lalu,
Kau akan memilih membalas dendam atau melupakannya dan mencari kebebasan?"
***
Berita tentang ledakan mana kedua kembali terdengar dari Kuil Agung di pertengahan musim semi kemarin. Pangeran Felixence yang sudah mendapatkan lebih banyak petunjuk, semakin rutin mengunjungi Kuil Agung. Meski disela kesibukannya yang padat untuk mengidentifikasi ledakan kedua, waktu kunjungan Pangeran Felixence di Istana Barat tetap rutin dan tidak berkurang.
Luna juga tidak bisa melarangnya, terlebih setelah Pangeran Felixence menangkap basah keinginannya. Semua pergerakan Luna kali ini lebih terbatas, karena sepertinya Terence juga mencurigai adanya keanehan sejak kunjungan pangeran hari itu.
Terence tidak menanyakan apapun perihal itu, tetapi tatapan dan raut wajahnya selalu terlihat seolah penasaran—sepertinya menunggu Luna bercerita lebih dulu. Sementara itu, Pangeran Felixence sering kali mencoba bertanya kembali, setiap dia mengingatnya. Masih terdengar begitu banyak bujukan darinya untuk meminta Luna mempertimbangkan kembali keputusannya, tetapi tekadnya sudah bulat.
Saat ini, Luna hanya mampu memberikan jaminan bahwa alasannya ingin masuk ke sekolah publik bukan untuk melarikan diri—mengingat pengawasan di sana memang sangat ketat—apalagi kalau hanya untuk melihat pemuda asing yang bahkan tidak pernah ada. Luna menjelaskan bahwa tujuannya di akademi hanya untuk menenangkan diri dari segala campur tangan politik kerajaan.
Pangeran Felixence bisa saja hanya menemaninya sepanjang hari untuk mulai mencari tahu alasan keinginan Luna yang tidak logis, tetapi karena waktunya menyempit dan ada keterbatasan waktu untuk segera melacak keberadaan ledakan, Pangeran Felixence memilih memprioritaskan pencarian untuk sementara waktu.
Menurut Pangeran Felixence, orang yang menyebabkan ledakan mana itu adalah Nona Anonim. Ledakan itu terjadi di waktu yang sama ketika Nona Anonim mempertanyakan tentang mata yang bercahaya—salah satu indikasi ledakan mana—dan itu membuat Pangeran Felixence yakin bahwa Nona Anonim masih seorang pemula dalam menggunakan sihir, terlepas dari besarnya energi sihir yang mampu dipraktikkannya. Kalaupun itu salah satu usahanya untuk mengelabuhi pandangan pangeran, tentu saja Nona Anonim tetap terlibat dalam pengumpulan informasi di dalamnya.
Dan saat ini, di awal musim panas, persiapan pesta ulang tahun sang raja telah dipersiapkan dengan rinci. Atau setidaknya, itu yang didengarnya dari Terence, sebab Luna tidak bisa berkunjung sebentar ke Istana Selatan hanya untuk memeriksanya.
Hal terpenting yang bisa Luna lakukan sekarang adalah ...
"Tuan Putri mengambil kelas berdansa?" tanya Terence ketika melihat seorang wanita yang familier keluar dari kereta kuda yang mengantarnya sampai di depan Istana Barat.
Luna mengerutkan alis, sedikit terheran-heran. "Memangnya kenapa?"
"Saya pikir cara Tuan Putri berdansa tahun lalu, baik-baik saja," komentarnya.
Luna tidak pernah berdansa. Ketika dirinya menjadi Felinette pertama kalinya, rumor buruk telah menyelimutinya. Yang Luna lakukan jika mengikuti acara-acara penting adalah tetap duduk di singgasana. Aturan terpentingnya adalah tetap berada di tempat yang aman dan tidak terjangkau oleh siapa pun. Jadi, Luna memang tidak pernah berdansa.
"Aku sudah lupa cara berdansa," jawab Luna singkat.
"Ketika mempelajarinya kembali, saya yakin Tuan Putri akan kembali mengingat cara-caranya."
Seandainya jika dia memang Felinette yang sama dengan Felinette di awal musim panas tahun lalu, maka perkataan Terence ada benarnya.
Manusia memiliki ingatan refleks yang hebat. Luna jadi ingat sebuah kenangan manis semasa hidupnya sebagai Luna yang sakit-sakitan. Pertama dan terakhir kalinya dia belajar menaiki sepeda roda dua adalah ketika kelas tiga SD. Ketika gejala penyakitnya mulai bermunculan dan Luna menyadari keterbatasan waktunya untuk bebas lebih lama lagi, dia mengendarai sepeda diam-diam. Dan hasilnya, dia masih bisa mengayuhkan dan memastikan sepeda tetap bergerak dan seimbang.
Luna agak ragu dengan perkataan Terence, sebab dirinya sama sekali tidak memiliki ingatan asli Felinette—kecuali ingatan sewaktu dirinya menjadi Felinette—dan berdansa mungkin bukan bakat terpedamnya.
"Ah. Terence, kau bisa berdansa?" tanya Luna tiba-tiba.
Terence sempat terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya tampak berpikir kritis dan menjawab agak ragu. "Saya pernah mempelajarinya dulu, tapi belum pernah melakukannya."
Nah! Bukankah ini waktu yang tepat?
"Mau belajar bersama?" tanya Luna dengan antusias.
"Kalaupun saya belajar bersama Tuan Putri, saya tetap tidak akan berdansa di aula. Tugas utama saya adalah melindungi Tuan Putri," jawab Terence dengan yakin dan lancar.
"Sewaktu aku berdansa, kau juga boleh mencari pasangan dansamu. Satu musik dansa akan berakhir tanpa disadari," sahut Luna panjang lebar.
Namun, tetap saja Terence menolak dengan halus, "Saya tidak berencana mencari teman dansa, Tuan Putri."
"Siapa tahu kau berubah pikiran, kan?" Luna masih membujuknya, sebenarnya karena tidak ingin belajar sendirian.
Countess Blossom yang biasanya datang mengajarkan Felinette etika dan cara berdansa pun akhirnya tiba di depan ruangannya. Luna, seperti dugaannya benar-benar tidak tahu cara melakukannya. Langkah per langkah, formasi memutar, dan bagaimana tangan harus berlabuh dengan anggun, semuanya tidak bisa dikuasainya dengan cepat.
Tentu sang guru—Countess Blossom—bingung mengapa anak didiknya bisa melupakan pelajaran sepenting ini hanya dalam setahun, tetapi beliau memilih untuk tidak mempertanyakannya lebih jauh. Ada banyak pelajaran dan materi yang selalu dipelajari oleh seorang Putri Terevias tanpa mengenal lelah. Di usia Felinette yang masih belia, seharusnya semua pelajaran mudah diserap olehnya, tetapi sang guru mencoba memaklumi.
Luna butuh tiga kali pertemuan untuk mempelajari dansa dan etika dasar dalam menyambut ajakan dansa. Di pertemuan lain, terkadang Pangeran Felixence datang untuk membantunya. Mempraktikkannya langsung akan terasa lebih mudah dibandingkan membayangkan langkah-langkah imajinasi.
"Atau kau bisa latihan dengan Terence, ketika aku sedang sibuk," ucap Pangeran Felixence di sela latihan dansa mereka, yang membuat Terence yang sedang berjaga di pintu dalam ruangan langsung tersentak kaget.
"Saya tidak terlalu berbakat—"
"Terence tidak mau," potong Luna tanpa menoleh ke arahnya.
Tentu saja Terence juga memperhatikan gerak-gerik pangeran dalam melakukan dansa. Sang pangeran mahkota tidak perlu lagi berlatih atau mempelajari kembali. Semuanya memang telah berlangsung setiap tahunnya. Dari gerakannya saja, sudah jelas bahwa Pangeran Felixence memang mahir dalam melakukannya.
"Kau ahli berpedang karena kau berlatih, dan sebenarnya hal itu juga diterapkan dalam berdansa," ucap Pangeran Felixence.
Terence masih menimbang-nimbang, tapi pada akhirnya berhasil karena dibujuk oleh Countess Blossom yang ternyata sudah menyimak pembicaraan mereka sejak awal.
"Apa Tuan Muda Arsenio tidak mau berdansa dengan gadis yang Tuan sukai?" tanyanya setengah bercanda.
Terence yang pada dasarnya memiliki hati yang murni karena tidak pernah sekalipun membahas topik itu pun langsung memerah wajahnya.
"A-aku tidak punya," sangkal Terence sambil menggelengkan kepala.
"Untuk anak muda zaman sekarang, wajar-wajar saja kok," ujarnya sambil tertawa.
"Nyonya Blossom, jangan terlalu menggodanya," ucap Pangeran Felixence sambil tersenyum kecil. "Kupikir tidak ada ruginya mempelajari, meskipun kau tidak memiliki seseorang yang akan kau ajak berdansa. Kalaupun tidak tahun ini, mungkin tahun depan kau akan berdansa dengan seseorangmu."
Itu yang membuat Terence akhirnya mengikuti pelajaran dansa walaupun tertekan keterbatasan waktu.
Yang Luna tahu, selama ada Pangeran Felixence di sini, Terence tidak akan mungkin membahas perihal pemuda fiksi berstatus kemungkinan Marquess yang entah berasal dari keluarga mana.
Kalau Pangeran Felixence sendiri, tidak pernah lagi membahasnya sejak mengetahui alasan Luna mengincar Akademi Publik. Sepertinya, sang pangeran sudah tahu bahwa itu hanya akal-akalan agar mereka tidak mempertanyakan hal lain lebih detail lagi.
Perlakuan Pangeran Felixence yang seperti ini, persis dengan alur sebenarnya.
Luna masih cemas. Setiap harinya, tiap detiknya dipenuhi dengan ketakutan bahwa suatu hari rahasia tentang dirinya yang tidak bisa menggunakan sihir akan terbongkar dan membuat pengulangan cerita yang tak jauh berbeda.
Menyadari bahwa pikiran adiknya sedang berkelana, Pangeran Felixence bermaksud memeriksanya lebih dekat. Namun, begitu Luna menyadarinya, Luna menjauh secepat mungkin hanya untuk menghindari sentuhan tangan sang pangeran di kepalanya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Pangeran Felixence, mengabaikan rasa terkejutnya karena mendapatkan penolakan terang-terangan dari adiknya.
"Aku ... sepertinya aku sudah terlalu lama latihan. Aku akan meminta pelayan menyiapkan air segar."
Luna bermaksud untuk keluar dari ruangan itu, membiarkan dirinya sendirian di luar ruangan. Terence yang tadinya fokus mempelajari tentang tempo memutar, langsung teralihkan karena Terence langsung berhenti dan menghampirinya.
"Biar saya saja, Tuan Putri."
"Kau latihan saja dulu, aku hanya meminta mereka mengambilkan minum," jelas Luna.
Saat mereka berdua berselisih tentang siapa yang akan keluar untuk memanggil pelayan, Pangeran Felixence langsung lebih dulu mencuri awal dan berjalan ke arah pintu.
"Kalau begitu, aku saja," ucapnya sebelum meninggalkan ruangan.
Detik tepat ketika Pangeran Felixence menutup pintu rapat-rapat, dia bisa merasakan bulu kuduknya merinding ngeri. Tidak ada nada marah atau nada yang tinggi dari perkataannya, tapi firasatnya mengatakan bahwa Pangeran Felixence sangat marah.
Luna memang mulai berhati-hati dengan segala hal yang berhubungan dengan sentuhan tangan Pangeran Felixence. Selain agar perasaan semu-nya dapat hilang lebih cepat, Luna tidak ingin Pangeran Felixence menggunakan sihir lain untuk 'membaca' dirinya lebih dalam lagi.
Pangeran Felixence kembali masuk ke ruangan itu setelah beberapa saat, begitu pun dengan es limun lemon dengan mint yang dibawa oleh pelayan setelahnya. Lagaknya seolah tidak ada apapun yang terjadi, tetapi Luna amat yakin bahwa Pangeran Felixence sangat marah dengan bagaimana respons Luna yang terkesan menjauhinya.
Bahkan, Terence pun menyadari hal itu.
"Saya bukan ingin ikut campur, tapi apakah Tuan Putri dan Tuan Pangeran bertengkar?"
Luna agak terkejut juga dengan kepekaan Terence. Pertama, Pangeran Felixence dan dirinya masih berbicara dengan normal sehabis latihan dansa. Kedua, mereka berdua juga bersikap nomal dan berpura-pura saling tidak menyadari keanehan itu. Ketiga, tidak seharusnya Terence menyadari ini!
"Tidak, kami baik-baik saja," jawab Luna tanpa membiarkan jeda lebih lama lagi, karena Terence bisa saja membuat kesimpulan bahwa Felinette menjawabnya dengan ragu.
"Saya tidak punya saudara, tapi sepertinya berat sekali kalau sampai bertengkar dengan saudara," ucapnya.
Sejenak, Luna mengingat saudarinya.
"Iya, kau benar," ucap Luna pendek.
"Jadi benar, Tuan Putri bertengkar dengan—"
Luna langsung memotong, "Maksudku, pernyataanmu benar: berat sekali bertengkar dengan seseorang yang mengenal kita dari lahir."
Terence terdiam selama beberapa saat, lalu kembali membuka mulut, "Saya pernah bertengkar dengan seseorang yang mengenal saya dari lahir."
"Dengan siapa?" tanya Luna.
"Dengan Marquess Arsenio," jawabnya.
Luna agak tertawa kecil, "Maksudmu, dengan ayahmu? Mengapa kalian bertengkar?"
Aneh saja, mengingat Terence tampak seperti anak baik yang berusaha memenuhi semua ekspektasi orangtuanya.
"Ah, kalau masalahnya terlalu privasi, kau tidak perlu menceritakannya," ucap Luna ketika menyadari ada jeda keheningan ketika Terence sedang berusaha menjawab.
"Ayah saya membuat keputusan tanpa mempertimbangkan pendapat dan keinginan saya. Beliau punya banyak mimpi yang belum tercapai dan ingin saya yang menyelesaikannya," jawab Terence tanpa merasa terbebani.
Membuat keputusan yang tidak diinginkan Terence. Satu-satunya hal yang bisa Luna pikirkan hanyalah tentang alasan mengapa Terence bisa bergabung dalam pasukan pemberantas Death Wave. Jelas sekali bahwa Terence tidak ingin melakukannya.
Namun, Luna tahu bahwa Marquess Arsenio memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Terence. Karena itulah, Terence bisa menjadi pemuda yang gemilang dan dapat diandalkan. Terlepas dari bagaimana kemampuan Terence yang memang memumpun, sejatinya Terence merasa bahwa kebebasannya telah direnggut dan semua hidupnya telah digariskan oleh ayahnya.
Luna tidak ingin Terence merasa seperti itu.
"Karena itu, saya sedikit senang karena Yang Mulia Raja mempertimbangkan keinginan Tuan Putri untuk melanjutkan pendidikan di sekolah publik," lanjutnya.
Hanya sedikit? Luna masih menyimak dalam diam, meski banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya.
"Saya pernah bertengkar dengan Ayah saya dan selalu merasa bersalah pada akhirnya. Saya bukan merasa bahwa pemikiran saya salah, tapi karena perilaku saya sebagai anak yang tidak baik."
Ternyata, Terence punya keinginannya. Luna penasaran, tapi bertanya sampai ke sana pasti benar-benar mengusik privasi Terence. Luna tahu bahwa Terence akan menjawab jika Luna yang menanyakannya, jadi lebih baik Luna memang tidak bertanya.
"Kau anak yang baik, ya," puji Luna secara tidak sadar.
Terence mengabaikan pujian itu dan kembali melanjutkan, "Semoga Tuan Putri segera berbaikan dengan Tuan Pangeran," ucap Terence sambil membungkuk hormat.
Padahal, Luna sudah menegaskan bahwa hubungannya dan Pangeran Felixence baik-baik saja. Namun Terence terlalu tajam untuk mengabaikannya.
"Iya, semoga saja," jawab Luna dengan singkat.
Barangkali, Pangeran Felixence mencurigai perubahan sikap Felinette yang terlalu drastis. Di kehidupan Felinette yang sebelumnya, Luna memang berusaha tidak mencolok dan tetap diam, seakan pasrah dengan segala keputusan dan takdirnya.
Namun sekarang, Luna ingin hidup sebagaimana yang diinginkannya dan Luna yakin bahwa berlama-lama di jabatan sepenting Felinette tanpa memiliki kekuatan yang seharusnya dimiliki adalah petaka yang akan membawanya kembali ke akhir yang mengenaskan. Perubahan drastis seperti itu jelas akan dirasakan oleh Pangeran Felixence.
Dan begitulah, waktu berjalan sangat cepat hingga awal musim panas akhirnya datang.
Pesta ulang tahun raja yang meriah. Itu akan menjadi kali pertama Luna menghadap publik, bukan menyandang status sebagai putri palsu.
***TBC***
28 Mei 2021
Paws' Note
Ok, karena ini sudah di chapter 47, Paus bisa dengan yakin bilang bahwa chapter berjudul: Malam Panjang Felinette de Terevias akan berlangsung selama 3 chapter.
Karena sudah sampai lagi di latar ini, maka kalian tahu bahwa percakapan pertama Irsiabella - Felinette akan ditampilkan~~~~~~
Setelah itu, kita akan kembali ke POV Stellalalala~
Gimana? Gimana? Apa kalian sudah tidak sabare? Karena paus sudah tidak sabareeeee!!!
Fanart kita hari ini mohon diklaim. Mohon perhatian, mohon perhatian. Pemilik gambar ini manaaaaaa?
///aaaaaaaaaaaaaaa
Sudah deket pra-klimaks
Aaaaaaaaaaaaaaaa
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro