Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

44. Dugaan Felinette de Terevias

"Jika memang itu keinginan Tuan Putri,
saya akan memenuhinya.
Saya tidak akan muncul di depan Anda, lagi."

***

Pihak kerajaan telah melakukan investigasi lebih lanjut tentang perkara waktu itu. 

Pemeriksaan telah dilakukan di seluruh bagian Istana Barat, tetapi tidak ada satupun barang bukti yang bisa ditemukan. Tentu, Luna sudah bisa menebak bagaimana bisa. 

Mereka juga berhasil menemukan motif Emma.

Hari ini, Luna mendapatkan alasan mengapa Emma meracuni Felinette di kehidupan sebelumnya.

Sebelumnya, Nyonya Taylor pernah bercerita bahwa satu-satunya alasan Emma bisa bekerja di kastil kerajaan di usianya yang masih belia adalah karena kakak perempuan Emma meninggal dan kontrak kerja masih berlangsung cukup panjang.

Berdasarkan catatan investigasi, berdasarkan beberapa bukti tertulis yang ditemukan oleh kerajaan, Kakak Emma dinyatakan melarikan diri dari istana karena jatuh cinta dengan pemuda biasa di negeri lain. Namun rupanya pemuda itu membunuhnya setelah mengambil semua harta berharga miliknya. Gadis malang itu telah ditemukan tewas di dalam hutan oleh pemburu. Ada beberapa saksi mata yang melihat pelaku, tetapi karena kurangnya informasi, maka kasus itu ditutup tanpa mampu mengadili dan menemukan pelaku. 

Setelah diselidiki lebih lanjut, alasan Emma berbuat nekad seperti itu karena tidak terima dengan hasil penyelidikan dan ketidaktanggapan kerajaan dalam mendiagnosa kematian kakaknya. Selain itu, keluarga Emma juga membantah alasannya untuk kabur, sebab sang kakak diketahui telah memiliki kekasih di kampung halamannya. Namun kenyataannya, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Sudah hampir beberapa pekan, Luna tidak lagi melihat keberadaan Emma di Istana Barat. Luna tidak tahu apa yang terjadi dengan Emma dan keluarganya. Hukuman untuk Emma tidak dipublikasi besar-besaran sebagaimana yang pernah terjadi dulu

Salah satu orang yang mengancam hidupnya telah berhasil disingkirkan tanpa harus bersusah payah, tetapi Luna benar-benar merasa janggal. Seharusnya, Emma melakukan aksinya di usianya yang ke lima belas, sedangkan yang terjadi sesungguhnya malah setahun lebih cepat.

Luna mengamati ke luar jendela, meratapi pohon-pohon di taman yang mulai berguguran. Di satu sisi, Luna lega karena berhasil menyingkirkan Emma, tetapi di sini lain Luna merasa sangat aneh; yang memasukkan racun dalam teh itu adalah dirinya sendiri. 

Luna juga sedikit merasa bersalah, terlebih setelah mengetahui motif Emma. Gadis sebelia itu mencoba mencari keadilan, meskipun bukan dengan cara yang benar. Setidaknya, di kehidupan kali ini Emma dan keluarganya tidak dicap sebagai kriminal tingkat tinggi. 

Sempat terbesit kecurigaan bahwa Emma menyeduh teh baru dan memasukkan racun lain, tetapi apakah mungkin Emma mempunyai nyali sebesar itu? Luna meminta cangkir tambahan, seharusnya Emma tahu bahwa yang akan menikmati teh itu bukan hanya sang putri seorang. 

Lagipula, Emma tidak akan bisa menemukan racun semudah itu di istana. Yang sebelumnya Emma gunakan untuk meracuni Putri Felinette adalah Golden Sun. Namun saat ini hanya ada satu Golden Sun di istana, di kamarnya. Emma tidak pernah menginjakkan kakinya dalam kamar Felinette, sebab hanya pelayan senior yang membereskan kamarnya. Juga, tidak ada pelayannya yang tahu tentang eksistensi Golden Sun, karena Luna menyembunyikannya rapat-rapat. 

Dan hal terpenting yang tidak mungkin dilewatkan Luna adalah fakta bahwa Emma berani mengakui bahwa dialah yang membuat teh itu. Luna jelas tidak tahu apakah itu karena Emma merasa iba dengan pelayan-pelayan lain yang menangis, atau mungkin hal lainnya. 

Jadi, kesimpulan Luna tetap sama dan konsisten; kesalahan Emma satu-satunya adalah tidak mengganti tehnya.

Setelah mengetahui kejadian yang menggegerkan Istana Barat, Pangeran Felixence lebih sering mengunjungi Felinette. Sikap protektif dan perhatian yang terang-terangan seperti itu mengingatkan Luna pada alur sebenarnya, tetapi itu tidak membuatnya berubah sedrastis yang dipikirkannya.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan masalah kemarin, semuanya sudah berakhir dengan pantas," jelas Pangeran Felixence.

Tetap saja, Luna meratapi langit biru pucat dengan gelisah.

Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan menuju ke Istana Selatan untuk memulai rapat tahunan di musim gugur yang memang harus dihadiri oleh bangsawan kelas atas. 

Ini bukan pertama kalinya Luna mengikuti rapat penting tahunan kerajaan. Ketika menjadi Felinette untuk pertama kalinya, Luna sudah sering mengikuti acara internal seperti itu. 

Hal yang membuatnya terus gelisah dan berpikir adalah kemungkinan bahwa alur kehidupan Felinette tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun banyak proses yang berubah, tetapi akhir-nya bisa saja tetap. Bagaimanapun juga, tereksposnya motif Emma terlaksana lebih cepat dengan alasan yang sama pula. 

Meskipun Luna sudah berhati-hati, Emma tetap dituduh sebagai seseorang yang meracuni tehnya. Yang membedakannya hanya jangka waktu dan kejadiannya. 

Luna memang tidak sempat meminum racun, tetapi bagaimana jika rumor dimulai perhari itu juga? Luna mengerti bahwa hal yang dilakukannya akan berdampak pada jalan cerita, tapi Luna tidak yakin bisa mengubah alurnya mengingat masalah utama di kisah itu masih sama; bahwa Felinette tidak memiliki kekuatan kerajaan. 

Konflik yang satu itu tidak dapat dielakkan dan perlahan kekuatan Irsiabella pun pasti akan terdengar di publik. Luna tidak akan bisa bersaing dengan Irsiabella yang hebat itu. 

Luna menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Tampaknya, semua rencana yang telah disusunnya harus dirombak kembali secepat mungkin untuk menyesuaikan keadaan.

Kereta kencana berhenti. Tujuannya telah tiba. Luna menyadarinya tatkala melihat beberapa patung berhiaskan berlian murni telah menyambutnya. 

"Apa kau sudah siap?" Pangeran Felixence bertanya. 

Luna belum siap, tapi daripada Pangeran Felixence bertanya lebih jauh, lebih baik dia menganggukan kepala. 

"Aku tidak percaya," sahutnya sambil bersidekap tangan.

Tentu saja, tidak akan mempan.

Luna langsung mencoba untuk berdiri dan keluar dari kereta kudanya. Pangeran Felixence yang menyadari itu, langsung menahan Luna agar duduk kembali, lalu melemparkan senyuman. 

"Jangan khawatir. Tidak akan ada yang bisa menjatuhkanmu, aku janji." 

Setelah mengatakan itu, pintu kereta itu terbuka dan Pangeran Felixence langsung turun dari kereta lebih dulu. 

Berikutnya, Pangeran Felixence mengulurkan tangan untuk membantu Luna turun. 

"Ayo, Feline." 

Detik itu juga, semua kerisauan Luna seolah lenyap. Isi kepalanya saat ini hanyalah kata-kata yang meminta dirinya untuk tidak terlalu berdebar dengan perkataan Kakak-nya. 

Luna agak menunduk untuk menyembunyikan kedua pipinya yang telah merona, lalu menarik napas panjang sebelum  menerima uluran tangan sang pangeran dan turun dari kereta kencana. 

Mereka telah sampai di Istana Selatan, istana yang terletak paling depan dari gerbang utama. Di Istana Selatan-lah biasa diadakan acara-acara penting untuk menyambut kedatangan tamu atau acara penting lainnya. 

Sebelum menapakkan kakinya untuk menginjak tangga pertama dan memasuki istana, Luna melirik Terence yang mengikuti mereka dari belakang. 

Begitu mereka memasuki area koridor, Luna bisa melihat ada banyak sekali prajurit yang berbaris di sana, menyambut kedatangan mereka. Bukan hanya prajurit resmi kerajaan, ada pula beberapa prajurit dari keluarga bangsawan lain yang telah berbaris di sana. Ini tampak sama seperti acara-acara resmi biasanya, hal itu bahkan tak mampu membuat Luna terasa terintimidasi. 

Begitu memasuki ruang aula, barulah Luna bisa melihat beberapa wajah dari para bangsawan lain yang telah menunggunya. Namun yang paling jelas dalam pandangan Luna adalah kehadiran ketiga Duke Terevias; Duke Swanbell, Duke Lucerne, dan Duke Archellios.

Oh, ada Aurorasia Swanbell juga di sana. Luna bisa mendeteksi keberadaannya. 

Tentu saja hal pertama yang harus Luna lakukan adalah menyembunyikan ekspresi tidak sukanya, sebab banyak mata yang sedang melihatnya. Berbeda dengan reaksi Luna, Aurorasia yang melihat kedatangan Pangeran Felixence dan Putri Felinette langsung tersenyum cerah. 

"Keagungan mulia dan berkat abadi di atas langit Terevias," ucap mereka semua secara bersamaan. 

Pangeran Felixence menuntun Luna untuk duduk di singgasana. Tak lama setelah mereka menunggu, Raja Finnebert baru bergabung di rapat.

Rapat ini diselenggarakan untuk membahas persiapan Terevias dalam menghadapi musim dingin. Hanya bangsawan-bangsawan kelas atas yang diundang dan ikut dalam rapat, mereka yang memang berperan penting bagi jalannya pemerintahan. 

Luna menyimak rapat, sesekali melirik ke beberapa bangswan untuk membaca raut wajah mereka. Semuanya juga masih menyimak. Luna juga harus mengakui kepedulian Aurorasia terhadap Terevias, karena gadis itu juga menyimak pembicaraan dengan serius. 

Tentu Luna sudah tahu inti permasalahan dari rapat hari ini; ada beberapa daerah yang membutuhkan dukungan pangan karena gagal panen, juga masalah Death Wave yang mulai meresahkan turut dibahas dalam rapat itu. 

Luna tahu apa yang akan terjadi di masa depan, begitupun solusi daripada masalah hari ini. Namun, lebih baik Luna tidak menginterupsi lebih jauh. Tidak akan ada yang tahu bagaimana dampaknya setelah Luna membagikan solusi itu. Yang Luna tahu, cepat atau lambat rapat hari ini akan membuahkan solusi yang manis. 

"Bosan?" Pangeran Felixence bertanya tanpa suara. Hanya ada gestur bibirnya dan ajaibnya Luna mampu mengartikannya. 

Luna memberikan gelengan, lalu kembali memperhatikan beberapa bangsawan yang sedang memberikan argumen mereka mengenai pemecahan masalah. 

"Dari pandangan saya, pangan yang berlebih dari daerah lain bisa menutup daerah yang gagal panen. Kita tidak perlu mengekspornya ke negeri tetangga bila kita memang membutuhkan." 

"Namun kita sudah terlanjur menjanjikannya. Membatalkannya bisa membuat citra Terevias terluka. Hubungan kita dan negeri tetangga juga akan retak."

...Astaga, sampai kapan pembahasan ini akan berakhir, pikir Luna dalam hati. 

"Bagaimana jika kita menetapkan sistem barter untuk tahun ini?"

"Negeri yang membutuhkan pangan tidak akan mungkin menukar balik dengan pangan, kan? Mengingat mereka memang sedang krisis pangan."

"Hutang budi dari mereka pun bukanlah kerugian. Kita mempererat hubungan kita dengan negeri tetangga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga. Bila ada yang mendeklarasikan perang, kita bisa mendapat sekutu." 

"Namun, kita tidak mungkin mengorbankan negeri kita sendiri, kan? Solusi jangka panjang memang baik, tetapi sekarang kita harus menyelesaikan masalah di depan mata. Banyak rakyat yang terancam mati kelaparan di musim dingin mendatang." 

Anak kecil tidak boleh menginterupsi perbincangan orangtua, kan

Ah, tapi posisi Luna di sini adalah putri kerajaan. 

Apa aku beberkan saja solusi cepatnya

Hatinya tergerak untuk melakukannya, tapi kepalanya menentang. 

Saat tengah menyimak para bangsawan itu mengutarakan pendapat mereka masing-masing, Luna tidak sengaja bertukar pandang dengan Duke Archellios. Pria itu melemparkan senyuman tipis dan mengangguk menghormati, membuat Luna secara tidak sadar ikut membalas anggukannya. 

...Bicara tentang Duke Archellios,

Kalau tidak salah, saat ini Duke Archellios sedang sibuk mencari anak angkat untuk meneruskan gelarnya, kan?

Seharusnya, informasi itu telah menyebar luas saat ini, mengingat tragedi yang menimpa keluarga Archellios telah terjadi bertahun-tahun silam. 

Luna tidak benar-benar ingat kapan Duke Archellios akan memberikan tawaran itu kepada Irsiabella. Ya, Irsiabella mendapatkan tawaran dari Duke Archellios untuk meneruskan gelar terhormat itu. Namun, Luna tidak tahu apakah Irsiabella akan mendapatkan tawaran itu sebelum atau setelah kekuatannya terekspos. 

Satu-satunya hal yang Luna tahu adalah fakta bahwa Irsiabella akan menolak tawaran itu begitu tawaran itu diberikan. Irsiabella menolaknya dengan yakin, bahkan tanpa perlu meminta waktu untuk mempertimbangkannya. 

Jika Irsiabella mendapatkan tawaran itu sebelum kekuatannya terekspos, maka itu artinya Irsiabella memang tidak menginginkan kekuasaan. Jika Irsiabella mendapatkannya setelah kekuatannya terekspos, itu artinya keinginannya konsisten untuk menjadi anggota kerajaan--status yang lebih tinggi dibandingkan Duke. 

Jika Irsiabella tidak menginginkan kekuasaan, maka Irsiabella tidak akan mau mendapatkan posisi 'merepotkan' seperti itu. Kan?

Apapun itu, karakteristik Irsiabella sangat sulit untuk ditebak. 

Kembali, Luna hanya bisa mendengarkan lanjutan adu argumen yang dilakukan para bangsawan. 

Sepertinya Luna tidak perlu melibatkan dirinya untuk ikut berargumen, karena apapun hal baik yang dilakukannya saat ini tidak akan mengubah takdirnya sebagai putri palsu. 

*

Setelah kebiasaannya yang terlampau sering mengunjungi perpustakaan kerajaan untuk mengumpulkan informasi tentang sihir kerajaan, akhirnya malam ini Luna menemukan satu buku yang benar-benar ingin dia baca. 

Sebuah buku berwarna merah dengan judul Devil Eyes

Luna memang sudah mulai mencari tahu tentang identitas pemuda bermata merah yang membunuhnya. Namun setelah mencari tahu, tidak ada manusia di dunia ini yang memiliki mata berwarna merah. 

Dunia ini percaya bahwa yang memiliki mata berwarna merah adalah iblis. Itu pun hanyalah sekadar dongeng pembawa tidur di Terevias. Yang mana halnya, iblis hanyalah sosok mitologi yang mereka percaya bahwa eksistensi mereka telah dikurung oleh Dewa Agung yang melindungi Terevias. 

... Tapi Luna benar-benar melihatnya! Luna melihat pemuda bermata merah itu. Semuanya semakin jelas bersamaan dengan mimpi-nya yang selalu berulang. 

Luna berjinjit untuk menjangkau buku Devil Eyes. Begitu jarinya nyaris menyentuh ujung buku itu, ada tangan lain yang berhasil meraih buku itu. Luna mengikuti kemana buku itu bergerak, sampai akhirnya buku itu ada tepat di depannya. Terence yang mengambil buku itu untuknya. 

Terence membaca judul buku itu sejenak, lalu memberikannya kepada Luna tanpa berkomentar. 

"Ini, Tuan Putri." 

Luna menerimanya tanpa mengatakan apapun. Lagipula, itu hanya akan menambah kecanggungan bila Luna mengatakan terima kasih. 

Sekilas, Luna memperhatikan barisan rak tempat buku itu ditemukan. Barangkali ada buku lain yang berkaitan dengan pencariannya, tetapi setelah memastikan bahwa tidak ada buku yang dicarinya, barulah Luna memeriksa ketebalan dan mencoba mencari nama penulis buku. 

"Kalau boleh berpendapat, saya pikir buku itu akan mengerikan untuk dibaca oleh Tuan Putri," sahutnya, bahkan sebelum Luna memberikannya izin untuk berpendapat. 

Tapi setidaknya ini lebih baik daripada Terence yang terlalu patuh padanya. 

"Memangnya, kau sudah membacanya?" tanya Luna.

Sebenarnya, Luna sudah tahu jawabannya. Tentu saja Terence belum membacanya. Semua buku yang ada di dalam perpustakaan adalah bagian dari harta pusaka Terevias. Ada beberapa buku cetakan pertama di buku-buku terkenal. Semua sudut ruangan diisi oleh buku dan sangat mustahil jika Luna bisa membaca habis semua buku di sini, sekalipun Luna diberi umur yang panjang. 

"Saya belum membacanya, tapi saya pernah membaca buku sejenis itu." 

Rasa penasaran pun mengundang Luna untuk bertanya, "Isinya tentang apa?"

"Sama seperti dongeng biasanya; para iblis memanipulasi para manusia, lalu ketika Dewa Agung menyadarinya, beliau mengurung para iblis itu dalam kobaran api abadi di bawah tanah," jelas Terence. 

Luna merenung sejenak, lalu menjawab, "Apa menurutmu itu mengerikan?" 

"Tentu," jawab Terence singkat. Tampak sedikit keraguan dalam sorot matanya, sebelum akhirnya Terence menyahut lagi. "Para iblis senang memanipulasi manusia yang memiliki kekuatan yang istimewa. Mereka ingin menambah dan memperkuat pasukan." 

Oh, jika memang itu nyata, Felinette jelas tidak akan menjadi sasaran.

"Tapi, kau tidak bisa menggunakan sihir, kan?" tanya Luna. Jadi, bagian mengerikannya dimana

"Iya. Tapi jika mereka nyata, Tuan Putri pasti akan diincar."

Itu bagian mengerikannya? Nyatanya, Terence hanya mementingkan keselamatan Putri Felinette. 

Luna sempat kehabisan kata-kata, tapi akhirnya ia memutuskan untuk berjalan melewati Terence dan bersiap-siap keluar dari perpustakaan kerajaan. Terence mengikutinya dari belakang, agak cemas juga jika perkataannya bisa menyinggung sang putri. 

Setelah melewati banyak perjalanan dan tetap membawa buku itu, akhirnya mereka sampai kembali ke Istana Barat. Ketika Luna bersiap untuk masuk ke kamarnya dan membaca buku itu sendirian, Terence kembali membuka suara. 

"Jika saya memang bersalah, Tuan Putri bisa menghukum saya," ucapnya. 

Luna nyaris mendesis karena kesal. Pasalnya, Luna melarang Terence untuk bertanya apakah dirinya melakukan kesalahan atau tidak. Terence malah mencari cara lain untuk tetap mempertanyakannya. 

Atau barangkali, itu salah satu cara Terence untuk memancing perhatiannya. 

Atau Terence melakukannya tanpa sengaja. 

"Ya, tentu." 

Ketika Luna bersiap-siap untuk menutup pintu, Terence kembali menambahkan, "Biasanya orang-orang yang membaca ulang dongeng tentang iblis akan mendapat mimpi buruk. Kalau boleh, Tuan Putri tidak membacanya sampai besok," ujarnya. 

Terence memeriksa sekilas ke arah luar jendela. Hari memang sudah malam sejak mereka mendatangi perpustakaan usai makan malam. Pemuda itu tidak tahu alasannya, tetapi sang putri melakukan dua kali perjalanan pulang malam ini. 

Yang pertama adalah perjalanan pulang dari makan malam yang diantar oleh Pangeran Felixence. Lalu, setelah kepergian Pangeran Felixence, Luna meminta Terence untuk mengantarkannya diam-diam ke perpustakaan karena buku bacaannya telah habis. 

Terence sadar, sang putri tidak ingin ada orang lain yang tahu tentang kepergiannya ke perpustakaan. 

Luna menanggapi perkataan Terence dengan senyuman, "Aku tidak akan bermimpi buruk."

Luna berbohong. Sebab, sampai tadi malam, Luna masih memimpikan tentang kematian Felinette. 

Terence akhirnya hanya bisa membungkuk patuh. "Mimpi indah, Tuan Putri." 

...setidaknya, jika iblis itu benar-benar ada, Luna tidak akan menjadi incaran. Luna tergelitik sendiri dalam hati. Terkadang, Luna bisa lupa bahwa Terence bisa berpikir kekanakan seperti itu. 

Luna menatap buku itu lekat-lekat, berharap ada selembar petunjuk yang bisa membantunya.

***TBC***

14 Mei 2021

Paws' Note

Ternyata TBC kali ini pun enggak terlalu dag dig dug ser ya. 

Next Chapter sudah musim dingin ya, teman! 

Menulis POV Luna menguras banyak tenaga, yaaaaa. Sabar paws! Hanya tinggal dua musim dan beberapa informasi tambahan yang belum disebutkan Luna. 

Jadi, buat yang masih belum nangkap inti dari cerita ini; ada dua orang yang berusaha belokin alur agar Putri Felinette bisa hidup. Udah, intinya itu deeh wkwkwkwkkw. 

Tentang Duke Archellios, IYAP BETOEL SEKALI buat orang-orang yang kemarin komen mencurigai bahwa Irsiabella akan dapat tawaran buat diadopsi~ Dan betul juga bahwa Irsiabella menolak tawaran itu. 

Hanya Luna yang bisa menjelaskan itu, karena Luna ingat cerita masa lalu Felinette lebih jelas. 

Berkat POV Luna, banyak tanda tanya yang sudah terjawab, kan? Huhuhu syukurlaaaaah. Jangan sampe numpuk-numpukin konflik kayak kemarin lagi lho, Cin. 

Nanti kalo udah geser balik ke POV Stella, tentu akan ada tanda tanya lain yang terjawab. 

Kan seru kan ya kalo kita mengetahui alasan ini itu satu-satu wkwkkwkw. 

Oke, fanart kita hari ini, slstywtii
((((ini nama IG-nya, kalo nama wattpadnya salah, mohon diklaim ya, Sulis))))
TERIMA KASIH BANYAK atas fanart-nya!  

Cindyana 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro