Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

42. Keinginan Felinette de Terevias

"Aku tahu ini masa yang sulit,
tapi ..., kau ingin pulang?
Keinginan macam apa itu?
Di sini tempatmu, Feline."

***

Kalau saja Luna diminta untuk menemukan satu kata yang pantas untuk mendeskripsikan bagaimana malam itu berlangsung, Luna akan menjawab; Hebat.

Di malam ulang tahunnya yang dirayakan 'kecil-kecilan', Luna menggenakan hal terbaik yang bisa dikenakannya. Rambut pirangnya pantas dengan hiasan rambut segala warna dan mata birunya pantas dengan semua jenis pakaian.

Luna sebenarnya tidak ingin terlalu berlebihan mengingat akan ada lebih banyak pesta-pesta terbuka yang nantinya akan mengharuskannya menggunakan gaun yang lebih berat dan mencolok. Luna sempat merasakannya, terlepas dari status 'Putri Palsu' yang pernah diembannya dahulu. Bagaimanapun juga, Felinette adalah seorang putri raja yang harus bisa memperlihatkan sisi terbaiknya.

Ketika menggunakan parfum itu untuk pertama kalinya, alih-alih terbuai dalam aroma yang begitu menyenangkan, Luna tetap waspada dan mempersiapkan segala kemungkinan yang ada. Luna tidak ingin lengah walau sebentar, jadi Luna telah merencanakan segalanya matang-matang.

"Aku ingin menjadi satu-satunya pemilik parfum ini," ucap Luna ketika sang raja mempertanyakan keinginannya.

Sempat ada keheningan selama beberapa saat, sebelum akhirnya Raja Finnebert bertanya, "Hanya itu?"

Semudah itu? Rasanya terbesit sedikit ketidakpercayaan dalam dirinya.

"Kau sangat menyukainya?" Pangeran Felixence bertanya dengan sorot mata amethyst-nya yang tampak kurang yakin dengan keputusan Luna.

Luna mengangguk dan tersenyum manis, "Iya, aku suka."

Usai mengatakan kebohongan itu, Luna tak sengaja melihat ke arah Terence yang sebenarnya berjaga di dekat pintu. Terence mengatupkan mulut rapat-rapat, tetapi pandangannya ke arah Luna seolah mempertanyakan banyak hal.

Tuan Putri menyukainya? Benarkah?

Tentu, ada tatapan lain yang tidak mempercayainya.

Untuk kasus Terence yang tidak mempercayainya, Luna dapat memaklumi. Terence tahu apa yang terjadi dengan Luna setelah menerima parfum Golden Sun dari Pangeran Felixence. Wajahnya sangat pucat, lebih pucat dibandingkan ketika sang putri sadar bahwa Terence bertekad ingin menunjukkan kesetiaannya dalam melayani Putri Felinette seorang.

Terence tahu, ada sesuatu yang tidak beres tentang itu. Namun sang putri berusaha untuk menyembunyikannya rapat-rapat.

"Karena usiamu sudah empat belas tahun, apa kau punya ketertarikan lain yang belum kau bicarakan, Felinette?"

Luna tidak punya ketertarikan lain, selain mencari cara agar dapat terhindar dari kematian ke sekiannya.

"Aku ingin masuk ke sekolah publik."

Luna bisa merasakannya, bahwa semua orang di ruangan itu tampak begitu terkejut dengan pernyataannya. Pangeran Felixence langsung menegakkan duduknya dan menatapnya tidak percaya, sedangkan Terence yang berdiri di dekat pintu bersama prajurit penjaga lain, bergerak sekilas meskipun biasanya dia mampu berdiri tegak tanpa bergerak bak patung.

Luna juga tahu, raja akan menyesali pertanyaannya barusan.

"Mengapa?"

Hanya raja yang mempertanyakan hal itu, tetapi Luna seolah bisa mendengarkan pertanyaan itu dari segala arah.

"Bukankah bagus bila aku bisa belajar bersama dengan orang-orang sebayaku tanpa harus terikat oleh status dan gelar?" tanya Luna. "Di luar daripada itu, aku belum punya ketertarikan lain."

"Namun, kau pantas mendapatkan yang lebih," balas Raja Finnebert.

Sudah kuduga, dia akan mengatakan begitu. Luna diam-diam memuji firasat yang dibuatnya sendiri. Sebab itulah, dia bisa mencari alasan lain. Bukankah itu hebat?

Oh, tapi tolong jangan tanyakan alasan lain yang sudah dipersiapkannya, karena Luna tidak mungkin menjawabnya di depan orang-orang ini.

Luna bisa melihat bagaimana Pangeran Felixence benar-benar menatapnya dengan tatapan mencurigainya. Tentu, Luna tahu karakteristiknya. Pangeran Felixence tidak akan mempercayainya semudah itu.

"Felinette, apa kau tidak menginginkan hal lain? Istana baru, misalnya?"

Seolah membangun istana lebih mudah daripada membiarkannya bersekolah di akademi publik.

"Di sana berbahaya. Kau tidak bisa membawa pengawal dan pelayan."

Bukankah itu kebebasan? Luna justru muak dengan pelayan-pelayan yang terus melapor apapun hal yang dikerjakannya. Kalau pengawalnya ..., sebenarnya Terence tidak pernah merepotkannya, tapi tidak mungkin juga membawanya ke sana.

Karena, Luna sudah tahu takdir apa yang akan Terence hadapi.

"Mengapa aku tidak bisa membawa Terence?" Luna tetap saja bertanya dengan sengaja.

Sebenarnya wajar saja Luna bertanya. Umur Felinette dan Terence hanya selisih dua musim. Felinette di musim gugur dan Terence di musim semi. Dan karena hari ini adalah hari ulang tahun Felinette, maka mereka sedang seumuran saat ini. Sama-sama berumur empat belas tahun. Mereka pun sama-sama masih memenuhi kualifikasi untuk memasuki akademi umum.

"Terence akan bergabung dengan pasukan pemberantas kelompok pemberontak ketika musim panas nanti." Sang Raja mulai bercerita, seperti dugaan Luna bahwa Terence akan segera dialihtugaskan untuk misi lain. "Sebelum Terence bertugas, kita harus mencari pengganti ksatria-mu."

Akademi publik dibuka setiap musim panas. Itu memang waktu yang sangat terbatas.

Luna melirik ke arah Terence sejenak. Terence masih mempertahankan ekspesi datarnya, seolah-olah tidak terganggu dengan perkataan itu. Padahal, Luna ingat persis dengan perkataan Terence beberapa pekan silam. Entah bagaimana perasaannya saat ini.

Sebenarnya, Luna pun telah mencurigai bahwa Terence akan segera mendapat misi itu dalam waktu dekat. Pernah ada beberapa kali Terence dipanggil oleh Marquess Arsenio oleh prajurit kerajaan. Luna tahu, Terence tidak berniat menceritakan tentang misi pemberantasan itu kepadanya.

"Kalau begitu, tidak apa-apa. Aku bisa ke akademi publik tanpa Terence," jawab Luna dengan tenang. "Aku mengerti bahwa dia tidak bisa melindungiku karena masing-masing dari kami memiliki misi yang berbeda."

Luna tidak berani menatap ke arah Terence.

"Memangnya apa sebenarnya misimu di sana?" tanya Pangeran Felixence, agak menuntut.

Kebebasan.

"Banyak hal yang bisa kulakukan. Aku bisa mencari teman dan bersosialisasi dengan bangsawan-bangsawan sepantaranku, melihat keadaan di luar kerajaan, mempelajari langsung budaya dan tradisi Terevias secara langsung dan bukannya hanya mendengar laporan atau menyaksikan dari tempat tertinggi."

Luna menjelaskannya panjang lebar, tapi wajah mereka masih terlihat tidak luluh. Tentu saja, Luna tahu ini misi yang sulit.

"Feline, dengar. Di luar Istana tidak seindah yang kau bayangkan. Hanya di sini, kau aman dari segala marabahaya," ucap Pangeran Felixence, berusaha mengubah pemikirannya.

Benarkah begitu?

Luna meratapi makanannya selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia mempersiapkan diri untuk mengakui alasan lain yang sudah dipersiapkannya.

"Baiklah, aku mengaku. Sebenarnya ada pemuda yang kusukai di akademi publik. Aku ingin mengenalnya lebih dekat, jadi—"

Luna terdiam tatkala menyadari betapa heningnya ruang makan itu. Bahkan, tidak terdengar suara dentingan sendok sedikitpun, sampai-sampai Luna bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri.

"...Apa?" tanya Raja Finnebert setelah beberapa saat.

Dengan alasan begini, barulah dia didengar. Seolah mendapatkan bohlam ide di kepala, Luna kembali melanjutkan ceritanya.

"Aku suka dengan seseorang di akademi," ulang Luna dengan yakin.

Tentu saja itu bohong, sebab orang yang Luna sukai ...,

"Siapa?" Pangeran Felixence bertanya dengan suara yang begitu rendah. Pelan-pelan pula, diletakkannya sendok dan garpunya di atas piring tanpa suara, seolah dia tidak berniat lagi melanjutkan makan malamnya.

Siapa? Luna bahkan tidak mengenal siapapun di luar sana. Mana mungkin Luna bisa menjawab pertanyaan itu.

"Lalu, setelah Kakak tahu, apa yang akan Kakak lakukan?" tanya Luna sambil memincingkan mata, pura-pura mencurigainya.

Pangeran Felixence menatapnya dengan sorot tak percaya, mungkin tidak menyangka adiknya akan menjawab seperti itu, "Darimana kalian saling mengenal?"

"Dan setelah aku menjawabnya, apa kalian akan meminta Nyonya Taylor membuat laporan?" tanya Luna.

"Feline, berhenti memutar topik pembicaraan," ucap Pangeran Felixence.

Mengapa kau harus semarah itu?

"Kalau kau mengenalnya setelah bersurat-suratan, aku ingin kau tahu kalau orang-orang tidak mengeluarkan karakter aslinya ketika menulis surat kepada orang lain."

Raja Finnebert hanya mampu menyaksikan drama perang saudara di meja makan, sambil menggelengkan kepalanya. Dia pun berpikir bahwa sangat janggal jika Putri Felinette membuat permintaan seperti demikian. Namun alasannya lebih janggal daripada sikap Felinette yang cenderung pendiam dan berubah drastis seperti ini.

"Jangan berdebat di meja makan." Akhirnya sang raja melerai.

"Hanya itu keinginan terbesarku saat ini, Yang Mulia. Terlepas dari alasan kekanakan itu, alasan lain yang saya paparkan tadi juga bukan omong kosong belaka. Saya berharap Yang Mulia Raja tetap bisa mempertimbangkan keinginan saya." Luna sengaja menggunakan bahasa formal dan melemparkan senyuman mautnya.

Raja Finnebert diam-diam menghela napas. Setiap Felinette memanggilnya dengan sebutan terhormat seperti itu, dia selalu merasa tidak nyaman, seolah-olah jarak mereka terasa sangat jauh.

"Felinette, kau tahu kan, kalau kau putri kesayangan Ayah?" tanyanya.

Tentu. Felinette adalah putri tunggal.

Luna kembali tersenyum, "Jika saya berbuat kesalahan yang tidak dapat dimaafkan, saya bersedia kembali ke Istana dan menerima hukuman."

Hanya itu satu-satunya cara agar Luna tampak begitu meyakinkan.

"...Kau benar-benar sangat ingin ke sana, Felinette?"

"Benar, Yang Mulia."

Luna melirik Pangeran Felixence sejenak. Dari ekspresi Pangeran Felixence saja, Luna sudah tahu bahwa dia akan menerima berbagai macam pertanyaan bertubi-tubi ketika perjalanan pulangnya ke Istana Barat.

Saat melirik ke arah Terence pun, Terence juga menatapnya dengan sorot yang tidak bisa dibacanya. Ya. Hari ini memang hari yang telah dipersiapkannya jauh-jauh hari demi bisa bertahan.

"Felinette, Ayah tidak bisa langsung membuat keputusan untuk permintaan sesulit ini."

Padahal, jika tadi Luna benar-benar meminta istana baru, permintaan itu pasti akan langsung diiyakan tanpa berpikir panjang.

"Tidak apa-apa, Yang Mulia. Pikirkanlah dengan tenang," balas Luna, lalu tersenyum riang. "Terima kasih, Ayah."

Begitulah, maksud Luna dengan 'hebat'.

"Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan?" Pangeran Felixence langsung bertanya tepat ketika pintu kereta kencana yang membawa mereka tertutup rapat. 

Luna menjawab tanpa sedikitpun raut bersalah, "Aku hanya menyampaikan keinginanku."

Lagipula, salah siapa mempertanyakan keinginan lain? Padahal Luna pikir dia akan mengajukan permintaan untuk bersekolah di Akademi Publik lain kali, tapi karena sudah terlanjur ditanyakan, sekalian saja Luna meluapkan semuanya. 

"Kau bersikap aneh," gumam Pangeran Felixence dengan gelisah. "Kau serius tentang perkataanmu tadi?"

"Tentu saja. Jika aku hanya bercanda, darimana aku meminjam nyali untuk berbohong di depan Yang Mulia Raja dan Pangeran Mahkota?" tanya Luna balik.

"Kau benar-benar menyukai seorang pemuda? Secara tiba-tiba? Ini benar-benar tidak seperti dirimu."

Itu yang kau permasalahkan?

Luna meratapi kedua punggung tangannya yang kini terpangku di atas kedua lututnya. Dalam hatinya, sedikit penasaran memikirkan Felinette mana yang tengah dibandingkan oleh Pangeran Felixence terhadapnya. 

"Bukan tiba-tiba. Aku sudah pernah bilang, dulu aku belum menemukan keberanianku dan sekarang aku sudah berani," jawab Luna dengan tenang. 

"Keberanianmu itu membuatku takut," ucap Pangeran Felixence dengan nada rendah dan sama sekali tidak terdengar sedikitpun nada ketakutan di dalamnya. 

Pangeran Felixence bersikap sarkastik lagi, tapi Luna akan menganggap yang satu itu sebagai pujian. 

Luna memberikan senyuman tipis, "Bukankah itu hal yang baik?"

Pangeran Felixence terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya membuka mulut untuk memberikan pertanyaan lain, "Siapa pemuda itu? Apa aku mengenalnya? Apa dia pernah datang ke Istana?"

"Hm ..., entahlah." Luna menjawab tanpa minat. 

"Apa kau juga akan merahasiakan ini?" tanya Pangeran Felixence. 

"Setelah mengetahuinya, apa akan ada jaminan bahwa keluarganya tidak akan mendapat kesulitan?" tanya Luna lagi. 

Pangeran Felixence menjawab, "Kerajaan tidak akan memberikan tekanan tanpa alasan dan semena-mena seperti itu."

"Apa tidak akan ada investigasi lebih untuk mencari kesalahan sekecil apapun?"

"Feline, jika memang ada kesalahan, hukum tetap harus ditegakkan. Kasus seperti itu berbeda," jawab Pangeran Felixence. 

"Kalau begitu, keputusanku tetap sama; lebih baik identitasnya dirahasiakan saja," ucap Luna pada akhirnya. 

Atau, sebaiknya tidak perlu dibahas lebih lanjut, karena Luna tidak tahu harus menjawab nama bangsawan yang mana. 

Sempat ada keheningan di dalam kereta kencana selama beberapa saat, sampai akhirnya Pangeran Felixence mencairkan suasana. 

"Dan kau akan mengatakannya suatu hari nanti?"

Luna mengangguk, "Iya."

"Janji ya, Feline."

Jika hari itu tiba, Luna harus mempersiapkan satu nama laki-laki bangsawan yang diketahuinya sebagai jawaban. 

Luna memejamkan matanya, "Aku janji."

Pangeran Felixence tampak menghela napas lega, lalu bersandar mencoba membuat dirinya lebih rileks. 

"Ngomong-ngomong, kau tidak tampak kaget dengan tugas Terence. Apa dia sudah memberitahumu?" tanya Pangeran Felixence. 

Mana mungkin Terence memberitahunya. 

"Aku sudah agak memprediksikannya. Keadaannya sudah agak gawat, kan?"

Mata amethyst milik Pangeran Felixence menatapnya intens, lalu sang pangeran menegakkan duduknya, menatap sang putri lekat-lekat. 

"Apa aku ikut ke akademi publik juga?" tanyanya. 

Tentu saja itu membuat Luna kaget setengah mati. "Kenapa begitu?"

"Keadaan di luar Istana mungkin masih terdengar begitu tenang, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Membiarkanmu pergi sendirian ke Akademi Publik agak sedikit mengganggu, apalagi tanpa ada Terence yang menjagamu," jawab Pangeran Felixence panjang lebar. 

Namun, Luna tahu beberapa hal tentang masa depan. Pemberantasan Death Wave memang akan berlangsung selama beberapa tahun, tetapi karena inisiatif Kerajaan yang tanggap untuk segera membentuk tim pemberantas, Death Wave belum pernah benar-benar menjadi ancaman terhadap bangsawan-bangsawan di Terevias.

"Kakak mengkhawatirkanku? Itu terdengar sangat baru."

Ya, setidaknya untuk kehidupan kali ini. Sebab Pangeran Felixence di kehidupan pertamanya ketika menjadi Felinette dulu, segala hal yang dilakukannya akan membuatnya cemas. 

Saat ini Pangeran Felixence tidak tahu bahwa Putri Felinette tidak memiliki kekuatan. Luna pikir, sikap cemas Pangeran Felixence akan lebih melonggar dibandingkan dulu. 

"Tentu saja aku mengkhawatirkanmu. Kau ini adikku."

... Luna merasa Déjà vu.

Pangeran Felixence pernah mengatakan itu, dulu. Kakaknya--Stella--juga pernah mengatakannya, dulu. 

Gawat ... sepertinya Luna akan segera menangis. 

"Kak Felix sangat pandai mencari alasan, ya? Padahal, bisa saja Kakak mau ikut ke Akademi Publik karena Aurorasia Swanbell juga salah satu siswi di sana. Benar, kan?"

Pangeran Felixence terdiam selama beberapa saat, tampak berpikir begitu lama. "Setelah dipikir-pikir, itu memang benar."

"... Jadi benar-benar karena dia?" tanya Luna, agak kehabisan kata-kata. 

"Nona Swanbell sepertinya bersekolah di sekolah publik," ucap Pangeran Felixence. 

Pantas saja rumor tentang sikapnya yang tidak menyenangkan itu bisa menyebar cepat. 

"Aku menyadarinya dari dulu, tapi sepertinya kau memanggilnya dengan tidak sopan," tegur Pangeran Felixence. "Mengapa? Kau tidak menyukainya?"

Luna hampir saja memutar bola matanya kesal, "Tidak. Aku netral saja."

Jika Pangeran Felixence ikut masuk ke Akademi publik, itu akan sangat membatasinya.

"Tapi buat apa Kakak di Akademi Publik? Bukankah Kakak sudah mempelajari semuanya? Bertahun-tahun di sana hanya akan menghabiskan waktu."

"Kau juga bisa mempelajari semuanya dari istana, mengapa harus repot-repot ke Akademi Publik?" 

"Sudah kubilang, aku akan mendapat banyak keuntungan di sana. Aku bisa bersosialisasi, mencari teman--"

"Dan bertemu dengan pemuda yang kau sukai?" sela Pangeran Felixence.

Luna menghela napasnya lelah. Entah sampai kapan mereka akan terus berdebat dengan alasan itu. 

"Atau jangan-jangan kau tidak benar-benar punya pemuda yang kau sukai? Kau hanya berbohong agar punya alasan lain?" terka Pangeran Felixence. 

"Aku tidak berbohong. Aku memang menyukai seseorang, kok," jawab Luna dengan sungguh-sungguh. "Kakak yang terus-terusan menyangkal dan menolak percaya."

"Sampai sekarang masih agak sulit untuk mempercayainya." Pangeran Felixence mengelus pelan rambut Felinette. "Feline yang dulu masih bayi, sekarang akan segera dewasa."

"Kakak lupa kalau kakak juga sudah dewasa? Memangnya hanya kakak yang berkembang?" tanya Luna sambil tertawa. 

Pangeran Felixence tertawa bersamanya. 

Luna, sadarlah.
Sekarang, kau adalah Felinette.

Di sela-sela itu, Luna membuat permintaan dalam hatinya. 

Saat ini, dia adalah kakakmu. 
Jangan sampai dia menyadari perasaanmu. 

.

.

.

***TBC***

8 Mei 2021

Paws' Note

DOR! DOR! 

Enggak ada yang menyadari ini, ya? 

Engga ada kan, ya? Enggak ada kan, ya? 

J-JADI PAUS, APAKAH INI TROPE INCE--
///bekap mulut semua readers yang membaca. 

Jadi, alasan mengapa isi cerita The Fake Princess memuja-muji Pangeran Felixence adalah--JEJENG. 

Karena Luna tralala trilili sama Pangeran Felix. 

kaget ga? kaget ga? kaget ga? Kagetlah, masak enggak. 

Jadi sebenarnya, Luna ini suka sama Pangeran Felixence waktu menjadi Felinette untuk pertama kalinya, karena enggak pernah ada laki-laki yang memperlakukannya dengan hangat seperti itu (?) dan lagipula kita semua tahu bahwa yang ada di tubuh Felinette adalah Luna. 

Sebenarnya aku menerima komenan tentang betapa janggalnya sikap Luna terhadap Pangeran Felixence dan Aurorasia. Hehehehe, ada yang nyadar tapi enggak nyadar, ternyata. 

Mungkin sampai chapter ini, kalian masih bingung tentang:
1. Jadi Golden Sun itu kenapa?
2. Siapa Male lead di cerita ini?
3. Siapa antagonis di cerita ini?
4. Dan banyak lagi (aku cape nge-nomor-in)

Penjelasan Golden Sun bakal kujelasin dengan cepat di next chapter, mkay? Sabar, yaaa. 

JADI, karena aku baik hati dan tidak sombong, aku bakal spoiler dikit:
Felinette juga bakal ada di sekolah publik bareng Irsiabella. Dah, itu aja. 

Aduh, aku baik banget, dasar aku. 

Udah yuk, kita akhiri bacotan kita hari ini dengan gambaran fanart dari pembaca. Mohon diklaim gambar ini, yaaaa. 


See you very soon. 

Ah, aku lupa bilang bahwa cerita ini diikutsertakan dalam Marathon Writing Month yang diadakan NPC2301 yang mana halnya aku harus mengusahakan bisa nulis banyak kata. 

Produktif yuk, paus, yuk. 

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro