41. Keputusan Felinette de Terevias
"Feline, kau tidak boleh menyerah.
Semua permasalahan pasti memiliki jalan keluarnya.
Sampai kita menemukannya, kau harus tetap kuat. Mengerti?"
***
Angin musim gugur berhembus menerbangkan dedaunan kering yang terlepas dari dahannya. Cuaca-nya amat mendukung bagi Luna untuk duduk di taman. Bersama dengan Terence yang terus mengikutinya, Luna akhirnya duduk memangku buku yang baru saja dibawanya dari perpustakaan kerajaan.
Sebelum membuka bukunya, Luna memperhatikan rerumputan yang dipijaknya. Banyak daun-daun berguguran, padahal di taman bunga itu masih dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Entah sihir apa yang membuat bunga itu dapat tumbuh di situasi seperti itu.
Di dunia ini, sihir memang begitu diagung-agungkan. Luna memahami alasan mengapa semua manusia bisa dinilai hanya dari jumlah sihir yang dikuasainya, karena kini dirinya telah merasakan bagaimana perbandingan perlakuan orang-orang terhadapnya, sebelum dan setelah mengetahui hal itu.
Ingin melupakan kenyataan pahit bahwa dirinya bukanlah apapun di dunia ini, Luna membuka halaman pertama dari buku yang dibawanya.
Namun, baru saja hendak membaca barisan pertama, tiba-tiba penerangan alaminya meredup terhalang oleh bayangan sesuatu. Walaupun sebenarnya Luna masih bisa membaca isinya, tetap saja Luna penasaran dengan apa yang menghalanginya.
Maka dari itu, Luna mengangkat kepalanya.
"Tuan Putri, tidakkah ini terlalu menyilaukan?" Terence bertanya sembari mengangkat satu tangannya, menghalangi kepala dan buku Luna dengan bayangannya.
"Tidak," balas Luna singkat.
Oh, ngomong-ngomong, matahari memang berada tepat di atas kepala mereka. Ini tepat di siang hari. Seharusnya Luna sedang makan siang, tetapi Luna sedang dalam masa wajib diet dan lebih memilih untuk membaca buku di halaman belakang.
Luna tidak bisa melakukan apapun di Istana Barat dengan leluasa. Apapun yang dilakukannya akan dilaporkan kepada raja oleh Nyonya Taylor. Setiap ada hal yang mencurigakan, raja akan menanyakannya kepada Luna, sebenarnya rasa peduli sekecil itu entah mengapa membuat Luna merasa tidak nyaman.
Luna ingat dengan beberapa pengalamannya yang kurang menyenangkan tentang itu. Nyonya Taylor melapor bahwa Luna tidak mengizinkan siapapun untuk menemaninya selain Terence. Oh, ada satu lagi cerita yang lebih menyebalkan. Mereka juga melaporkan segala teguran atau kesalahan kecil yang diberikan oleh guru bimbingannya. Padahal, guru bimbingannya pun sudah mengatakan bahwa itu hanya satu kesalahan kecil yang bisa ditolerir.
Semua pergerakan dan kejanggalannya akan dilaporkan kepada raja. Padahal, ketika Luna menjadi Felinette dulu, tidak ada seorangpun yang peduli dengan gerak-geriknya. Ini karena semuanya menilainya hanya dari kekuatannya. Luna begitu muak.
Luna mendongak menatap manik hitam Terence yang juga sedang menatap ke arahnya. Karena posisi Luna saat ini sedang duduk dan Terence dalam posisi berdiri, Terence tidak sengaja menatap Luna dengan keadaan menunduk. Buru-buru, Terence memposisikan dirinya berjongkok, agar tidak lebih tinggi dibandingkan posisi Luna.
"Maafkan saya, Yang Mulia."
Luna bersandar, terkadang tidak mengerti dengan Terence. Luna pikir, hubungannya dan Terence sudah lebih dekat dibanding sebelumnya, tetapi rupanya Luna salah besar. Terence tetap menganggapnya sebagai seseorang yang harus dikawal dan dijaga. Padahal, jika sedang ada waktu luang, dia sering sekali beradu pedang kayu dengan Pangeran Felixence. Luna juga pernah melihatnya, tetapi Terence tidak sekaku itu dengan Pangeran Felixence.
"Sebenarnya kau tidak perlu mengikutiku sekarang. Ini jam makan siang, kan? Aku sedang mengurangi makanku karena akan ada acara pemberkatan di akhir musim gugur. Kau boleh kembali setelah makan siang. Mengerti?" tanya Luna.
"Tugas saya adalah menjaga dan melindungi Tuan Putri," jawabnya.
Luna mengerutkan kening, "Itu tidak menjawab pertanyaanku."
"Saya menjawab perkataan Tuan Putri; bahwa saya tidak perlu mengikuti Tuan Putri saat ini. Di Istana pun, tidak menjamin bahwa ini adalah tempat yang aman."
Sebenarnya, Luna-lah yang paling tahu tentang itu. Jika istana adalah tempat yang aman, maka tentu Luna tidak perlu mengalami kejadian tragis di malam musim dingin itu. Mengetahui hal itu, tentu saja Luna tidak boleh lengah dalam keadaan seperti apapun.
"Kalau kau tetap mengawalku di saat seperti ini, lama kelamaan kemampuanmu akan disusul oleh murid Marquess Arsenio yang lain," ucap Luna, yang kali ini berhasil membuat Terence kembali mendongak.
Sempat ada keheningan selama beberapa saat, sebelum akhirnya lelaki itu bertanya, "Apakah Tuan Putri berencana untuk mencari pengganti ksatria pribadi Tuan Putri?"
Sebenarnya, Luna tidak bermaksud seperti itu. Namun Luna sadar, cepat atau lambat, Terence akan berhenti mengawalnya, lalu menjadi ketua panglima perang yang menjatuhkan Death Wave. Luna tidak tahu kapan persis Terence akan mendapatkan kepercayaan itu, tetapi saat ini keberadaan tentang Death Wave sudah sampai di tangan raja.
"Kau tidak akan mengawalku selamanya, Terence. Kau—"
"Apakah saya melakukan kesalahan?" tanya Terence agak sendu.
"Aku tidak mengatakan seperti itu," jawab Luna.
"Jika Tuan Putri berencana mencari pengganti, bukankah itu berarti saya melakukan sesuatu yang tidak diharapkan Tuan Putri?" tanya Terence lagi.
Luna sampai bingung harus menjawab apa, lantaran Terence terus menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya. Luna tidak mungkin mengatakan kepadanya bahwa dia akan terpilih untuk ikut memerangi kelompok Death Wave. Ramalan hebat macam apa yang bisa dilakukan oleh seseorang tanpa kekuatan sepertinya?
"Saya ingin tetap mengawal Tuan Putri, bahkan jika nanti kekuatan Tuan Putri telah muncul," izinnya.
Luna benar-benar tenggelam dalam kebingungan dengan pernyataan Terence. Namun dari tatapan Terence yang menatapnya dengan yakin, Luna tahu bahwa dia harus segera menjawab.
"Terence, kau pasti lapar," ucap Luna sembari berdiri dari duduknya.
Luna tahu, itu tidak ada hubungannya sama sekali.
Saat berjalan pun, Terence tetap menyusul mengikutinya dari belakang. Merasa begitu canggung dengan keadaan ini, Luna mengucapkan kata-kata pahit itu tanpa menoleh ke belakang.
"Terence, kuanggap pembicaraan kita barusan tidak pernah ada."
*
Untuk menghindari waktu berlama-lama dengan Terence, Luna menghabiskan waktunya untuk membaca di kamarnya sendiri. Bahkan, Luna sampai meminta pelayan-pelayan yang meminjam buku lain ketika bacaannya telah habis.
Mungkin ini hanyalah firasat aneh Luna. Namun, mungkinkah ... Terence memiliki perasaan terpendam terhadap Putri Felinette? Atau itu hanya bentuk simpati dan hormatnya terhadap putri raja? Ataukah itu hanyalah desiran terdalam Terence yang berharap memiliki kesempatan untuk menjadi anggota kerajaan dengan memiliki hubungan dengan Putri Felinette?
Saat ini, Luna tidak bisa mempercayai siapapun. Luna tidak tahu motif apa yang mereka miliki dan keinginan apa yang mereka harapkan dari Putri Felinette.
Luna tidak bisa mempercayai siapapun, karena Luna tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Satu-satunya orang yang sikapnya tetap sama dan konsisten terhadapnya ketika masa terang dan gelapnya hanyalah Pangeran Felixence.
Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan pintu dari kamarnya. Belum lagi memberikan izin masuk, pintu telah terbuka.
Wajah Luna yang tadinya lesu pun langsung mengembang cerah tatkala melihat sosok Pangeran Felixence berjalan memasuki kamarnya. Luna baru saja memikirkannya dan tiba-tiba saja sang pangeran mahkota mendatangi kamarnya. Keajaiban macam apa itu?
Sekilas sebelum pintu tertutup, Luna bisa melihat keberadaan Terence yang tampaknya masih fokus berjaga di luar kamarnya.
"Kakak, Ada apa?" tanyanya sembari meletakkan bukunya.
Pangeran Felixence tersenyum ketika melihat adiknya tersenyum cerah karena kedatangannya. Belum sempat mengatakan apapun, tiba-tiba saja Pangeran Felixence mengulurkan tangannya ke udara, lalu sebuah kotak berwarna putih terjatuh tepat di kedua telapak tangannya.
Luna tahu bahwa Pangeran Felixence baru saja menggunakan sihir.
"Apa ini?" tanya Luna.
"Ini hadiah ulang tahunmu," balas Pangeran Felixence.
Hari ulang tahun Putri Felinette memang baru akan tiba beberapa pekan mendatang. Memang, Pangeran Felixence punya kebiasaan untuk memberikan hadiah beberapa pekan lebih awal. Namun, Luna agak tidak menyangka saja kalau Pangeran Felixence mau repot-repot membawanya langsung kepadanya.
Melihat bahwa Pangeran Felixence menyembunyikan kotak itu sampai di kamar Felinette, Luna menyimpulkan bahwa hadiah itu bersifat sangat rahasia.
Luna menerima kotak itu dengan ragu, lalu meletakannya di atas meja bacanya dan memperhatikan kotak itu penuh curiga. Sementara itu, Pangeran Felixence mengamati kamar yang mereka masuki saat ini.
"Kau tidak suka kamar yang terlalu luas, ya? Tapi apa ini tidak terlalu sempit?" tanya Pangeran.
Sempit? Ukuran kamar sepuluh kali sepuluh meter itu sempit? Dia pasti bercanda.
"Dulu Taylor pernah bilang bahwa kau pindah ke kamar lain, tapi tidak kusangka kau memilih kamar yang lebih kecil daripada kamar terdahulumu."
Luna sudah pernah bilang, kan? Taylor itu selalu melaporkan apapun kepada raja, dan sepertinya pangeran juga mendengar kabar itu. Tukang Pengadu. Segala hal dilaporkannya, seolah-olah Felinette adalah tahanan.
Sebenarnya pemikiran Luna cukup sederhana. Ia memilih kamar yang tidak memiliki balkon dan jendela kamarnya tidak terlalu besar untuk bisa dimasuki oleh orang. Hanya untuk berjaga-jaga, dan lagipula tidak akan ada orang luar yang mengira bahwa ini akan menjadi kamar Tuan Putri. Itu akan menjadi kabar baik yang menyenangkan.
"Aku ingin mengganti suasana," jawab Luna, sambil tetap memperhatikan kotak putih itu.
"Kau boleh membuka kotaknya, lagipula itu memang untukmu," ucap Pangeran Felixence.
Luna membuka kotak itu dan menemukan sebuah botol kaca transparan yang berisi cairan kuning keemasan di dalamnya. Ada ukiran lambang Terevias yang jelas pada botol kacanya.
Kembali, Luna mengalihkan pandangan ke arah Pangeran Felixence, kali ini dengan wajah yang sangat serius.
"Apakah ini ramuan rahasia?" tanya Luna.
Pangeran Felixence menatapnya balik dengan serius, "Darimana kau tahu?"
"Karena Kakak diam-diam membawanya ke sini? Tapi ini ramuan apa?" tanya Luna lagi.
Pangeran Felixence membuka botol kaca itu, lalu seketika aroma harum dan memabukkan itu pun mengepungi seisi ruangan kamar. "Ini parfum, bukan ramuan."
Oh, hanya parfum. "Tapi mengapa Kakak memberikannya diam-diam?" tanya Luna.
"Bukan. Memang begitu cara memberikannya kepada orang lain. Munculkan kotak itu di depannya," balas Pangeran Felixence yang membuat Luna hanya termangut-mangut.
Sebenarnya Luna tidak percaya dengan 'tradisi' dari barang-barang pemberian seperti itu. Yang membuatnya jelas-jelas adalah manusia. Namun, Luna langsung memahami bagaimana pemasaran dari parfum ini. Parfum ini memang diperuntukkan untuk bangsawan kelas tinggi yang memiliki kekuatan, karena itu tradisi-nya juga agak berbeda.
"Aromanya wangi," ucap Luna, sembari mengendusnya lebih dekat lagi dengan botolnya.
"Kau suka?" tanya Pangeran Felixence.
Luna menganggukan kepalanya dengan senang.
Pangeran Felixence membalas senyumannya dan memutuskan untuk duduk di salah satu sofa panjang di kamar Felinette.
"Buku apa yang belakangan ini sedang kau baca?" tanya Pangeran Felixence.
Luna langsung menutup botol parfum dan memperlihatkan sebuah buku bersampul merah tua yang bercerita tentang peperangan sihir pada zaman dulu.
"Hm ... selera bacamu aneh," komentar Pangeran Felixence.
"Kenapa aneh?" tanya Luna tidak tersinggung sedikitpun.
Rasanya, panggilan 'aneh' dari Pangeran Felixence terlalu sering disampaikan, sampai-sampai tidak lagi membuatnya merasa terganggu.
"Kau pasti tidak tahu bacaan apa yang sedang populer untuk anak seusiamu," sahut Pangeran Felixece.
"Memangnya, Kakak tahu?" tanya Luna, setengah menantang.
Alis Pangeran Felixence terangkat sebelah, "Apa perlu kubelikan untukmu?"
"Buat apa? Bagaimana kalau tidak sesuai dengan seleraku?" tanya Luna.
"Kalau kau tidak suka, aku bisa memberikannya kepada orang lain," jawab Pangeran Felixence yang membuat suasana hati Luna menjadi murung.
"Ke siapa? Aurorasia Swanbell?" terka Luna.
Luna tahu bahwa saat ini Pangeran Felixence dan Aurorasia sedang aktif bertukar pesan. Luna juga tahu, di musim panas berikutnya, Aurorasia akan mulai diperkenalkan di depan khalayak ramai sebagai seseorang yang berpotensial menjadi pendamping Pangeran Felixence. Setelah itu, hanya tinggal menunggu waktu sebelum akhirnya pertunangan mereka diumumkan.
... Luna tidak suka dengan Aurorasia.
Orang-orang melihatnya sebagai Putri Duke Swanbell yang manja. Aurorasia juga pernah menunjukkan rasa ketidaksukaannya kepada Felinette secara terang-terangan. Dia memang tidak menyiksanya bak tokoh antagonis di cerita yang pernah dibacanya, tetapi tetap saja perlakuannya terhadapnya memang tidak menyenangkan.
"Hm? Kau kenal dengan Nona Swanbell?" tanya Pangeran Felixence.
"Siapa yang tidak kenal dengannya?" tanya Luna balik. "Dia akan menjadi kakak iparku, kan?"
Sejujurnya, mengucapkan hal seperti itu agak menyakitkan hatinya.
Kakak ipar ....
"Itu kan hanya rumor," balas Pangeran Felixence dengan santainya.
Luna tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Pangeran Felixence dan Aurorasia akan bertunangan. Aurorasia sangat menyukai Pangeran Felixence. Bagaimana mungkin, itu hanya akan menjadi rumor? Rumor yang menjadi kenyataan? Luna tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sampai dia masuk ke dunia itu.
"Bukankah kalian sering bertukar pesan?" tanya Luna.
"Kami hanya saling melakukan formalitas," balas Pangeran Felixence.
"Kakak yakin dia tidak akan punya perasaan lebih terhadap kakak?"
Lagi-lagi, Pangeran Felixence hanya tertawa, "Kau berpikiran aneh."
Aneh bagaimana?
Pangeran Felixence beranjak dari duduknya dan bersiap-siap untuk pergi dari kamarnya. Luna langsung berjalan mengikutinya dari belakang untuk mengantarkannya keluar.
"Apa kau akan menggunakan parfumnya nanti malam?" tanya Pangeran Felixence.
"Ketika makan malam nanti? Tidak. Ini parfum istimewa pemberian Kak Felix. Aku akan menggunakannya di hari yang istimewa. Hm ... mungkin aku akan menggunakannya di hari ulang tahunku nanti," ucap Luna.
"Itu tidak seistimewa itu," balas Pangeran Felixence. "Saat ini parfum itu belum dijual untuk umum. Akan lebih istimewa lagi jika kau menggunakannya terlebih dahulu sebelum bangsawan lain menggunakannya."
"Hm, begitu ya."
"Sebaiknya segera kau habiskan. Kau bisa kerepotan memilih parfum, kalau ternyata mereka meluncurkan aroma lain lebih cepat dibanding perkiraan," ucap Pangeran Felixence.
"Tapi sebanyak ini, aku tidak mungkin bisa menghabiskannya sendiri," ucap Luna.
"Itu untuk dipakai lho, bukan untuk diminum," canda Pangeran Felixence yang langsung membuat Luna membeku.
... tunggu.
Luna mendadak mengingat satu kejadian tidak mengenakan tentang kata 'minum' dan 'parfum'.
Jangan bilang ...
"Apa nama parfum ini?" tanya Luna agak ragu.
"Golden Sun. Nama yang bagus, kan?"
Luna yakin, wajah Felinette saat ini pastilah langsung pucat pasi, sebab Pangeran Felixence langsung menatapnya dengan raut wajah cemas.
"Ada apa, Feline?"
Luna langsung menggelengkan kepalanya dan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Tidak, tidak. Bukan apa-apa. Terima kasih ya, Kak. Aku suka. Pasti akan kupakai," ucap Luna.
Luna sadar, Pangeran Felixence sedang mengamatinya dan mungkin tidak mempercayainya begitu saja. Namun pada akhirnya sang pangeran berjalan keluar pintu kamarnya dan mengobrol singkat dengan Terence.
"Terence, jaga Putri Felinette, ya."
"Baik, Yang Mulia Pangeran."
Setelah kepergian sang pangeran, Terence perlahan berbalik. Pintu kamar Felinette memang belum tertutup seperti yang telah dipikirkannya.
"Tuan Putri? Apa Anda baik-baik saja?"
Luna tidak tahu mana yang lebih mengerikan; harus menghadapi Terence atau kembali masuk ke kamarnya dan melihat benda itu di kamarnya.
Namun jelas, dari tindakannya sekarang, menghadapi Terence tidak semengerikan itu.
***TBC***
3 Mei 2021
Paws' Note
2200 kata. Wow!
Jadi, sebenarnya memang ada alasan mengapa aku ngebahas Golden Sun mulu. Karena seperti yang sangat sering kubilang, ada banyak hal yang diketahui Luna, tetapi tidak diketahui Stella.
Luna menulis The Fake Princess dengan sangat singkat dan hanya inti sari ceritanya saja. Itulah yang ditangkap dan dijadikan pedoman oleh Stella untuk mengubah alur. Sedangkan dari sisi Luna, dia bakal ngubah alur dari hal-hal yang diketahuinya.
Intinya, intinya ...
Alasan mengapa aku memilih judul IN ORDER TO KEEP THE PRINCESS SURVIVES adalah untuk menceritakan kedua sisi ini. Sisi Stella dan sisi Luna yang visi-misinya sama: INGIN SANG PUTRI BERTAHAN.
Gimana? Mind blown banget, kan? Hehehe.
Oh ya, buat yang ngebingungin timeline Luna, aku jelasin satu kali lagi, ya.
Luna kan dulu pas koma menjadi Felinette (17), kan? Terus mati sebelum 19 tahun.
Terus Luna sempat bangun dari komanya dan nulis The Fake Princess yang kemudian dibaca oleh Stella.
Di The Fake Princess dijelaskan bahwa umur Felinette = Irsiabella.
Jadi, ketika Stella menjadi Irsiabella (13) dan Luna menjadi Felinette (13) lagi, sebenarnya mereka sedang ada di timeline yang sama. Which means, yang kalian baca dari chapter 37 adalah waktu yang sama ketika Stella bangun sebagai Irsiabella di chapter 1.
Ketika ledakan mana, BENAR, itu adalah ledakan mana yang disebabkan karena Irsiabella yang matanya bercahaya. Yap, ding dong! Intinya sih mereka bangun di waktu bersamaan (karena sebenarnya tubuh Irsiabella ini pingsan berhari-hari, ya).
Pusing ga? Pusing ga? Pusing ga? Pusing lah, masak enggak.
Mengapa POV Luna sangat penting dan harus kutulis? YA karena Luna punya info lebih dibandingin Stella.
Aku membaca semua komentar kalian, termasuk komentar yang mengatakan kalau bosan kelamaan di POV Luna dan penasaran setengah mati dengan Stella dan si mata merah. Intinya, SABAR, soalnya aku baru balik ke POV Stella lagi setelah Luna digantung (chapternya). Okeeee? Sabaaaaar.
Wah, panjang sekali author note kita hari ini. Aku mulai pegeeeel.
Semoga bisa menemani sahur kalian!
FanArt hari ini dari Chocohazel_Na. Ini kenapa aku gabisa nemu nama IG atau nama Wattpadnya huhuhu.
Tolong, pemilik gambar mohon dikonfirmasi.
Gambaran fanart di galeri-ku sudah habis. Barangkali ada yang pernah ngirim ke aku tapi belum pernah kuupload, boleh tolong bantu kirim ulang nggak, ya? Hehehe makasiiih.
Buat yang mau ngirim fanart lagi, bisa dikirim ke IG atau email-ku yaaaa. Tertera di info profil. Makasiiih.
Irsiabella:
Mata: Emas
Rambut: Hitam
Felinette:
Mata: Sapphire (biru)
Rambut: Pirang
Aurorasia:
Mata: Emerald (hijau)
Rambut: Coklat
Felixence:
Mata: Amethyst (ungu)
Rambut: Pirang
Svencer:
Mata: Hitam
Rambut: Coklat
Day/Rayward:
Mata: Hazel
Rambut: Coklat muda
Terence:
Mata: Hitam
Rambut: Hitam
Matamerah (9 huruf):
Mata: Merah
Rambut: Perak
~~~
Lagi masa MWM, semoga aku bisa makin rajin update~
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro