Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Kembali Menjadi Felinette de Terevias

"Kumohon, tetaplah bermimpi indah,
walaupun setelah aku pergi."

***

Semuanya berawal ketika akhir musim panas tahun lalu, sewaktu Luna menemukan dirinya terbangun kembali di sebuah ruangan mewah yang familier. Sama seperti malam-malam sebelumnya, Luna juga baru selesai bermimpi buruk.

Kali ini bukan bermimpi sebagai Putri Felinette yang dibunuh oleh seseorang, tetapi Luna memimpikan kematiannya sendiri di tempat tidurnya di rumah sakit, setelah dia berbicara panjang lebar dengan kakaknya.

Luna pun akhirnya tersadar bahwa dirinya ada di dalam kamar megah Tuan Putri Felinette Annelisia de Terevias dan kembali terbangun sebagai Sang Putri naas yang akan menjumpai kematian yang tragis. Orang-orang akan kembali menatapnya dengan tatapan mengasihani betapa malangnya hidup di fisik lemah sakit-sakitan yang bahkan tak bisa menegakan kakinya untuk menopang tubuhnya sendiri. Kali ini pun, dia akan kembali mendapat tatapan itu, sebagai seorang putri yang rendah dan tidak memiliki kekuatan.

Awalnya, Luna kembali mengira bahwa ini adalah Nirvana setelah dirinya beberapa kali telah menghadapi kematian di depan mata. Namun, rasa sakit masih bisa dirasakannya ketika dia mencubit tangannya sendiri, atau mencoba mengeluarkan sedikit suara untuk memastikan bahwa itu memang suara Felinette. 

Lalu, ketika menyadari bahwa itu nyata, Luna langsung merinding ngeri. Luna memeluk tubuhnya sendiri, berharap dapat mencegah tubuhnya mengingat akhir apa yang akan menemuinya.

Satu-satunya hal yang dipikirkan Luna di detik itu hanyalah, aku harus pergi, secepatnya.

Maka di waktu yang sama, Luna beranjak naik dari tempat tidurnya dan langsung berlari keluar dari kamarnya. Luna masih ingat jalan untuk keluar dari Istana Barat. Namun, perjalanan akan mulai panjang setelah dia berhasil keluar dari kastel itu dan berlari menuju tembok perbatasan istana.

Ini kehidupan Putri Felinette. Kemanapun Luna pergi, tidak akan ada seorang pun yang akan mempedulikannya.

"Tu-Tuan Putri mengapa keluar dengan penampilan seperti itu?" Nyonya Taylor--kepala pelayan di Istana Barat--tiba-tiba menegurnya dan menghalanginya untuk menuruni tangga.

Luna tidak menyadarinya, tetapi setelahnya dia langsung menyadari bahwa ada banyak pasang mata pelayan yang sedang memperhatikannya. Namun, di saat itu juga, Luna menyadari sesuatu yang amat fatal. Ekspresi mereka semua tidak menunjukkan ekspresi yang tampak kaget, bukan tatapan aneh merendahkannya.

Luna kembali mengalihkan pandangannya ke arah Nyonya Taylor yang mendekatinya dan membujuknya untuk kembali masuk ke kamarnya.

"Tuan Putri harus bersiap-siap untuk pergi ke Istana Utara. Yang Mulia Raja dan Pangeran Mahkota telah menunggu untuk sarapan. Ayo, Tuan Putri."

Ada tiga hal yang membuat pikiran Luna langsung campur aduk. Pertama, Nyonya Taylor tidak akan mau repot-repot menegurnya karena seingat Luna, wanita tua itu selalu masa bodoh dengan segala tindakan yang dilakukannya. Kedua, pelayan-pelayan di sekitarnya menatapnya segan dan rasanya itu memanglah pertama kalinya Luna melihat mereka seperti itu. Dan ketiga yang paling penting; sarapan bersama di Istana Utara telah dinyatakan jeda untuk beberapa saat sampai keputusan Kuil Agung diumumkan.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini?

Meskipun dilanda kebingungan yang berkepanjangan, pada akhirnya Luna memutuskan untuk menurut dan kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mengikutinya dari belakang, membuat Luna diam-diam merasa risih. Sejauh ingatannya, Putri Felinette tidak pernah diperlakukan dengan hormat seperti itu.

Dan ketika sedang mempersiapkan dirinya, di sanalah Luna menyadari hal lain yang tak kalah penting.

Ada beberapa wajah pelayan yang tampak familier dan mereka terlihat lebih muda daripada yang selalu diingat Luna.

Luna memejamkan matanya, merasakan suhu hangat yang menyambutnya ketika terbangun tadi. Bak air yang penuh dengan bunga-bunga tempat ia berendam saat ini pun memperlihatkan beberapa jenis bunga yang hanya bisa tumbuh di musim panas. Luna langsung dapat menyimpulkan bahwa saat ini adalah musim panas. 

Kembali, dirinya teringat dengan malam terakhirnya sebagai Putri Felinette dulu; di malam badai bersalju yang berhasil meredam suaranya. Mendadak, Luna gemetar membayangkan bagaimana berkilau-nya ujung pedang yang mengiris kulit lehernya.

"Apakah Tuan Putri kedinginan? Apa kita sudahi saja?" tanya salah seorang pelayan.

Luna menganggukkan kepalanya dengan lemas.

Dirinya kembali bersandar, lalu mengingat kembali kakaknya. Entah bagaimana kabar kakaknya kali ini. Dulu, ketika dirinya koma selama seminggu, kakaknya tidak bisa tidur nyenyak satu malam pun. Entah apa yang dilakukan kakaknya saat ini, tetapi Luna sangat merindukannya dan selalu berharap bahwa Stella akan baik-baik saja tanpanya.

"Baiklah, Tuan Putri. Emma, segera siapkan pakaian Tuan Putri!" pinta pelayan tersebut ke satu pelayan yang masih menunggu titah.

Mendengar nama itu, Luna langsung mengedipkan matanya beberapa kali. Rasanya nama pelayan yang satu itu tidak asing, tetapi darimana dia pernah mendengarnya? Oh, jelas ketika Luna menjadi Putri Felinette dulu, tetapi kapan? 

Luna tidak pernah ingat dirinya harus repot-repot mengingat nama salah satu pelayan istana, sebab tidak ada satu pun yang berpihak kepadanya.

"Mungkin Tuan Putri tidak familier dengannya. Emma adalah salah satu pelayan baru di Istana Barat."

Di detik yang sama, Luna langsung teringat dimana dirinya mendengar nama itu.

Luna memperhatikan pelayan muda berambut coklat yang sedang membawakan pakaiannya dengan gugup. Gadis itu memang masih belia jika dibandingkan dengan beberapa pelayan di sekitarnya. Selain itu, tubuhnya juga lebih mungil dan membuatnya tampak sangat menyedihkan.

Namun, Luna tidak akan pernah mengasihaninya. Luna akan selalu mengingat dosa besar yang pernah dibuat oleh Emma dulunya.

Di sana kau rupanya.

"Berapa umurnya?" tanya Luna.

"Umur Emma?" Nyonya Taylor bertanya balik dengan tidak yakin.

Luna tahu alasan di balik kecurigaan itu. Putri Felinette cenderung amat pendiam dan tidak pernah menanyakan apapun kejanggalan yang dirasakannya. Sebab itulah, satu pertanyaan saja dari mulutnya jelas akan membuat keanehan besar dalam benak mereka semua.

"Berapa umurnya?" Luna mengulangi pertanyaan yang sama, membuat Nyonya Taylor langsung membungkuk takut.

"Emma seumuran dengan Anda, Tuan Putri." Ada jeda selama beberapa saat, ketika mata mereka saling terkunci. "Tiga belas tahun."

Di saat itu juga, langit Terevias seolah terasa roboh tepat di atas kepala Luna.

Di pagi yang sama, Luna harus dihadapkan beberapa fakta yang berat; Luna baru saja meninggal, Luna kembali menjadi Putri Felinette yang kini masih tiga belas tahun, dan Luna akan kembali menghadapi kematian sebagai Felinette.

***

Sejujurnya, ini pertama kalinya Luna melihat Emma secara langsung.

Seingatnya, berita yang didengarnya tentang Emma memang menyebar ketika gadis itu berumur lima belas tahun. 

Berita tentang Emma telah menyebar hingga ke penjuru Negeri Terevias bahwa Emma mencoba membunuh Putri Felinette.

Luna tidak benar-benar tahu apa yang terjadi waktu itu, tetapi menurut cerita yang pernah dijelaskan oleh kakaknya di dunia ini--Pangeran Felixence, Emma telah mencampur racun pada tehnya yang membuat Putri Felinette harus merenggang nyawa. 

Namun, seperti yang sudah bisa ditebak, percobaan pembunuhan yang dilakukan Emma tidak berhasil. Putri Felinette berhasil diselamatkan dan Emma pun masuk ke dalam daftar hitam kriminal tingkat tinggi setelah mencoba membunuh anggota kerajaan. 

Akibatnya, semuanya tahu tentang ketiadaan kekuatan suci dalam diri sang putri. Semua anggota kerajaan memiliki kekuatan suci yang dapat membuat darah mereka mampu menetralisir racun. Selain itu, keluarga kerajaan juga memiliki kekebalan tubuh yang kuat. 

Namun, Luna sudah tahu bahwa Putri Felinette tidak memilikinya.

Emma adalah salah satu penyebab yang membuat hidup Putri Felinette sangat sulit. 

Luna tidak ingin Emma di sini dan membuat kejadian yang sama terulang kembali. 

"Tidakkah dia terlalu belia?" tanya Luna, tentu dengan nada kurang menyetujui. 

"Memang benar. Namun Emma menggantikan saudarinya yang baru saja meninggal. Bagaimana pun juga, kontrak yang belum berakhir harus tetap diselesaikan, kan, Tuan Putri?"

Luna  sudah tahu, bekerja di bawah nama kerajaan adalah tekanan besar yang dipaksakan. 

Mungkin aku harus berbicara dengan raja nanti, pikir Luna sembari menunggu segala kebutuhannya dipersiapkan. 

Korset yang menyulitkan pernapasannya atau rambut pirangnya yang terus dibentuk tak lagi mengganggunya. Luna sudah pernah ada di posisi itu dan pernah beradaptasi selama dua tahun lamanya. 

Satu-satunya keberuntungan yang Luna miliki adalah bahwa dia sudah beberapa langkah lebih depan. Luna tahu hal-hal buruk apa yang akan terjadi di masa depan dan apa yang akan terjadi denganya. Luna bisa mencegahnya, asalkan dia mampu mengalkulasi semua prediksinya dengan benar.

Luna tidak ingin menjadi Luna yang dulu; Luna yang hanya bisa menunggu ajalnya karena telah tahu tentang penyakit ganas yang berkembang di tubuhnya; atau menjadi Putri Felinette yang hanya bisa diam menunggu takdir buruk menerkamnya. 

Kali ini, Luna tidak akan tinggal diam. 

Segala hal yang mengancam hidupnya, semuanya akan Luna singkirkan. 

***TBC***

20 Maret 2021

Paws' Note

Ayo, ayo, siapa yang teori konspirasinya ternyata bener? Happy for you! 

Sebenarnya dalam cerita ini aku enggak berencana membuat cerita yang sulit ditebak atau yang plottwistnya bikin kalian jadi keong. Aku hanya pengin kelarin plot yang menggangguku selama skripsi kemarin doang. 

Setelah kubaca semua teori-teori kalian di komen (iya, aku membaca semua komenan kalian), ada beberapa teori yang sudah hampir mendekati kebenaran plot cerita ini. 

Ada juga teori yang melenceng jauh dan cuma bisa bikin paus bingung, "Ini readers dapat ide darimana mikir kayak gini?" Kayaknya kalian sudah bisa bikin novel baru hehehehe. 

Ada satu teori yang kemarin kira-kira mengungkapkan bahwa sebenarnya Luna tidak menuliskan semua alur The Fake Princess secara lengkap, alias ada yang bolong-bolong. Itu benar. 

Maksudku, apa mungkin Luna bisa menuliskan kejadian yang terjadi dengannya selama dua tahun di Terevias dalam tiga halaman? (Aku lupa nulis 3 halaman ini di chapter berapa, tapi intinya sih Luna hanya menulis bagian penting yang membekas). 

Oh, dan seingatku aku pernah bilang bahwa cerita The Fake Princess akan menjadi stau-satunya yang pake POV 1 (karena Luna pakai 'aku'). Namun sekarang aku kurang yakin akan membuat satu chapter berjudul The Fake Princess mengingat betapa tidak lengkapnya isi cerita itu sendiri. 

DAAAN SATU LAGI. Terima kasih yang kemarin memuji timing-ku buat ganti fokus ke Luna-Felinette setelah Stella-Irsiabella mendapatkan scene yang sangat gantung dan mematikan. Hehehehe. 

Iya, jadi dari awal sebelum aku nulis cerita ini, rencananya memang sudah begitu; Ganti POV ke Luna setelah Stella ketemu si Mata Merah di balkon kamarnya. Hehehehehe. I know it's a bit devilish, but it's the perfect timing hehehe.

Oke, setelah bacotan panjang lebar kayak gini, seperti biasa kita akan tampilan fanart. 

Fanart kali ini dari ..., yaaaaa, lagi-lagi nama IG-nya tenggelam dalam chat. Jadi pemilik gambar yang bernama Reni, mohon diklaim, ya, gambarnya! <3


C U Next Chapie! 

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro