18. Festival Purnama Musim Dingin Irsiabella Ravelsa
"Aku takut. Aku takut keberadaanku membuat orang lain terluka."
***
Badai musim dingin telah berlalu. Seperti janji Regdar di malam badai waktu itu, pria itu benar-benar menepati janjinya untuk membawa putri semata wayangnya keluar rumah.
Stella sudah hampir berminggu-minggu hanya menetap di rumah Ravelsa selama musim dingin. Selama itu, semua waktunya dihabiskannya untuk menyelesaikan tugas musim dingin yang diberikan oleh Arlina. Arlina tidak bisa bertamu di kediaman Ravelsa selama musim dingin, jadilah Stella diminta untuk menyelesaikan tugas.
Musim dingin nanti, Arlina akan datang lagi untuk menilai tugasnya. Ya, seperti sekolah pada umumnya. Bedanya, Stella tidak wajib menyelesaikannya, karena Arlina hanya memintanya menjawab semampunya.
Oh, dan tentu karena ingin tetap menjaga citra Irsiabella, Stella memutuskan untuk menyelesaikan semuanya. Kerja kerasnya nanti akan dibayar pujian habis-habisan dan rumor-rumor baik di kalangan bangsawan. Semoga.
"Kenapa kau senyum-senyum begitu?" Regdar bertanya heran, tapi masih sambil tersenyum.
Stella menyimpan pemikirannya sembari melihat keadaan kerlap-kerlip kota dari jendela kereta yang sedikit berembun.
"Ternyata ini kota yang selalu kulihat dari balik jendela, ya?" tanya Stella.
"Indah, kan?"
Stella hanya membalasnya dengan anggukan.
Banyak hiasan lampu warna-warni, lalu Stella juga melihat beberapa orang sedang menggali salju untuk menyingkirkannya dari jalan. Toko-toko tampak terang, banyak pajangan-pajangan kue yang tampak manis dari etalase di balik kaca toko. Roti-roti, perhiasan, pakaian hangat.
Seperti suasana natal. Stella tiba-tiba teringat dengan dunianya dulu.
Kereta kuda yang membawanya tiba-tiba berhenti. Sang kusir turun dari kereta dan membukakan pintu dengan segera.
Regdar turun duluan seperti biasa, lalu menawarkan bantuan agar Stella bisa turun dengan mudah.
"Ini tempat acaranya?" tanya Stella begitu melihat banyak kursi yang telah di susun di alun-alun kota. Beberapa kelompok orang-orang telah mengambil tempat terbaik untuk menyaksikan winter moon.
Yang Stella baru sadari adalah ketika dirinya menjadi pusat perhatian, lagi. Namun kali ini situasinya berbeda, bukan pusat perhatian kaum bangsawan, tetapi orang-orang awam. Pakaian yang mereka kenakan memang tidak terlihat semewah yang dikenakan Stella, tapi Stella sangat yakin pakaian itu masih bisa dikategorikan hangat dan nyaman.
"Ayah ... kenapa tidak bilang?" tanya Stella.
Regdar tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Stella. Hampir saja pria itu menuntun Stella kembali ke kereta kudanya. Stella yang kebingungan pun bertanya lebih dulu.
"Kenapa tidak jadi?" tanya Stella lagi.
"Ayah pikir, kau tidak akan keberatan dengan acara yang bisa didatangi oleh kaum awan. Habisnya, dulu kau tidak pernah--"
Regdar mengunci mulutnya, menghentikan kata-katanya.
Stella buru-buru menyela, "Bukan begitu. Kalau tahu begitu, aku tidak akan mau pakai pakaian yang mencolok seperti ini. Apa kita tidak bisa menukarnya dengan pakaian-pakaian lain yang lebih ... tidak memancing perhatian?"
Hampir saja kata normal terucap olehnya, sampai akhirnya Stella ingat bahwa ini memanglah pakaian normal yang selalu dikenakannya sebagai Irsiabella.
"Irsiabella, Purnama di musim dingin adalah sesuatu yang indah. Jadi, menontonnya bersama dengan semua kaum tanpa memandang orang lain adalah bangsawan atau bukan adalah hal yang harus kita hormati," jelas Regdar.
Dan akan sangat indah, jika seandainya makna purnama musim dingin juga bisa diterapkan tentang harga seorang manusia biasa tanpa kekuatan. Stella hanya bisa menghela napas.
"Soal pakaianmu, kau tetap mencolok walau pakai baju biasa," tambah Regdar.
"Seharusnya Ayah mengusahakan agar aku jangan mencolok dua kali lipat," balas Stella.
"Salah sendiri kenapa bisa terlahir secantik ini," goda Regdar sambil menepuk punggung Stella dengan bangga. "Mau Ayah belikan sesuatu?"
Sebenarnya Stella ingin menolak, tetapi mencium aroma roti yang baru selesai dipanggang, tiba-tiba semua makanan yang telah Stella makan tadi malam seolah sudah melewati black hole dan menghilang di suatu tempat. Stella yang hanya menatap ke toko roti pun akhirnya dianggap sebagai jawaban positif oleh Regdar.
"Kalau begitu Ayah beli dulu. Kalian cari tempat duduk dulu, ya."
Regdar kali ini bukan hanya berbicara kepada Stella, tetapi juga kepada Sera, kusir kereta pertama, kusir kereta kedua dan juga beberapa pengawal yang memang mengikuti kereta pertama Ravelsa. Mereka mengangguk patuh. Setengah dari mereka mengikuti Regdar ke toko roto, sementara sisanya mengikuti Stella berjalan mencari kursi.
"Koreksi aku jika salah." Stella mulai berpikir, sementara mereka semua mulai bersiap siaga. "Acara besar untuk musim dingin adalah menyaksikan winter moon. Kalau untuk musim semi, pemberkatan musim baru untuk tanaman-tanaman yang akan ditanam. Musim panas ada ulang tahun raja dan pemujaan terhadap dewa matahari. Musim gugur, ucapan terima kasih atas tanamannya?"
"Sebenarnya masih ada banyak acara lain, tapi Nona hebat sekali bisa mengingat acara-acara pentingnya," puji Sera. Beberapa ucapan "hebat" juga diucapkan berkali-kali oleh orang yang berbeda.
Stella tidak tahu itu benar-benar pujian atau bukan. Menurutnya, itu masih terlalu mudah untuk diingat.
"Sekarang, aku punya pertanyaan." Stella bersiap-siap mengeluarkan pertanyaannya, tetapi melihat wajah-wajah mereka yang tampak cemas, gadis itu buru-buru menambahkan, "Kalau tidak bisa menjawabnya, tidak apa-apa. Aku bisa tanyakan kepada Ayah."
Mereka tampak lega. Stella langsung paham dengan situasinya. Mereka tidak berani melaporkannya kepada Regdar, tetapi karena nona mereka bersedia melaporkannya sendiri, harusnya ini tidak akan menjadi rahasia besar untuk Regdar. Seharusnya.
"Apakah ulang tahun Yang Mulia Putri Terevias telah diumumkan akan jatuh di musim mana?"
Semuanya saling menatap satu sama lain. Salah satu dari mereka mengangkat tangan dan menjawab, seperti menjawab kuis dari acara berhadiah, "Belum diumumkan sampai debudante, ketika usia Yang Mulia Putri Terevias mencapai enam belas tahun."
Yang satu itu agak sulit diprediksi Stella, tapi mengingat dirinya juga akan debudante di tahun yang sama, sepertinya dua akan punya dua tahun untuk merencanakan rencananya matang-matang. Masalahnya hanya satu, Stella berharap rumor tentang Putri Felinette yang tidak bisa menggunakan sihir belum menyebar luas saat itu.
"Oke, aku masih punya pertanyaan. Apakah ketika debudante, kita perlu melakukan pemberkatan di Kuil Agung?"
Mereka lagi-lagi saling berpandangan, seolah tengah mencocokan jawaban. Salah seorang pelayan mengangkat tangan, "Tidak ada, Nona. Pemberkatan di kuil Agung hanya dilakukan ketika satu pasangan menikah, itu pun mereka melakukannya di luar gerbang Kuil."
"Oh, di dekat Kolam Kuil Agung?" Stella menebak dengan asal, dia hanya perlu tahu dimana letak kolam itu.
"Kolam Kuil Agung sepertinya hanya rumor, Nona. Tidak ada yang pernah benar-benar masuk ke dalam Kuil Agung dan melihat kolamnya langsung. Para Pendeta Agung pun tidak pernah membicarakannya," balas Sera.
"Tapi katanya Kolam Kuil Agung benar-benar ada, Nona. Katanya kolam itu bisa memantulkan masa depan. Pendeta Agung biasanya menggunakannya untuk melihat bencana besar di Negeri Terevias," sambung pelayan lain, masih mengangkat tangan mereka.
"Tidak, bukan begitu. Pendeta Agung bisa mengetahui adanya bencana karena mereka orang-orang terpilih yang sakti, bukan karena melihat kolam."
Mereka malah berdebat. Untungnya, kelompok penjaga Ravelsa masih duduk jauh dari tempat duduk orang lain.
Stella berdeham sekali dan mereka semua langsung terdiam.
"M-Maaf, Nona." Mereka mengucapkannya dengan kompak.
Jadi apa yang sebenarnya dilakukan Irsiabella di Kuil Agung ketika umurnya 16 tahun dan bagaimana bisa dia menjernihkan kolam di Kuil Agung?! Stella benar-benar sakit kepala kali ini. Inginnya, langsung bertanya kepada Regdar, tapi Regdar pasti akan panik jika Stella membawa Kuil Agung dalam pembicaraan mereka. Bertanya kepada Arlina juga tidak cerdas, bisa saja Arlina membicarakannya kepada Regdar, atau paling parah, di luar rumah Ravelsa.
Beberapa saat kemudian, Regdar kembali bersama banyak kantong kertas di tangan. Semua rombongan yang mengikutinya juga ikut membawa banyak kantong kertas. Bahkan ada banyak orang yang bukan rombongan Ravelsa, ikut serta membawa katong kertas berisi roti itu.
"Ini ... banyak sekali," gumam Stella.
"Iya, karena Ayah ingin semuanya kebagian satu," jawab Regdar.
"Ini masih bersisa banyak, walaupun masing-masing dari kita memakan tiga," ucap Stella setelah melakukan kalkulasi kasar dengan kantong kertas itu.
"Maksud Ayah, semua orang yang duduk di alun-alun untuk melihat Winter Moon. Ayo, kita bagikan kepada mereka," ucap Regdar dengan hangat.
Regdar adalah pria yang baik. Stella sudah tahu tentang itu sejak hari pertama dirinya terbangun sebagai Irsiabella. Stella yang bahkan biasanya tidak bisa sembarangan mempercayai siapapun, malah rileks dan merasa aman dengannya.
Dia tidak tahu apakah ini efek dirinya yang ada di tubuh Irsiabella atau tidak. Bisa saja Irsiabella sudah terlalu terikat dengan ayahnya, sehingga hal itu mempengaruhi pemikiran Stella.
Namun yang jelas, Regdar membuat Stella ingat bagaimana rasanya mempunyai seorang Ayah.
"Terima kasih, Kakak Cantik," ucap seorang anak kecil, ketika Stella memberikan sekantong roti kepada seorang anak kecil.
Stella hanya membalasnya dengan senyuman. Sekilas menoleh ke belakang, semuanya masih sibuk membagikan roti kepada orang-orang.
Di tangan Stella, masih ada tiga kantong kertas. Stella mulai celingak-celinguk mencari orang-orang yang mungkin belum kebagian roti.
Dari kejauhan, Stella melihat seseorang yang sedang duduk di lantai lorong sempit. Orang itu memakai jubah dan tudung kecoklatan. Stella mencoba mempertajam visinya, melihat apakah orang itu masih menaikkan pundaknya sesekali; memeriksa apakah ia masih bernapas, dari kejauhan.
Stella ingin sekali langsung berjalan ke sana dan memberikan roti kepada orang itu, tetapi Stella tidak boleh melakukan sesuatu yang mungkin dapat membahayakan Irsiabella. Bagaimana kalau dia terluka karena kelalaiannya? Bagaimana kalau ada yang berniat menculiknya karena dirinya adalah bangsawan? Stella terlalu takut mengambil risiko, jadilah dirinya mendekati salah satu pengawalnya yang masih mengawasinya.
"Uh, apa kau boleh ke lorong itu dan memeriksa apakah orang itu baik-baik saja?" tanya Stella.
Pengawal itu menatap sekilas ke lorong yang dimaksud Stella, sebelum akhirnya menjawab, "Orang yang mana, Nona?"
"Itu, orang yang berju--" Stella langsung terdiam begitu menyadari bahwa tidak ada siapapun yang duduk di lorong itu.
Rasanya, dirinya baru saja mengalihkan perhatiannya dari orang itu selama beberapa detik. Jadi, bagaimana mungkin orang bertudung itu bisa langsung lenyap pada detik berikutnya?
"Ah, mungkin aku salah lihat." Tidak, Stella benar-benar yakin bahwa ada seseorang di sana.
"Nona duduk saja, saya yang akan membagikan rotinya."
Stella pun akhirnya duduk kembali ke tempatnya setelah sang pengawal menawarkan bantuan. Regdar sudah duduk di kursi kosong di sampingnya, wajahnya tampak senang menyaksikan orang-orang yang bahagia menerima kebaikan kecilnya.
"Apakah Ayah selalu melakukan ini setiap tahun?" tanya Stella sambil melahap rotinya.
"Andai putri Ayah mau selalu menemani Ayah setiap winter moon, iya, Ayah akan selalu melakukannya."
Artinya, Irsiabella juga memilih untuk tidak ikut pada tahun-tahun sebelumnya.
"Apakah aku yang dulu selalu begitu?" tanya Stella spontan.
"Bagaimana maksudnya?" tanya Regdar.
"Membiarkan Ayah pergi ke acara sendirian tanpa ada yang menemani?" tanya Stella lagi.
Regdar tertawa pelan, "Tapi kau melakukannya bukan tanpa alasan, Ayah yakin itu."
Artinya, Irsiabella tidak pernah menjelaskan alasannya menolak ikut dengan Regdar.
"Ah, bulannya sudah kelihatan," ucap Regdar. "Dewi Bulan sedang melihat kita semua."
Stella ikut mendongak melihat bulan purnama yang berwarna sedikit kebiruan.
Kini, sepertinya melihat bulan tidak hanya akan membuatnya teringat dengan Luna, tetapi juga Irsiabella.
Dan sepertinya, sebelum Stella bisa melaksanakan misi utamanya menyelamatkan Putri Felinette, dia harus lebih dulu mengenal lebih jauh tentang Irsiabella.
Tentang apa, siapa, dan bagaimana Irsiabella yang asli.
***TBC***
6 Desember 2020
Paus' Note
1700 kata!
Kalian tahu apa yang membuat cerita ini lama diketiknya? Itu paragraf-paragraf awalnya.
Itu apa sih, kak? Dari episot satu udah bikin bingung.
Oke, aku akan jujur di chapter 18 tentang apa itu percakapan di semua awal chapter. Itu adalah perbincangan orang-orang di masa lalu.
Singkat banget ya, wkwkkw. Padahal udah ketebak ga sih.
Aku mau ngomong apa lagi yak di sini... hmmm....
ADUH AKU PERTAMA KALINYA BIKIN CERITA UDAH MAU 20 CHAPTER DAN CERITANYA MASIH BELUM KENA KONFLIK. GATAU KUDU BANGGA ATAU CENGO HAHAHA.
Trampolin mana trampolin? Aku butuh lompat-lompat /slap/
Kalau kalian tanya; "Kak, ini masih panjang ga sih?"
MASIIIIIIIIIIIH! ADUH, MASIH! DAN AKU BENERAN BUTUH ALAT PENGHENTI BACOT BUAT CERITA INI.
Tapi akun pengin kalian menikmati cerita ini dan petunjuk-petunjuk yang kutebarkan satu per satu chapter. Jadi, semoga kalian sukak yaaa!
A/N kali ini agak pendek karena...?
/PENDEK PALA KINCLONGMU, US/
YAK, aku mau lanjut ngetik dulu, mumpung aku belum ketiduran hahaha.
Ga janji update hari ini, tapi semoga aja bisa yaaaa. Huhuhu.
Bubay! See you hopely today again!
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro