
10. Pesta Pertama Irsiabella Ravelsa
"Kalau aku menjadi lebih kuat, apakah aku pantas berdiri di sisimu untuk melindungimu?"
***
Stella tidak menyangka, semuanya akan berlangsung secepat ini.
Jantungnya berdebar lebih kencang daripada saat pertama kali dia menaiki kereta kuda tadi. Stella bisa melihat dari balik tirai jendela yang dinaikinya saat ini, bahwa ada banyak sekali kereta kuda yang mengantre untuk masuk ke gerbang rumah Marquess yang berpagar besi putih.
Saat ini satu persatu kereta kuda tengah menjalani pemeriksaan. Untuk beberapa alasan, Stella tegang setengah mati.
"Irsiabella? Kau tidak apa-apa?" Regdar yang duduk di sampingnya, menyadari ketegangan yang dialami Stella.
Stella hanya menggeleng sekilas, lalu kembali mengintip ke luar. Begini saja, Stella sudah sangat gugup, apalagi kalau sampai berhadapan dengan para bangsawan yang ada di dalam kereta kuda itu.
"Ingat apa yang Ayah katakan?" Regdar bertanya, entah sudah ke berapa kalinya hari ini. Lagi-lagi untuk memastikan, tetapi Stella tidak bisa marah sama sekali.
"Cukup tersenyum dan perkenalkan diri. Menjawab bila ditanya. Tidak perlu segan menanyakan nama mereka, karena ini pertama kalinya aku keluar." Stella menarik napas banyak-banyak, lalu menghela, "Apa benar, aku akan baik-baik saja?"
"Ya, Ayah yakin kau akan baik-baik saja," jawab Regdar.
Tangannya nyaris menepuk kepala Stella, tetapi melihat rambut putrinya yang telah ditata sedemikian indahnya, Regdar membatalkan niat dan menepuk pundak Stella.
"Kalau nanti perhatian mereka sudah teralihkan, kau boleh langsung berbaur dengan anak-anak seusiamu," jelas Regdar.
Stella mengerutkan kening, Regdar yakin sekali kalau aku akan menjadi pusat perhatian. Namun Stella tidak mengatakan apapun, hanya mengangguk.
Setelah memilih satu diantara lima gaun yang dibeli Regdar kemarin, akhirnya gaun kuning berenda putih yang memenangkan pilihan Stella. Setiap Stella memakai gaun kuning, Regdar terus mengatakan bahwa warna gaun warna kuning sangat pantas untuk Irsiabella. Padahal setelah Stella pikir-pikir, kemarin Regdar pernah bilang warna merah dan biru juga cocok untuknya. Oh, warna hitam, putih dan merah muda juga cocok.
Baiklah, intinya semua gaun yang dipakai Irsiabella cocok untuk gadis itu, bagi Regdar.
Semakin lama, kereta kuda milik keluarga Ravelsa pun semakin dekat dengan gerbang masuk. Stella tahu mereka akan memeriksa kartu undangan, tetapi tetap saja hal itu sukses membuat Stella semakin gugup.
"Tenang, kita dapat kartu undangan. Kita tidak menyusup masuk ke acara pernikahan Marquess," ucap Regdar sambil memperlihatkan kartu undangan berwarna putih bersih itu.
Sejujurnya, itu tidak membantu. Stella tidak membalas apapun, hanya diam meratapi punggung tangannya yang dibungkus sarung tangan di atas pangkuannya.
Selang beberapa saat kemudian, kereta kuda yang bergerak perlahan itu pun akhirnya berhenti. Stella tersentak ketika Regdar menyibak tirai dan membuka jendela kereta. Tanpa mengatakan apapun, Regdar memberikan kertas undangan kepada pengawal yang menunggu di depan gerbang.
Regdar menoleh ke arah Stella, seolah mengatakan kepadanya bahwa semuanya memang baik-baik saja. Stella mengintip ke luar, mencoba membaca ekspresi pengawal yang tengah memastikan keaslian undangan itu.
"Tuan dan Nyonya Ravelsa?" tanya pengawal itu.
Mata Stella membulat sempurna mendengarnya. Perasaan Stella yang tadinya gugup, kini berubah menjadi kekesalan yang tidak bisa dibayangkannya. Berani-beraninya orang itu mereferensikan Nyonya Ravelsa tanpa merasa bersalah.
"Ah, tidak, bukan. Ini putriku," jelas Regdar.
Pengawal itu pun menulis sesuatu di kartu undangan, lalu kembali mengatakan, "Maafkan saya, Tuan dan Nona Ravelsa. Silakan masuk."
Usai itu, Regdar menutup jendela dan tirai. Stella tidak tahan untuk berkomentar karena terlalu kesal.
"Tidak mau menanyakan namanya?" tanya Stella.
Regdar hanya tertawa, "Sudahlah, biarkan saja. Mereka sangat sibuk hari ini."
Stella mengetuk-ngetukkan kakinya di lantai kereta. Suara ketukan terdengar hampir tiap detik, tapi Regdar tidak mempersoalkan itu, tampaknya amat mengerti bahwa Stella sedang menahan kekesalannya.
Tak lama kemudian, kereta pun berhenti. Kusir yang duduk di depan pun turun untuk membukakan pintu. Regdar lagi-lagi hanya menepuk pundak Stella pelan, lalu beranjak naik dari duduknya begitu pintu terbuka.
Stella menghela napasnya. Mungkin Regdar juga tidak bisa berbuat apa-apa, mengingat Marquess jelas punya jabatan yang lebih tinggi dibanding Viscount. Namun Stella amat kesal dengan bagaimana pengawal tadi memperlakukan mereka. Memang benar bahwa keluarga Viscount Ravelsa tidak sekuat bangsawan-bangsawan lain.
"Irsiabella," panggil Regdar dari luar kereta.
Stella melihat Regdar sudah mengulurkan tangan, menawarkan bantuan untuk turun dari kereta. Akhirnya, mau tidak mau Stella malah tersenyum oleh sikap Regdar terhadapnya. Dia tidak melakukannya untuk formalitas, sebab tadi Regdar juga membantunya naik ke kereta sewaktu hendak berangkat tadi.
Stella beranjak naik dari duduknya, melangkah ke arah pintu kereta dan menerima uluran tangan Regdar.
"Terima kasih, Ayah," ucap Stella sembari tersenyum.
Regdar hanya membalasnya dengan senyuman. Masih memegang tangan putrinya, kini perhatian Regdar berfokus ke arah depan. Stella pun mengikuti pandangan Regdar yang rupanya bukan mencari tempat pesta digelar, sebab mereka sudah langsung bisa melihat bagaimana hebohnya tempat itu.
Taman bunga dipenuhi tanaman putih. Air mancur ada di posisi yang sangat strategis dan kursi-kursi taman pun sudah tertata rapi. Yang paling menarik perhatian Stella adalah rumah kaca yang sepenuhnya dihias oleh kain-kain putih yang menggantung di atasnya. Langit-langit kacanya jelas amat tinggi, entah bagaimana caranya mereka menggantung kain itu di sana.
Tidak sempat berfokus terhadap hal lain, Stella kini terusik oleh fakta bahwa semua mata kini terpusat kepadanya. Buru-buru, Stella menunduk, tersenyum kecil dan mengikuti Regdar berjalan.
"Sudah kubilang, kau akan menarik perhatian," bisik Regdar.
Stella memegang tangannya erat-erat, ingin sekali mengutarakan protes, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena saat ini semua perhatian masih berfokus padanya.
"Dulu, ibumu juga begini."
Stella berhenti kesal. Dia mengikuti Regdar berjalan ke arah orang-orang yang mengantre mengucapkan selamat untuk pernikahan Marquess. Sepertinya pengantin itu berada di dalam rumah kaca, sebab antrean merujuk ke dalam sana.
Hanya dengan observasi singkat, Stella tahu bahwa ada tiga pintu di rumah kaca itu. Saat ini mereka sedang mengantre di pintu tengah. Dua pintu lainnya di kiri dan kanan rumah itu dijadikan sebagai pintu keluar. Banyak sekali orang-orang yang keluar dari pintu kanan. Samar-samar Stella melihat kerumunan di sana, sepertinya ada sesuatu yang menarik dari arah sana.
"Anakmu, Tuan Ravelsa?"
Seorang wanita di depan mereka tiba-tiba berbalik. Stella yang terlalu kaget hanya bisa refleks memberikan senyum manisnya, lalu tangan kirinya yang menganggur dimanfaatkannya untuk memegang ujung gaun, menunjukkan salam.
Tangan kanannya? Meremas jemari Regdar kuat-kuat.
"Selamat pagi, Count Veilor dan Countess Veilor." Regdar mengucapkan salam. "Benar, ini putri tunggalku."
Stella langsung menunduk, "Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Veilor. Saya Irsiabella Ravelsa."
Ketika Stella selesai memperkenalkan diri dan mengangkat kepala, Stella bisa melihat dengan jelas bagaimana mereka menatap Stella dengan tatapan kagum. Jelas bukan soal bagaimana Stella memperkenalkan dirinya, karena rasanya itu normal-normal saja.
"Kau ... punya putri yang sangat cantik," puji Nyonya Veilor. "Berapa umurnya?"
"Tahun ini tiga belas tahun," balas Regdar.
Tangannya meremas balik tangan Stella, seolah mengatakan, bukankah Ayah sudah bilang kalau kau akan menarik perhatian? Lagi.
"Seumuran Violene," bisik Nyonya Veilor kepada suaminya, tapi masih terdengar jelas oleh Stella.
Stella tidak mau ambil pusing, barangkali wajar di dunia ini untuk seorang Ayah tidak mengingat umur putrinya sendiri. Entahlah.
"Apa dia juga sekolah di akademi umum?" tanya Tuan Veilor.
"Ah, belum. Putriku baru akan ikut akademi umum tahun depan," jelas Regdar.
Sekilas, Stella bisa melihat Nyonya Veilor tersenyum meremehkan ke arahnya. Hanya sangat sekilas, sebab berikutnya dia kembali tersenyum bak malaikat. Diam-diam, Stella sudah tahu kemana topik ini akan dibawa.
"Lho? Mengapa tidak memasukkannya tahun ini? Umur empat belas memasuki akademi umum itu tergolong agak ketinggalan, lho," ucap Nyonya Veilor.
...tuh kan.
"Kalau Tuan Ravelsa mau, aku bisa kenalkan dengan pengurus akademi umum, jadi putrimu bisa langsung setingkat dengan teman-teman sebayanya."
"Terima kasih atas tawarannya," ucap Regdar.
Stella tidak tahu ini niat baik atau tidak, tapi jelas dia tidak akan membiarkan Regdar bertarung sendirian dalam drama kerendahan hati mereka.
Baru saja Stella hendak membuka suara, Regdar melanjutkan dengan senyuman, "Putriku harus berusaha sendiri untuk mengikuti ujian untuk penentuan tingkatannya nanti. Irsiabella, bisa kan?"
Stella menanggapi perkataan Regdar dengan senyuman lebar, "Bisa, Ayah."
Rasakan. Stella tetap mempertahankan senyuman manisnya, walau hatinya sedang merutuk senang penuh kemenangan.
Mereka mulai mengobrol mengenai pekerjaan mereka. Stella hanya menyimak sedikit. Dia mengerti apa yang sedang dibahas oleh dua pria itu, tetapi dia terlalu bosan untuk ikut menyimaknya hingga selesai. Intinya, mereka membicarakan tentang penjualan pangan di luar Negeri Terevias yang sedang tinggi.
Stella sadar, beberapa orang masih menatap ke arahnya dengan penasaran. Namun Stella hanya melempar senyum, semoga saja setelah itu mereka tidak penasaran lagi.
Ketika antrean mereka mulai memasuki area dalam rumah kaca, Stella dibuat kagum oleh banyaknya tanaman beragam yang menyambutnya. Di ujung rumah kaca itu, ada panggung kecil dimana ada dua pengantin yang menyambut satu persatu tamu yang memberikan ucapan selamat.
Dari jauh, Stella bisa melihat bagaimana jauhnya perbandingan umur dua mempelai itu. Pengantin pria tampaknya lebih tua daripada Regdar dan pengantin wanitanya tampak seumuran dengan Arlina. Mereka sebenarnya lebih pantas menjadi ayah dan anak, tetapi karena sepertinya normal-normal saja di dunia itu, maka Stella memutuskan untuk tidak menanyakan apapun.
Hingga akhirnya mereka sampai di depan kedua mempelai. Dari dekat pun, Stella makin yakin bahwa usia mereka terlampau sangat jauh dan--ah, sudahlah, jangan menilai orang lain lagi. Yang terpenting adalah bahwa kedua mempelai saling mencintai.
"Selamat pagi Marquess Whistler. Selamat pagi Marchioness Whistler. Selamat atas pernikahannya, semoga kalian selalu diberkati Dewa Agung dan bersama hingga selamanya." Regdar meletakan tangan kanannya di bahu kirinya, lalu menunduk. "Perkenalkan, ini putri tunggalku."
Tangan kirinya masih mengenggam tangan kanan Stella, sehingga Stella tidak bisa melakukan salam dengan kedua tangan. Stella pun melakukan hal yang sama seperti ketika memberi salam untuk Count Veilor tadi, memegang ujung gaun kirinya.
"Selamat atas pernikahannya, Tuan dan Nyonya Whistler. Semoga pernikahan kalian diberkati Dewa Agung." Stella menunduk lagi. "Perkenalkan, saya Irsiabella Ravelsa."
"Terima kasih. Wah, aku tidak tahu kau punya putri yang sangat cantik."
Marquess Whistler menatap Stella dengan tatapan kagum dari atas kepala hingga ujung sepatu, membuat Stella agak ngeri karena merasa sedang dinilai.
"Anakmu mirip sekali dengan mendiang istrimu," ucap Marquess Whistler lagi, lalu menepuk bahu Regdar.
Lagi-lagi membahas tentang Nyonya Ravelsa, kepala Stella seolah akan mendidih, tetapi ditahannya dengan sepenuh hati. Digenggamnya tangan ayahnya kuat-kuat, memberi petunjuk bahwa Stella muak di sini lama-lama. Lebih baik segera pergi dari sana dan menikmati pestanya, sementara dia akan sibuk menyambut semua tamu-tamunya.
"Berapa umurnya?" Kali ini Marchioness Whistler yang bertanya.
"Umur saya tiga belas tahun, Nyonya," jawab Stella dengan sopan.
Marchioness Whistler tersenyum tipis, "Barangkali kau mau berteman dengan kedua anakku. Mereka hanya lebih tua beberapa tahun di atasmu." Beliau menunjuk ke arah pintu kanan, tempat orang-orang keluar dari sana tadinya.
Pertanyaan Stella terjawab; mengapa bisa ada kerumunan di sana.
"Dan mereka laki-laki," tambah Marchioness Whistler, menekankan.
Stella bisa merasakan mata Marquess dan mata Regdar kini sedang menatap ke arahnya, menunggu responsnya, tapi Stella tidak berani menoleh.
"Oh." Stella memperlihatkan senyum manisnya, "Saya akan senang, jika seandainya mereka juga bersedia berteman dengan saya."
Tangan Regdar yang menggenggam tangan Stella pun agak melemas.
Puas? Itu yang mau kau dengar dar dariku, kan?
Marchioness Whistler tersenyum, "Tentu saja mereka akan mau. Kau cantik sekali."
Permisi, apakah itu ada hubungannya?
"Terima kasih, Nyonya," balas Stella.
"Kalau begitu, kami pergi dulu. Tidak enak rasanya membiarkan orang-orang menunggu lebih lama," ucap Regdar sembari mundur perlahan dan bersiap turun.
"Ah, ya, silakan nikmati pestanya. Nanti kita akan lanjutkan lagi obrolannya setelah ini selesai," balas Marquess Whistler.
Sukses turun dari sana walaupun tetap menjadi pusat perhatian, Regdar berbisik pelan pada Stella.
"Ingat ya, hanya berteman. Jangan lebih dari itu. Kau lihat sendiri kan, bagaimana sifat ayahnya?"
Stella hanya mengangguk-angguk mengerti, "Ya, aku juga tidak mau punya mertua seperti dia."
***TBC***
23 November 2020
Paus' Note
Wadidaw, keasyikan nulis sampai tidak sadar kalau ini udah 1800 words, saudara-saudariku sekalian.
Selamat datang di pesta Marquess! Aku prediksi kalau pesta ini akan berlangsung paling sedikit tiga chapter, hehehe.
Soalnya Stella musti ketemu dua putra Marquess, lalu bertemu keluarga Viscount Dalton ... lalu .... yaaaaa nanti lihat aja yaaa hehehehhehehe.
Sebenarnya, apakah aku perlu drop gambar gaun yang dipakai Stella setiap aku mendeskripsikan gaun yang dipakai Stella? Kalau kalian tidak keberatan aku menjelaskannya lewat deskripsi payahku, aku tidak masalah sih.
Dan kalaupun kalian memang mau aku taro gambar, aku juga nggak masalah sih. Nggak bakal ngerepotin aku juga, soalnya aku sudah simpan lumayan banyak gambar gaun yang bakal dipakai Irsiabella, Putri Felinette etc wkwkwkkw. Nanti tinggal kutambahin di awal chapter atau mungkin di tengah, atau mungkin di akhirannya.
Jadi enaknya di kalian gimana?
Semangatin doong, biar aku langsung nulis dan upload part 11 besook~
See you next chapie!
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro