Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Unexpected habits?

═•°• ! INFO ! •°•═

╰► Italic : karakter sedang membatin, kata yang menggunakan bahasa luar (Inggris, Jepang, Korea).

╰► Bold : dialog / kata yang bermakna penting dalam cerita.

╰► Bold Italic : Sound effect, tanggal + jumlah word.

◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤

Cerita dari sudut pandang Tenn

.
.

Karena sudah selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru, aku pun mengubah kegiatanku dengan mempelajari materi untuk ujian kenaikan kelas yang akan tiba.

Saat ini aku berada di perpustakaan, niatku kembali ke asrama setelah menyelasaikan semua tugasku. Namun kuurungkan niat itu hanya untuk menemani seseorang di sini. Terlebih lagi kami kan harus berlagak seperti kakak adik setelah rumor beredar yang mengatakan jika kami bersaudara. Aneh, biasanya aku malas berurusan dengan hal seperti ini. Tapi entah kenapa sekarang aku malah menyetujui permainan saudara ini.

Melirikkan mata untuk mengecek seseorang di dekatku, dapat kuketahui jika anak ini sedang kesusahan. Pftt-- wajahnya mengekspresikan semuanya, benar-benar terlihat lucu.

Dugaanku benar. Tak lama dia menghentakkan kakinya dan menggerutu kesal.

"Gabisaa!! Ini soalnya susah bangettt!"

"Aku nyerah aja kalo ketemu yang namanya matematika"

Aku menegurnya, "Jangan cepat menyerah seperti itu dong". Meletakkan alat tulis yang awalnya kupegang. "Jangan cepat menyerah seperti itu," begitu kataku. Kepala kutolehkan untuk menatap dirinya dan menghela nafasku. "Jadi mana yang tidak bisa?" tanyaku berniat membatunya sedikit.

Ia memperlihatkan lembar kerjanya dan menunjuk salah satu nomor di sana. Kucermati dengan seksama soal yang ditunjukkannya. "Ah. Padahal ini gampang," ucapku.

"Gampang karena Tenn-san itu pintar! Bagiku susah! Susah!" balasnya dengan memukul-mukul meja untuk melampiaskan emosinya yang sepertinya sudah mencapai batas. Tapi bagiku memang tergolong gampang sih.

Khawatir pada tangannya yang mungkin saja terluka, aku kembali menegurnya bersamaan dengan tanganku yang menghentikan paksa pergerakan tangannya yang masih berniat memukul meja. "Hentikan, nanti tanganmu bisa sakit"

Pada akhirnya aku memutuskan untuk mengajarinya supaya mengerti. Aku melakukannya layaknya seorang kakak yang mengajari adiknya. Sesekali aku mencuri pandang pada wajahnya yang nampak serius, benar-benar lucu bagiku.

Melihat aura yang dipenuhi kelap-kelip serta matanya yang terlihat berbinar. Aku yakin pasti sekarang ia sudah mengerti cara mengerjakannya. Bagus, dia nampak sangat bersemangat saat mengerjakan. Jika begini aku harap bisa mengajarinya setiap waktu.

Tiba-tiba bibirku melengkung ke atas menampilkan senyum ketika melihat ekspresi Riku yang begitu serius saat mengerjakan. Aku berpikir, 'Kenapa ya... Rasanya aku senang bisa mengajarinya seperti ini... Seperti setelah sekian lama akhirnya salah satu keinginanku terkabul'

Senyum ini jelas terukir sendirinya seakan aku merasa puas atas tindakan yang kulakukan. Dalam lubuk hati rasa senang mendominasi ketika aku mengajarinya seperti tadi. Entah kenapa... aku juga tidak mengerti... apa aku hobi mengajari orang ya?

Ia terus menggerakkan penanya pada kertas hingga pergerakan jemarinya berhenti. Ia meletakkan penanya di atas meja dan menunjukkan hasil kerjanya kepadaku dengan bangga. "Lihat! Aku mengerjakannya sampai nomor terakhir!" serunya tersenyum lebar menampilkan sederet gigi putihnya.

Dia mengatakannya ditemani dengan background kelap-kelip dan rasanya seperti ada efek telinga dan ekor anjing padanya. Jelas jika anak ini mengharapkan pujian dariku. Maka kupuji dia, "Ya itu bagus. Kau sudah bekerja keras"

Lantas aku baru tersadar jika ternyata dengan lancangnya diriku mengelus pucuk kepalanya tanpa izin. "Ma--maaf," ucapku.

Tetapi ia membalas, "Aku menyukainya! Lakukan saja Tenn-san". Dia menyentuh pergelangan tangan milikku dan membawanya menuju ke pucuk kepalanya, mengisyaratkanku untuk mengusap kepalanya kembali.

"Dasar manja," celetukku menanggapinya dan mengakhirinya dengan dengusan kecil.

Sesuai permintannya diriku mengusap kepalanya perlahan, merasakan betapa lembutnya surai merah miliknya itu. Aku mengusapnya dengan lembut dan aku seperti merasa terbiasa dengan perlakuanku kepadanya.

Oh? Dia menatapku. Apa ada yang menempel di wajahku? Tapi kurasa tidak. Sepertinya ia sedang memikirkanku saat ini.

Aku juga merasa aneh dengan ini. Padahal aku tidak pernah sembarang menyentuh orang lain. Bahkan biasanya aku selalu menjaga jarak karena aku merasa terganggu dengan orang lain yang selalu mencoba mendekatiku.

Tapi ini berbeda...

'Kenapa aku merasa nyaman ketika bersama dengannya?' Tenn-

⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙

.

↺1%

.

↺18%

.

↺35%

.

↺67%

.

↺99%

.

⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙

.

.

.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

.

███▒▒▒▒▒▒▒

.

█████▒▒▒▒▒

.

███████▒▒▒

.

██████████

.

ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!

.

.

.

.

.

╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗

IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF

╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝

Tau-tau aku sudah terduduk lemas di lantai dengan pernafasanku yang terengah-engah. Keringat dingin bahkan mengucur deras di sekujur tubuhku. Sedari tadi aku berusaha menahan denyutan yang terasa nyeri di kepalaku. Sakit kepala ini kambuh ketika diriku mencoba mengingat kenangan-kenangan yang 'sepertinya' kulupakan.

Sial pikirku. Habisnya setiap kali aku mencoba mengingat, sakit ini selalu menyerang kepalaku. Apakah sebegitu susahnya untuk mengembalikan ingatan?

Bukan aku yang menolak mengingat ataupun mencoba mencari tau...

Tapi ingatan itulah yang menolak untuk kembali...

Aku jelas sadar jika 'ada' sesuatu yang kulupakan dan mungkin berhubungan dengan 'seseorang' yang sedang kucari selama ini.

Aku tidak mengenalnya

Aku tidak tau bagaimana rupanya

Tapi aku tidak bisa meninggalkannya

Aku harus menemukannya

Karena itu janjiku!

Sesulit apapun pasti akan kucari. Aku tidak akan membiarkan 'orang ini' menungguku terlalu lama...

Yang jadi masalah...

Siapa 'orang ini'?

Setidaknya beri tau aku rupa atau namanya.

Atau alasan mengapa aku tidak bisa mengabaikannya...

Bahkan di dalam mimpi...

Apakah di dalam mimpi aku tidak bisa menemukannya?

Kenapa mimpi yang datang hanya sebatas cuplikan singkat? Bahkan 'orang ini' terlihat samar.

Sebenarnya siapa?

Dan ketika aku mencoba menggali lebih jauh, nyeri langsung menyerang kepalaku. Rasanya begitu sakit ketika aku mencoba mengingat 'dia'

Ini begitu sulit tapi inilah yang namanya hidup, tidak ada sesuatu yang muda di dunia ini...

Apa yang kuharapkan?

Menemukan 'orang ini' dalam seperkian detik?

Jika bisa, aku berharap bisa secepatnya 'menemukannya'

Aku berpikir pasti 'orang ini' juga sudah lama menungguku untuk menjemputnya.

Jadi berikan aku waktu.

Aku pasti akan segera menemukanmu...

Aku berjanji...

Siapapun itu.

Ya sudahlah... untuk saat ini aku ingin menemui 'seseorang' karena saat bersamanya, aku merasa nyaman dan tenang. Mungkin sakit kepala ini bisa sedikit mereda saat melihat sosok imutnya--

*ekhem

Menjadikan pinggiran kasur sebagai bantuan untukku dapat berdiri, dengan sekuat tenaga aku berusaha menyeimbangkan tubuhku sendiri. Sembari menahan nyeri di kepala, aku melangkahkan kaki keluar dari kamar asramaku.

Kebetulan kamarnya berada tepat di sebelah kamarku, jadi aku tidak perlu repot-repot berjalan jauh hanya untuk bertemu dengannya.

Aku mengetuk pintu itu dua kali dan seseorang dengan cepat menyahut dari dalam serta mempersilahkan diriku untuk memasuki kamar miliknya.

Kan benar... Pikiranku jadi lebih tenang hanya dengan melihatnya saja... Seperti obat sakit kepala... Ini cara yang paling efesien...

Dengan ramah ia menyapaku dengan senyum manis yang terukir indah di wajahnya. "Malam Tenn-san. Aku senang Tenn-san bersedia mampir ke kamarku. Kebetulan aku sedang bosan," tuturnya.

"Tapi..." Anak ini menjeda perkataannya sembari memandangku dengan lekat. Ada apa? Apa ada sesuatu yang menempel di wajahku?

"Tenn-san terlihat pucat. Tenn-san sakit?" tanyanya khawatir.

Ah tidak... Sekarang aku malah membuat orang lain khawatir denganku. Payah sekali. Aku tidak boleh menyusahkan orang lain.

Aku menggeleng, lantas menjawab pertanyaannya, "Tidak, aku baik-baik saja. Maaf membuatmu khawatir"

Lihatlah... Dia nampak cemas, itu terukir jelas pada raut wajahnya. Tapi sungguh sekarang aku baik-baik saja.

"Daripada itu, apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku hanya membaca buku dongeng," jawabnya menunjukkan sampul dari buku yang tadi dibacanya. Kuamati sampul dengan judul Alice in Wonderland di sana. "Apa kau menyukai buku itu?" tanyaku sedikit penasaran.

Seketika senyum manis itu berangsur menghilang. Raut wajahnya kini mengekspresikan kesedihan. Terlihat dari binar matanya yang nampak sendu dan seakan sedang menerawang sesuatu.

Apa aku salah bicara? Harusnya aku tidak bertanya ya? Apa itu mengingatkannya dengan kenangan buruk?

"Aku sangat menyukai kisah petualangan Alice dan selalu membayangkan jika diriku adalah Alice yang berpetualang di dunia lain," jawabnya tersenyum sendu.

Ia juga menambahkan, "Terlebih ada seseorang yang selalu membacakannya untukku sebelum tidur. Aku jadi merindukannya..."

Ini salah... Tapi aku sangat ingin bertanya. Kurasa tidak masalah untuk mencari tau sedikit? Karena aku juga penasaran tentang dirinya. Entah kenapa... aku juga tidak tau.

"Seseorang itu siapa?"

Ia mentautkan jari jemarinya dan kepalanya tertunduk ke bawah sehingga sebagian wajahnya terhalangi oleh poninya. Dia terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab pertanyaanku, "Aku sudah pernah cerita. Aku merasa seperti mempunyai seorang 'kakak' dan 'seseorang' yang kumaksut adalah 'kakak' ini"

Apa itu artinya dia yakin jika memiliki seorang kakak? Padahal sebelumnya dirinya nampak masih bingung dan ragu. Tapi syukurlah... setidaknya anak ini mendapat pencerahan.

"Aku sedang berusaha mencarinya... Tapi tidak ketemu-ketemu. Harapanku jadi menghilang karena menyerah," jelasnya murung.

Cukup. Kita sudahi suasana suram ini. Ini susasana yang dipenuhi kesedihan, membuatku juga ikut merasa sedih. Habisnya sepertinya kasus kita sama, yakni 'Mencari seseorang'. Anggap saja begitu.

"Aku yakin suatu saat kau akan menemukannya. Jadi tolong jangan menyerah," ujarku dengan memperlihatkan senyum kecil sebagai penenang dengan harapan perasaannya sedikit terobati. Tapi--

Kenapa malah mengatakan kalimat itu?! Kenapa aku memberikan harapan palsu. Toh mungkin saja dia tidak bertemu dengan orang yang dicarinya.

Apa aku mengatakannya untuk diriku sendiri?

Ah sudahlah... Aku tidak tau lagi.

Memang benar jika pikiran kacau bisa berpengaruh pada ucapan. Aku jadi melanturkan sesuatu yang tidak jelas.

"Arigato, Tenn-san," ujarnya mengulas senyum kecil di wajahnya.

Dengan singkat aku mengusap pucuk kepalanya. "Sekarang jangan bersedih dan mari kita mengobrol saja," usulku sebisa mungkin mengatakannya dengan nada selembut mungkin.

"Kalau begitu..." Ia sepertinya nampak ragu, terlihat dari raut wajahnya dan jari-jemari yang sedang dimainkannya. "Tolong usap kepalaku lagi," pintanya tanpa menatapku. Mungkin ia merasa malu, tapi ya sudahlah.

Aku langsung menuruti apa permintaannya. Tapi... 'Apa yang sebenarnya kupirkan?!'

'Kenapa aku memanjakannya?!'

.
.
.

- To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro