Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sinkronisasi

(Pixiv)

'Terasa begitu sepi dan hampa, bukankah aku memang sendirian sedari awal?

Seperti ada sesuatu yang diambil dariku, sesuatu yang begitu penting bagiku.

Apakah suatu saat nanti aku dapat melihat kehidupanku yang bewarna?

Akankah hidupku yang gelap ini diterangi oleh cahaya mentari yang hangat?'

...

"Aku pasti akan menjemputmu sesuai janji, Kamu... tunggulah aku"

...

⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙

.

↺1%

.

↺18%

.

↺35%

.

↺67%

.

↺99%

.

⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙

.

.

.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

.

███▒▒▒▒▒▒▒

.

█████▒▒▒▒▒

.

███████▒▒▒

.

██████████

.

ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!

.

.

.

.

.

╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗

IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF

╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝

- Flashback -

Seorang anak kecil kini tengah melangkahkan kakinya untuk menemui seseorang. Surai baby pink nya itu menjadi mahkota yang indah di kepalanya. Manik amaranth pink itu terlihat begitu menawan dan bisa memikat siapa pun dengan mudahnya. Kulit putih bersihnya menambah kesan cantik bagi anak lelaki itu.

Seutas senyum terlampir di wajahnya ketika ia telah menemukan sosok yang begitu ia sayangi. "Berjalan dengan tubuh anak kecil membuatku lelah," sambatnya.

Sosok anak kecil lain dengan surai merah itu tertawa kecil menanggapinya. "Karena kaki anak kecil itu pendek kan," responnya membalas.

"Setidaknya ini lebih baik dari pada kita harus merangkak," ucap anak bersurai baby pink itu dengan raut wajah yang memperlihatkan muka datarnya.

Si surai merah yang duduk di atas ranjang dengan masih memakai piyamanya, mengintruksikan kembarannya untuk segera menghampiri dirinya. "Aku bisa melafalkan dengan benar setiap kata dalam pikiranku, tapi saat mempraktekannya terasa begitu sulit," tambahnya.

"Jiwa kita yang sudah dewasa kembali pada masa kanak-kanak, jadi mari maklumi saja," tutur si surai baby pink yang telah duduk di samping adiknya.

"Selalu bilang seperti itu tapi pada akhirnya yang paling sering menggerutu bukan aku tapi kamu, Tenn-nii," balas sang adik.

"..." Tak mampu menjawab karena yang dikatakan adiknya benar, anak kecil yang mengemban peran sebagai kakak itu kini mencubit pipi gembul milik sang adik. "Kau sudah pandai memprotes perkataanku ku ya?"

"Hehehe"

"Jangan hehehe saja"

Menyandarkan tubuhnya pada sang kakak, si surai merah, tersenyum penuh makna. "Ku harap kita bisa bersama kali ini"

Dengan wajah datar, ia dengan mudah berucap, "Mau kulamar?"

Sontak Riku memekik terkejut, "Hah?!! Buat apa?!!"

Si surai baby pink malah tertawa tanpa dosa. "Hahaha, aku bercanda. Reaksimu lucu sekali, Riku"

Pipi gembul yang memerah itu menggembung disertai oleh bibirnya yang terpout. "Ah mouu..."

Tawanya mereda disusul oleh keheningan. Tangan mungil itu memeluk tubuh sang adik dengan lembut. "Akan kupastikan," ujarnya.

.
.
.

Seorang perempuan tersenyum kecil ketika melihat wajah putra kembarnya. Dengan hati-hati ia menaikkan selimut untuk menghangatkan tubuh mereka. 'Ibu senang melihat kalian berdua tetap akur'

'Entah sejak kapan kedua jagoan kecilku bertumbuh secepat ini'. Sosok perempuan yang mengemban peran sebagai ibu ini mengusap kepala anak kembarnya secara bergantian. "Atau mungkin kalian memang sudah besar," monolognya menatapnya dengan ketulusan yang tersirat.

Sang ibu mengusap kedua kepala putranya secara bergantian, serta berkata sesuatu sebelum pergi, "Bagaimana pun hubungan kalian nantinya... Ku harap kalian dapat mengambil keputusan yang tepat"

"..."

Iris amaranth pink itu terlihat dan ia melirik seseorang yang tidur di sebelahnya. Rambut merah selembut kain itu dibelainya. "Dia adalah 'rival' sekaligus adikku" Si adik nampak menggeliat saat merasakan gangguan kecil. Refleks, Tenn menghentikan aktivitasnya.

~~

(Pinterest)

Tenn Pov

Natal telah tiba dan suasana kota diselimuti oleh warna putih tanpa adanya noda. Suhu udara yang kian mendingin ini mulai menusuk permukaan kulit. Kini penghujung tahun telah tiba, dan kami bersiap-siap untuk musim mendatang.

Tahun ini umur kami tepat 5 tahun. Dengan tubuh kecil nan rapuh ini, kami terus berkembang setiap harinya. Tubuh kami terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Begitu pula dengan umur jiwa kami yang semakin tua. Ya-- anggap saja sekarang kita adalah anak-anak pada umumnya. Anak-anak dengan kecerdasan dan pemikiran dewasa-- Ah soal pemikiran.... Riku dikecualikan.

Haha... Saat-saat seperti ini memang tidak akan pernah tergantikan.

Dan kuharap diriku dapat bertingkah dengan keren sebagai seorang kakak.

Aku kakak yang baik--

.

.

.

"Tenn-niii, aho! Baka!" Riku mempoutkan bibirnya sembari melipat kedua tangan di depan dada setelah menghentakkan kesal satu kakinya.

"Aku tidak bermaksut," balasku.

"Mulut Tenn-nii itu setajam pisau dan radar kepekaan Tenn-nii parah banget," komentar Riku menjaga jarak dariku.

"..."

"Jari-jariku masih kecil jadi susah untuk memegang pensil tau! Tulisan kanjiku itu sebenarnya bagus! Tapi Tenn-nii malah bilang tulisanku ini corat-coret... Aku sudah berusaha! Mou!" gerutunya hampir saja menangis.

"Ah gomen-gomen" Aku membuatnya ngambek. Tapi apa yang salah dari perkataanku? Kenapa aku dibilang tidak peka?! Aku kan begitu supaya ia bisa menulis dengan benar dan sempurna.

Apa karena kita berbeda dan prinsip kita juga berbeda? Karena kita tidak satu pemikiran? Mau bagaimana pun Riku kan masih kekanak-kanakan meski umurnya terbilang tua. Berbanding denganku yang memang lebih dewasa darinya.

"Apa kau memang diriku di kehidupan terakhir?"

--?! Suara... Aku mendengar suara dari suatu tempat... Terlebih suara itu--?

....Suaraku--?

"Ara, kau menyadarinya? Fufu, aku di masa lain memang tidak mengecewakan"

Tunggu, bukankah tadi kamu kecewa denganku?!

Entah sejak kapan aku berada di tempat asing seperti ini. Pemandangan asing yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Ini tidak seperti tempat yang seharusnya ada di zaman modern seperti sekarang. Lalu... Ini tempat wisata yang menyajikan budaya masa lampau?

"Kau sedang berada di Kerajaan Sirena," tutur seseorang.

Bagaikan bercermin, seseorang dengan surai baby pink yang serupa dengan milikku serta wajah yang sama... Tapi kalau kulihat-lihat lagi.... ;-;)

"Bajumu norak banget..."

Sosok yang serupa denganku tersenyum, tapi jelas sekali senyum itu menyembunyikan makna tertentu.

"Kamu sama sekali tidak punya sopan santun dan rasa takut ya"

Setan aja aku ga takut kok, soalnya sudah kebiasaan. Tepatnya karena ulah Riku yang membuatku terbiasa.

"Maa... Punya adik indigo itu agak menyusahkan"

Eh.... "Kau membaca pikiranku?!" pekikku cukup terkejut.

"Karena pada dasarnya kita adalah jiwa yang sama"

Jiwa? Aku dan dia satu jiwa? Maksutnya kita orang yang sama--? Tapi bukankah tidak mungkin dua jiwa yang sama ada di dunia? Kalau begitu...

Aku memandang sekelilingku dengan seksama lantas menatap lekat orang misterius yang berdiri di hadapanku dengan tersenyum manis. Ia membawa sejumlah kartu... Kartu judi?

"Bukan! Ngawur banget sih!"

Mungkinkah... Orang berkostum aneh ini... Aku di suatu kehidupan?

Sosok itu menghela nafasnya. "Hei! Dasar menyebalkan! Tapi pemikiranmu itu benar"

"Langsung ke intinya saja"

Sosok yang nampak elegan itu mengisyaratkanku melalui tatapan mata supaya mengikutinya.

Aku harusnya curiga dan mewaspadai segala sesuatu yang mencurigakan. Tapi... Sepertinya dia ini tau sesuatu... Mungkin itu berhubungan denganku dan Riku.

Ini semakin membuatku pusing. Banyak sekali masalah yang harus kupecahkan satu per satu, bagaikan sebuah potongan puzzle yang hilang.

Hah... Kapan aku bisa istirahat dengan santai?

"Berhentilah mengeluh Nanase Tenn"

*Deg

"Kau" Setiap kali aku mendengar marga itu, rasanya begitu menyesakkan di suatu tempat. Aku meninggalkan 'dia' kala itu, mengikuti orang lain karena beranggapan jika opiniku itu yang terbaik.

"Bisa diam dulu ga sih? Isi otakmu berisik banget"

Dia beneran kesal? Lagian kita mau ke mana?

"Ke sini," jawabnya menghentikan langkah kakinya yang terus bergerak sedari tadi.

Aku mengobservasi area sekelilingku. Benar-benar berada di dunia lain. Dengan hamparan bunga-bunga penuh warna yang menghiasi sekitar, ditemani oleh pohon-pohon yang nampak berkilauan berkat cahaya rembulan.

Yang paling membuatku terpana...

Tidak lain adalah sebuah danau yang sangat jernih bak sebuah cermin. Pantulan bayangan dari sang rembulan pun tercetak indah. Sosok itu... Terpantul dengan anggun pada danau ini. Indah, itu adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkannya.

"Dengar, aku akan mengatakannya sekali saja. Kau cukup pintar untuk menganalisis perkataanku kan," ujar sosok yang masih belum kuketahui namanya itu.

"Sardinia"

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan padaku, Sardinia-san?" tanyaku to the point.

Sardinia menampilkan senyum padaku. Sosoknya jauh lebih sempurna dan layak dibilang malaikat dibanding denganku.

Sardinia mengalihkan pandangannya pada danau bak cermin itu. "Saat ini kau tertidur dan jiwa mu menyusuri kenangan masa lalu dari kehidupan terakhir kalian

Kenangan yang dihapuskan karena kamu mengalami trauma besar untuk pertama kalinya"

"Trauma?" Sardinia mengangguk untuk menjawab pertanyaanku yang hanya sepatah kata itu.

"Padahal hidup kalian yang terakhir ini sungguh spesial karena dianugerahi oleh ingatan

Tapi sayangnya takdir tetap mempermainkan kita"

Sosok Sardinia yang awalnya tersenyum elegan itu, kini menyiratkan kesenduannya dari binar kedua maniknya.

"Padahal ini perputaran hidup kita yang terakhir, jadi kami berharap agar kalian dapat hidup bahagia"

"Jadi... Sesuatu yang buruk telah terjadi padamu-- pada kita di masa lalu?"

"Benar. Maka... Ubahlah roda takdir kalian meskipun itu dengan cara paksa!" Tatapan matanya dipenuhi oleh tekad yang kuat dan tak terpatahkan hingga membuatku tak berkutip.

"Setidaknya meski bukan kami..." Perkataannya terhenti bersamaan dengan raut sendu yang mendominasi wajahnya. Dapat kuketahui saat ini dia sedang berusaha menekan emosinya.

"Ano--" Belum sempat menyelasaikan ucapanku, perhatianku terenggut oleh butir-butir cahaya bewarna kemerahan yang muncul entah dari mana. Itu melewatiku dan langsung mengerumuni Sardinia. Itu terasa familiar seperti seseorang.

Sardinia yang nampak sendu itu tersenyum tulus mengulurkan satu tangannya untuk menampung butir cahaya bewarna kemerahan itu. "Kau sedang menghiburku, Erin?"

"Kau menyadarinya? Dia ini adalah Erin," jelasnya. Raut wajahnya terlihat membaik saat dikelilingi oleh cahaya itu. "Gampangnya, Erin merupakan kembaranmu di masa ini. Erinku tidak lain adalah Nanase Riku"

Kedua manikku sedikit melebar mendengar penuturannya. Benar, Meski auranya berbeda, tapi rasa familiar ini jelas sekali. Jadi kami sudah hidup beberapa kali ya.

"Baguslah. Kita bisa langsung menuju awal intinya"

"Kita sudah menjalani kehidupan berkali-kali dan kutegaskan bahwa ini adalah perputaran hidupmu yang terakhir,

Dan kesimpulannya, kehidupan kita selalu berujung pada kematian yang SEBENARNYA tertuju pada kita-- padamu"

Aku menaikkan alisku merasa bingung dengan penjelasannya. "Maksutnya? Aku selalu mati gitu?"

"Iya. Kita ini apes. Atau lebih sopannya, takdir kita tidak beruntung,

Dan karena itu, Erin secara paksa memutar balikkan roda takdir. Dengan kata lain kematian itu telah berganti padanya"

Kenangan penuh darah yang paling aku benci mendadak memenuhi benakku. Aku menutup mulutku merasa mual jika mengingatnya. "Jangan-jangan kecelakaan yang mengambil nyawa Riku adalah dampak dari perbuatan adikmu?!" tanyaku terbawa emosi.

"Sumimasen"

Tidak-- Apa yang kulakukan. Kenapa malah melampiaskan emosi padanya.

"Pada awalnya aku dan Erin terpisah karena suatu hal dan kami bertemu kembali saat usia dewasa. Lalu kami perlahan memperbaiki hubungan hingga sebuah tragedi memaksa Erin mengorbankan nyawanya sebagai pengganti atas nyawaku,

Waktu itu aku sungguh sangat marah pada diriku sendiri. Mengapa sampai pada saat itu aku membiarkan Erin mengorbankan dirinya. Aku tidak bisa menerima alasannya, tapi... Aku yakin bahwa setiap Erin di berbagai kehidupan pasti merasa sangat sakit karena aku yang pergi di depan matanya secara langsung"

Ia kembali menghela nafas. "Ini pertama kalinya aku berbicara panjang lebar pada seseorang"

"Apa Riku merasakan hal yang sama? Oleh sebab itu ia juga melakukan tindakan yang sama?" tanyaku tanpa sadar meremas bajuku sendiri.

"Umumnya seseorang akan mendapat kilas balik saat berada di ambang kematian--"

"Kalau begitu--" Tenn--

"Tapi, konsepnya sedikit berbeda dengan Nanase Riku,

Karena anak itu telah mengingat seluruh kehidupannya akibat komplikasi yang terjadi"

"Saat Riku bangkit dari kematian?"

"Iya. Komplikasi itu menyebabkan seluruh ingatannya kembali meskipun telah bereinkarnasi,

Dan itulah yang menjadi akar masalah dari keadaan buruknya saat ini"

"A-apa maksutmu?" Dapat kusadari bila saat ini pikiranku sangat kacau dengan berbagai informasi yang diberikan secara tiba-tiba. Pikiran negatif terus mengisi benakku.

"Nanase Riku saat ini tidak lebih dari sekadar tubuh tanpa jiwa,

Bagaikan sebuah boneka yang hidup"

"...."

Aku tau...

Aku tau akan hal itu...

.
.

Tiba-tiba aku merasa pandanganku memburam. Iris amaranth pink ku berusaha memfokuskan pandangan kepada Sardinia yang hanya diam setelahnya.

Sardinia melambaikan satu tangannya sembari tersenyum padaku. "Waktu kita habis"

"Tunggu--!" Aku merasakan tubuhku seakan tertarik paksa oleh sesuatu.

"Tidak ada yang mustahil bila kamu mau berusaha :)"

Begitu ujarnya sebelum aku secara penuh terseret keluar dari dimensi itu. Kembali pada kenyataan pahit yang menungguku.

"Sebuah pertemuan singkat yang tidak mampu kuingat,

Padahal kunci permasalahan ini ada di dalam sana"

.
.
.

- To be continued -

....

Absurd astaga :"V

Namanya juga imajinasi --ya kan :D

Moga readers-san bisa enjoy T__T

Maapkan ketidakjelasan saya karna memang alur seperti ini yg terpikirkan wkwkwk

Dahlah,

Sampai jumpa di lain chapter.

Bye-bye / emot lope

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro