Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Oyasuminasai

"Ohayouu Rikkun!!" sapaan penuh semangat terdengar dari si siswa bongsor bersurai biru muda itu. Semangat? Bukankah biasanya si Yotsuba Tamaki ini selalu terlihat malas di sekolah?

Dua pasang kaki yang berjalan beriringan itu pun terhenti, si surai merah menolehkan kepalanya sedikit. 'Tamaki... dengan Iori,' batinnya ketika permata crimson redup itu mendapati sosok surai raven di belakang Tamaki.

"Mereka menyapamu." Si surai baby pink menegurnya dengan mendorong pelan sebelah bahu si surai merah. "Ah ohayou," balasnya datar. Ia menjadi linglung ketika memikirkan bagaimana cara menyapa sebenarnya.

"Rikkun ada apa? Kenapa Rikkun aneh?" tanya Tamaki, membuat Iori yang bersamanya sedikit tersentak dengan kelakuan temannya yang asal ceplos tanpa memikirkan situasi. "Yotsuba-san!" tegurnya. "Hah? Nande? Aku ini bodoh jadi tidak akan tau jika tidak diberi tau!" begitu balasnya.

'Tamaki mengkhawatirkanku.' Merapatkan bibirnya sesaat, seulas senyum pun ditunjukkannya. "Aku baik-baik saja Tamaki," kata Riku dengan senyum khas miliknya. Dalam hati ia berpikir, 'Apa aku telah berbohong ya?'

"Sungguhan?" Tamaki masih terlihat cemas. Meskipun ia tidak pintar, tapi dirinya tidak sebodoh itu untuk menganggap perubahan ini sebagai sesuatu yang normal. Jelas ada yang tidak beres, pikirnya. "Aku akan mempercayaimu Rikkun. Tapi minna berharap Rikkun tidak memaksakan diri," ucapnya.

Kedua matanya sempat melebar kala mendengarnya, apakah ini perasaan senang atau sedih? Riku tidak mengerti semua ini, ia sudah terlalu kacau dan tidak bisa membedakannya. "Tamaki yang sama," gumamnya.

'Jadi tidak ada perbedaan antara masa kini dan sebelumnya,' pikirnya. Memutuskan untuk mengakhiri pembicaraann, si surai merah melesat pergi. "Aku duluan," pamitnya menuju kelas.

'Jika aku kembali, semuanya tetap akan sama saja kan?'

'Iya. Pilihan yang bagus, lalu aku akan menunggumu'

Melihat sang adik yang sudah berjalan mendahului, helaan nafas diambil oleh Tenn. Kacau sudah kehidupannya di masa ini. Tidak ada yang berjalan sesuai dengan rencananya. Bahkan adiknya pun setengah rusak. "Dasar keras kepala...," celetuknya.

'Aku tidak bisa melihat *Izumi Iori sejak hari itu,' batinnya sembari memandang lekat visual sang adik yang perlahan menghilang. "Rupanya dia berhasil mengontolmu," gumam Tenn mengeratkan genggaman pada tali tas yang menyampir di pundaknya.

"Tenn-san." Si surai raven itu memanggil namanya, membuat atensinya beralih kepadanya.

"Nani?" balasnya menanggapinya dengan singkat. Memang ciri khas dari sosok bernama Tenn.

"Apa kau tidak bisa melihat itu?" tanya Iori. Izumi Iori di masa kini, hanya seorang siswa di bawah umur yang masih polos dan belum ternoda oleh kabut hitam. Manik obsidiannya memandang lurus sebelum sosok Nanase Riku menghilang seutuhnya. "Jiwa atau mungkin roh yang mirip denganku sedang mengikuti Nanase-san," ujarnya.

"Jangan bercanda," balasnya cukup terkejut. Ia sama sekali tidak bisa melihat apapun. Jadi yang kapan hari hanyalah sebuah kebetulan karena Izumi Iori ingin dilihat olehnya, oleh sebab itu Tenn mampu melihatnya. Tapi, saat ini hanya Riku yang bisa.

"I-Iorin... Ja-jangan dibicarakan lagi...," ucap Tamaki terlihat takut. Sebagai tambahan, Tamaki sudah bersembunyi di belakang Iori. Dirinya sendiri tidak dapat melihat sesuatu yang dimaksut Iori.

"Yotsuba-san aku harus membicarakan ini dan aku juga tidak bercanda," balas Iori kembali. Ia tidak cukup bodoh untuk mengambil kesimpulan, terlebih ia sempat terlibat walaupun secara tidak langsung. "Aku seharusnya tidak dapat melihat, jadi aku yakin ini bukanlah kebetulan. Lalu Izumi Iori yang itu mengerikan," jelasnya.

"Itu hantu!! Yang Iorin liat pasti hantu.. Huwaaaa!!!" Tamaki menjerit dengan histeris.

'Itu tidak salah,' pikirnya. Manik amaranth pinknya pun berkontak mata dengan manik obsidian yang murni itu.

...

⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙

.

↺1%

.

↺18%

.

↺35%

.

↺67%

.

↺99%

.

⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙

.

.

.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

.

███▒▒▒▒▒▒▒

.

█████▒▒▒▒▒

.

███████▒▒▒

.

██████████

.

ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!

.

.

.

.

.

╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗

IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF

╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝

"Hey." Tenn memanggilnya. Ia berdiri di depan adiknya untuk merebut pandangannya seutuhnya. "Kau tau, sering keluar dari asrama itu pelanggaran lho," sindirnya.

"Kenapa hanya Tenn-nii yang diiizinkan keluar masuk?" balasnya kembali. Melalui celah lain, si surai merah berniat menerobos.

Tidak membiarkannya pergi begitu saja, Tenn meraih salah satu tangannya. "Keluar malam-malam itu bahaya. Terlebih bagaimana dengan asmamu nantinya?" Jujur saja Tenn tidak bosan harus mengganggu atau membututi adiknya seperti stalker.

"Jangan mengikutiku, memangnya Tenn-nii stalker?" ujarnya mungkin juga menyindir. Ia hanya ingin jalan-jalan sebentar bersama temannya, apa tidak boleh? Setelah akhirnya mereka berbaikan dan Riku menyingkirkan segala pikiran buruknya, Tenn malah mengganggunya.

Sentilan diberikannya tepat di dahi sang adik. "Baka otouto," celetuknya. Manik amaranth pinknya hanya dapat melihat sosok Nanase Riku, hanya dia saja. "Memang kau boneka?"

"Apa maksutmu?"

"Jangan berpura-pura bodoh"

Ia menghela nafas kecil. Surai merahnya yang panjang mengayun karena tertiup oleh semilir angin malam yang cukup dingin. "Pertengkaran saudara?"

"Kita tidak bertengkar"

"Begitu." Permata crimson itu melirik pada salah satu tangannya yang masih ditahan oleh lawan bicaranya saat ini. Lantas dua irisnya memutar ke sisi lain, seperti melihat sesuatu.

"Temani aku di rumah dan bantulah aku berlatih," ajaknya. Ini tengah malam dan dua orang itu sungguh benar-benar gila jika berkeliaran begitu saja. Mungkin bakal dikira anak nakal, tapi mereka memang bukan seorang anak kalau dilihat dari segi umur jiwanya.

"Hah?! Siswa di bawah umur berkeliaran tengah malam, menurut Tenn-nii pendapat orang-orang gimana nanti?!" balasnya.

"Tidak peduli," katanya menarik tangan Riku supaya berjalan mengikutinya. Manik amaranth pink itu memberi tatapan berkesan tajam langsung pada kedua mata adiknya. Dengan senyum miringnya, Tenn berucap, "Malam ini temani onii-san ya?"

Nada yang digunakan sangat pas dengan raut wajah itu, kakaknya memang pandai dalam hal menggoda orang. Kalau itu perempuan pasti sudah menggila.

Ia menyipitkan kedua mata permata crimsonnya yang redup dengan senyum kecil yang terulas di wajahnya. Angin malam kembali mengayunkan surai merahnya. Di bawah langit malam tanpa bintang, saudara kembar ini saling menyerang.

"Dengan senang hati... Onii-san," balasnya mengunci pandangan manik amaranth pink itu. Tidak diragukan lagi, member trigger paling ahli dalam bidang itu. Riku telah kalah dengan mudahnya. "Habiskan waktumu bersamaku, Tenn-nii," ujarnya tersenyum manis.

'Jangan melarangku!'

Sekilas, Tenn dapat melihat sebelah manik crimson milik adiknya yang berubah warna. Menunjukkan manik kuning yang terlihat menyala di kegelapan malam. Tapi sayang sekali, retakan di sana mengurangi keindahannya. Dan tidak perlu bertanya, Tenn mungkin sudah paham.

Abaikan itu untuk sekarang, si surai baby pink tertawa kecil, ia nampak senang. Karena sang adik berhasil dikalahkannya malam ini. Brocon memang rentan sekali.

"Riku ku sejak kapan pandai menggoda?"

.
.
.

Alunan musik yang mengiringi suara indah itu terdengar nyaman ditelinga dan nyanyiannya ditutup dengan sempurna. "Bagaimana?" tanya si surai baby pink.

"Kau masih tanya?" balasnya tak bisa berkata-kata tentang nyanyian barusan. Ia tidak tau harus berkomentar seperti apa. "Kau seharusnya tau seperti apa pendapatku bukan?" katanya.

Tentu saja, Nanase Riku paling menyukai nyanyiannya. Sejak kecil si surai merah mengidolakannya dan itu membuatnya senang. Tapi apakah itu masih sama? "Katakan saja!" tegas Tenn menuntut jawaban.

"Tenn-nii ingin dipuji olehku?" Riku sempat termenung dan ternyata kakaknya ingin dipuji? Atau mungkin, "Tenn-nii merasa aku tidak menganggapmu bintang lagi?"

Entah mengapa, dua panah imajinasi menancap tepat sasaran. Apa sejak lama Tenn mengharapkan pujian adiknya? Padahal ia banyak mendapat pujian dari penggemar, tapi tetap saja. Pujian dari sang adik kembar memberi kesan yang berbeda.

"..."

"Hehe," kekehan kecil terdengar. Akhirnya wajah sang adik memperlihatkan ekspresi yang sebenarnya. Senyum itu, Tenn menyukainya. "Itu sangat-sangat indah! Aku sungguh sangat menyukai nyanyian Tenn-nii," tuturnya.

"Aku dulu berharap agar hanya aku saja yang dapat mendengar nyanyian indah Tenn-nii," ungkapnya. Semburat merah tipis terlukis di pipinya. "Waktu kecil aku memang egois. Aku tidak ingin bintangku direbut oleh orang lain."

"Yang tadi... Riku lah yang pertama kali mendengarnya," ungkapnya. Ia merasa senang karena jawaban yang didapatnya sesuai dengan bayangannya. Senyum tulus terukir di sana. "Aku ingin Riku yang pertama kali mendengarnya*"

"..." Air menggenang pada kedua manik crimson yang redup itu. Senyum lebar sontak menghiasi wajahnya. "Nee.. Aku ingin dengar sekali lagi," pintanya. Ia menatap Tenn penuh harap. Riku menggeleng. "Iee! Bernyanyilah sampai aku puas!" pintanya tanpa dosa.

"Dasar anak tidak tau diri..." Tenn mencubit pipi adiknya gemas. Sifat tidak tau diri itu meniru siapa sih? "Kau mau membuat suaraku habis?"

"Trigger dulu livenya 3 jam, hebat ya?" sindirnya tanpa kenal takut. Wajahnya yang polos itu sungguh bermanfaat. "Aku aja dulu langsung masuk rumah sakit," lanjutnya mengingat kilas balik perjalanan Idolish7 hingga mencapai puncak. Tunggu, "Eh....?! Ke-keceplosan..."

Tau-tau si surai baby pink sudah memasang wajah seram. "3 jam menari di bawah hujan, niat menantang diri sendiri ya?" tanyanya tersenyum dingin.

Sementara si surai merah kelabakan. Mulutnya terkadang tidak bisa direm. "A... etto." Ia mati kata. Gawat, sepertinya dia akan diceramahi sampai pagi. "Nanase Riku-san," panggil Tenn menggunakan nama lengkapnya.

Riku membuang muka ke arah lain. Dia bosan dengan ceramah dan takut dimarahi. Sontak ia juga memejamkan matanya ketika melihat tangan Tenn yang terangkat.

Nyatanya apa yang Riku bayangkan tidak terjadi, tangan Tenn yang terangkat itu mengacak kasar surainya hingga surai merahnya mencuat ke mana-mana.

"Gara-gara aku terlahir duluan, Riku sakit," gumam Tenn. Ia lantas mengacak pucuk kepalanya sekali lagi. "Apa kau mendengarnya?!" tanyanya tersadar dari lamunannya.

"Sangat..." Suara kecil yang berasal darinya terdengar samar-samar. Ia mengangkat kepalanya dengan surainya yang sedikit berantakan karena ulah sang kakak. "Sangat sayang Tenn-nii... Kakakku milikku," ujarnya menampilkan senyum tanpa tersirat kebohongan di sana.

"Riku kalimatmu terdengar ambigu..." Ia menghela nafas kecil. Kedua telapak tangannya mencubit pipinya untuk kedua kalinya. "Abaikan yang baru saja kukatakan "

"Gamau!" Sifat keras kepalanya muncul. Ia menarik tangan Tenn menjauh dari pipinya. "Tenn-nii, aku akan kembali sebagai idol," ungkapnya.

Tenn membalasnya dengan datar, "Ah sou."

"Kembali ke topik awal, bernyanyilah untukku Tenn-nii!" pintanya sekali lagi.

Tersenyum kecil dengan menyiratkan kesan tertentu. Si surai baby pink memandangnya dengan lembut. "Sesuai permintaanmu."

.
.
.

Dalam ruangan yang hening, sebuah suara mengalun dengan lembut dan halus. Memberikan kesan menenangkan di dalamnya. Suaranya yang menyanyikan sebuah lagu terdengar begitu indah. Tempo lambat mendukung suara lembutnya untuk dapat memberikan peforma terbaik.

Beberapa tahun telah ia lewati dan tibalah hari di mana dirinya dapat melantunkan lagu kepada penggemar kecilnya. Sebuah lagu sebagai pengantar tidur.

Tibalah di penghujung lagu dan si surai baby pink itu menutupnya dengan sempurna. Benar-benar sosok idol pro di dunia hiburan.

Jemarinya memainkan surai merah yang lembut itu. Lalu dengan lembut mengusap pipi yang selalu ia cubit karena terlalu gemas. Bila dilihat-lihat, ia memiliki bulu mata yang lentik. Penampilan yang terlihat imut dan kadang terlihat tampan di sisi lain.

Ia terbaring dengan berbalutkan selimut hitam. Kelopak matanya yang menutup dan bibir yang pucat itu memberikannya kesan seperti boneka tidur.

Bahkan setetes demi setetes air yang terjun di wajahnya tak membuatnya terbangun. Dia benar-benar tertidur pulas setelah mendengar lagu pengantar tidur.

Si surai baby pink merapatkan bibirnya. Wajahnya yang memberikan kesan dingin, meneteskan bulir air mata. Hanya air mata yang menghiasi wajah datar itu.

Tapi tidak seharusnya seperti ini, pasti ada satu dua solusi. Ia telah menjadi seperti boneka yang tertidur entah untuk berapa lamanya.

Memilih terkurung dalam sebuah botol kaca milik seseorang. Bunga hitam itu terjerat dalam permainan boneka seseorang. Membuat bunga putih mekar dengan sengsara.

"Selamat tidur, Riku."

.
.
.

[ To be continued ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro