One Step Towards The Future
...
⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙
.
↺1%
.
↺18%
.
↺35%
.
↺67%
.
↺99%
.
⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙
.
.
.
𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .
.
███▒▒▒▒▒▒▒
.
█████▒▒▒▒▒
.
███████▒▒▒
.
██████████
.
ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!
.
.
.
.
.
╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗
IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF
╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝
Kebiruan yang luas membentang di cakrawala dengan sekumpulan kapas putih yang menghiasinya. Sang surya memberikan kehangatannya pada bumi yang dingin ini. Semilir angin pun berhembus dengan lembut menerpa permukaan kulit. Sesekali terlihat burung-burung beterbangan dengan bebas di angkasa.
Lelaki yang baru saja lulus dari masa SMA nya itu tengah menarik tas koper miliknya. Helaan nafas kecil diambilnya kala melihat sisa waktu penerbangan. Bibirnya tertekuk ke bawah dan tiba-tiba ia merasa enggan untuk pergi.
"Jangan pikir untuk batal pergi, Riku." Teguran dari si surai baby pink membuatnya sedikit terkejut. Seperti biasa, sang kakak selalu bisa menebak apa isi pikirannya.
"Tapi rasanya berat untuk pergi," keluhnya cemberut. Permata crimsonnya terlihat menyendu. Padahal ini keputusannya sendiri untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Setelah lulus SMA dan lulus tes dengan nilai terbaik berkat bimbingan keras dari kakaknya, ia akhirnya mendapat universitas yang bergengsi secara gratis.
"Kenapa?"
Si surai merah menurunkan tatapan matanya. Setelah ini, ia akan berpisah dari kembarannya cukup lama. Dan Nanase Riku sudah lelah dengan yang namanya perpisahan. Rasanya begitu berat. "Aku tau ini egois, Tenn-nii tidak mau menemaniku?" pintanya.
"Aku harus melaksanakan pekerjaanku sebagai idol," balasnya dalam artian jika Tenn tidak bisa memenuhi permintaan adiknya. "Selain itu, aku harus bekerja untuk biaya kuliahmu."
Sementara si surai merah hanya bisa menghela nafas untuk mengekspresikan perasaannya. "Maaf, aku terlalu egois." Tentu saja ia tau jika seorang idol pasti akan sangat sibuk karena ia juga pernah merasakannya.
Mengulas senyum khas miliknya, Riku mengubah raut wajahnya yang awalnya menyendu. "Kalau begitu sampai jumpa lagi, Tenn-nii!" begitu pamitnya ketika pemberitauan keberangkatan telah disampaikan.
"Pastikan kau belajar dengan rajin," ujar Tenn mengusap pucuk kepala adiknya.
"Tenn-nii kita sedang berada di tempat umum," ucap si surai merah menghentikan pergerakan tangan kakaknya yang sedang mengacak surainya. "Bagaimana jika ada yang melihat kita?" khawatirnya. Bisa saja sang kakak mendapatkan rumor jelek karenanya kan.
"Biarkan saja."
Pengumuman keberangkatan akan segera diumumkan dan seluruh penumpang diharapkan untuk bersiap. Mendengar hal itu, si surai merah pun hendak bergegas tak lupa dengan barang bawaannya. Namun dalam kurun waktu yang singkat itu, Tenn memberikannya sebuah kotak kecil. "Ini hadiah, supaya kedepannya aku bisa lebih mudah menemukanmu."
Penasaran, Riku pun membuka kotak tersebut dan mendapati sebuah gelang dengan simbol alto di dalamnya. Diambilnya gelang tersebut, kemudian berkata, "Apa ini sesuatu yang Tenn-nii pesan beberapa bulan lalu?" Ia hanya menebaknya. Habisnya Riku sendiri juga memiliki gelang serupa dengan simbol sharp.
"Kita impas," jawabnya dan jawabannya itu tidak menjawab pertanyaannya secara langsung. Tapi ya sudahlah, toh dia yakin Riku sudah pasti tau. Tangan kanan diangkatnya untuk menunjukkan gelang bersimbol sharp yang melingkari pergelangan tangannya.
"Astaga... Aku merasa kita seperti orang yang sedang pacaran lho." -- Riku.
"Apa si Nikaido Yamato yang mengajarimu hal-hal aneh?" -- Tenn
"Eh? Apa?" -- Riku
"Lupakan." -- Tenn
Tertawa kecil berkat interaksi yang dilakukannya, si surai merah menyimpan gelang itu dengan aman di dalam tas kecilnya. "Berarti Tenn-nii ada rencana mengunjungiku kan?" tanyanya.
"Entahlah."
.
.
.
Hamparan kebiruan yang luas terlihat dengan jelas. Kebiruan yang hampa tersebut dihiasi dengan kapas-kapas putih. Pemandangan langit dari dalam pesawat benar-benar terlihat cantik dan memanjakan mata.
Dengan satu tangan yang memangkuk wajahnya sendiri, kini si surai merah menikmati perjalanannya dengan memandang pada hamparan kebiruan bak cermin lautan. "Tidakkah kau ingin bercerita?" tanyanya melirikkan manik crimsonnya.
"Tentang apa?" tanyanya kembali. Pria dengan surai raven itu membalas tatapan permata crimson di sebelahnya dengan wajah datar khas miliknya.
Tersenyum kecil, Riku mendekatkan bibirnya ke telinga lawan bicaranya. "Tentang bagaimana saudara kembarku meninggal di masa lalu," jawabnya.
"Kenapa kau ingin tau?" Bukannya jawaban, dirinya malah membalasnya dengan pertanyaan kembali.
"Karena aku tidak tau," jawabnya mengedikkan bahu. Tentu saja jika tidak tau maka orang akan bertanya kan. Pertanyaan diajukan untuk mencari sebuah informasi. "Berhentilah berpura-pura. Aku tidaklah sebodoh itu Iori," tuturnya.
Tersenyum miring karena kini mantan centernya memasang wajah penuh selidik, Iori memejamkan matanya. "Kau seolah ingin berkata jika aku memperlakukanmu seperti orang bodoh."
"Memang iya."
Kelopak matanya kembali terbuka menampilkan manik obsidian miliknya. Manik obsidian tersebut berkontak mata dengan permata crimson milik Riku. "Padahal dulu Nanase-san anak yang baik dan penurut. Tapi sekarang dia sering membantah ya?"
"Image Nanase Riku sebagai center Idolish7 adalah seorang yang mampu membuat orang lain tersenyum. Oleh karena itu kau memilihku, seseorang yang bisa kau kendalikan, " tuturnya menghindari kedua matanya untuk berkontak. Ia tidak ingin dibawa ke masa lalu untuk kedua kedua kalinya. "Aku sudah lelah menjadi bonekamu, Iori."
"Lagipula kau membutuhkan pengganti saudara kembarmu kan?" balasnya menyindir. Mengingat hari dimana centernya menawarkan diri untuk dikontrol masih terekam dengan jelas di benaknya. Ia mengulas senyum di wajahnya, entah apa maksut dari senyuman itu. "Kau yang membuatku seperti ini."
Manatap lurus pada pemandangan di luar jendela, permata crimsonnya menyipit. Kalau diingat itu bukanlah kebohongan, memang dialah yang memaksa Izumi Iori mengontrolnya. "Aku tau," begitu balasnya. Entah apa yang dipikirkannya kala itu, sekadar menggantikan kakaknya atau untuk mengendalikannya supaya tidak lepas kendali? Atau mungkin keduanya?
"Yang membuatku terobsesi seperti ini adalah dirimu sendiri, Nanase-san." -- Iori
"Jadi kau ingin mengatakan jika dalang sesungguhnya adalah aku?" -- Riku
Permata crimson dan manik obsidian itu saling bertatapan. Melihat kilauan manik tersebut membuat tatapan matanya menyendu. 'Ini karena aku,' batinnya. Mungkin ia sedikit menerima julukan monster yang diberikan Kujo padanya.
"Kenapa kau terlihat sedih Nanase-san? Apa sekarang kau berniat mengasihaniku?" tanyanya. Ia menarik pergelangan tangan pemuda di sampingnya itu sehingga secara otomatis tubuhnya tertarik. "Jika kau mengasihaniku maka kembalilah."
Kedua alisnya tertekuk ke bawah sehingga tercipta kerutan di dahinya. Dengan kasar ia menarik tangannya sendiri dari cengkraman kuat yang berasal dari lawan bicaranya. "Aku benar-benar minta maaf," tuturnya merasa bersalah. Ia mengusap bekas cengkraman di pergelangan tangannya, lalu kembali berkata, "Namun aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
Si surai merah mengulas senyum berkesan sendu tanpa menatap Iori sama sekali. Kehidupannya yang berulang dan tetap sama membuatnya ingin menyerah. "Dengarkan aku Iori..."
"Perasaan Tenn-nii seperti mengalir dalam diriku. Hari dimana dia berusaha meninggalkanku dan membuatnya menjadi orang jahat. Tatapan dinginnya kepadaku yang merupakan upaya untuk menyembunyikan kekosongannya.
Dia yang menatapku dalam diam walau aku tidak menyadarinya.
Dia yang menjauh tapi seakan mengatakan padaku, 'TOLONG JANGAN PERGI'
Mungkin ini hanyalah kesombonganku, tapi aku yakin kali ini Tenn-nii tidak akan melepaskanku."
"..."
Izumi Iori terdiam. Partner sub-unitnya di masa lalu di satu sisi tidak berubah namun di sisi lainnya berubah. Seperti rekannya yang selalu berbicara panjang padanya dan menyampaikan seluruh keluh kesahnya. Ia yang hanya mendengarkan dan memberinya masukkan. "Nostalgia ya...," gumamnya tersenyum kecil.
Ia memejamkan matanya untuk sesaat, menikmati bunyi dan suara lain di sekitarnya. "Pada akhirnya aku tetap kalah." Kembali Iori menoleh pada pemuda di sebelahnya. "Bila mengingat aku yang membawamu secara paksa, Apa menurutmu aku akan berhenti?" tanyanya.
"Iori bisa membawaku karena aku berada dalam genggamanmu," ucapnya sama sekali tidak memyimpan rasa benci dibalik permata crimsonnya yang indah. "Kau tau, Aku sudah rusak!" begitu ujarnya. Sekilas ia menatap manik obsidian itu dengan tatapan kosong dan senyum manis, bagaikan sebuah boneka yang sesungguhnya.
Melihat itu membuatnya memalingkan muka. Nama seseorang yang membuat Nanase Riku seperti itu terlintas dalam benaknya. "Asal Nanase-san tau, akulah dalang yang menjauhkanmu dari Kujo Tenn." Sebuah pengakuan terucap sendiri melalui bibirnya.
"Intinya aku lah yang membuatmu hidup dalam sangkar seperti boneka. Karena aku menginginkan Idolish7 yang seperti dulu." -- Iori
"Jadi aku tidak akan menyerah untuk membawamu ke masa lalu." -- Iori
"Gomenasai, Iori." Riku menggenggam dengan erat gelang bersimbol alto itu dan kelopak matanya terpejam untuk beberapa detik hingga ia menatap Iori dengan lurus. Sebelah maniknya memancarkan warna kuning dengan jarum jam yang yang masih saja rerak. "Masa lalu tidak bisa diubah dan..."
"Aku tidak yakin Tenn-nii akan membiarkanmu untuk kedua kalinya." -- Riku.
.
.
.
Si surai baby pink menghentikan langkahnya di depan sebuah cermin. Ia melirik melalui pucuk matanya. Manik amaranth pink itu terlihat begitu tenang dan dalam. Ia pun tersenyum kecil dengan warna salah satu maniknya berubah. Jarum jam yang bergerak dalam kilauan kuning itu seperti sedang merespon.
"Aku penasaran dengan apa yang ada di pikirannya..."
.
.
.
- To be continue -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro