Find Me
"Jiwaku seperti terkurung di suatu tempat"
"Bersemayam di dalam laut yang tenang dan sunyi, meninggalkan raga boneka ini.
Raga kosong yang hanya bergerak sesuai kehendak tuannya.
Yang terkurung dalam sangkar emas tanpa bisa mengepakkan sayapnya dengan bebas di langit yang biru.
Boneka dalam sangkar emas ini perlahan tergerak oleh sesuatu yang begitu hangat.
Jiwa yang tertidur dalam laut mulai membuka matanya sedikit demi sedikit.
Dan akan kembali pada raga yang kosong itu.
Boneka sangkar emas yang sudah rusak seperti itu, akankah bisa diperbaiki?"
.
.
═•°• ! INFO ! •°•═
╰► Italic : karakter sedang membatin, kata yang menggunakan bahasa luar (Inggris, Jepang, Korea).
╰► Bold : dialog / kata yang bermakna penting dalam cerita.
╰► Bold Italic : Sound effect, tanggal + jumlah word.
◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤◢◤
⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙
.
↺1%
.
↺18%
.
↺35%
.
↺67%
.
↺99%
.
⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙
.
.
.
𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .
.
███▒▒▒▒▒▒▒
.
█████▒▒▒▒▒
.
███████▒▒▒
.
██████████
.
ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!
.
.
.
.
.
╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗
IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF
╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝
Manik crimson bak permata yang rusak itu kini sedang memandang suatu sudut dengan kosong. Menerawang sesuatu yang berada sangat jauh. Suhu dingin telah menjalar diseluruh tubuhnya, yang bisa ia lihat hanyalah aliran air yang begitu tenang. 'Halusinasi?' pikirnya bertanya-tanya.
Ia terjebak dengan 'halusinasi' yang begitu menenangkan namun menyesakkan di sisi lainnya. Lelaki bersurai merah itu terus seperti itu hingga sentuhan hangat seseorang terasa di kulitnya, membuatnya berhasil lolos dari 'halusinasi'.
"Kau berkeringat banyak sekali," tutur seseorang dengan surai baby pink nya yang indah. Dengan lembut ia menggesekkan tangannya pada sebelah pipi Riku yang dihiasi oleh bulir keringat.
(Pinterest)
*Deg
Sesaat ia merasa sesuatu yang misterius dalam raganya. Sesuatu tersebut menjadi tersentak akan tindakan siswa bernama Tenn ini. Sebuah tali yang nampak pudar berusaha menyambung kembali. Tapi itu begitu sulit.
Tanpa sadar ia menepis tangan putih itu dengan kasar, entah itu karena refleks atau bukan. Raganya memaksa untuk menolak 'sesuatu' itu. Perintah tuannya mutlak dan ia tidak akan membantahnya. "Jangan menyentuhku dengan seenaknya," ujarnya dingin.
"Apa kau ingin membuat citramu buruk di depan mereka, huh?" sindir Tenn menggerakkan bola matanya menuju suatu tempat yang dipenuhi oleh segerombol siswa yang saling berbisik.
Mengikuti arah pandang yang sama, si surai merah ini memperlihatkan senyum khas milik tubuh itu sembari melambaikan satu tangannya. "Kau licik sekali," komentarnya tetap mempertahankan senyumnya di hadapan publik.
"Aku masih tidak percaya kau dapat mengeluarkan kata-kata seperti itu," balasnya melirikkan manik amaranth pink melalui sudut matanya sembari memberikan handuk kecil yang sedari tadi bersarang di lehernya.
Dengan terpaksa ia mengambil handuk itu tanpa membenamkan senyum khas miliknya. Iris merahnya berhasil berkontak mata dengan manik amaranth pink itu. "..."
Menyelaraskan langkahnya dengan langkah kaki Riku, si surai baby pink mencoba menyindirnya, "Sepertinya kau menjauh dari teman-temanmu ya?"
"Memang kenapa?" balasnya tak acuh.
"Kenapa?" Tenn--
"..."
"Masih punya mulut harusnya dijawab dong. Setauku kau tidak bisu," sindirnya mengeluarkan mulai mengeluarkan kata-kata manis :)
'Kenapa dia membututiku terus sih? Mana perkataannya bikin sebal,' sungutnya dalam hati.
'Are?' Langkah kakinya terhenti ketika ia menyadari ada yang aneh pada tubuhnya. Tetap mempertahankan wajah datarnya, ia merapatkan bibir, merenung dalam diam selama sesaat. 'Sejak kapan aku pernah sungguh-sungguh merasa kesal? Tidak mungkin kan, yang sebelumnya adalah emosi asliku?'
Sementara si surai baby pink yang juga menghentikan langkahnya, kini menyiratkan kebingungan dalam benaknya. 'Adikku kenapa sih?' Kira-kira begitu batinnya.
Di dalam pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan serta tanda tanya hingga pada suatu titik ia berteori. "Ah... souka..." Ia malah tersenyum miring sebagai pengekspresian. 'Apakah jiwa yang tertidur di dalam sana berusaha kembali?'
'Sepertinya aku mulai gila,' batinnya entah kenapa malah tertawa kecil tanpa alasan membuat orang yang melihatnya beropini jika Nanase Riku ini memang gila.
'Kira-kira 'itu' memang tertidur atau aku sendiri yang mengurungnya ya?' Mengabaikan sosok manusia di dekatnya, Riku kembali berjalan. Tanpa berkutik sedikit pun ia meninggalkan Tenn di sana. 'Emosi hanya akan membebaniku. Aku tidak memerlukannya'
'Biarkan tubuh yang rusak ini tetap kosong. Emosi atau apapun itu, aku harap dapat menghapusnya'
'Aku tidak akan lagi berharap pada apapun'
.
.
Bagai aliran air yang tak pernah berhenti mengalir, kini arus waktu terus berputar tanpa terasa beberapa bulan terlewati begitu saja. Hari-hari yang dilalui dengan penuh ketenangan tanpa diganggu gugat oleh orang lain. Benar, Mungkin inilah kehidupan yang diinginkannya.
Memberhentikan langkahnya sekadar untuk membenarkan tas pundaknya, seorang siswa bersurai merah ini mendongakkan kepalanya menatap pada langit abu-abu tanpa adanya kapas putih. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket untuk menghangatkannya dari hawa dingin yang menusuk kulit. Syal merahnya terlilit rapi di bagian lehernya. Sesekali ia membuang nafas, menciptakan sebuah kepulan asap yang melayang di udara.
'Musim yang selalu berulang setiap tahunnya. Musim dingin ini sedikit menyusahkan tubuh ini,' batinnya kembali menurunkan pandangannya dari langit kelabu pada pemandangan orang-orang yang berkeliaran di sekitarnya.
Kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terputus, si surai merah yang tidak lain adalah Nanase Riku, ia menjalani kehidupannya dengan normal. Hingga detik ini ia sama sekali tidak mendapat gangguan dari teman yang dikatakannya adalah pion. Mereka seakan menjauh dan tidak berkontak sosial, bahkan si pangeran sekolah pun terlihat tenang belakangan ini. Kelopak matanya menyempit. 'Padahal sebentar lagi aku akan lulus, lalu apa yang kucemaskan?'
*tak
Karena melamun ia pun tidak sadar ke mana arah jalannya sehingga tanpa sengaja menabrak orang di depannya. "Ah! Sumimasen--," ucapannya terputus ketika ia mengetahui siapa orang yang ditrabaknya.
Siswa bersurai baby pink dengan kulit putih bak tenshi itu mempusatkan pandangannya pada si surai merah yang terdiam. Raut wajahnya nampak tidak seperti biasanya. Entah sejak kapan kesedihan ini menghiasi wajah cantiknya. "Ohayou Riku," sapanya tersenyum sendu.
"..." Membuang tatapannya ke arah lain, si surai merah ini sepintas meliriknya sebelum pergi meninggalkan dia.
Memandang si surai merah yang melesat permisi tanpa ba bi bu, Tenn mengerutkan kedua alisnya sehingga dahinya menjadi berkenyit. 'Disabarin malah menjadi-jadi,' batinya dengan perempatan imaginier yang terbentuk di sana. 'Sepertinya aku harus mendisplinkannya'
Membuang nafas lelah, Tenn berusaha menyikapi hal ini dengan tenang tanpa memicu keributan. Sebisa mungkin se-perfect mungkin karena ia itu perfeksionis. Semua ia lakukan dengan percaya diri dan sempurna, tapi entah kenapa kali ini ia tidak bisa melakukannya dengan baik. 'Aku memang seorang pengecut,' benaknya menggenggam erat tote bagnya.
Tenn POV
Aku ingin bersikap sebagai kakak yang keren. Tapi sekarang aku tidak mempunyai keberanian untuk mendekatinya.
Aku seorang pengecut yang selalu berharap.
Aku menginginkan sesuatu tetapi aku sendiri tidak berusaha dengan baik.
Peforma sempurna yang kutampilkan di panggung tidak terealisasi di kehidupanku saat ini. Ke mana kah jiwa perfeksionisku?
Tidak-- Apa mendekatinya membutuhkan gerak-gerik atau pendekatan yang sempurna?
Aku menghela nafas dalam, lantas kembali melanjutkan langkahku yang sempat terhenti.
Hah... Apa-apaan?! Memangnya ini penampilan? Memangnya ini akting?!
Kenapa aku malah galau seperti ini? Seperti bukan Kujo Tenn saja--
...
Kujo--? Marga...
Ah~! Aku tau dari mana aku harus mulai.
Tidak perlu merencanakan sesuatu yang tidak pasti. Tinggal lakukan saja semua hal yang kuinginkan menurut kata hatiku.
Sekali-kali aku harus berpikiran simpel kan.
Menampilkan senyum ramahku saat berpapasan dengan para bocah yang cukup mengusikku. Kepalaku sedikit mendongak ke atas, memastikan jika diriku memasuki kelas yang benar.
Kelas 3-2
Re:vale-san dan beberapa member Idolish7 berkuliah di universitas masing-masing dan sekarang yang tersisa hanyalah kami yang telah menginjak kelas akhir. Dan di kelas ini... Kebetulan sekali semuanya ada di sini.
Namun, sampai hari ini aku tidak mampu memecahkan kasus di mana kami bereinkarnasi atau apalah itu. Lalu... Alasan kenapa sebagian dari kami tidak memiliki memori mengenai Nanase Riku, bahkan dulu pun aku juga sama. Yang membuatku bingung adalah... Kenapa para senpai, Takanashi sachou, dan juga Kujo dapat mengingatnya? Padahal Idolish7 dan aku tidak bisa langsung mengingatnya.
Apa ini akan baik-baik saja? Aku merasa janggal di suatu tempat.
Sebenarnya bagaimana?
Aku dan Riku...
Alur hidup kami yang berliku-liku
Bagaimana Riku bisa bersama dengan Kujo bertahun-tahun?
Kenapa ia memiliki banyak sisi yang tidak kuketahui?
Apa penyebab sikapnya yang berubah ini?
Selain kejadian di rumah sakit, di mana kah kami pernah bertemu sebelumnya?
Mengapa ingatanku di kehidupan kali ini seperti kaset yang rusak?
Fakta yang tidak bisa kuabaikan karena terasa begitu janggal. Kenapa ingatan semasa kecil di kehidupan keduaku menghilang? Apa yang membuatku melupakan secara paksa ingatan itu? Peristiwa apa yang memicunya?
Tidak mungkin aku yang sekarang tidak memiliki ingatan masa kecil.
Sebenarnya ada apa? Kenapa? Dan bagaimana?
Apa ada sesuatu yang memicunya?
.
.
.
Author POV
- One day -
Keduanya saling berpegangan tangan untuk saling menjaga. Menjaga agar tidak satu pun dari mereka menghilang secara tiba-tiba. Berjalan tanpa arah di suatu tempat, terus melangkah tak peduli sejauh mana mereka pergi.
"Tenn-nii... Ingat janji Tenn-nii padaku?" tanya sang adik.
Sang kakak pun menjawab, "Tunggulah... Aku pasti akan menjemputmu"
Senyuman pun tercipta di wajah sang adik namun berkesan sendu. "Meskipun waktu telah banyak berlalu, Apakah Tenn-nii bersedia memainkan peran sebagai kakakku?"
Sang kakak menyentil dahi adiknya, tidak setuju dengan penuturan yang dilontarkannya.
Sang adik mengadu kesakitan sembari mengusap-usap dahinya sendiri. "Ittai!"
Mendengus kecil, sang kakak mengambil alih fokus adiknya dengan paksa. "Aku memang kakakmu dan kita tidak perlu bermain peran," ujarnya mengkoreksi kalimat tadi.
Tertawa kecil, sang adik tersenyum manis ketika mendengar perkataan dari kakak satu-satunya. "Kalau begitu..."
"Tidak peduli seberapa lama waktu memisahkan kita
Ikatan khusus ini tidak akan pernah memudar kan?
Sebuah ikatan yang menghubungkan aku dan Tenn-nii, hubungan saudara kembar"
Pandangan manik crimsonnya melembut, menyertakan segala bentuk ketulusan dan harapan melalui binar matanya.
"Carilah dan jemputlah aku, Tenn-nii"
.
.
.
.
- To be continued -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro