Arti Kekalahan
Iris amaranth pink itu menatap dengan tajam. Sorot matanya menyiratkan intimidasi yang kuat dan dari binar tersebut tercermin kewaspadaannya yang sangat tinggi. Tatapan tajam yang kuat dan tegas itu kini ditujukan pada entitas yang dianggapnya sebagai rival.
Entitas yang mengacaukan tatanan dunia dan hampir merebut harta karunnya. Si surai raven yang tidak seharusnya berada di dunia ini benar-benar membuatnya was-was an. Jujur saja Tenn merasa agak kesal karena entitas itu.
(Twitter)
Dengan ragu si surai merah memanggil kakaknya dengan suara pelan, "Te-Tenn..nii?" Tatapan kakak kembarnya terkadang sangat menyeramkan baginya. Terlebih ketika sang kakak sudah benar-benar naik darah.
"Hentikan tatapan intimidasimu, Tenn-san." Si surai raven yang menciptakan atmosfir menegangkan ini pun angkat bicara. Ia bisa merasakan adanya aura permusuhan yang kuat. 'Hanya Nanase-san saja yang tidak menyadari aura permusuhan ini...,' batinnya melirik pada Riku yang berekspresi polos.
"Kenapa kau masih di sini?" tanyanya dingin. Pertanyaannya mengacu pada sesuatu yang lebih intens. Seperti kenapa Izumi Iori tidak kembali ke habitatnya. Namun hal itu tidak digubris oleh si surai raven.
"Kami kuliah di kampus yang sama," jawabnya. Ia mengalihkan pandangannya pada si surai merah, seakan meminta bantuan untuk menjawab.
Menyadari isyarat darinya, Riku pun berucap, "Biasanya kami berangkat bersama. Jadi tidak apa-apa Tenn-nii." Ia berusaha meyakinkan Tenn yang sepertinya tidak akan melepaskan tatapan seram itu dari Iori.
Kala manik amaranth pink itu beralih, caranya menatap sedikit berubah. Wajah dingin yang telah menjadi ciri khasnya itu tidak bisa dihilangkan. Tetapi ia berusaha untuk bersikap lembut hanya pada satu orang. "Memangnya ada perkataanmu yang bisa kupercaya?" Namun sayang sekali mulutnya langsung berucap dengan mudahnya.
"Terserah Tenn-nii!" balasnya sedikit ketus. Alisnya tertekuk ke bawah sehingga kerutan tercipta di wajahnya. Entah kenapa ia sering kali ngambek belakangan ini hanya dengan perkataan kakaknya yang mengesalkan. Lantas, ia mengecek waktu melalui handphonenya. Manik crimson itu sedikit membelalak ketika mengetahui bahwa waktu berjalan dengan begitu cepat. "Gawat, Iori. Kita akan ketinggalan kelas pertama!"
"Apa?!" Mendelik terkejut, sontak Iori pun melihat jam tangannya. Benar saja mereka akan ketinggalan kelas pertama jika tidak segera bergegas.
Menghela nafas kasar, si surai baby pink mengibaskan tangannya seakan mengusir kedua insan itu. 'Seseorang yang belum lama ini membuatku marah karena lebih memilih Izumi Iori sama sekali tidak peka,' benaknya berwajah datar. "Baiklah, pergilah kalian dari hadapanku."
Sebelum bergegas menuju kampus, si surai merah ini menyempatkan diri dengan memberikan kecupan singkat di pipi putih kakaknya. "Aku berangkat!" pamitnya.
"Tunggu-- Apa yang baru saja?!" Tenn secara refleks menyentuh pipinya sembari menjaga image perfeksionisnya di depan Izumi Iori.
"Itu tanda kepemilikan!" -- Riku
"Huh? Kepemilikan apanya!" -- Tenn
"Bukti Tenn-nii itu milikku!" ujarnya menjulurkan lidah sebagai bentuk pengekspresian atas kemenangannya menggoda sang kakak yang tsundere.
"Kau--! Awas saja nanti!" -- Tenn
...
⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙
.
↺1%
.
↺18%
.
↺35%
.
↺67%
.
↺99%
.
⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙
.
.
.
𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .
.
███▒▒▒▒▒▒▒
.
█████▒▒▒▒▒
.
███████▒▒▒
.
██████████
.
ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!
.
.
.
.
.
╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗
IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF
╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝
Negara yang dikelilingi oleh hamparan laut yang luas itu kini telah memasuki musim semi. Nuansa merah muda menghiasi seisi kota dengan cantiknya. Kelopak-kelopak bewarna pink mulai berguguran dan terbawa oleh lambaian angin. Pemandangan yang sudah 3 tahun lamanya tidak dijumpai oleh pemuda yang sedang merantau di luar negri itu.
Dengan raut wajah sumrigah, ia memandang jalanan dari balik jendela. Matanya yang berbinar-binar sama seperti seorang anak kecil yang mendapat mainan baru. Sebut saja pemuda yang telah berusia 22 tahun ini masih kekanakan. Dikhususkan pada kakaknya saja.
"Hentikan! Sikap ceriamu itu seperti anak kecil," tegur sang pemilik surai baby pink yang tengah duduk dengan anteng di sofa sembari menikmati teh yang baru saja diseduhnya. "Kenapa kau sesuka itu pada sakura?" tanyanya heran.
Berbalik badan menghadap kakaknya sembari, si surai merah membalas, "Karena sakura mengingatkanku pada Tenn-nii." Senyuman terukir di wajahnya, namun sekilas tatapannya menyendu. "Aku benar-benar menyukai kehidupanku yang damai seperti ini!" keluhnya.
Meletakkan cangkir teh tersebut kembali di atas meja, Tenn melambaikan satu tangannya. Mengisyaratkan agar si surai merah datang menghampirinya. "Aku juga menyukai kehidupan yang damai dan tenang tanpa mendengar rengekan pria berusia 22 tahun yang belum sadar umur," tuturnya menyindir.
"Berhentilah menyindirku Tenn-nii!" balasnya tak terima. Walau begitu ia tetap menghampiri dan duduk di dekat kakaknya. Ia bersandar pada empuknya sofa sembari memainkan surainya sendiri.
"Tetapi kau tetap menyukaiku meski banyak menyindirkan?" balasnya. Si surai baby pink melirik adiknya melalui sudut mata. Genap seminggu Trigger dan Riku kembali ke negara asal mereka. Namun, masalah masih belum diselesaikan. "Hey, Riku..."
"Ya Tenn-nii?"
"Jangan bertemu dengan Izumi Iori."
"..."
Terdiam selama beberapa saat, Riku menghela nafas kecil. "Baiklah," begitu jawabnya. Seorang eksitensi yang seharusnya tidak berada di dunia ini. Eksitensi yang telah mengacaukan tatanan dunia, dan itu karena dirinya. "Apa aku terlalu percaya diri jika Iori berbuat sejauh ini karenaku?" benaknya bergumam.
"Yang pasti orang sepertinya itu tidak waras," sahut si surai baby pink. Karena saat ia melihat Izumi Iori, bayang-bayang Kujo Takamasa terlihat. Kedua orang itu mirip, namun tingkat kemurnian mereka berbeda. 'Siapa tau jika dua orang itu berada di jalan yang sama...'
Melihat kerutan di dahi kakaknya, Riku menunjukkan senyum khasnya sebelum berkata, "Jangan khawatir--" Namun ia berhenti berkata sebelum menuntaskan seluruh kalimatnya.
*deg
Sekilas jantungnya terasa berhenti di tempat. Kedua telinganya menjadi tuli ketika suara yang seperti komputer rusak berdengung dengan keras dalam benaknya. Suara disekelilingnya pun tidak terdengar. Hanya sebuah dengungan yang didengarnya.
'Kau milik Idolish7-ku. Jangan mengharapkan masa depan yang merebut nyawa kakakmu itu.'
'Kenapa kau kembali mendesakku?'
Suara itu membuat kepalanya menjadi berdenyut. Namun ia mulai terbiasa dengan hal ini. Seseorang yang berusaha mengontrolnya bukanlah orang yang mudah menyerah. Bahkan kini jam miliknya semakin retak. Entah apa yang akan terjadi jika jam miliknya benar-benar hancur.
'Kau hanya perlu mendengarkanku. Kehidupanmu hanya akan menumbalkan nyawa orang lain.'
Lagi-lagi suara dengungan terdengar dan itu semakin membuatnya merasa pusing. Tidak bisakah ia tenang untuk sehari? Mengapa ia harus berada dalam bayang-bayang yang berusaha menelannya? Frustasi dengan situasi tersebut, si surai merah meremas pakaiannya sendiri. 'Ah... Aku sudah bosan dengan suara menjengkelkan ini...'
Namun kesadarannya kembali ketika tangan hangat itu menutup kedua telinganya. "Kau melamun lagi, Riku...," begitu ujar sang kakak membuat pandangan mereka bertemu. Permata crimsonnya menatap sendu pada sang kakak.
Sementara si surai baby pink hanya bisa memaklumi hal itu. Karena itu sering terjadi pada adiknya. Kondisi dimana sang adik tiba-tiba melamun dengan tatapan yang kosong dan tuli dengan suara di sekitar. "Apa dadamu terasa sesak?" tanyanya khawatir.
Si surai merah menggeleng lantas melingkarkan tangannya pada tubuh sang kakak. "Aku hanya perlu mengisi stamina," begitu ucapnya menduselkan kepala.
"Lalu caramu mengisi stamina dengan menempel padaku?" tanya Tenn tidak habis pikir. Ia membiarkan sang adik berlaku semaunya dan hanya mengusap belakang kepala adiknya dengan lembut.
"Hehe... Tenn-nii itu sumber staminaku!" balasnya tersenyum manis. Senyum manis yang berusaha merayu kakaknya untuk terus memanjakan dirinya.
"Kau benar-benar tidak sadar umur," celetuknya. Kecupan mndarat di dekat permata crimson milik adiknya dengan lembut. "Hanya kau satu-satunya yang berani bersikap manja padaku," ujarnya.
Suara yang mengganggu pikirannya menghilang begitu saja. Sepertinya sang kakak adalah obat yang ampuh untuk dirinya. "Bukankah aku ini terlalu beruntung?" ujarnya. Manik amaranth pink milik kakaknya terlihat begitu tegas namun tersirat kelembutan di sana. "Karena Kujo Tenn yang terkenal sebagai tenshi dingin bermuka dua itu adalah kakakku."
"Para fans Tenn yang dulu juga tidak menduga jika Nanase Riku adalah kembaranku," balas si surai baby pink. Clock eyes milik adiknya terlihat sangat parah. Sepertinya aliran waktu dan takdir sudah berada di ujung tanduk.
"Tentu saja karena kita kembar fraternal." -- Riku
"Juga karena sifatmu yang kekanak-kanakan." -- Tenn
"Haha..." Karena itu semua benar, Riku tidak bisa membantah. Sekali lagi kedua orang ini berkontak mata dengan sepasang clock eyes di sebelah mata mereka. Jam yang akan beresonansi antara satu sama lain. Meskipun miliknya sudah rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi. Tidak ada salahnya untuk bertaruh.
"Untuk kali ini izinkan aku untuk egois," ujarnya menjadi bergumam. Kedua lengan ia lingkarkan pada sang kakak sehingga hidungnya mampu menghirup aroma shampo yang masih membekas di surai kakaknya itu. "Takdir tidak akan merengggut Tenn-nii dariku."
"Hmm..? Tapi aku ini juga milik Trigger," balasnya dengan sengaja ingin menggoda adiknya sendiri. Surai merah yang halus itu dimainkannya. Fakta bahwa dirinya saat ini masih seorang center Trigger tidak berubah. Karena Tenn masih bertekad untuk membuat para fansnya tersenyum. Itu adalah cita-citanya.
"Tidak masalah! Trigger masih ada di zaman ini dan seorang profesional seperti Tenn-nii pasti akan memberikan segalanya demi membuat fans tersenyum dan terhibur. Aku sudah tau itu, karena aku juga dulunya seorang idol," begitu balasnya panjang lebar tanpa memberikan jeda lawan bicaranya untuk membalas. Ia melonggarkan rangkulannya sembari tersenyum kecil. "Oleh karena itu, Iori berusaha menarikku ke masa lalu untuk membuat Idolish7nya menjadi lengkap." Itulah akhir kalimatnya. Inti permasalahan yang belum dibereskan.
"Baiklah... Baiklah..." Sementara si surai baby pink hanya bisa menghela nafas kecil. Rupanya Riku tidak terpancing dengan godaannya. Tumben sekali...
Si surai merah ini sontak meraih tangan Tenn yang berniat menyubit pipinya yang membuat sang kakak sedikit tersentak. "Eitss! Tapi aku tetap akan memonopoli center Trigger!" sahut Riku menjulurkan lidahnya. Kali ini tidak akan ia biarkan pipinya dijadikan korban oleh tangan jahil kakaknya.
"Dasar egois," celetuk Tenn sembari menyisir surai merah yang acak-acakan itu menggunakan jari-jemarinya. "Kau harus memperbaiki sifatmu itu satu per satu. Yah, tapi kau yang sekarang sudah sedikit pintar menilai dan menanggapi keadaan," ujarnya menasehati.
"Memangnya aku pernah terlihat pintar di mata seorang jenius seperti Tenn-nii?" balasnya menggerutu. Melirik jam di sekitarnya, Riku sepertinya harus bergegas sekarang. "Ah...! Aku harus pergi sekarang," ujarnya.
"Katanya tidak mau dekat-dekat dengan mereka?" sindir Tenn tersenyum jahil. Bagaimana perilaku dingin adiknya semasa menjadi boneka Kujo benar-benar membekas di ingatannya. "Siapa ya yang sok dingin pada teman-temannya?"
"Tenn-nii!!!" Kesal dengan sindiran yang mengenai tepat pada dirinya, Riku memukul-mukul kakaknya.
"Ada seseorang dengan tatapan kosong yang berusaha menjauhiku. Dia sangat dingin sehingga sulit untuk didekati. Sampai teman-temannya pun bingung 'ada apa dengannya?' Tiba-tiba saja berubah sifat. Kira-kira siapa ya?" -- Tenn
Karena semua itu tepat mengenai dirinya, si surai merah tidak bisa berkutik. Wajahnya sendiri sudah seperti kepiting rebus. Permata crimsonnya juga berlinangan air mata saking malunya. "Hikss... Tenn-nii jahat bangettttt!!!!!!" racaunya menjauhkan diri dari Tenn. "Bisa ga sih setelah menyenangkan orang jangan menjahilinya?!"
"Ha'i... Ha'i... Jangan menangis nanti tetangga mengira aku melakukan kekerasan," ucap Tenn mendekati adiknya kembali. Jari-jemarinya sibuk menyeka bulir air yang bersarang di pelupuk mata adiknya sebelum jatuh. Tenn berusaha menenangkannya selembut mungkin. "Maaf ya sayang?"
"Bilangnya 'sayang-sayang' biar orang luluh. Tapi tetap saja diulangi lagi. Tenn-nii itu kurang kerjaan atau apa?!" omelnya.
"Baiklah-baiklah! Aku tidak akan menyindirmu lagi. Jangan marah-marah dengan kakakmu ini, ya?" rayunya. Ia memang tidak bisa menang melawan adiknya yang gampang sekali tersinggung alias baper.
"Hmmph... Aku juga... minta maaf....," gumamnya menutup wajahnya sendiri karena malu. "Menurutku bersikap dingin adalah solusi yang tepat waktu itu," jelasnya. Mengingat caranya bertingkah yang berbanding 180° membuat rasa malunya semakin meningkat. "Memalukann....."
"Sebenarnya bagaimana sikap dan tingkah lakumu itu aku tidak peduli," ungkap sang kakak mengusap pucuk kepalanya. Dia memang menyindir untuk menjahilinya, namun sejujurnya Tenn tidak membenci satu pun tindakan adiknya. "Karena mau bagaimana pun kau itu harta karunku."
Menyingkirkan tangan yang menutupi wajahnya sendiri, Riku menyergap Tenn dengan pelukan. "Tenn-nii benar-benar merayuku," gerutunya menyembunyikan wajahnya pada pundak sang kakak.
Menepuk-nepuk punggung adiknya, si surai baby pink ini tertawa kecil. "Sekarang kau sungguh akan terlambat Riku."
"Wah?! Aku terlambat!!" Panik, Riku segera berlarian untuk mengambil tas dan segala macam keperluannya, lantas bergegas untuk keluar.
Namun sebelum itu, ia masih sempat-sempatnya kembali dan memeluk kakaknya sebentar. "Yosh, staminaku full! Aku pergi dulu Tenn-nii!!" pamitnya lari dan menghilang dari jarak pandang Tenn begitu saja.
"Dasar anak kecil..." -- Tenn
.
.
.
Sedari tadi manik obsidiannya menatap telapak tangannya sendiri. Lantas ia mengepalkan tangannya dan menghela nafas dalam. Terkadang ia seperti merasa tubuh yang dihuninya tidak terkendali. Kesadarannya kadang akan hilang sesaat dan diambil alih.
"Sepertinya jiwamu ditolak oleh pemilik aslinya," ujar pria paruh baya itu sembari menaruh foto 2 orang di atas meja. Sesekali ia menatap lelaki bersurai raven yang dipanggilnya kemari.
"Padahal kita sama-sama Izumi Iori. Aku tidak mengerti mengapa aku di masa ini sangat menolakku," balasnya acuh tak acuh. Sebenarnya ia sendiri juga tidak senang berada satu tempat dengan pria tua yang disama-samakan dengan dirinya.
"Memang siapa yang mau tubuh dan kehidupannya dirampas oleh entitas lain?" -- Kujo
Sementara Izumi Iori ini hanya mendengus kecil. Itu tidak salah. Entitas asing yang berasal dari dunia lain sepertinya memang tidak seharusnya merampas hidup orang lain. 'Aku tau aku harus segera kembali... Tapi aku tidak bisa pergi tanpa Nanase-san,' benaknya meremas pakainnya sendiri.
Melihat tampang pemuda yang terlihat sedang terpuruk itu membuat senyum miring terulas di wajahnya. "Bisikkan saja padanya sesuatu yang baik. Aku yakin dia pasti akan menurutimu. Tanda dia yang membiarkanmu di sisinya, pasti karena dia merasa ragu," begitu usulnya. Polaroid dengan foto si surai merah pun perlahan disingkarkannya. "Kau masih punya kesempatan, akankah kau menyerah sekarang bocah yang mirip denganku?"
"Ambil saja boneka rusakku. Aku sudah tidak memerlukannya." -- Kujo
Tatapan tajam ditujukannya pada Kujo Takamasa. "Nanase-san bukanlah bonekamu!" tegasnya. Ingin rasanya ia marah, namun ia memikirkan kembali usul yang diberikan oleh Takamasa.
"Kau dan Tenn sama saja." -- Kujo
'Sial! Jangan samakan aku dengan tenshi jadi-jadian itu!' batinnya menjerit. Sekali lagi ia hanya bisa menghela nafas kecil. "Lebih baik aku pergi jika sudah tidak ada yang ingin kau sampaikan."
"Yah... Jangan terburu-buru. Aku menginginkan Kujo Tenn. Aku tidak akan segan-segan melakukan sesuatu demi mendapatkan ambisiku," tuturnya. Binar mata kehijauannya terlihat menyeramkan, tanpa ada sedikit pun cahaya di dalamnya. Sosok yang tidak kenal rasa kasian, yang tega membuang subjek yang sudah tidak berguna lagi baginya. Seperti Isumi Haruka.
Pria paruh baya dihadapannya ini terlihat menyimpan banyak ambisi besar di benaknya. Bagaimana ekspresi wajahnya sudah menunjukkan rencana busuk yang disembunyikannya. "Aku tidak peduli dengan Nanase Tenn. Apa yang kau rencanakan dengannya itu bukan urusanku," balasnnya. Namun kedua alisnya berkerut sembari menatap Takamasa dengan penuh intimidasi. "Dua orang itu tidak bisa dipisahkan. Oleh sebab itu, pikirkan baik-baik apa yang kau lakukan."
"Kau tidak perlu menasihatiku tentang hal itu. Sedekat apapun mereka, tidak selamanya harus bersama bukan?" -- Kujo
.
.
.
"Riku-kun!" Seseorang melangkahkan kakinya dengan cepat begitu melihat sosok familiar yang dikenalnya. Ia dengan segera menyapanya, membuat si pemilik nama menoleh padanya
"Sogo-san!" sapanya. Sudah cukup lama ia tidak bertemu dengan para ex-membernya, terakhir kali sewaktu ia SMA. "Sudah sekitar 6 tahun kita tidak bertemu bukan?" ujarnya berjalan beriringan dengan si pemilik nama Osaka Sogo, anak dari bos perusahaan FSC yang terkenal.
Sejenak ia hening sembari melihat penampilan dari sosok yang lebih muda darinya itu. "Kau benar... Aku sangat khawatir karena Riku-kun sempat berubah dan tak lama keluar dari sekolah," begitu jawabnya mengalihkan pandangan. Ia hanya merasa aneh dengan sifat Riku yang berubah-ubah.
"Ah itu... Aku kayaknya lagi agak gangguan jiwa hehe," jawabnya dengan enteng dan diakhiri dengan tawa kikuk. Yang dimaksut Sogo mungkin alter egonya. "Tapi sekarang aku baik-baik saja!" lanjutnya menunjukkan senyum khas miliknya.
Langkah dua pasang kaki itu terhenti ketika mereka sampai di depan pintu agensi. Dari sorot maniknya tersirat kelegaan karena Riku yang dilihatnya sekarang sudah lebih baik. "Yokatta... Kau harus terus seperti ini Riku-kun. Jika memiliki masalah jangan enggan untuk bercerita karena aku-- Iee... Kami bersedia mendengar ceritamu," tuturnya sembari menaruh tangannya pada salah satu pundak si surai merah.
Permata crimsonnya sedikit melebar, senyuman terulas begitu saja di wajahnya. "Arigato Sogo-san. Kedepannya aku tidak akan menyiksa diri lagi. Karena aku memiliki kalian semua!" balasnya dengan senyum lebar. Meskipun kehidupannya tidak bisa disebut baik, ia sudah sangat beruntung memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya. "Nah, ayo kita bertemu dengan yang lain setelah sekian lama!" serunya menarik tangan si pemilik manik ungu tersebut untuk masuk ke dalam.
Pintu dibuka dan menampilkan lima orang lainnya yang sedang berdiri dan bergerombol di tengah jalan. "Kenapa kalian tidak langsung masuk?" tanya Sogo terheran-heran. Apa teman-temannya mempunyai hobi berdiri?
"Kami menunggu kalian tau!" jawab si surai hijau lumut, seseorang yang paling tua diantara mereka. Ia hanya mendengus kecil sembari mengisyaratkan teman-teman bungsunya untuk benar-benar masuk kedalam.
Bersama-sama, ketujuh orang itu menuju kantor sang pemilik agensi Takanashi dan dengan ramah Takanashi Otoharu mempersilahkan mereka masuk. Ternyata butuh waktu yang cukup lama untuk bisa mengumpulkan tujuh bintangnya kembali. "Baiklah anak-anak, apa keputusan kalian sudah bulat?" tanyanya tersenyum ramah.
Si surai jeruk itu pun menepuk punggung orang disebelahnya. "Leader kau yang katakan!" ujarnya yang mendapatkan tatapan seakan mengatakan 'Kenapa aku?'.
"Huh..." Dengusan kecil lagi-lagi keluar darinya. Ia sempat melirik pada teman-temannya yang lain, namun tampaknya tidak akan ada yang berucap "Kenapa kalian selalu mempersulit onii-san ini?" keluhnya hanya bisa mengalah. "Sebelumnya kami berterima kasih atas kesabaran sachou menunggu keputusan kami. Sebagai leader saya mewakili bahwa kami bertujuh menerima tawaran untuk debut sebagai idol dibawah agensi Takanashi," ujarnya formal.
Izumi Mitsuki menimpali, "Meskipun kemampuanku belum seberapa. Aku akan berjuang, karena menjadi idol adalah mimpiku!" Ia mengepalkan tangannya erat sebagai bentuk tekadnya.
"..." -- Izumi Iori
"Kalo aku sangat percaya diri dengan tarianku. Tapi aku juga akan berusaha!" sahut si bongsor ikut mengepalkan tangannya didepan dada setelah melihat semangat teman-temannya yang lain.
"Tamaki-kun..." Sogo hanya bisa bersweatdrop menanggapi kelakuan bontot mereka yang maniak pudding itu. "Terima kasih karena telah memberi kami kesempatan. Aku akan berjuang sekuatnya!" ujarnya.
"Ouhh! Ganbarimasu!! Aku akan memikat para lady dengan pesonaku!" ujarnya penuh percaya diri sembari mengibaskan poni rambutnya. Rupanya pangeran negri dingin ini sangat memanfaatkan kelebihannya.
"Maafkan aku karena banyak membuat masalah. Tawaran dari sachou-san awalnya membuatku ragu. Tapi aku akan menerimanya!" ungkap si surai merah. Karena mau bagaimanapun dialah yang paling lama memutuskan untuk ikut bergabung. Ia merasa ragu karena jalan yang dipilihnya mungkin akan membawa takdir yang sama datang mendekat.
"Yosh! Aku hargai semangat kalian. Kedepannya kalian akan bekerja keras. Jadi aku sebagai sachou akan berusaha untuk mendukung kalian dan membuat nama kalian bersinar," begitu ujarnya sekaligus sebagai sambutan. Otoharu berdiri dari duduknya dan dengan senyuman yang masih tertera ia berkata, "Selamat datang di agensi Takanashi, Idolish7!"
.
.
.
Setelah sambutan sederhana dilakukan, ketujuh orang yang resmi menjadi member Idolish7 itu berkumpul bersama untuk bercengkrama. Mengingat sudah lama mereka tidak bertemu, membuat suasana menjadi ribut. Ribut? Tentu karena mereka pasti saling adu debat. Reuni mereka mungkin agak lain, tapi ini ciri khasnya. Persentase perdebatan menandakan seberapa akrabnya mereka.
"Magical Cocona is the best desu! Aku merekomendasikan eps 7!" sahut Nagi sembari memamerkan DVD Coconanya.
Sementara Riku hanya bisa menanggapi dengan sabar setiap celotehan Nagi. "A..hahaha... Baiklah Nagi..."
"Ta-kun, Rikkun! Aku rindu kalian!!!" rengek pemuda yang seharusnya memiliki image kalem dan dewasa. Namun sayangnya kekalemannya itu menghilang ketika ia meminum alkohol. Dengan langkah yang linglung, Sogo menarik dua orang itu dalam pelukannya.
"So-chan mabuk! Sudah kubilang jauhkan alkohol darinya!" Tamaki hanya bisa berteriak pasrah ketika pelukan Sogo begitu eratnya sampai ia merasa tercekik.
Si surai merah juga hanya bisa pasrah dengan perlakuan Sogo. Alkohol sungguh dapat membuat kewarasan orang menghilang seketika. "Sogo-san... Aku gamau mati muda...."
Dengan segera Sogo melepas pelukan kuatnya. "Tidak! Jangan mati muda Rikkun!!" Ia menggoyang-goyangkan tubuh si surai merah dengan bulir-bulir air mata yang malah mengalir keluar.
"Eh? Kok malah nangis? Aku bercandaa!!" -- Riku
"Maaf Rikkun. Berjuanglah lolos dari So-chan....," ujar Tamaki yang tau-tau sudah menjauh 1 meter ketika ia berhasil lolos. Dia sangat anti dan ngeri dengan Osaka Sogo saat mabuk.
"Haha! Sogo sangat menyukai Riku ya," sahut Mitsuki. Wajahnya terlihat semerah tomat walaupun ia tidak sebrutal Sogo saat mabuk. Ia hanya tersenyum kecil melihat teman-temannya yang begitu berisik namun juga ada perasaan nostalgia.
"Aku menyukai kalian semua!" balas Sogo menyeka air matanya sendiri. Tak lama senyum lebar tercipta di wajahnya sembari tetap memeluk Riku tanpa ada niatan untuk melepaskannya.
Wajah si surai merah benar-benar terlihat pasrah. Ia membiarkan Sogo memeluknya dan terus mengoceh menggantikan Nagi. Lantas ia menoleh pada leadernya yang tidak duduk jauh darinya. "Yamato-san tolong aku..."
"Maaf Riku. Mustahil...," jawabnya cepat. Sekaleng bir itu diteguknya, entah sudah kaleng yang keberapa. Ia juga merasa kasian tapi mau bagaimana lagi.
"Osaka-san, tampaknya Yotsuba-san ingin dipeluk olehmu," sahut si surai raven menghampiri mereka dengan membawa sebotol bir yang masih utuh.
"Eh? Benarkah?" Mendengarnya sontak membuat Sogo melepaskan Riku dan berganti mangsa. "Ta-kun kemarilah! Onii-chan akan memelukmu dengan senang hati!"
"Hah?!!! Tidak!! Iorin bohongg!!!" -- Tamaki
"Kemarilah, tidak usah maluu!" -- Sogo
"TIDAKKK!!!!" -- Tamaki
"Wow... Rasa sayang Sogo besar banget..." -- Nagi
Izumi Iori selaku orang yang membuat Tamaki menjadi tumbal, tanpa berdosa sedikit pun ia bertanya, "Nanase-san tidak minum juga?"
"Ah, Tidak. Aku tidak suka--"
Namun sebelum sempat menuntaskan perkataannya, Iori menuangkan bir pada gelas yang dipegangnya. "Chotto-- Iori..!" Gelasnya yang berisi penuh dengan alkohol itu pun membuat busanya meluap keluar. "Duh.... karpetnya jadi basah kan....," keluhnya. Baju dan karpet telah menjadi korban dari alkohol.
Berdiri dari duduknya dan meletakkan segelas alkhol tersebut di atas meja, Riku berniat untuk mencuci ujung bajunya. Karena bisa repot jika ia sampai di rumah dan kakaknya bertanya macam-macam.
"Riku mau ke mana?" -- Mitsuki
"Oh tidak, aku hanya mau ke toilet sebentar..." -- Riku
Melihat center kesayangannya berjalan keluar, si surai raven pun membuntutinya. "Aku ikut--"
"Untuk apa?" -- Riku
"Ada yang ingin kusampaikan." -- Iori
"Terserahlah..." -- Riku
.
.
.
Alasan untuk membersihkan baju pun dimanfaatkan si surai raven untuk berbicara serius dengan Nanase Riku. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi agar si surai merah menerima ajakannya.
"Berapa kali pun kamu memaksaku kembali bersamamu, aku akan menolak!" tegasnya menghentikan langkahnya dan berhadapan sejajar dengan pria bersurai raven itu. "Bukankah ini saatnya kamu pergi meninggalkan tubuh Izumi Iori di masa ini? Jiwamu semakin pudar," tuturnya. Sejujurnya ia sedikit terganggu karena dapat melihat hal yang tidak bisa dilihat orang biasa.
Mengernyitkan dahi, Iori meremas pakaiannya sendiri. "Itulah sebabnya aku harus cepat!" balasnya frustasi. Fakta bahwa ia tidak bisa asal menarik center kesayangannya kembali bersamanya terjadi karena pengaruhnya yang berkurang. 'Nanase Tenn sangat menyusahkan,' benaknya.
Merasa kesal dengan obsesi yang membuatnya merinding, dengan marah si surai merah membalas, "Kau tetap memaksaku walau tau seberapa menderitanya aku di duniamu?! Aku tidak sanggup menari di atas telapak tanganmu!" Ia mengepalkan telapak tangannya sendiri. "Kujo yang memungutku selama ini telah merusakku dan kau terus mengontrolku! Tidak bisakah kalian membiarkanku hidup normal?!"
"Aku menyesal tidak bisa menolongmu dari Kujo Takamasa! Tapi apa kau sendiri tidak bisa mengerti perasaanku?!" bantahnya tidak terima. Mengapa ia harus kalah dengan Tenn? Apa karena ia hanya eksitensi biasa? Padahal ia berusaha sekeras ini demi center Idolish7. Ia ingin menjaga Idolish7. "Aku mempertahankan Idolish7 demi kau juga! Bukankah kita semua sangat menyayangi Idolish7?" tanyanya.
Permata crimsonnya menatap dengan sendu sosok itu. Dia benar-benar sangat frustasi. "Iori... Idolish7 di masamu sudah berakhir," lirihnya. Mau sekeras apapun dia mempertahankannya, apa yang sudah berakhir akan tetap berakhir. Tatapan yang tertuju padanya terlihat kosong. 'Ternyata menerima fakta sesulit ini...,' pikirnya.
"Apa tidak masalah berakhir?" tanyanya lirih. Ia menjambak surainya sendiri. Bibirnya terasa keluh untuk kembali berucap. "Jika Idolish7 berakhir, semuanya hanya akan jadi kenangan yang akan dilupakan oleh masyarakat..."
Memejamkan matanya sejenak, si surai merah mengulas senyum sendu. "Iya. Kita di masa lalu akan segera dilupakan," jawabnya menegaskan kalimat dari Iori sendiri. "Tapi kita bisa memulainya di lembaran yang baru kan? Bersama keenam member di dunia ini, kami akan menciptakan Idolish7!" ujarnya menampilkan sorot mata yang begitu tegas. "Kamu cukup menikmati kehidupanmu. Biar aku yang melanjutkan keinginanmu."
"..." Jiwanya yang semakin memudar menandakan jika waktunya didunia di mana Nanase Riku lahir akan segera menghilang. Perkataan orang itu selalu dapat membujuk dan menenangkan dirinya. Obsesi yang begitu besar telah mengambil kewarasannya. Dengan tatapan kosong, ia tersenyum sendu dan berkata, "Ah... Jadi inilah yang dinamakan kekalahan..."
"Iori..."
Sosok si surai raven terlihat begitu lega. Entah apapun alasannya, ia hanya merasa lega dari dalam lubuk hatinya. Kekalahan yang harus diterimanya menjadi solusi yang paling tepat baginya. "Cukup terima saja adalah hal yang sulit bagiku," ungkapnya. Sesaat binar kembali dimatanya bersamaan dengan senyuman yang senantiasa menemani. "Nanase-san maafkan aku dan terima kasih...."
Si surai raven ini berbalik, ia menolehkan kepalanya dan untuk yang terakhir kalinya ia berkata, "Kau adalah eksistensi yang sangat berharga bagiku. Berjanjilah kau akan hidup normal..."
Kini perasaannya semakin tidak terkontrol. Ia akan kehilangan salah satu sosok berharga dalam dirinya. Mereka ada di tempat dan waktu yang berbeda. Namun ia tidak boleh menunjukkan ekspresi buruknya. "Baiklah! Kau juga harus berjanji padaku Iori!" balasnya memberikan senyum terbaiknya.
Ini akan menjadi senyuman terakhir yang dapat dilihatnya. Melihatnya saja cukup mengundang senyuman turut terukir diwajahnya. "Ya..."
'Baiklah. Karena aku dalam mood yang baik, aku akan membantumu Tenn-san.' -- Iori
.
.
.
[ To be continue ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro