Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Antagonis Sesungguhnya

'Ambilah keputusan yang benar,

Jika dirimu tidak ingin kehilangan lagi'

'Pilihlah dengan baik karena jika salah...

Kamu akan benar-benar kehilangan belahanmu'

'Saa... pikirkan ini baik-baik, Nanase Riku'

"Kau akan ikut denganku atau tidak?"

...

⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙

.

↺1%

.

↺18%

.

↺35%

.

↺67%

.

↺99%

.

⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙

.

.

.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

.

███▒▒▒▒▒▒▒

.

█████▒▒▒▒▒

.

███████▒▒▒

.

██████████

.

ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!

.

.

.

.

.

╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗

IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF

╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝

"Tenn-san." Riku memanggil kakaknya seperti itu. Ia bisa mendapati raut terkejut dari kembarannya.

"Kenapa memanggilku begitu?" tanya si surai baby pink sedikit mengerutkan alisnya. Sepertinya ia merasa kesal tanpa disadari. Ia juga merasa aneh dengan panggilan tersebut.

"Apanya yang kenapa? Sejak bertemu di SMA, aku memanggilmu seperti itu kan?" balasnya. Tapi itu bukanlah jawaban yang tepat menurut Tenn.

Bayangan sosok Riku terpantulkan melalui manik amaranth pinknya. Pemandangan Riku yang nampak tenang saat ini, seperti dirinya. Benar, Tenn merasa Riku semakin mirip dengannya. "Kenapa?" tanyanya sekali lagi. Setidaknya ia harus mendapat jawaban yang memuaskan.

"Kau dan aku hanya berbeda beberapa menit. Dan aku... Sementara ingin seperti ini..." Kepalanya tertunduk tak berani menatap lawan bicaranya saat ini. Menyusun kata-kata yang tepat saja membutuhkan waktu yang lama.

"Bukan berarti aku ingin menjauhi Tenn-san, hanya saja...." Ia mengepalkan tangannya dengan kuat sehingga bekas kuku tercipta di telapak tangannya. Ia menautkan jari telunjuknya pada jari Tenn. "Ini membuatku kebingungan... Kumohon mengertilah," ujarnya lirih.

'Apa saat kita memutuskan hubungan saudara kembar ini, akankah... kau akan aman?'

'Bila kita tidak saling mengenal, apakah kau akan baik-baik saja?'

"Baiklah," jawab Tenn setelah menarik nafas panjang. Ia tidak ingin menjawabnya dengan 'baiklah' atau 'ya'. Sejujurnya ia enggan untuk mengucapkannya. Karena hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa diberikannya pada orang lain. Maksutnya... Panggilan 'Tenn-nii' yang hanya ingin ia dengar dari Nanase Riku seorang.

Bibirnya terasa keluh, namun sebisa mungkin ia memahami perasaan Riku dan menerimanya. Tenn harus bersabar sama seperti Riku yang tidak lelah memikirkannya selalu meskipun ia selalu menyakitinya di masa itu. Tenn harus pandai menganalisis situasi. 'Berapa lama aku harus sabar?'

"Arigato Tenn-san," balasnya

"Tapi kau ingat dengan taruhan kita kan?" tanya Tenn. Dapat ia rasakan kini tangannya dipegang erat oleh sang adik.

Menghela nafas kecil, si surai merah melepaskan tangan sang kakak. Ia memilih menutup kedua maniknya sembari mengukir senyuman di wajahnya. "Uhm, aku ingat."

'Itu tidak akan terjadi kan? Tidak mungkin Kujo menyentuh salah satu dari kami?'

Tenn menyunggingkan senyum di bibirnya. "Siapa yang tau kan."

'Kau terlalu polos Riku, karena itulah aku menjadi khawatir'

.
.
.
.
.

"..."

Riku merasa sedikit terganggu dengan tatapan seseorang. Rasanya seperti tertekan karena diawasi terus-menerus. Memilih menanggapi, Riku bertanya, "Kenapa lihat-lihat?"

"Karena aku punya mata," jawab si surai raven. Jawabannya tidak salah sih. Tapi bukan itu jawaban yang diinginkan oleh si surai merah.

Menutup buku yang dibacanya karena dirasa sudah tidak minat, Riku menatapnya dengan dingin. Tentunya, Nanase Riku yang satu ini sedang cosplay menjadi kulkas 10 pintu.

Cosplay ya, karena dia memang 'Riku' yang asli.

Sejak kapan Riku ada yang asli dan kw? // plak

Maksut author, Nanase Riku digambarkan punya dua kepribadian tapi dia tuh ga sadar. Mau dibilang alter ego ya bisa sih-- Tapi versi yang negatif tuh, sosok 'Riku' yang terbentuk akibat kerasnya kehidupan yang ia jalani termasuk penyiksaan si tua bangka. Dan separuh chapter book ini menceritakan kisahnya tapi dalam mode 'Riku' jahat.

Singkatnya, alasan Riku author buat berubah-ubah itu kenapa? Ya tentu biar Tenn ngenes + readers bingung-- // plak.

Author tuh pengen buat Riku tuh kek broken² lah. Jadi dia tuh agak rusak otaknya, konslet gegara disakitin mulu sampe pegel. Jadinya 'Riku' punya kepribadian jahat deh.

Dan sosok dirinya yang asli kek tenggelam. Karena dia udah lama sok kuat dan bertingkah kek orang lain. JADI dia lupa tuh sama sosok asli dirinya. NAH makannya author deskripsiin Riku tuh tenggelam. Mudeng?

Sekian penjelasan author yang acak-acakan. Moga aja ngerti, wkwk // salam author.

// Lanjot

.
.
.
.
.
.

"Kenapa kau mengikutiku kemana-mana? Seperti stalker," tuturnya.

"Kenapa ya?" Iori membeo dengan nada suara yang dimainkan. Manik miliknya menatap lekat seakan ingin menjerat lawan bicaranya. "Aku ingin menangkap bintang dan mengontrolnya agar bisa bersinar," ujarnya serius.

"Hah?" Mengernyit heran, si surai merah berpikir bahwa mungkin saja Iori ingin memegang kendali atas dirinya sama seperti di masa lalu dan tentu menjadikannya sebagai superstar. "Kau tidak pernah gagal. Bahkan merebut posisi 'nya' tanpa kusadari," gumamnya, entah kenapa terlihat sendu.

"Saat itu aku merasa seperti boneka yang bergerak jika seseorang memainkannya."

Iori sedikit memajukan tubuhnya bersaman dengan telinganya yang bekerja lebih keras untuk menangkap suara samar-samar. "Maaf, aku tidak dapat mendengarmu."

"Apa maumu?" tanya Riku to the point. Ia tidak ingin basa-basi lagi dan tidak ingin mengambil langkah yang sama seperti dulu. Ia tidak ingin dikontrol, ia ingin menjadi burung yang terbang bebas di angkasa.

"Kenapa kau tiba-tiba berubah?" tanya Iori. Ia mengetuk-ngetuk permukaan meja menggunakan jari-jemarinya secara berirama. "Menurutku itu aneh. Nanase-san yang kukenal adalah orang polos dan ceroboh. Memiliki kepribadian ceria dan kau pandai memikat orang lain. Tapi entah sejak kapan kau berubah jadi orang asing. Seperti memaksakan dirimu menjadi orang lain."

Ia meneguk liur setelah mendengar penjelasan panjang lebar itu. 'Ini dia! Analisis siswa SMA yang tidak pernah gagal,' batinnya tertohok, mendengar kalimat terakhirnya. "Lalu?" Ia kembali bertanya.

Menghentikan ketukan jemarinya, si surai raven tidak melepas pandangannya. Dia betul-betul sedang menganilisis orang di hadapannya. "Alasanmu berubah apa mungkin berkaitan dengan Tenn-san? Sejak kau akrab dengannya, rasanya Nanase-san mulai berubah. Apakah 'Nanase Tenn' ada hubungan denganmu? Semacam rahasia yang tidak kuketahui?"

'Orang yang terlalu pintar dan peka itu menyusahkan ya...' Pada akhirnya pun ia mengalihkan pandangan, melepas kontak mata yang seakan sedang mengorek informasi darinya. "Aku pikir aku harus mengatakannya."

"Mengatakan apa?"

"Selama ini, kau terlalu ikut campur dalam kehidupanku Iori," ucapnya. Senyum kecil ia tunjukkan, mengurangi ekspresi dinginnya. Riku memang menjadi kekanak-kanakan di depan orang lain. Tapi sejujurnya ia kan sudah dewasa. Di saat sendiri ia terlihat begitu tenang dan kalem.

"Nanase-san, apa yang kau bicarakan? Aku hanya ingin yang terbaik untukmu!" tegas Iori. Apakah ia ikut campur? Biar saja, karena itulah cara terbaik yang bisa Iori lakukan.

"Aku tau jika kamu khawatir. Tapi kuharap kau tau batasanmu Iori. Ada hal yang boleh dan tidak boleh kau campuri. Dan juga ada posisi yang bisa dan tidak bisa kau gantikan. Aku bukan anak kecil yang harus dikontrol," balas Riku. Semua unek-unek yang disimpannya di masa lalu kini diungkapkan.

"Nanase-san...?"

"Hah... sudahlah. Aku hanya melantur."

.
.
.

'Aku lelah... Sangat lelah...' Dalam batin ia mengeluh. Kepala ia taruh dengan beralaskan kedua tangan yang ia silangkan di atas meja. 'Ga Iori ga para cewek semua sama aja T__T'

"Aku mau istirahat tolong..." Si surai merah dengan bebas mengeluh. Beruntung sekali kelas sepi, jika tidak aibnya terbongkar sudah.

Kok sepi? Ya, karena sudah sore. Siswa nya sudah pada balik ke asrama masing-masing. Cuman tadi Riku dicegat siswi-siswi. Maklum populer --// author sujud di depan foto husbu.


Sekarang ia dalam mode mager, malas gerak. Untuk sementara dia mau merehatkan diri sebentar di kelas, lalu kembali ke asrama. Hal itu juga dapat membatunya terhindar dari kumpulan hal-hal merepotkan yang menguras energi.

"Aku merasa seperti ada seseorang yang sedang mengawasiku..."

'Aku harap tidak terjadi hal buruk.'

'Mana mungkin... Situasinya kan sudah terkendali,' benaknya menyingkirkan segala pikiran negatif. Sekali-kali ia harus berpikiran positif.

'Aku ingin mimpi indah...' Ia berharap seperti itu sebelum kesadarannya berpindah menuju alam mimpi. Fisiknya sudah sangat lelah untuk menghadapi realita yang begitu keji.

.
.
.
.
.

Kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan permata crimsonnya secara bertahap. Ia berkedip selama beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya sekitar dengan indra penglihatannya. Dan ia merasa sedikit aneh kala menggerakkan salah satu tangannya. Saat ia menoleh, dirinya mendapati selang infus yang terpasang di pembulu darahnya.

'Ah, benar. Aku sedang dirawat inap,' begitulah kesimpulannya.

(Pixiv)

Lantas, si surai merah mengalihkan pandangannya pada sosok lain yang berada di dekatnya. Setia menemani setiap waktu tanpa kenal lelah dan bosan.

Namun ia kaget ketika melihat wajah kakaknya dipenuhi air mata. Manik amaranth pink itu menunjukkan binar sendu sembari menatapnya. "Eh... Tenn-nii?"

Menyembunyikan wajahnya, anak kecil yang dipanggil 'Tenn-nii' itu masih meremas kain sprei yang melapisi ranjang rumah sakit. "Te-Tenn-nii kenapa?" tanya Riku kelabakan. Tangan mungilnya yang bebas dari infus mencoba meraih tangan kakaknya.

Membiarkan sang adik menyentuh punggung tangannya, Tenn akhirnya berani mengangkat kepalanya. "Dasar Riku! Selalu saja bikin panik!" tegurnya.

"Gomen..." Si surai merah kecil memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia merasa tertekan melihat air mata yang memenuhi wajah kakaknya, terlebih faktor penyebabnya adalah Riku sendiri. Tentu ia merasa bersalah telah membuat orang-orang khawatir.

Menaiki kursi untuk dapat menyamakan tinggi badannya dengan posisi ranjang, Tenn mencubit pipi yang menjadi sedikit tirus itu. "Jangan alihkan pandanganmu," pintanya.

"Aw! Tenn-nii!" Sedikit meringis, kepalanya refleks kembali menoleh. Ia menangkup pipinya sendiri, melindunginya supaya tidak dicubit lagi. "Tenn-nii masih bisa iseng!"

"Salah sendiri punya wajah im-- anak kecil!" balasnya berusaha mentowel pipi adiknya.

"Ehe~ Maaf karena aku imut~"

"Masih bisa bercanda rupanya"

Riku merengek karena kesal, "Aaaahh!! Tenn-nii!!" Ia hanya bisa memegang pergelangan tangan kakaknya untuk menghentikan kejahilannya. Tapi apa dayanya, tangan Tenn ada dua. Apalagi pergerakannya menjadi terbatas. Bisa-bisa selang infusnya lepas atau parahnya Riku berguling jatuh dan mencium ubin. -- // author tertampol

"Eits-- jangan banyak gerak!" larang Tenn. Demi keantengan adiknya, dengan berat hati ia menghentikan kejahilannya karena gemas.

"Makannya Tenn-nii jangan jahil!!"

"Iya iya"

Si surai baby pink itu tersenyum sendu. "Kenapa harus kau," gumamnya. Melihatnya berbaring di sana dengan mengenakan selang infus itu sungguh menyayat hati. "Kenapa bukan aku?"

Terkekeh kecil ketika mendengarnya, Riku kecil tersenyum manis di hadapan kakaknya. "Kalo Tenn-nii yang sakit, nanti siapa yang merawatku?" tanya Riku berkedip selama beberapa kali dengan memasang muka imutnya.

Sentilan mendarat di dahi sang adik. "Sadar umur Riku." Ia menggeleng heran melihat tingkah sang adik yang begitu kekanak-kanakan.

Tertawa kecil untuk kedua kalinya, si permata crimson kecil ini tetap setia mempertahankan senyum manisnya. "Aku tidak menyesalinya," ujarnya.

"Ya?"

"Aku lega karena akulah yang mendapatkannya," ucapnya lagi. Permata crimsonnya menatap cukup lama pada iris amaranth pink itu. Seperti ia sedang menerawang sesuatu. "Aku sudah cukup puas dengan Tenn-nii yang selalu menemaniku bahkan menangis untukku."

Sepertinya si surai baby pink itu 100% tidak setuju dengan pernyataan adiknya. Ia berkomentar, "Tidak, aku... aku ingin rasa sakit Riku dibagi dua denganku."

"Kenapa harus kau yang menderita? Kenapa harus selalu memilihmu?"

"Aku ingin melakukan sesuatu walaupun hanya setengah."

.
.
.

"Tenn, Riku jangan jauh-jauh mainnya!" Sang ibu menegasi putra kembarnya agar tidak bepergian terlalu jauh di alam bebas seperti ini. Takutnya si kembar tersesat dan tidak bisa pulang. Jika itu Tenn, ibunya tidak perlu khawatir. Tapi Riku yang ceroboh perlu diawasi dengan ketat. Tapi tetap saja yang namanya seorang Ibu pasti mengkhawatirkan putranya.

Sang ayah turut berdiri di samping ibu mereka dengan memberikan pesan, "Kalian saling menjaga ya! Jangan sampai terpisah!" Lambaian tangan diberikan oleh sang ayah sebagai penghantar kedua putranya yang hendak berkeliling di sana.

"Ha'i!!" balas si adik kembar dengan bersemangat. Energinya seperti meluap-luap hari ini, mana mungkin tidak? Setelah sekian lama, keluarga Nanase kini sedang liburan! Waktu yang dinantikan-nantikan olehnya.

Sementara si kakak kembar hanya bisa mengulas senyum, melihat adiknya yang begitu ceria. Berjalan diantara pepohonan dengan diiringi nyanyian kecil serta ocehan yang tiada hentinya. Hari-harinya yang tidak tenang entah kapan akan berakhir.

"Nananana-- waahhh--!!" Tidak lama setelah itu ada sebuah gundukan batu yang menyandung langkahnya, memecah senandungan rianya.

Tubuhnya terhuyung dan hampir saja terjatuh ketika sang kakak tidak sigap untuk menahaninya. "Berhati-hatilah, Riku ^^" Dengan wajah penuh senyuman, Tenn memegang pergelangan tangan Riku sebagai upaya untuk menolong adiknya.

"Hik-- Se-senyuman itu membuatku takut," ujar Riku memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan maut dari kakaknya.

Menghela nafas lelah, Tangan Riku dilepaskannya. Memilih melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan yang dipenuhi kehijauan. Dedaunan melambai-lambai dengan berirama, mengikuti arah datangnya angin. Semilir angin yang berhembus pun terasa lembut dan hangat saat menyapu permukaan kulit.

Mempercepat langkahnya untuk menyusul Tenn, Riku memanggil kakaknya dengan nada melas, "Tenn-niiiii jangan marah ya!!"

"Ya."

"Tenn-niiii liat Riku dong," pintanya menggoyangkan-goyangkan sebelah tangan Tenn yang diraihnya barusan. Namun apa dayanya, sang kakak tiba-tiba membalasnya dengan singkat. Riku itu tidak suka dibegitukan.

"..."

"Hnmm..." Bibirnya tertekuk ke bawah, sepertinya ia membuat Tenn menjadi risih dengan tingkah lakunya yang seperti anak kecil. Ia berhenti mengikuti Tenn serta tidak lagi memegang tangan kakaknya. "Gomen, Tenn-nii. Sepertinya aku sudah kelewatan," tuturnya membuang nada manjanya.

Ia memberhentikan langkahnya juga karena orang yang mengikutinya berhenti. Kepala ia tolehkan untuk mengetahui keadaan sang adik. Di sana, Riku sedikit memundukkan kepala. Bahkan ia tidak lagi menggunakan suara manja atau merengek.

"Bertingkah seperti anak kecil dan manja, benar-benar memalukan bukan? Dan seharusnya aku tidak boleh seperti ini. Karena telah menyusahkan, gomen," katanya. Jiwa yang telah berumur itu menyadari tingkah lakunya yang tidak tau malu karena caper.

'Pantaskah aku hidup bahagia setelah sempat merebut hidupmu, kebahagiaanmu?'

"Aku sangat egois kan? Ya, memang beginilah aku. Sangat tidak menghargai sama sekali," ujarnya tersenyum pahit. Ia menyesal. Menyesal karena menjadi beban bagi orang tersayangnya. Menyesal karena dirinya tidak tau diri. Kata 'menyesal' selalu terlintas di benaknya dalam berbagai hal.

'Bagaimana mungkin aku bisa bersenang-senang ketika hidupku kemungkinan mengambil nyawa kakakku sendiri?'

'Si kakak kembar merelakan nyawanya demi adik kembarnya sendiri, sungguh ironis.'

Menyesakkan, menakutkan, ini sungguh menyakitkan. Membayangkan sebuah tragedi yang mungkin akan terjadi dalam kurun waktu dekat. Tragedi yang terus berulang hingga kesekian kalinya mereka terlahir.

Kedua telapak tangannya mengepal kuat sehingga ujung jarinya menjadi putih. Dia tidak ingin menangis, menangis tidak memberikan solusi apapun padanya. "Aku sungguh menyayangimu, Tenn-nii. Tidak peduli berapa kali sudah kukatakan," gumamnya.

Iris crimsonnya menyendu. 'Lalu, sebenarnya apa yang kuharapkan?'

"Uhn. Aku tau," balas si surai baby pink mengusap pucuk kepala adik kecilnya. "Karena itu aku ingin mengganti waktu yang sempat hilang," katanya menarik tangan adiknya.

"Bukan sebagai hantu, bukan sebagai rekan bisnis, bukan sebagai rival... Kali ini saja...

Aku ingin memegang status sebagai Nanase Tenn, seorang kakak."

"Sudah kubilang bukan? Jika waktu dapat diputar ulang, aku akan kembali padamu."

.
.
.
.

Lampu sirine polisi menyala dengan warna kemerahan terang yang terus berkedip. Kerumunan orang-orang mengerubungi tempat kejadian sambil saling berbisik dan mengambil gambar. Para polisi bertindak semampu mereka untuk menyelamatkan penumpang dalam mobil yang remuk itu. Api berusaha dipadamkan sedikit demi sedikit.

Dan dalam prosesnya, sesosok anak kecil menjerit dengan histeris ketika mendapati keluarganya diambang KEMATIAN. Ia sangat takut, tubuhnya sudah gemetar tak karuan disertai oleh air mata yang turun dengan derasnya. Sampai-sampai ia tak bisa merasakan tubuhnya sendiri saking ngerinya.

Anak kecil itu terus meronta-ronta kala satu polisi menahannya supaya tidak mendekat. Sungguh sial, karena tubuh kecilnya tak mampu menerobos pertahan polisi yang memiliki tubuh orang dewasa.

"Nak, kami akan berusaha menyelamatkan orang tuamu. Jadi tolong tunggulah dengan sabar," kata Pak Polisi itu.

"TIDAK! ADIKKU! SELAMATKAN ADIKKU DULU! DIA PUNYA PENYAKIT ASMA! KUMOHON!!!" teriaknya. Pasti orang-orang yang dengar akan mengiranya kurang ajar, tapi Ia sudah tak peduli lagi.

"ADIKKU SEDANG TERSIKSA DI SANA!!! BIARKAN AKU PERGI!!"

"Tidak! Itu berbahaya nak!" tentang Pak Polisi.

Giginya menggertak bahkan kepalanya terasa sakit seperti ingin pecah. Lebih baik dirinya ikut terbakar di dalam sana, dari pada menyaksikan pemandangan yang mengenaskan ini untuk kedua kalinya.

Namun, harapan kecilnya menjadi sirna ketika api semakin melahap mobil itu dan menyita pandangannya. Samar-samar suara polisi juga terdengar pasrah, "Sepertinya tidak bisa diselamatkan. Saya tidak yakin anak di dalam masih hidup."

*deg

Jantungnya seakan berhenti berdetak, tubuhnya terasa dingin, bahkan pernafasannya menjadi tersengal. Iris amaranth pink itu menjadi kosong.

"RIKU! RIKU!" raungnya di tengah keputus-asaan sembari menahan tubuhnya agar tetap berdiri.

"Jangan bercanda... Kenapa... Apa salahmu?! Kenapa harus kamu?! Kenapa bukan aku?!" isaknya.

Para polisi nampak mundur perlahan, menjauhi mobil yang terbakar itu.

Kedua penglihatannya memburam, raut wajahnya berubah menjadi datar. Terlihat seperti cangkang kosong tanpa binar cemerlangnya. 'Untuk apa aku hidup jika kembaranku telah pergi?'

Tepat setelah itu, kedua jalur pandangannya menghitam dan ia tak mampu mendengar suara-suara bising itu lagi.

.
.
.

Dan saat terbangun, ia berada di tempat yang asing. Ruangan serba putih dan tercium bau obat di mana-mana. Ia terlihat kebingungan ketika terbangun dan menurut penjelasan pria berjas putih, kesimpulan yang dia dapat yakni namanya adalah Tenn. Marganya tidak diketahui karena Tenn ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Di tempat yang sangat dekat tapi tidak disadari oleh orang-orang di sana, sosok itu memandangnya dengan lekat. Bibirnya sedikit tertekuk ke atas.

'Ini yang terbaik untukmu, Nanase Tenn-san.

Supaya kau tidak menghalangiku di kala aku membawa dia pergi'

'Dan sepertinya takdir kalian mendukungku.'

Sosok itu membungkukkan badan 90° lantas menghilang bersamaan dengan hembusan angin malam yang dingin. Seakan sosok itu tidak pernah hadir di sana.

Di samping itu, sebuah kalimat terus membayangi benak Tenn dan ia seperti memiliki sebuah kewajiban.

'Aku menyayangimu ****, kelak di masa depan aku pasti akan menemukanmu.'

.
.
.
.

(Pinterest)

Sinar keoranyean itu mengusik tidurnya, dengan terpaksa ia membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit. Kedua iris crimsonnya sedang beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tepat saat ia mengangkat kepalanya, ia tersenyum kecil.

"Astaga, sejak kapan Tenn-san ada di sini?" tanyanya.

"Entahlah itu rahasia."

"Ehhh.... Kenapa main rahasia-rahasiaan sih?"

"Apa kita sedekat itu sampai harus tau hal masing-masing?"

Senang sekali dalam lubuk hatinya ketika mendapati sang kakak. Rasanya seperti benar-benar menebus waktu yang dulunya hilang. Apakah ia bisa merasakan serunya satu SMA dengan kakaknya? Itulah yang selalu terpikirkan dalam benaknya.

"Bukankah kita berteman," katanya. Ada sebuah jarak yang memisahkannya. Entah itu karena canggung atau bukan. Ia merasa seakan-akan...

Hidupnya berbelit-belit dan membingungkan.

Seperti, apa yang ingin ia lakukan? Atau apa yang terjadi? Sebenarnya apa yang ia inginkan? Kenapa malah hidup dengan berputar-putar?

'Benar tidak ada yang bisa kau lakukan di sini, Jadi kembalilah'

"Hahaha." Tawa kecil terdengar sebelum ia berkata, "Terserah kau saja."

"Hmm..." Riku meregangkan badannya sebelum bertanya kepada sang kakak, "Kenapa hidup begitu merepotkan?" Ia menghela nafas lelah.

"Karena kau berjuang sendirian." jawabnya cukup jelas dan tepat. Yah, tapi mana mungkin Riku menanggapinya bukan? Dia itu tipe yang keras kepala dan seenaknya.

"Ini sudah sore, sebaiknya kita kembali ke asrama," Ia mengalihkan topik pembicaraan.

"Hah... Ini membosankan," celetuk si surai baby pink merasa kesal dan lelah. Lelah menunggu, karena tiap harinya selalu sama. Rutinitas, kegiatan, dan interaksi mereka yang tidak ada perubahan serta pergerakan dan tingkah laku yang seakan sudah diintruksikan. Ini membuat semuanya membosankan.

Seperti menari di atas telapak tangan seseorang

"Ayo, Tenn-san. Aku akan meninggalkanmu lho!"

"Dasar, adik siapa sih? Kok bodoh banget--"

"Tidak tau. Kok bisa ya bodoh banget?"

" -_- "

"Hah... Kuharap waktu cepat berlalu..." --Tenn.

.
.
.
.
.

Pria paruh baya yang sudah terlihat keriputnya kini sedang meneguk dengan santainya secangkir kopi. Ia tersenyum seperti biasa setelah menaruh cangkir kopi itu. Ia mendongakkan kepalanya kala sebuah bayangan menghalangi sinar sang mentari.

Kedua irisnya menangkap sosok seseorang yang sangat mustahil menemuinya kecuali ia memiliki suatu kepentingan. "Lama tidak bertemu siswa SMA," sapanya.

Orang itu menarik kursi dan duduk di hadapannya. "Kau menyentuhnya kan?" tanya orang itu dengan tatapan dinginnya.

"Dia mainananku." balasnya santai.

Tangan kanan siswa SMA itu mengepal dan menggebrak meja, melampiaskan emosinya tanpa merubah ekspresi wajahnya. "Aku sudah memperingatimu Kujo-san."

"Jika kau begitu kesannya aku yang jahat kan," ucapnya tertawa kecil sembari menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi. Kujo tersenyum miring lalu berkata, "Antagonis"

"He? Padahal kau menyakitinya. Tapi masih berlagak protagonis?" sindirnya tak mau kalah.

"Aku tak menyebut diriku protagonis." Kujo beralih menopang dagunya dengan siku yang bertumpu di atas meja. "Jadi aku tidak akan berhenti sampai aku bosan."

"Dasar keji!"

"Yang keji itu kau. Karena kau adalah biang masalah mereka."

Menghela nafas lelah. Ia menatap tajam ke arah Kujo. "Aku akan segera membawanya," ujarnya.

"Ya... Itu memang tujuanmu sedari awal bukan?" ujarnya. Tiba-tiba ia tersenyum lebar dengan mata yang sedikit melotot. "Luar biasa! Permainan waktu di mana sang pengendali boneka akan membawa monsternya. Mengacaukan roda takdir dan pita kehidupan," ungkapnya bersemangat. Ini sungguh menarik, pikirnya

Ia melirikkan matanya malas dengan omongan pria paruh baya yang mengesalkan itu. "Dasar gila!"

"Ah, sungguh kasian! Bunga kembar yang seharusnya mekar bersama harus terpisah. Di mana bunga putih akan tumbuh dengan sengsara di tanah tandus, sedangkan bunga hitam tumbuh dengan subur di tanah yang hijau. Bunga hitam tersebut akhirnya terbawa angin menuju tempat yang sulit dijangkau dan akan terjerat dalam sebuah botol kaca. Kasiannya!"

Alis pemuda itu menjadi tertekuk, tampaknya ia tidak suka dengan celotehan pria tua di hadapannya. Imajinasinya sudah diambang tidak waras. Tapi ia masih bisa menanggapinya, "Selamanya bunga hitam itu akan awet di dalam botol kaca tanpa perlu bertahan hidup di alam liar. Keberadaan bunga hitam akan dihapuskan dari alam."

"Lalu bagaimana nasib sang bunga putih?"

"Bunga putih akan hidup bebas di alam liar dan menikmatinya keindahan bersama bunga-bunga lain. Tanpa perlu kehadiran sang bunga hitam. Bunga kembar tak harus tumbuh bersama."

.
.
.

- To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro