Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Aku tidak mau adik lagi

Sebuah butiran sebening kaca itu jatuh dari permata crimson yang terlihat sendu. Kepalanya ia tundukkan hingga bertatapan dengan kembarannya yang terbaring dengan menjadikan kakinya sebagai bantal. Bulir bening itu mendarat di wajah putih sang kakak, terus-menerus berjatuhan.

Tangan itu terulur untuk meraih surai merah yang bertebangan terbawa angin. Menyentuhnya dan melepaskannya, ia tersenyum hangat di tengah sisa-sisa waktunya. Manik amaranth pinknya menyempit, ia berusaha mengatur nafasnya setenang mungkin.

"Jangan menangis, jangan merasa bersalah, dan jangan menyesalinya," begitu ujarnya mengusap bulir bening yang menetes keluar.

"Aku ingin mempunyai kekuatan yang mampu untuk menghapus ingatanmu," ungkapnya merasa semakin nyaman dengan hembusan angin yang seakan menghipnotisnya untuk segera tidur.

"Kakak!" Ia berteriak tidak terima dengan pernyataan tersebut. Permata crimson itu tak berhenti menghasilkan bulir- bulir bening. Sesekali ia menyentuh surai baby pink itu juga memainkannya.

Lagi-lagi... Manik amaranth pink ini mendekati saat-saatnya untuk redup. "Aku menantikan moment saat kita bertemu di lain waktu," tuturnya menyentuh tangan sang adik yang menempel di pipinya. Merasakan kehangatan sekaligus obat untuk rasa kesepiannya.

Dalam hitungan detik sepertinya kelopak itu akan segera menutup. Dengan sangat berat hati, sang adik mengecup kening kakaknya. "Sampai jumpa di lain kehidupan, kakak."

Bibirnya menampilkan senyum puas dan tepat sebelum kegelapan melahapnya, ia dapat menangkap pemandangan di mana sedetik kemudian sang adik menangis keras.

Gelap. Di kehidupan ini, waktunya telah habis. Durasi yang dari satu sisi terasa lama namun di sisi lain, ternyata sangat singkat.

Waktu habis.

...

⋘ 𝑙𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎... ⋙

.

↺1%

.

↺18%

.

↺35%

.

↺67%

.

↺99%

.

⋘ 𝑃𝑙𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑤𝑎𝑖𝑡... ⋙

.

.

.

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

.

███▒▒▒▒▒▒▒

.

█████▒▒▒▒▒

.

███████▒▒▒

.

██████████

.

ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ!

.

.

.

.

.

╔⏤⏤⏤╝❀╚⏤⏤⏤╗

IN ANOTHER LIFE
By : MonMonicaF

╚⏤⏤⏤╗❀╔⏤⏤⏤╝

"Haah... Haah..."

Si surai merah terbangun paksa dengan sekujur tubuh yang dipenuhi keringat. Manik merah yang redup itu nampak melebar disertai dengan nafasnya yang sudah tak beraturan.

'Sial...'

Frustasi, ia menjambak surai merahnya sendiri. Bibirnya pun menjadi lecet akibat menggigitnya terlalu keras.

"Kabur dari dunia ini pun tiada gunanya"

Merasa perih, ia mengusap bibirnya yang telah terluka. Tatapan matanya nampak begitu menyeramkan ketika memandang noda darah itu dengan lekat.

'Apa yang harus kulakukan?'

~~

"Hey, ternyata rumor yang sempat beredar itu sungguhan lho!" --A

"Beneran??" --B

"Rumor pangeran sekolah dan malaikat merah itu?" --C

"Ya! Ternyata bukan kebohongan! Selama ini, marga si Pangeran adalah Nanase!" --A

"Nana--! Dari mana kalian mendengarnya?" tanya si surai merah asal menyahut. Ia bergabung begitu saja dengan obrolan orang lain.

"Hwaa?! Nanase-- Riku-san!" --C

"Kami tau karena Tenn-san mengungkap marganya setelah selama ini," jawab siswa A.

"Ah sou... Wakatta... Arigatou gozaimasu," balas Riku dengan ekspresinya yang misterius. Setelah  berbincang sedikit ia langsung melegang pergi.

"Lihat ekspresinya barusan?!" --B

"Seperti marah?" --A

"Tidak, itu terkejut!" --C

"Mungkin semacam cemas?" --B

"Memangnya sejak kapan si Nanase Riku pernah menunjukkan ekspresi lain? Biasanya ia anak yang selalu tersenyum setiap saat kan?" --C

"Tapi barusan... Dia terlihat tidak sedang dalam mood bagus. Bahkan tidak ada senyuman" --A

"Entahlah. Akhir-akhir ini muncul rumor tidak bagus" --B

.
.

"Nee! Apa Tenn-kun itu sungguh kembaranmu?!" --D

"Kalian sama-sama populer sih" --E

"Kenapa kau dulu mengatakan itu hanya kebohongan??" --F

"Apa karena kenyataan kalian kembar itu membuatmu tidak suka?" --G

"Padahal enak lho punya saudara yang populer!" --F

"Katanya kamu menjauhi Tenn. Apa karena itu?" --D

"Oh iya, aku mendengar jika kamu ternyata tidak menyukainya." --E

Memangkuk wajahnya malas, si surai merah berusaha menutup kuping. Ia merasa telinganya panas karena orang-orang tak berhenti mengoceh. Ini cukup merepotkan baginya yang ingin hidup tenang, damai dan tentram.

'Abaikan... Abaikan saja Riku,' batinnya bersabar. Biarlah mereka capek sendiri karena mengoceh.

"Tidak seperti itu. Riku itu sebenarnya sangat manja sewaktu kecil," sahut seseorang menjawab pertanyaan yang dilontarkan siswa-siswi.

Suaranya saja berhasil membelah kerumunan. "Kon'nichiwa Riku. Jangan harap aku berhenti mengganggumu," ucap si surai baby pink tersenyum miring.

"--!!" Ia berdiri dari duduknya secara tiba-tiba dan meninggalkan Tenn bersama kerumunan para siswa yang seperti hewan buas. Sebagian wajahnya tertutupi oleh poninya yang panjang.

Manik amaranth pink setajam mata singa itu menatap lekat sesuatu dari Riku yang menarik perhatiannya. 'Dia--?!'

"Ada apa Tenn-san?" --F

"Astaga jahat sekali! Masa pergi begitu saja sih." --G

"Tenn-san pasti sedih karena diperlakukan seperti itu." --E

"Maaf, aku ada urusan mendadak," ujar Tenn mengabaikan orang-orang yang cukup mengganggu.

.
.

'Sudah kuduga...'

Remaja bersurai merah itu menyandarkan punggungnya ke dinding. Bulir-bulir keringat nampak menghiasi wajahnya. Bibir pucat itu terbuka, berusaha meraup oksigen sekitar. Nafasnya tersengal-sengal, pikirannya sungguh berantakan.

Sontak ia menutup matanya dengan kedua tangan. Ia merasa tubuhnya gemetar. 'Dia tidak akan kemana-mana. Karena aku akan melakukan segalanya demi dia... Pasti baik-baik saja...'

'Jadi... Apa yang kutakutkan? Kenapa aku gemetaran?'

Bingung. Satu kata itu tepat untuk mendeskripsikan apa yang dirasakannya. Ia merasa khawatir dan takut di suatu tempat. Mungkin ini trauma? Entahlah, siapa yang tau... (kecuali author).

Siswa berkacamata menghampiri si surai merah. "Riku, kau kenapa?"

Dari sela jemarinya, manik crimson itu menangkap sosok leader yang sepertinya terlihat khawatir. Tapi itu disembunyikan melalui tsunderenya--

Ia memperlihatkan wajahnya, penampilannya sungguh kacau bila dilihat. Tubuhnya yang terhuyung berhasil ditahan oleh surai lumut itu. "Hei Riku?! Sebenarnya kau kenapa?!" tanyanya panik attack.

Permata yang indah itu menampilkan cahaya keputusasaan yang mendalam. Permata redup yang menjadi berkilau di tengah kegelapan, tapi sangat lemah dan bisa lenyap sewaktu-waktu. Air mata pun keluar tanpa disuruh.

Riku Pov

"Aku ingin mati"

Aku tidak menyukainya...

Tubuh ini seakan bergerak semaunya tanpa seizin dariku. Aku... Aku tidak tau... Entah mengapa aku malah kebingungan di saat-saat seperti ini...

Seakan terbawa arus tanpa punya niat untuk mengubah arah...

Aku tidak mau itu! Aku ingin melewati arah yang lain. Aku ingin berjalan di jalan yang kupilih sendiri!

Arus ini tak akan lagi mengatur takdirku. Kemalangan tidak akan menjadi ending bagi ku-- kami kali ini.

Tapi...

'Ini terlalu berat untukku'

Memang... Aku masih punya harapan?

.
.

"Oi! Kau mendengarkanku atau tidak?" Yamato-san mengguncang tubuhku. Aku melamun? Aku bahkan tidak sadar.

Ah... Aku benci diriku sendiri...

Riku POV end--

Sekali lagi, si surai lumut mencoba memanggil namanya. "Riku!"

Orang di depannya ini jelas-jelas sedang bertindak aneh dan sedari tadi ia menundukkan kepala sehingga membuat sebagian ekspresinya tertutupi. Bahkan Nanase Riku ini sulit untuk ditebak.

Terlebih, apa-apaan kalimat 'Aku ingin mati' Bagi siapapun yang mendengarnya perkataan itu pasti merasa merinding. Habisnya dengan mudah ia berkata ingin tiada. Itu menakutkan, tau!

'Ini karena salahku... Aku yang membawa nasib sial pada dia... Karena kehadiranku dirinya harus berkorban.

Aku yang hidup dengan mengambil nyawa kakaknya, malah bersenang-senang.

Bahkan sampai mengendalikan emosi dan perasaan orang lain. Mengatur dan memainkannya sesuka hati. Sungguh tidak tau diri bukan?

Mengendalikan? Apa aku tampak seperti...

Monster?

Setelah hidup atas kematian kakaknya sendiri, malah menikmati hidup sepuasnya. Bahkan katanya aku berbakat mengendalikan perasaan orang lain...

Sungguh...

Kenapa monster seperti diriku dilahirkan?

Kenapa aku harus ada?'

Permata crimson itu bergetar, wajahnya kini nampak pucat dengan bulir keringat yang menghiasinya. Kata 'monster' terus berdengung di telinganya tiada henti bersamaan dengan perputaran memori yang terus menghantui pikirannya.

Ia tak mampu mendengar suara apapun selain kata 'monster'. Dunia seakan dipenuhi dengan suara yang menyerukan kata itu dengan keras. Panggilan orang lain bahkan tidak tergubris olehnya. Rasa takut yang timbul akibat trauma itu membuatnya seakan menjadi tidak waras.

'Ugh... Menyebalkan'

"Pergilah! Jangan melihat sosok lemahku dengan tatapan kasihan!" sentaknya.

Emosinya tak terkendali. "Tidak peduli siapa pun itu, berhentilah mengusik kehidupanku! Jangan ikut campur!"

Ia melampiaskan semuanya dalam kata-kata. "Aku tidak perlu orang merepotkan di dekatku!"

"Menjauhlah dariku! Jangan memperhatikanku! Anggap aku sudah tiada--"

*plak

"O-oi?!" Si mata empat makin terkejut dengan situasi saat ini. Pikirnya ia terlalu sial karena sepertinya terlibat dengan sesuatu yang merepotkan. Bahkan setelah apa yang dikatakan Riku barusan, pasti ada kaitannya dengan suatu masalah. Dan Nikaido Yamato sendiri tidak suka terlibat.

Yang lebih mengejutkan adalah sebuah tamparan yang menghasilkan bekas kemerahan di pipi si surai merah. Manik sedingin kulkas itu menatap marah pada sosok adiknya. "Rupanya kau sekarang sangat mahir berbicara tidak sopan pada yang lebih tua"

'--Haa?! Aku dibilang tua?' batin Yamato menjerit.

Manik crimson itu berhenti gemetar. Rasanya sekarang ia benar-benar sadar berkat tamparam pahit itu. Setidaknya suara mendengung itu telah berhenti. "..."

Ia melirik melalui celah surai poninya. 'Selama ini aku selalu kabur...'

"Apa kau sudah sadar sekarang?" tanya Tenn sekilas menyentuh rambut merah itu dengan jari-jemarinya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Daijoubo, aku akan mengurusnya dengan baik," ujarnya menampilkan senyum khas dibibirnya. Mengetahui suasana menjadi lebih ramai menandakan orang-orang berkumpul, Tenn menaruh jas almamaternya untuk menutupi kepala adiknya. Ia tidak ingin publik melihat raut wajah yang kacau itu. "Karena telah mengkhawatirkannya, kuucapkan terima kasih"

"Ha...?"

"..."

"..."

"..."

"Si Pangeran sekolah bisa berterima kasih?!!!!"

.
.

Bagai anak kecil yang diseret ibunya karena tidak mau pulang. Si surai merah ini ingin meronta pergi jika ia tidak memikirkan bagaimana imagenya nanti. Membuat keributan justru hanya akan membuatnya kesusahan. Lagian ia juga tidak punya cukup keberanian untuk kabur dari kakaknya.

"Mau membawaku ke mana?" tanyanya pasrah, sembari membiarkan dirinya dibawa pergi entah ke mana. Keluar dari area sekolah.

"Apa kau mau kembali ke sekolah dengan penampilan begini?" balasnya terus berjalan melesat diantara orang-orang. "Anak-anak itu menganggapmu gila, kau tau?" ucapnya blak-blakan.

'Habislah sudah harga diriku,' batinnya merutuki tindakan ga jelasnya selama ini. Bukannya ga jelas-- tapi dia bertindak aneh karena ingin melakukan sesuatu dan demi sesuatu.

"Masa di kehidupan kali ini aku bakal jadi orang gila?" gumamnya berpikir.

*klang

Merinding, itu adalah respon utamanya kala kilas bayangan sebuah roda mengalami kerusakan di satu tempat. Bak roda sistem yang tersumbat dan bergerak dengan arah yang salah.

"Bahaya" adalah kata yang ia dengar dari makhluk tak kasat mata yang berpapasan dengannya.

Kadang ia ingin menyalahkan dirinya yang tidak cukup peka dengan hal di sekitar. Tepat saat mereka melewati jalanan yang ramai penduduk Riku berhenti, ia menarik kakaknya mundur.

"Apa--?"

"Hee?" Suara seorang pria paruh baya terdengar begitu familiar di telinganya. "Bukankah ini masih jam pelajaran?" tanyanya menampilkan senyum anehnya.

"Apa yang kau lakukan di jalanan kota, Nanase Riku?"

Orang yang mengurungnya dalam sangkar dan memaksanya untuk menari. Terlihat baik namun kadang menghanyutkan. Terkadang di balik penampilan luarnya, pria paruh baya itu mungkin berbahaya.

Dan itulah yang membuat Riku takut.

"Observasi daerah perkotaan untuk tugas akhir," jawabnya terlihat natural. "Apakah ada masalah Kujo-san?" tanyanya ingin segera mengakhiri percakapan.

Berdehem panjang, Ia mengalihkan fokusnya kepada si surai baby pink yang berdiri tak jauh darinya. "Kau... bersama Tenn," ucapnya dengan tatapan lekat disertai senyum yang menakutkan.

Refleks, Riku menunjukkan kepanikannya. "Kujo-san!" Ada rasa takut yang mendominasi. Sepertinya orang di depannya itu berhasil membuatnya tak bisa berkutik lagi. Padahal selama ini ia hanya bersemayam di tempat yang dalam. Sangat mengherankan jika apa yang terjadi pada fisiknya akan berpengaruh besar.

'Tidak kusangka aku setakut ini pada ossan seperti dia'

"Memang kenapa bila aku bersama adikku?" balas Tenn menatap tajam bak singa mengintai mangsanya.

Kujo, dia tersenyum miring dan tak bisa mengatur ekspresinya dengan benar. "Heh? Tapi bukankah hanya ada satu yang akan bertahan di atas panggung?"

"Apa--?" --Tenn

Dengan senyum mengerikan yang masih terpampang jelas, ia menarik salah satu tangan Tenn dan Riku secara bersamaan hingga menyebabkan mereka sedikit tertarik ke depan. "Saa, kira-kira siapa diantara kalian yang akan menjadi tumbal dari takdir?" ujarnya diakhiri dengan tawa.

"Tapi sepertinya bonekaku mulai merusak kandangnya. Aku bosan. Jadi Tenn ikutlah denganku!" ajaknya, tetapi lirikannya jelas mengarah pada si surai merah

Melakukan sedikit pergerakan supaya fokus Kujo kembali padanya, Riku berucap, "Jangan! Tidak peduli seberapa mustahilnya kemungkinan itu, tidak peduli aku harus terkurung di dalam laut yang dingin itu, tidak peduli sosokku yang lain mengambil alih tubuh ini, bahkan aku tidak peduli jika selamanya aku harus hidup di bawah tekanan trauma ini! Aku..."

Merapatkan mulutnya sesaat tanpa menurunkan pandangan, Riku bertanya, "Bukankah kau menginginkanku agar menderita?"

Sementara si surai baby pink nampak terkejut akan perkataan sang adik yang sebegitu mudahnya membiarkan hidupnya disiksa oleh orang lain. "Riku!"

Namun sang adik malah mengabaikan keberadaan kakaknya sekarang. Jangankan menggubris, ia saja tidak menoleh.

"Jika aku menderita di depanmu, kau akan senang kan? Aku tidak akan pergi darimu," ujar si surai merah mengepalkan telapak tangannya.

Riku memang tidak menurunkan pandangannya, tetapi ia gemetar. Di sela-sela hal itu, ia terus berkata dan berkata, "Tapi kumohon... Jangan ambil dia"

"Aku tidak tertarik dengan mainan yang rusak. Jangan mencoba memanipulasiku!" balas pria tua yang terlihat marah itu.

Ia melepaskan tangan Tenn tapi tidak dengan tangan Riku. Malah ia semakin mencengkramnya dengan kuat. "Sebelumnya jangan khawatir, Tenn! Aku tidak akan menduakanmu. Jadi jika perlu aku bisa menyingkirkan boneka lusuhku"

Sedikit meringis berkat perlakuan itu, si surai merah sangat menentang hal itu. Ikut dengan Kujo adalah pilihan yang sangat buruk.

Dan ada sesuatu yang membuatnya merasa buruk. Entahlah... Ia masih tidak tau apa itu.

Tenn, ia menepis tangan keriput yang mencoba menyakiti pergelangan tangan adiknya. Lantas ia refleks menarik sang adik dalam dekapannya. Dengan tatapan setajam belati, ia membalas, "Jangan sentuh Riku dengan tangan kotormu"

"Jika kau macam-macam, maka aku tak segan-segan untuk bertindak," ancamnya dengan aura yang mengintimidasi.

"Apa pun yang terjadi, kita akan selalu bersama"

.
.
.

*Klang

Sebuah suara terdengar lagi. Seperti suara benda berjatuhan? Atau mungkin sesuatu yang menyangkut pada roda?

Pokoknya suara itu pasti bukan pertanda baik. Sesuatu berusaha menghentikan pergerakan roda kehidupan.

Selanjutnya, suara-suara lain menjadi terdengar semakin jelas.

--'Sesuatu mencoba mengacaukan hukum dunia'

--'Dia adalah kesalahan dunia'

--'Sumber ketidakbenaran kisah sejarah'

--'Dia telah merubah isi buku takdir'

--'Skenarionya kacau'

.
.

"--ku.."

"Rik--u..."

"Riku!'

(Pixiv)

Tubuh rapuh itu diguncang sang kakak sembari memanggil namanya berulang kali, hingga si pemilik nama terbangun.

"Kau menggumamkan kalimat aneh," katanya. Kedua alisnya tertarik ke bawah menciptakan kerutan di dahinya.

"Te-Tenn-san"

Ia memundukkan kepalanya sebentar hingga membuat sebagian wajahnya tertutupi oleh surai baby pinknya. "Kau tiba-tiba tertidur sampai aku sulit membangunkanmu. Itu... membuatku takut"

"Sudah kubilang... Kau tidak perlu mencemaskanku!" ungkapnya dengan nada tinggi.

"Jangan berada di dekatku! Pergilah dari hidupku!"

Ia sudah siap. Jikalau Tenn membuangnya sehabis ini. Mana mungkin ia terus berusaha melindungi sang adik yang kurang ajar kan?  "Jangan membantuku! Jangan terlibat denganku!"

"..."

Namun respon yang diberikan berbanding terbalik dengan ekspetasinya.

Dengan lembut, tangan putih itu menyentuh pipi sang adik singkat. Ia memperlihatkan iris amaranth pinknya. "Kau benar-benar Riku kan?"

"Hah? Memangnya siapa lagi. Jangan-jangan kau amnesia?"

Lagi-lagi ia mengarahkan tatapannya.  "Maksutku, kau sudah kembali kan? Keluar dari tempat persembunyianmu"

"Apa harus kuucapkan 'okaeri' padamu yang telah bangun dari tidur panjang?"

"..."

'Apa dia mencoba memastikan sesuatu?' benaknya. Ia tidak terpancing dengan kalimat-kalimat yang diutarakan itu. "Kau gila?"

"--?!"

"Apa? Kenapa kau terlihat terkejut begitu? Apa kau salah mengira?" ucap Riku membalas sedikit keterkejutan yang diperlihatkan kakaknya.

"Kukatakan sekali lagi..." Ia menjeda kalimatnya sembari mempersiapkan mental untuk dapat mengucapkannya dengan lantang tanpa adanya keraguan. "Nanase Tenn dan Nanase Riku tidak memiliki hubungan apapun!" tegasnya.

Ia bangun dari posisi tidur dan menjaga jaraknya. "Ini adalah kehidupanmu sekarang. Jadi... Tinggalkan masa lalu mu dan hiduplah tanpa beban"

"..."

"Aku tidak membutuhkan orang asing di dekatku"

"Baiklah," balasnya. Si surai baby pink berdiri tegap menghadap Riku. Kedua telapak tangannya mengepal erat seperti menahan sesuatu, dan yang lebih menarik perhatian...

Permata crimson itu membelalak ketika mendapati sosok Tenn saat ini.

Tetesan air bak kristal itu mengalir keluar dari kedua matanya secara bergilir. Ia sama sekali tidak memandang adiknya kali ini. "Besok, pergilah dari rumahku"

"Aku tidak menginginkan adik lagi"

'--Ti-tidak... A-aku... Ja-jangan...'

.
.
.

- To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro