Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Satu : Ingatan Kenangan

Cinta itu apa? Kenapa manusia butuh cinta? 

Pertanyaan itu selalu muncul di benak semua orang. Namun, jawaban yang ditemui semuanya, tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Karena dalam satu kata itu memiliki banyak makna yang artinya berbeda-beda.

Seperti saat ini, gadis itu berkutat dengan buku tentang filosofi cinta dari berbagai pengarang. Ia selalu penasaran dengan makna cinta yang sebenarnya. Hingga ia nekat mendatangi perpustakaan kota untuk mencarinya. 

Waktu sudah menunjukan pukul tiga sore, satu jam lagi perpustakaan akan tutup. Pencariannya belum juga membuahkan hasil. 

"Ah ... cinta itu sungguh menyulitkan!" gumamnya sembari menutup buku yang dibacanya, "aku menyerah ... pulang saja deh," lanjutnya.

Ia segera menaruh buku-buku yang ia baca ke tempat semula. Kemudian berjalan pergi ke luar perpustakaan, seolah tanpa beban. 

Di luar, warna abu-abu mendominasi langit. Angin berhembus lumayan kencang. Kilat terlihat melintas menyambar langit dengan efek seperti ledakan setiap sepuluh detik sekali, disusul gemuruh guntur yang saling bersaut-sautan. Udara dingin menusuk tubuh. Tak berapa lama rintik air turun begitu banyak, hingga menghasilkan suara ribut yang cukup berisik. 

Gadis bernama lengkap [Full Name] itu mendengus. "Ini pasti akan lama, aku tidak bawa payung lagi! Sebel deh! Kalau deras begini bisa sampai malam nih."

Diambil ponselnya, lalu membukanya. Netranya membulat sempurna, ketika melihat dua puluh pesan masuk dan lima panggilan tidak terjawab tertera di layar. Dan itu semua dari sang Ibu. 

"Waduhh... kayaknya aku terlalu serius membaca sampai gak sadar ada telepon." Ia ingin menelpon balik sang Ibu, tetapi diurungkan karena kilat dan guntur yang masih menghiasi suasana hujan. Agar ibunya tidak khawatir, ia membalas salah satu pesan masuknya.

To : Mom

From : [Name]

Ibu, aku sedang di perpustakaan kota, tapi hujan deras nih jadi pulangnya agak telat.

ps : kalau bisa suruh siapapun untuk jemput, karena aku tidak membawa payung

Lalu [Name] memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia menghela napas panjang. "Kalau hujan begini aku jadi ingat hari itu... "

Sepasang Netranya memandang sendu hujan yang turun. Pikirannya berkelana jauh. Ia teringat kisah masa lalu yang paling di bencinya.

Kisah yang membuatnya kehilangan arti cinta.

<<<

In a Rainy Day

1

||Ingatan Kenangan||

Story © Yuu

Ainana Project

>>>

Hari itu sama seperti saat ini. Langit di dominasi warna abu-abu. Kilat menyambar langit, disusul gemuruh guntur yang bersaut-sautan. Angin bertiup kencang. Yang membedakannya, hanya sosok dia berada di samping [Name] saat itu. Seorang pemuda yang pernah mengisi hatinya dengan manisnya cinta.

Masih teringat di benak gadis itu. Di bawah derasnya hujan saat itu, [Name] melihatnya. Wajahnya sangat lembut, pembawaannya yang tenang, baik dan tidak lupa bagaimana pemuda itu menatap [Name] dengan senyumnya yang menenangkan. 

Mereka sama-sama basah kuyup, dan berteduh di halte bus. Tidak mengenal satu sama lain. Untuk sesaat, mereka terjebak dalam keheningan. Hingga suara dari hujan itu sendiri terdengar sangat jelas. 

Hachooo...

Suara bersin yang berasal dari [Name] berhasil memecah keheningan. Pemuda itu menoleh, ia menatap [Name] beberapa saat, lalu berkata, "kau baik-baik saja?" 

[Name] tersenyum canggung. "Hidungku hanya sedikit gatal tadi, apa kau terganggu?" 

Pemuda berambut ungu pucat yang bernama lengkap Osaka Shogo itu melepas jaketnya. Lalu mendekat ke [Name], sambil berkata, "kau kedinginan kan? Nih pakai saja jaketku."

"Eh tidak perlu repot, kau kan juga kedinginan." 

Pemuda itu tersenyum, "tidak apa-apa, aku masih kuat kok."

Dengan malu-malu, [Name] menerima jaket dari Sougo. "Te-terima kasih. " 

Lalu [Name] mengenakan jaket itu. Walaupun jaketnya terasa agak basah, namu sensasi rasa dingin pada tubuh mulai sedikit berkurang.

Keheningan kembali menguasai mereka. Sougo maupun [Name] tidak suka suasana tersebut. namun, keduanya bingung harus mengajukan topik pembicaraan seperti apa. Dalam diam, Sougo melirik gantungan maskot Ousama Pundding yang menggantung di tas [Name].

"Gantungan tasmu itu Ousama Pudding bukan?"

[Name] menatapnya sesaat lalu melirik gantungan tasnya, "ah iya, ini hadiah dari temanku." Gadis itu mencopot  maskot itu. "Apa kau menginginkannya?"

"Memangnya boleh? Kau bilang itu hadiah dari temanmu kan?"

[Name] tersenyum, "tak masalah, ambil saja. Lagipula, aku punya banyak yang seperti ini di rumah."

"Wah kalau begitu, terima kasih." Sougo menerimanya dengan raut wajah yang bahagia. 

Tanpa di sadari hujan mulai reda.  Sinar mentari menyembul keluar dari balik awan. Mengusir semua gumpalan awan abu-abu dalam waktu singkat. Burung-burung kembali berkicau seperti biasa. 

"Hujannya sudah berhenti. Sebaiknya kau segera pulang" Sougo berdiri. Sebelum pergi ia menoleh ke arah [Name]. "Oiya sekali lagi terimakasih untuk gantungan kuncinya." Ujarnya kemudian berlari meninggalkan halte bus.

[Name] menatap kepergian pemuda berambut ungu pucat itu, lalu tersadar bahwa ia masih memakai jaket si pemuda. "Ano... Pria berambut ungu jaketmu masih aku pa-kai..." teriaknya, namun terlambat Sougo sudah sangat jauh. "Aduh bagaimana cara mengembalikannya yah? Ah sudahlah pulang dulu aja deh..."

Dengan pasrah, gadis itu pulang sambil membawa jaket sang pemuda yang baru pertama kali ia temui. Tidak tau alamat tinggalnya, maupun asal usulnya. Hanya berbekal nama, tapi setidaknya [Name] tahu nama pemuda itu. Lebih baik daripada tidak sama sekali juga sih. Semoga ia bisa bertemu kembali dengannya lagi

***

Malam harinya, [Name] jatuh sakit. Ia terbaring di kamarnya dengan selimut tebal. Keningnya dikopres. Tumpukan obat dan teko berisi air terletak di nakas. Gumpalan tisu terlihat memenuhi tong sampah. Gadis itu cukup rentan terserang demam ketika tubuhnya kedinginan. 

Kriett!

Pintu kamar [Name] terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang tak lain adalah Ibu dari gadis itu. Sang Ibu membawa nampan berisi semangkuk bubur.

"Sudah berapa kali Ibu bilang untuk membawa payung! Jadi kau tidak sakit seperti ini kan?!" omelnya sembari meletakan nampan itu di meja belajar [Name]. 

Wanita itu mendekat ke ranjang dan memeriksa suhu tubuh putrinya menggunakan termometer. "Hm...tiga puluh tujuh derajat... hm sudah turun rupanya," gumamnya sembari mengamati angka di termometer.

[Name] hanya diam, tubuhnya serasa lemah dan sulit bergerak. "Ibu..."

"Sebaiknya kau makan biar Ibu yang menyuapimu." Ibu [Name] mengambil meja lipat kecil, lalu menaruh nampan tersebut di atasnya. Ia menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang gadis itu. "Oh iya, [Name] tadi Tsumugi-chan telepon ke rumah tanya soalmu. Kenapa kau tidak membalas pesannya? Terus ibu bilang kau sedang sakit," cerita sang Ibu. 

"Oh begitu," ucap [Name] seadanya sambil melahap buburnya.

"Ngomong-ngomong, jaket siapa yang kau bawa pulang itu, [Name]?" tanya sang Ibu, membuat gadis itu hampir menyemburkan bubur yang sedang dilahapnya. 

"I-itu punya temanku bu.."

"Teman? Memangnya siapa lagi temanmu selain Tsumugi-chan dan Tamaki-kun?"

Ribuan alasan muncul di kepalanya. Entah kenapa [Name] merasa ragu untuk menceritakan yang sebenarnya. "A-ada kok, aku agak lupa namanya."

"Ohh begitu, ya sudah jangan lupa dikembalikan yah."

"Iya..." Detik itu juga [Name] menghela napas lega. Entah apa yang akan terjadi jika ibunya tahu.

Selesai putrinya makan dan minum obat, sang ibu keluar dari kamar sambil membawa kembali nampan berisi mangkuk kosong. Gadis itu berharap, besok pagi bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Tidak lupa dengan tujuan utamanya, yaitu mencari pemuda berambut ungu itu dan mengembalikan jaketnya.

Ada desiran aneh yang muncul, setiap kali [Name] memikirkan Sougo. Wajah lembut dan senyuman pemuda itu yang menenangkan selalu terbayang di kepalanya, membuat ia tidak bisa tidur. Apa yang terjadi padanya? Apa ini efek dari demam? Atau dirinya sedang jatuh cinta dengan pemuda yang baru pertama kali ia kenal? Ia sama sekali tidak mengerti.

Malam hari terasa panjang. Hingga dirinya tak sabar menanti hari esok.

***

Esok harinya, [Name] berpakaian rapi. Ia mengenakan dress selutut warna putih motif bunga kecil. Jaket jeans biru muda melekat hingga pinggang. Rencananya ia akan pergi ke supermarket bersama ibunya. Namun, sang Ibu tiba-tiba mendapat telepon dari kantor. Jadi, [Name] terpaksa pergi sendiri. Ia membawa sebuah paper bag yang berisi jaket pinjaman itu, serta tas belanjaan. Gadis itu harus menaiki bus sekali untuk sampai ke supermarket. Ia perlu berjalan kaki sejauh dua ratus meter  menuju halte bus. Dalam benaknya, ia berharap agar bisa bertemu lagi dengan Sougo di halte itu. 

Apa yang diharapkan [Name] benar-benar terkabul. Terbukti, begitu ia sampai halte, sosok yang ingin ditemuinya tengah duduk di kursi sambil membaca buku. Balutan jas hitam, kaos putih dan celana hitam melekat pada tubuhnya. Netra ungunya fokus menelusuri setiap kalimat dalam buku yang dibacanya. [Name] menyungging senyum ketika melihatnya. Gadis itu pun mulai mendekatinya.

"Ano... Pria berambut ungu yang kemarin kan? " panggilnya lembut.

Sang pemilik nama menoleh, "ah gadis yang kemarin, kita ketemu lagi." 

[Name] mengangguk, ia kemudian memberikan paper bag yang sedari tadi dibawanya. "Hm... terima kasih sudah meminjamkan jaketmu padaku." 

"Panggil saja Shogo. Wah sudah dicuci, harusnya aku yang berterima kasih." ucap Sougo tersenyum tulus.

[Name] mendudukkan diri di sebelah Sougo. "Aku [Name] salam kenal Shogo-kun. Ngomong-ngomong kau sedang apa disini?"

Melempar tatapan menggoda, Sougo menjahili [Name] sedikit. "Aku di sini karena menunggumu."

"Hei aku serius!" [Name] meninju bahu sebelah kiri Sougo dengan wajah merajuk.

"Haha... bercanda kok, aku hanya kebetulan ada urusan di daerah sini. Kau sendiri sedang apa kemari?"

"Aku ingin pergi ke supermarket. Aku tidak menyangka kalau bisa akan bertemu lagi denganmu di sini."

Sougo terkekeh. "Aku juga."

Tiba-tiba terdengar suara dering pesan masuk dari ponsel milik Sougo, menjeda interaksi  mereka sejenak.

From : Dad

To : Sougo

Kau sedang apa, setengah jam lagi meeting akan segera dimulai. Bukan kah ayah suruh untuk tidak terlambat? 

Pesan masuk tersebut dibalas oleh Sougo. Terlihat sebuah perubahan pada raut wajahnya.

To : Dad 

From : Sougo

Maaf ayah, sebentar lagi aku akan segera tiba. 

Setelah membalas pesan, pemuda itu kemudian membereskan barang-barangnya dan bergegas akan pergi. [Name] mengintrupsinya secepat mungkin.

"Tunggu... apa kita akan bertemu lagi?" Tanya [Name] memegang ujung kemeja Sougo.

"Jika kita memang ditakdirkan bertemu, pasti akan bertemu. Aku yakin itu."

Hening. Tak ada jawaban dari [Name]. Gadis itu kemudian melepas genggaman di ujung kemeja si pemuda. Membiarkan Sougo pergi.

Sougo mengelus lembut kepala [Name]. "Kalau begitu sampai jumpa."

Terkejut dengan apa yang barusan terjadi. [Name] merasa wajahnya sekarang semerah tomat. Ia mendekap sebagian wajahnya. "Bodoh..."

>>>To be Continue>>>

N/A :

A : Harusnya ini tuh judul yang benernya "Cintaku bersemi di Halte Bus" :v

Q: Thorr... lu mah mau ceritanya baper atau enggak ttp aja dibuat nistah.

A: No nistah Nolep ;v

Q : Serah dah serah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro