IN A BOWL OF NOODLES THERE IS LOVE AND FIRE
Sejak pertama kali berdiri di pusat kota tahun lalu, Mi Le Milano telah mengambil hati sebagian besar warga kota Le Milano. Setiap hari gerai mereka penuh. Warga berbondong-bondong datang ke sana untuk menikmati hangatnya semangkuk mi dengan kuah yang lezat dan mi yang kenyal. Dalam waktu beberapa bulan saja, mereka sudah membuka cabang di berbagai sudut kota.
Terlebih pendiri Le Milano menggunakan nama kota sebagai merk mereka sehingga ada perasaan memiliki yang secara tidak langsung tertanam dalam benak warga. Le Milano sendiri adalah kota yang maju namun menyendiri di pegunungan Menirah. Butuh waktu sekitar dua jam lebih untuk mencapai kota lain di provinsi Java Utara.
Pihak Le Milano mengklaim jika mi yang mereka buat lebih sehat dan bernutrisi karena dibuat langsung oleh ahli dari Jepang dari bahan-bahan berkualitas dari pertanian pinggir kota. Beberapa influencer didatangkan untuk mempromosikan mi kepada warga. Warga pun makin percaya dan tidak meragukan kualitas mi tersebut.
Saking larisnya, Le Milano mulai mengemas mi dalam wadah plastik, lengkap dengan bumbu khas, sambal ulek dan sayuran segar. Jadi jika tidak makan di tempat, orang-orang bisa memasak mi Le Milano sendiri di rumah. Cukup dengan direbus kemudian di goreng. Praktis dan lezat. Bisa untuk oleh-oleh juga, mirip dengan mi kemasan pabrik. Bedanya, karena tidak menggunakan pengawet, mi Le Milano hanya bisa bertahan seminggu di kulkas.
Salah satu penggemar berat mi Le Milano adalah keluarga Pasya, terutama sang anak--Raisa. Awalnya mereka mencoba mi tersebut saat soft opening berkat undangan istimewa karena Pasya baru saja dinobatkan sebagai petugas damkar terbaik. Setelah itu hampir setiap hari Raisa mengajak ayahnya datang ke sana untuk menikmati mi. Mereka sudah seperti ketagihan. Jika tidak makan mi Le Milano terasa ada yang kurang di hidup mereka. Raisa memilih tidak makan jika tidak dibelikan mi Le Milano. Ranum, sang ibu pun tidak keberatan. Selain lebih praktis karena tidak susah-sudah memasak, Ranum percaya saja jika mi itu adalah mi yang sehat.
"Orang Jepang itu makanan utamanya adalah mi, dan mereka pintar-pintar. Jadi kenapa tidak? Mengganti kentang dan nasi dengan mi. Lagipula Le Milano lengkap kok, ada sayuran dan dagingnya." Begitu pembelaan sang ibu.
Pasya selalu berusaha menuruti keinginan anak istrinya. Mereka hidup bahagia, seperti kebanyakan keluarga di kota Le Milano yang selalu hidup rukun. Bahkan, replika negara Italia tersebut adalah kota tercantik dan paling aman di provinsi. Tingkat kejahatan dan kecelakaan terendah dibandingkan kota lainnya. Le Milano menyandang predikat sebagai kota terbaik selama sepuluh tahun berturut-turut. Hanya saja, keadaan mulai berubah.
Kebakaran makin sering terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Anehnya sebagian besar kejadian tersebut adalah ulah dari anak-anak yang tiba-tiba saja sangat tertarik dengan api.
Pemerintah setempat terus memberikan imbauan kepada masyarakat agar lebih memperhatikan anak-anak mereka. Sebisa mungkin jauhkan mereka dari hal-hal yang bisa memicu terjadinya api. Mereka juga menyarankan agar setiap rumah menyediakan fire extinguisher—alat pemadam api ringan (APAR). Namun, pemerintah hanya menyarankan saja tanpa memberi bantuan. Dan nampaknya, menilik kasus yang makin tinggi, imbauan tersebut diabaikan oleh penduduk kota.
Pasya, harus bekerja ekstra keras. Sebisa mungkin datang tepat waktu ketempat di mana api berada. Terlebih karena jumlah petugas dan mobil pemadam kebakaran yang masih terbatas. Dia sudah berusaha untuk mengajukan tambahan personil dan peralatan ke atasan dan pemerintah. Namun birokrasi yang berbelit bukan hal baru di kota Le Milano.
"Hal semacam ini akan segera berlalu. Tidak mungkin, kan, kebakaran akan terus-terusan terjadi." Alasan pemerintah saat awal-awal kasus kebakaran muncul. Lalu sekarang setelah enam bulan berlalu dan kasus ini belum juga menampakkan tanda-tanda akan berhenti, alasan klasik mereka lontarkan.
"Belum ada cukup dana. Kami sudah dalam proses untuk mengusahakannya. Sekarang kerahkan secara maksimal apa yang sudah ada."
Pasya tidak bisa berbuat apa-apa. Dia juga tidak bisa memaksa pemerintah untuk menurutinya. Ditambah jabatannya belum setinggi itu untuk menuntut lebih. Label petugas terbaik tidak berarti apapun.
Pasya baru saja selesai merebus mi Le Milano ketika telepon di kantor atas berdering. Dengan terpaksa, Pasya harus menghentikan rencana makan siangnya yang memang sudah tertunda beberapa jam. Dia bergegas munuju asal deringan dan segera berlari ke ruang ganti saat Pak Kepala yang masih menerima telepon, mengagguk kepadanya. Setelah selesai berganti dengan pakaian dinas, Pasya dan tujuh rekannya berkumpul sejenak di dekat mobil merah menyala.
"Lokasi di Restoran Dek Monald. Diperkirakan ada 15 anak-anak dan 10 orang dewasa terjebak di dalam. Mari kita selamatkan mereka," kata Pak Kepala dengan lantang.
"Siap! Pantang pulang sebelum padam!" Dengan sigap para petugas pemadam kebakaran menaiki mobil damkar dan menuju titik lokasi.
"Ada acara apa kok sampai banyak anak berkumpul di Dek Monald?" tanya rekan Pasya kepadanya.
"Menurut info ada acara ulang tahun. Lagi-lagi seorang anak memicu api. Entahlah, siapa yang musti disalahkan. Orang tua atau anaknya, atau malah kita semua." Pasya memicingkan mata. Refleks dia mengepalkan tangan dengan kuat sampai otot-ototnya menonjol seperti mau pecah.
Pasya diam selama perjalanan. Pikirannya jauh menerawang ke masa lain. Suara sirine mobil pun tidak masuk ke telinganya. Napasnya memburu dan tubuhnya bergetar. Dia tahu seharusnya dia berkonsentrasi mempersiapkan mental untuk menghadapi amukan jago merah. Namun bayang-bayang masa lalu membayang jelas di hadapannya.
"Dek Monald," ucap Pasya geram. "Kasus yang sama di tempat yang sama." Tentu saja tidak bijak menghakimi tempat kejadian perkara, karena itu bukan kesalahan mereka. Namun semua kejadian ini membuat Pasya frustrasi. Kejadian pertama di Dek Monald meninggalkan bekas luka yang lebih parah dan menyakitkan di hati Pasya dibandingkan luka bakar atau apa pun.
Sebelum-sebelumnya petugas damkar adalah pekerjaan impian setiap orang. Sangat jarang terjadi kejadian yang mengharuskan mereka bekerja. Setiap hari hari hanya dihabiskan untuk berkumpul di kantor dan latihan memadamkan api tanpa api sungguhan. Bisa dibilang mereka hanya memakan gaji buta saja. Di kota Le Milano, petugas pemadam kebakaran termasuk dalam pegawai negeri sipil dengan gaji tinggi, dijamin asuransi, tunjangan-tunjangan, bonus.
Kasus kebakaran pertama yang mengawali serentetan kasus lainnya terjadi pada suatu pagi di bulan Februari yang cerah. Tiga kebakaran sekaligus di tempat yang lumayan berjauhan. Dua di perumahan dan satu di restoran Dek Monald. Petugas damkar sangat kewalahan menghadapi kasus nyata.
"Ini bukan latihan! Ada nyawa sungguhan yang harus diselamatkan!" Pasya dan petugas lain berusaha bekerja sebaik mungkin. Yah, tapi praktek tak semudah teori. Meskipun mereka sudah berlatih dengan keras, mereka tetap kewalahan menghadai api dan kepanikan warga.
Hari itu Pasya sebenarnya sedang cuti. Raisa berulang tahun dan ingin merayakannya di Le Milano. Sayangnya, Le Milano sudah penuh, mereka terlambat melakukan reservasi. Jadi terpaksa Pasya memesan di Dek Monald. Raisa sangat marah dan kecewa. Acara belum juga dimulai saat Pasya mendapat panggilan telepon untuk bertugas. Dengan berat hati, Pasya meninggalkan Raisa yang memang sudah kecewa dari awal.
Sama sekali tidak pernah tebersit di pikiran Pasya, peristiwa mengerikan itu akan menimpa dirinya. Dia terlalu sibuk memadamkan api di perumahan sampai saat terjadi kebakaran di Dek Monald, dia sudah terlambat. Teman-teman Raisa berhasil selamat, tetapi tidak dengan anak Pasya satu-satunya. Sementara Ranum, harus menderita luka bakar yang cukup parah. Rupanya Raisalah yang menyalakan api dan membakar dekorasi ulang tahun yang penuh dengan balon.
Kini kejadian sama terulang. Pasya seperti punya utang yang harus dilunasi. Dia harus bisa menyelamatkan anak-anak itu. Barangkali dengan demikian, rasa malu dan penyesalan terhadap keluarganya bisa berkurang.
Untunglah Dek Monald sudah lebih bersiap dengan menyediakan beberapa APAR. Meskipun tidak cukup untuk memadamkan api, paling tidak si jago merah tidak menyebar dengan cepat.
Pasya segera menyerbu ke dalam untuk memastikan semua orang bisa keluar dengan selamat. Dia menemukan beberapa orang sudah lemas karena menghirup terlalu banyak asap. Seorang perempuan yang dibantunya keluar bicara dengan susah payah, "Tolong, anak saya, anak saya."
Pasya segera menyerahkan perempuan itu ke rekannya dan berlari masuk lagi untuk mencari anak ibu tersebut. Dia nyaris menyerah karena tidak menemukan seorang pun di dalam. "Jangan-jangan sudah dievakuasi," pikir Pasya.
Tiba-tiba Pasya menagkap sekelabat bayangan. "Ayah ..." samar-samar sebuah suara muncul dari balik asap. Pasya berhenti, menajamkan pendengaran, mencari tahu dari mana suara itu berasal. "Ayah ..." suara itu kembali terdengar.
"Raisa?" Pasya terhenyak. "Raisa!" Pasya berteriak seperti orang kesurupan, "Ayah datang, Sha. Tunggu ayah, Sha!" Dia berlari menyusuri setiap tempat sekali lagi. Di salam sana, masih banyak tempat yang belum terjamah para pemadam. Asap mengepung, memenuhi setiap tempat yang terjamah udara. Meski telah mengenakan perlengkapan lengkap, Pasya tetap sesak napas. Matanya mulai berair dan kesadaran mulai timbul tenggelam.
"Raisa!" panggil Pasya tanpa henti, sebisa yang dia mampu.
"Ayah!" Jawaban kembali terdengar.
Akhirnya Pasya menangkap sesosok tubuh mungil tergeletak di bawah rak-rak makanan. Dia segera menghampirinya. Tubuh itu sudah tidak bergerak. Pasya hanya mendengar erangan lirih, "Ayah."
Gadis itu bukan Raisa. Namun Pasya menangis tersedu-sedu. Dia memeluk sang anak dengan sangat erat. Dia lalu membopongnya keluar, tidak mempedulikan apa pun. Yang penting hanya membawa gadis itu keluar dengan selamat.
Sampai di luar Pasya masih belum berhenti menangis. Di satu sisi dia bersyukur karena anak itu selamat. Di sisi lain, dia sangat yakin jika tadi dia mendengar suara Raisa. Kerinduan, kedukaan, penyesalan, kelegaan, semua campur aduk. Rasanya ada satu beban terangkat dari pundaknya. Rasanya begitu ringan, lalu Pasya ambruk.
***
"Bagaimana kabar Anda, Pak Pasya?" Suara seorang perempuan menghentikan Pasya yang sedang mengemas pakaian ganti setelah memaksa untuk pulang hari itu juga, tidak mau lagi menginap di rumah sakit. Dia menoleh dan mencoba mengingat-ingat siapa perempuan itu.
"Saya, Rima, ibu dari Luna, anak yang sudah Anda selamatkan." Seolah menangkap kebingungan di wajah Pasya, perempuan itu langsung memperkenalkan diri. "Boleh saya masuk?"
"Tentu saja," jawab Pasya sambil mempersilakan Rima duduk.
"Saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada Anda. Jika Anda menyerah saat itu, mungkin Luna sudah ...." Rima berhenti dan menggigit bibirnya. Nyata sekali dia tidak mau mengucapkan kata-kata buruk itu.
"Itu adalah tugas saya sebagai damkar, Bu Rima. Juga sebagai manusia, dan seorang ayah."
"Saya sudah mendengar tentang keluarga Anda. Saya minta maaf," ucap Rima setulus hati.
"Ya, tidak apa-apa."
"Ngomong-ngomong, tadi pagi saya sudah mendapatkan hasil lab dari Mi ikon kota ini. Dan hasilnya sesuai kecurigaan saya."
"Maksud Anda?" Pasya masih belum mengerti arah pembicaraan ini.
"Apakah Pak Pasya memperhatikan, semua tragedi yang terjadi di kota kita tercinta ini dimulai beberapa bulan sejak mi Le Milano berdiri? Anak-anak mulai bersikap aneh. Mereka hanya mau makan mi itu saja, tidak mau menu yang lain. Lalu mereka berubah menjadi makin agresif dan punya ketertarikan yang aneh dengan api.
Awalnya Luna juga seperti itu. Kemudian saya menyadari ada sesuatu yang aneh tentang mi tersebut. Saya memaksa Luna berhenti mengkonsumsinya. Untunglah dia masih gampang, karena sebelumnya saya memang memperbolehkan tetapi saya membatasi konsumsinya.
Itulah kenapa kemarin untuk acara ulang tahun, saya memilih Dek Monald, padahal teman-teman Luna terus mempengaruhinya agar diadakan di Le Milano saja. Yah, yang menyalakan api kemarin adalah salah satu teman Luna yang kecewa karena menunya bukan Le Milano. Entah bagaimana cara dia mendapatkan korek api."
"Benarkah? Saya sama sekali tidak kepikiran bahwa semua ini terjadi karena Le Milano. Mungkin karena saya sendiri sangat menyukai mi tersebut. Raisa juga. Dan klaim tentang mi sehat, bukankah berasal dari ahli dan pihak yang berwenang?" Pasya sudah menaruh perhatiannya kepada cerita Rima.
"Sayangnya tidak. Tidak ada label halal. Tidak ada pendapat ahli. Semua itu hanya klaim mereka sendiri dan strategi marketing yang andal. Mereka mendekati oknum-oknum penting di kota ini dan menyebarkan kebohongan."
"Lalu, apa hasil lab yang Anda katakana tadi?"
"Rupanya terdapat kandungan narkoba yang menyebabkan kecanduan. Memang kandungannya hanya sedikit. Namun zat tersebut sulit terurai dan menumpuk di tubuh. Lama-lama menimbulkan gangguan perilaku seperti yang menimpa anak-anak kita. Tidak butuh waktu lama sampai zat tersebut berefek kepada orang dewasa yang masih terus mengkonsumsinya."
"Kenapa Anda menceritakan ini kepada saya?" tanya Pasya sedikit curiga.
"Tidak ada maksud apa pun. Saya hanya ingin berbagi kepada sesama korban dan juga sesama warga yang mencintai kota kita yang indah ini."
"Anda sudah melaporkannya ke polisi?"
"Itulah masalahnya. Bukti yang saya miliki tidak cukup. Saya juga hanya orang kecil. Kecil kemungkinan saya dipercaya. Bisa-bisa malah saya dituduh mencemarkan nama baik. Kita butuh bukti yang lebih banyak."
Pasya termenung, tidak tahu mesti menanggapi bagaimana. Dia sendiri sudah merasakan bagaimana pemerintah mengabaikannya padahal nyata-nyata mereka sedang menghadapi krisis. "Kota ini memang terlalu lama menjadi yang terbaik. Sampai akhirnya menjadi congkak."
"Baiklah kalau begitu. Saya pamit Pak Pasya. Semoga Anda lekas membaik." Rima bangkit dan menyalami Pasya. "Oh ya, saya tahu Anda orang yang sangat berdedikasi terhadap profesi Anda. Namun saya harap, jika nanti ada panggilan kebakaran di kaki bukit sebelah selatan, Anda tidak perlu buru-buru datang." Rima menggenggam erat tangan Pasya dan menatapnya tajam.
Pasya terbelalak, lalu dia mengangguk kecil. Setahu Pasya hanya ada padang rumput di kaki bukit selatan. Tidak ada bangunan.Tapi mungkin ada sesuatu yang hanya diketahui Rima.
story by LudiraLazuardi published on February
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro