6: Sindir
Jam istirahat ke dua adalah istirahat dengan durasi paling panjang, pada pukul setengah satu. Alasan karena sekalian istirahat, makan siang dan sholat. Sekitar tiga puluh menit, ini artinya dua kali lipat dibandingkan istirahat pertama yang hanya lima belas menit. Kebanyakan murid menghabiskan waktunya di kantin untuk membeli makan siang, sebagian lagi di dalam kelas menghabiskan bekal yang dibawa, setelahnya melaksanakan salat bagi yang menjalan, sisanya bermain di halaman atau mengobrol di bawah pohon.
Vrinndani berserta tiga sahabatnya memilih menghabiskan istirahat di bawah pohon rindang yang terletak di samping lapangan, salah satu dari lima pohon paling besar yang tumbuh di sekolah.
Sekolah memfasilitasi sebuah bangku, terbuat dari semen yang dibentuk sedemikian rupa lengkap dengan senderannya. Berukuran tidak lebih dari satu meter sehingga tidak mungkin muat diduduki oleh empat orang. Bukan suatu masalah besar, Vrinn memilih mengalah dan mengambil posisi duduk lesehan sambil menyandarkan punggung di salah satu kaki bangku semen.
Di sampingnya Bona duduk sambil meletakkan bekal berbentuk bulat dari brand paling terkenal di dunia perbekalan. Merek yang jika benda itu hilang ibu di rumah bisa marah besar, bahkan memungkinkan menghapus nama anaknya dari kartu keluarga.
Vrinn tertawa sendiri mengingat beberapa lelucon yang ia baca di sosial media tentang merek bekal itu. Sebenarnya produk yang paling terkenal dari brand itu adalah botol minumnya. Seperti yang tengah ia pegang saat ini.
"Ketawa sendiri, bagi-bagi dong," celetuk Wynaa dari atas bangku melengok ke bawah melihat Vrinn tertawa sendiri.
Meskipun terkenal pintar dan cantik, sebagai orang yang dekat, karena sebangku, dengan Vrinn juga mereka telah bersahabat sejak pertama sekali masuk SMA. Wynaa telah paham betul kadang perempuan itu juga bisa bertingkah aneh seperti saat ini.
"Temen lo, kebiasaan," celetuk Bona sembari membuka penutup bekal, sedikit berhati-hati karena titik air yang menempel di penutup beresiko jatuh mengenai roknya.
Lia tertawa melihat dua orang itu, ia tidak terlalu dekat dengan Vrinn. Sebenarnya tidak masuk dalam circle--sebutan untuk sebuah lingkup pertemanan--mereka. Ia bergabung karena Vrinn mengajaknya, bersyukur sekali ia mengenal perempuan itu. Sudah pintar, cantik, baik pula.
"Ini untuk kamu," seru Vrinn menyerahkan sebagian makan siangnya pada Gea.
Alasan Vrinn mengajaknya adalah karena tidak tega melihat teman sekelasnya itu hanya duduk terdiam di kelas memandangi teman-temannya makan. Saat ia bertanya Lia mengatakan bekalnya ketinggalan sedangkan uang sakunya hanya tinggal ongkos pulang. Sehingga Vrinn tergerak untuk mengajaknya join lalu menawarinya makan.
"Terima kasih," ungkap Gea, hatinya sangat tersentuh.
"Aduh-aduh, temen gue ini benar-benar malaikat yang jatuh ke bumi," kata Bona mengedipkan mata berlebihan pada perempuan di sampingnya.
"Kebiasaan," sungut Vrinn karena Bona merusak suasana sana saja, tetapi diam-diam bersyukur dalam hati karena berkat Bona, Lia yang sudah berkaca-kaca kini tertawa.
"Mari makan, guys!" seru Wynaa sebagai perintah segera menyantap bekal masing-masing.
Kelezatan teur goreng gurih dan nasi goreng melebur di mulut Vrinn, ia melihat sekilas Lia juga merasakan rasa yang sama. Ia bangga sekali pada Bunga, mamanya, wanita itu tidak pernah gagal di setiap masakan.
Sendoknya sudah melayang siap untuk mengantarkan satu suapan lagi ke mulut, saat sebuah tangan lebih dulu mengambilnya dan isi sendok tersebut telah berpindah ke mulut orang lain.
Matanya melebar, ia menengok ke samping. Menemukan laki-laki dengan model rambut cepat dan alis mata tebal itu tanpa izin duduk di sebelah Vrinn, memberikan senyum lebar yang amat menyebalkan di mata perempuan itu.
Tiga orang di sana juga sama terkejut, tetapi sama-sama senang dengan kehadirannya. Terutama Wynaa sampai-sampai ia menyesal telah duduk di atas, akhirnya memilih meninggalkan Lia lalu duduk di sebelah Bona. Menatap lekat laki-laki berparas rupawan mengabaikan bekalnya yang masih tersisa banyak.
"Lingga enggak bawa bekal?" tanya Wynaa karena penasaran mengapa sampai harus merebut milik Vrinn.
"Iya," jawab Lingga singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari Vrinn yang juga sedang melihatnya. Sepasang netranya terperangkap pada cantiknya iris mata cokelat muda milik Vrinn.
"Gue dengar di kelas kita ada malaikat baik hati, jadi gue mau minta makan dari dia," katanya lagi, Vrinn mendengus membuat muka.
Mungkin jika orang lain yang mengatakannya ia bisa biasa saja, tapi karena ini Lingga, rasa ucapan barusan itu adalah sebuah sindiran keras padanya.
"Gue bawa banyak, lo mau?" Wynaa mengabaikan interaksi tidak biasa antara Vrinn dan siswa baru tersebut. Mungkin karena rasa sukanya yang menutup mata, membuatnya tidak menyadari bahwa setiap ucapan Lingga itu ditujukan pada Vrinn.
"Tapi gue takut jadi kelaparan," tolak Lingga kini mengalihkan pandangannya pada perempuan yang sedari tadi berusaha keras mengambil perhatiannya.
"Enggak, Ngga. Gue bawa banyak. Kita bisa bagi dua kayak Vrinn sama Lia." Tanpa memberikan Lingga kesempatan untuk menolak lagi, Wynaa segera membagi bekalnya dengan perbandingan yang timpang. Ia memberikan lebih banyak pada laki-laki itu.
Menghela napas berat, tujuannya menghampiri kelompok itu adalah Vrinn, tidak menduga perempuan itu punya teman yang amat menyebalkan.
Ia menerima uluran bekal itu dengan berat hati, Lia dan Bona mengamati dalam diam adegan barusan. Apakah ini yang disebut cinta segitiga? pikir Bona melirik Lia, menemukan Lia juga memikirkan hal yang sama. Tidak ambil pusing ia mengendikkan bahu kembali melanjutkan kegiatan makan siangnya.
Rasa lezat nasi goreng buatan mamanya tidak sanggup mengembalikan nafsu makannya yang hilang semenjak kehadiran Lingga. Ia juga sangat enggan memakai sendok yang sama yang telah terkontaminasi dengan mulut laki-laki itu.
Melirik arloji di pergelangan tangan, masih menunjukkan mereka punya sisa waktu istirahat yang masih banyak. Ia tidak tenang berada di dekat Lingga, kendati kini Wynaa bisa mengambil perhatian laki-laki itu dengan beragam pertanyaan, sehingga ia tidak perlu repot-repot menahan ketidaksukaannya pada Lingga.
Vrinn ingin pergi dari sana, kehadiran Lingga membangkitkan kecemasan. Satu suapan ia kunya hingga berkali-kali, tidak dapat menelan meskipun bentuknya sudah sangat halus tinggal ditelan.
"Oh, ya, Ngga. Emang benar ya, Bokap lo yang punya yayasan?" tanya Wynaa tidak membiarkan Lingga lepas, bahkan hanya untuk menghabiskan bekal yang ia bagi.
Dari seluruh pertanyaan basa-basi yang super basi dari Wynaa. Pertanyaan satu ini sedikit menarik, ia melirik Vrinn yang tampak tidak suka dengannya tetapi dapat ia tutupi dengan tampang tidak pedulinya.
"Iya," jawabnya singkat, mendapati Vrinn berhenti mengunyah mendengar jawaban jujur itu.
"Woah! Gila keren banget. Pantes masih bisa pindah sekolah padahal udah kelas tiga."
"Iya, bokap gue memang keren. Beliau bisa mengendalikan segalanya, memasukkan murid baru...." Perkataannya berjeda membuat Vrinn yang diam-diam menyimak menoleh. Pandangan mereka kembali terkunci. "Atau mengeluarkan murid."
Tidak tahan, Vrinn bangkit berdiri. Tiga perempuan yang ada di sana menatap sikap Vrinn, lebih tepatnya terkejut.
"Kenapa, Vrinn?" tanya Bona.
"Aku mau muntah, aku ke kamar mandi duu."
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro