Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16: Saudari

Keributan di kantin siang itu menjadi buah bibir yang merebak pada topik-topik pembahasan di seluruh sekolah. Perundungan adalah isu serius juga sensitif bagi sekolah. Kasus yang terjadi lima tahun lalu adalah aib sekaligus duka yang memilukan. Pasalnya meskipun pihak yayasan sudah menutupi kasus tersebut dengan sangat rapi, beberapa orang tetap tahu, menyebarkan beritanya lewat mulut ke mulut dengan embel-embel 'ini rahasia jangan beritahu siapa-siapa '. Nyatanya berita tetap menyebar luas ke mana-mana.

Penganiayaan dengan motif perundungan, korbannya mengalami luka yang cukup serius dilarikan ke rumah sakit tetapi tidak sempat tertolong dan akhirnya meninggal dunia.

Orang-orang mengatakan bahwa orang tua korban adalah seorang polisi, nyatanya ternyata yang polisi adalah pamannya. Jika kenyataannya orang tua korban adalah polisi anak malang itu tidak akan mengalami nasib naas tersebut.

Justru alasan ia dirundung oleh seniornya adalah pekerjaan ayah si korban yang hanya supir angkot. Mereka menganggap dengan strata sosial berbeda anak itu tidak akan berani melawan sehingga mereka semakin semena-mena.

Ada empat pelaku, dua di antaranya memang dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas sedangkan dua lagi hanya ikut-ikutan. Keempatnya dengan tegas dikeluarkan dari sekolah tanpa ada pengampunan.

Tidak ada yang tahu kabar mereka sekarang, yang pasti usai kejadian tersebut sekolah menjadi lebih mawas akan kejadian serupa terulang kembali. Sekolah juga sudah melarang kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa) yang menyuruh anak baru memakai barang aneh-aneh. Melarang adanya perbedaan level antara kakak kelas dan adik tingkat. Penambahan guru konseling yang setiap angkatan memiliki dua guru. Juga pengadaan fasilitas pengaduan murid bila mengalami perundungan. Semua itu membuktikan betapa sekolah sangat peduli terhadap muridnya, perlahan citra sekolah membaik.

Memegang erat ponsel dengan layar retak itu, ia menghentakkan kakinya keras-keras, mukanya tertekuk bibirnya maju satu senti. Begitu tiba di kelas kehadirannya menjadi pusat perhatian tiga orang yang telah menunggu.

"Loh, pesanan kita mana Wyn?"

Wynaa menghempaskan bokong pada kursi di samping Bona. "Enggak ada pesanan-pesanan! Gue kesel banget!"

Bona, Vrinn dan Lia serentak mengernyitkan dahi melihat perempuan itu, Vrinn lebih dulu bersuara mewakili kedua temannya untuk bertanya, "Kamu kenapa?"

"Sebel banget gue sama satu anak baru," Ia mulai mulai menceritakan kejadian sial yang ditimpanya barusan. Dari awal ketika ia bertabrakan dengan adik kelasnya, hingga kehebohan yang ditimbulkan karena drama berlutut itu.

"Ngapain coba pakai berlutut sampai mohon-mohon segala, gue bahkan belum ada marah-marah, belum sempat maki-maki dia, dan yang pasti enggak ada nyentuh dia. Tapi kalian tahu? Dia berakting seolah gue melakukan hal mengerikan sama dia! Untung gue celat pergi dari sana, kalau ada guru lewat terus lihat gimana? Bisa habis gue dituduh nge-bully dia. Kurang ajar memang!"

Bona mengambil botol Vrinn yang tergeletak di atas meja, membuka tutupnya dan menyodorkannya ke hadapan Wynaa. "Sabar-sabar, minum dulu, deh. Tenangin diri."

Vrinn melakukan hal yang sama ia mengusapnya pundak Wynaa, mencoba menenangkan temannya yang masih emosi tinggi. Lia hanya mengamati sambil sesekali mengipasi Wynaa dengan buku yang dipegangnya.

"Playing victim, dasar tukang drama! Kalau peraturan sekolah nggak ada larangan berbuat kasar, udah gue hajar kali dia."

"Tapi hape kamu masih berfungsi, kan?" Vrinn mencoba mengalihkan pembicaraan agar temperamen temannya itu bisa turun. "Coba aku lihat."

Wynaa menyerahkan gawainya, ada retakan besar di pinggir mencipta garis sampai keujung dekat kamera depan, untung saja waktu Vrinn membuka fitur kamera benda itu masih berfungsi dengan baik.

"Kayaknya cuma kena anti goresnya, deh. Kamu bisa ganti."

"Iya, syukurlah hape gue enggak kenapa-kenapa."

Bona ikutan melihat keadaan ponsel Wynaa. "Mantep tampere glass ini lo beli di mana?"

Wyna menyunggingnya seulas senyum, ia bergairah membahas antigores kaca ponselnya. "Aku belum di online shop waktu itu, lagi diskon lima puluh persen. Eh, besok tanggal kembar, sekalian gue beli, ah."

Vrinn mengembuskan napas lega akhirnya Wynaa bisa kembali ceria, kini gadis itu tengah membicarakan tentang diskon dan voucher untuk check out besok bersama Bona yang kelihatan sangat tertarik juga.

Saat mereka sedang asyik-asyiknya berbincang tentang belanja, sepasang kaki jenjang berjalan menghampiri mereka. Berhenti tepat di depan Vrinn.

Menyadari siapa sosok tersebut, mata Wynaa berbinar, mulutnya terbuka ingin berteriak tetapi cepat telapak tangan Bona menutupnya. Wynaa menyingkirkan tangan Bona cepat, lalu membenarkan anak-anak rambutnya kemudian memasang senyum lebar.

"Hai, Lingga," sapa si perempuan berambut pendek. "Lo mau gabung sama kita lagi, ya? Yuk, yuk, sini." Wynaa sengaja berdiri menyerahkan kursinya. Tetapi laki-laki mengabaikannya, ia malah fokus pada Vrinn membuat perempuan itu menjadi kikuk, karena kini perlakuan Lingga membuat ia menjadi pusat perhatian ketiga sahabatnya.

"Ada yang mau gue omongin sama lo. Kita perlu bicara empat mata."

"Kamu mau bicarakan apa? Bisa bilang aja di sini." Semenjak presentasi hari itu, Vrinn selalu menghindari Lingga, lebih tepatnya meminimalisir bertemu dengannya. Sangat sulit sebenarnya mengingat mereka satu kelas.

"Lo mau gue omongin di sini beneran?" tanya Lingga sambil memperhatikan ketiga sahabatnya dengan tatapan tidak percaya.

Wynaa yang peka bahwa Lingga benar-benar ingin bicara hanya berdua saja mengambil tindakan. "Sudah sana, Vrinn. Lingga cuma mau ngomong doang, lo susah amat dah."

Ada sedikit kesal dalam hati Wynaa melihat kedekatan Lingga dan Vrinn. Vrinn memang menunjukkan ketidaksukaan yang kentara pada Lingga, tetapi Lingga memperlihatkan hak yang berbeda ia selalu berusaha menarik perhatian Vrinn. Setiap waktu hanya ingin berbicara pada Vrinn.

Ia cemburu, ini sudah gebetan kesekian Wynaa yang berakhir malah menyukai Vrinn alih-alih dirinya. Padahal ia suda berusaha keras untuk mengambil hati Lingga, eh yang dapat malah Vrinn.

Iya, iya. Vrinn selalu menolak, tetapi tetap saja menyebalkan.

Mau tidak mau karena Wynaa yang meminta akhirnya Vrinn mau, ia pun mengikuti Lingga menuju belakang sekolah, sebuah tempat sepi yang cocok digunakan untuk membahas masalah mereka.

Sesampainya di sana Lingga menyerahkan sebuah foto yang dicetak berukuran enam belas kali delapan centi meter ke hadapan Vrinn.

Mata Vrinn terbelalak melihat siapa orang dalam foto tersebut, itu dirinya bersama seorang pria di sebuah Mall.

"Kamu?"

"Iya, gue punya bukti foto lo bareng dia," jawabnya sambil memberikan foto yang berbeda. Kini gambar Vrinn bersama pria itu di pintu masuk sebuah hotel.

Jantung Vrinn rasanya bertalu-talu, tangannya gemetar. "Apa yang kamu inginkan dari aku Lingga?"

"Gue mau lo hancur, Vrinn. Seperti yang gue bilang, gue akan balaskan semua yang lo lakuin. Lo enggak bakalan bisa lepas dari gue."

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro