파보
"What happened back there? Kalian sudah baikan lagi?" tanya Soo-yeon sambil melompat-lompat bahagia. Melihat reaksi tubuhnya saja, Soo-jung sudah bisa membaca pikiran Soo-yeon.
"Tidak, kita hanya. . ."
"Ayolah Jungs, akui saja. Kau menyukainya sampai kau tidak bisa move-on darinya!"
Di dalam lubuk hatinya Soo-jung ingin sekali kembali ke Jung-kook. Apalagi melihat Jung-kook yang entah kenapa bisa menjadi begitu peduli terhadapnya. Apakah sebaiknya ia kembali begitu saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara mereka?
"Hello, earth to Soo-jung?" tanya Soo-yeon setelah menyadari Soo-jung yang sedari tadi melamun tanpa memerhatikannya.
"Anyways, I have to go. . . I have a meeting scheduled—"
"Nope, you're staying! I'm officially locking you in here with Kookie oppa! Have a nice day sis!" seru Soo-yeon yang langsung berlari kabur, meninggalkan Soo-jung menatapinya dengan bertanya-tanya. Entah apa lagi rencana adiknya yang iseng itu.
"I'll cut your credit card access this second!" ancam Soo-jung dengan suara lantang. Alih-alih menatapi Soo-jung dengan horror, Soo-yeon malah mengeluarkan lidahnya untuk meledek Soo-jung.
"I don't care!" balas Soo-yeon sambil melompat-lompat ria menuruni tangga penthouse Soo-jung.
Ia sampai di depan pintu menemui Jung-kook dan Tae-hyung yang masih asyik berbincang-bincang. Inilah kesempatannya untuk menyatukan Jung-kook dengan kakaknya sebelum keduanya berubah pikiran mengenai satu sama lain.
"Kookie oppa, aku akan meninggalkanmu sendiri disini dengan Soo-jung. Jika dia berhasil kabur kau akan berakhir dimana puluhan lagu telah menunggumu." jelas Soo-yeon dengan raut wajah yang jelas mengancam Jung-kook. Tentu saja Jung-kook tidak ingin disuruh merekam lagu sepanjang minggu, apalagi dengan Soo-yeon.
"Baiklah. . ." jawab Jung-kook dengan desahan lemah.
"Tae-hyung oppa, gaja [Ayo pergi]!" ucap Soo-yeon yang tiba-tiba berubah menjadi ceria setelah mengancam Jung-kook dengan tatapan sinis.
"Nikmatilah waktu kalian bersama, Kook a!"
Dengan itu, Soo-yeon dan Tae-hyung telah menelantarkan Jung-kook di rumah Soo-jung tanpa uang, baju, ponsel, dan tentu saja tanpa ijin manajernya.
🌵🌵🌵
"So. . . why are you still here?" tanya Soo-jung untuk membuang atmosfir canggung yang daritadi menyelimuti mereka. Selama satu jam terakhir, keduanya terduduk diam di ruang tamu Soo-jung tanpa mengatakan apa-apa.
"Soo-yeon menyuruhku untuk menjagamu. Lagipula, ada sesuatu yang ingin kubicarakan. . ." jawab Jung-kook kembali tanpa menoleh kearah Soo-jung sedikitpun. Tatapannya tidak terlepaskan dari buku milik Soo-jung yang sedang ia baca.
"Baiklah, silahkan saja to the point," balas Soo-jung yang terduduk tegang menunggu Jung-kook membuka mulutnya.
"Bogosipda [Aku merindukanmu] Soo-jung a, aku tahu semua perbuatanku tidak bisa dimaafkan begiu saja. Karena itu aku bertanya-tanya, apakah kita tidak bisa kembali seperti dulu?"
"Tentu saja tidak—"
"Sebagai seorang teman." ucap Jung-kook untuk mengakhiri kalimatnya. Soo-jung hanya bisa terdiam melihat Jung-kook, ia ingin Jung-kook kembali mengejarnya. Bukan menyerah padanya seperti ini. Memang benar bahwa Jung-kook telah berubah, tapi ini bukan yang ia inginkan darinya.
"Baiklah."
Untuk mengucapkan satu kata itu saja cukup berat bagi Soo-jung. Tetapi sepertinya keputusan Jung-kook sudah bulat.
Ia ingin menganggapnya sebagai seorang 'teman'.
🌵🌵🌵
—Jeon Jung-kook—
Selama satu jam terakhir, Soo-jung hanya diam saja menatapiku. Betapa ingin sekali ku memeluknya dan mengatakan aku masih mencintainya, tetapi jika aku kembali padanya, aku hanya akan menyakitinya.
Mungkin ia kuat dan tegar menghadapi semuanya, tetapi disaat yang bersamaan ia hanyalah seorang gadis kecil yang baru menginjak umur dua puluhan.
"So. . . why are you still here?" ucapnya untuk membuka atmosfir canggung yang daritadi menyelimuti ruangan ini.
"Soo-yeon menyuruhku untuk menjagamu. Lagipula, ada sesuatu yang ingin kubicarakan. . ."
Setelah mendengarkan itu, wajah Soo-jung langsung berubah tegang. Betapa lucunya anak ini. . . Aku menyesal telah meninggalkannya untuk semua wanita yang tidur bersamaku hanya demi uang.
"Baiklah, silahkan saja to the point. . ."
Melihat wajahnya yang semakin menegang membuatku ingin tertawa sesaat. Tetapi ini mungkin bukan waktu yang cocok untuk menertawakannya.
"Bogosipda [Aku merindukanmu] Soo-jung a, aku tahu semua perbuatanku tidak bisa dimaafkan begiu saja. Karena itu aku bertanya-tanya, apakah kita tidak bisa kembali seperti dulu?"
Matanya langsung melebar mendengar ucapanku, dan raut wajahnya tiba-tiba melayu ketika ia diam sejenak memikirkan sesuatu.
"Tentu saja tidak—"
"Sebagai seorang teman." Aku terpaksa mengucapkan kalimat itu dengan berat hati. Sejujurnya aku masih menginginkannya, aku ingin mengejarnya dan mendapatkan hatinya kembali. Tetapi aku tahu kalau semua itu terlalu egois. Aku telah menyakitinya dan membunuh hatinya.
"Baiklah."
Jawabannya yang singkat itu mengejutkanku. Aku tidak menyangka ia akan menyerah begitu saja, kupikir ia akan menamparku atau bahkan memukulku untuk melampiaskan kemarahannya. Tetapi tidak, ia hanya diam saja dengan wajahnya yang semakin layu.
Astaga, Jung-kook! Kau telah menyakitinya lagi. Atau mungkin sebaliknya? Apakah ini yang ia inginkan dari awal?
Prang!
Mendengar suara itu, panik langsung memakanku saat itu juga. Aku berlari secepat mungkin kearah sumber suara tersebut dan menemukan Soo-jung terbaring lemas di atas lantai, dengan darah di ujung jari-jarinya.
Tanpa mengatakan apa-apa, aku sudah bisa menebak alasan mengapa ia barusan jatuh dari tangga sambil membawa piring.
Ini semua karena diriku. . .
"Tolong!"
Hanyalah itu yang bisa kulakukan untuk menolongnya. Soo-jung masih terbaring lemas di dalam pelukanku dengan wajah pucat.
"Kook oppa. . . don't leave me. . ." gumamnya dengan lirih. Mengapa disaat kritis seperti ini ia malah memikirkanku diatas kesehatannya? Atau mungkin dia memikirkan kondisi hatinya yang tertusuk oleh ucapanku?
🌵🌵🌵
—Jeon Jung-kook—
"Jung-kook a!"
Mendengar namaku dipanggil, aku langsung menoleh ke ujung lorong dan mendapati Soo-yeon dan Tae-hyung berlari kearahku.
"Mengapa ini bisa terjadi? Aku jelas-jelas menyuruhmu untuk mengawasinya!" teriak Soo-yeon sambil memukulku dengan air matanya yang terus berlinangan tanpa henti.
Tae-hyung langsung memeluknya untuk menenangkannya. Dia benar juga, mengapa aku harus mengatakan itu kepada Soo-jung tadi? Dasar Jung-kook bodoh! Wanita apa yang ingin dianggap sebagai teman oleh seorang pria yang dulu ia cintai?
Seorang pria tua dengan jaket putih serta papan laporan mendekati kami dengan pandangan sedih. Menilai dari tampangnya, ia adalah seorang dokter kelahiran Korsel yang bekerja di Amerika.
Baguslah, paling tidak aku masih bisa mengerti penjelasannya mengenai kondisi Soo-jung.
"Pasien Lee Soo-jung telah kehilangan banyak darah karena jatuh dari tepat di kepalanya, apa lagi dengan darah yang terus mengalir melalui ujung jari-jarinya karena ia mengidap hemofilia."
Apa? Soo-jung mengidap hemofilia? Mengapa aku bisa begitu careless untuk melupakan hal itu?
"Donor untuknya masih dicari karena golongan darahnya yang langka—"
"You have to save her! I don't care how but you have to save her!" teriak Soo-yeon sekuat tenaga sambil mencoba melepaskan pegangan Tae-hyung.
Aku tidak bisa menyalahkannya untuk tidak panik, Soo-jung yang mengidap hemofilia telah bertahan sampai umur dua puluhan bisa dianggap hebat. Tetapi, stress berat yang ia alami di dalam dunia bisnis pasti telah membuatnya lelah secara fisik dan mental. Lebih parahnya lagi, aku malah memintanya menjadi temanku disaat dimana ia masih membutuhkanku disisinya.
Jeon Jung-kook. . . Kau benar-benar bodoh. . .
—End of Chapter Eleven : 파보—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro