Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

i v . t a k u t g e n d u t ?

"Kenapa muka lo pucet?" Raberta bertanya-tanya menatap intens murid pindahan yang kini menjadi teman barunya itu. Dimana wajah cantik naturalnya itu terlihat pucat. Apalagi saat mata pelajaran berlangsung, Radelyn hanya bersender di tembok tanpa kicauan semangat pagi. 

"G-gue kelihatan pucet, ya?" alih-alih Radelyn bertanya balik menunjuk dirinya sendiri beralih memantulkan wajah cantiknya di hadapan kaca lipat miliknya.

Raberta mengangguk sibuk memandangi gadis itu. Lalu menebak suatu hal, "Hem, lo belum sarapan?"

Hampir saja kalah telak, karena dirasa benar dugaan Raberta benar. "I-iya. Gue bangun kesiangan," decih Radelyn membuat alasan yang terbilang masuk akal. 

Karena itu, Radelyn kini dihadapkan dengan hidangan kantin saat istirahat berlangsung.

Nasi goreng spesial dengan lauk ayam geprek. Dimana sambel mentahnya membuatnya tak bisa berpaling. Ditambah dengan seblak jumblo dengan porsi jumbo itu membuat nafsu makan gadis yang kini berada dalam masa diet--menjaga pola makanannya itu sedikit terambing. Apalagi jajanan cilok, somay dan batagor pun tersedia. Dimana camilan prioritas yang Radelyn selalu dapatkan di kantin sekolah.

Makan, makan, makan! Radelyn tak bisa mengendalikan nafsu makannya. Lebih baik, saat ini ia memilih nasi goreng spesial, saja. Itu setidaknya sudah membuat cacing pita di dalam perutnya tidak berdemo.

Radelyn membagikan kelebihan lauknya pada ketiga temannya itu tanpak mengeluarkan komentar, dimana kepalanya tiba-tiba berdenyut. Padahal, belakangan Radelyn mencoba mengurangi sarapan. Kenapa baru sekarang caci pita di perutnya merengek?! Sungguh menyebalkan! 

Vita membalik-balikan ayam geprek pemberian Radelyn. Gadis itu sangat berterimakasih, karena dua potong ayam geprek, kini telah menjadi menu makan siangnya hari ini.

Begitu dengan Runika, nasi uduk dan juga seblak pemberian Radelyn, gadis itu memakannya dengan lahap.

"Bagaimana bisa, lo enggak pernah gendut?"

Pertanyaan itu pernah Radelyn tanyakan spontan. Bagaimana, bagaimana, dan bagaimana cara gadis itu tidak kegendutan dengan pola makanan yang terbilang melebihi target Radelyn sendiri?

"Yang penting, sehat!" Itulah jawaban dari Runika. Seolah gadis itu tak memperdulikan berapa banyak makanan yang masuk ke dalam perutnya.

Radelyn beralih memperhatikan makanannya sendiri, sepiring nasi goreng itu masih membuatnya ragu-ragu. Antara 'Ya' dan 'Tidak'. Pada akhirnya, sama saja tidak mengungah selera makannya. 

"Delyn. Kenapa gak dimakan?" pergok Vita meraih sendok makan gadis dihadapannya itu bersiap menyuapinya.

"Mulut lo masih belepotan, bye the way."

Vita terkekeh tanpa rasa malu segera mengambil tisu membersihkan sisa makan di area bibirnya yang kini menjadi belepotan tanpa disadarinya.

Radelyn kini mau tak mau mencoba memasukkan satu sendok nasi nasi goreng ke dalam mulutnya. Sedikit mengubah lebih lambat, ada saja hal yang membuat suasana hatinya lebih memburuk.

"Lo gak pikirin hal itu, 'kan? Gue tau perasaan lo. T-tapi, asupan makan juga penting. Bukan cuma buat berat badan naik!"

Teguran dari Runika berhasil membuat ekspresi Radelyn semakin pucat. 

"Kalau pembicarain gue terlalu lancang--" Runika menimbang perkatannya kembali. Mendadak suasana pun berubah drastis.

"Enggak! Lo enggak salah. Seharusnya ... ash, sudahlah!"

Setelah itu, Radelyn berpamitan kepada ketiga temannya itu terlebih dahulu meninggalkan mereka. Ia juga ingin menjadi mereka. Makan dengan lahap tanpa memikirkan resiko hari esok.  

Radelyn membasuh mukanya di kamar mandi. Bercermin di wastafel sejenak menenangkan diri sendiri. Dimana wajah cantiknya terlihat begitu pucat.

"Huek!" 

Mendadak mual, gadis itu mengikat rambutnya acak-acakan mempercepat langkahnya menuju ruang kesehatan mencari kotak P3K apapun itu, yang dirasa sebagai pertolongan pertama. Ditambah dengan kepalanya yang terasa lebih berdenyut dari sebelumnya.

Jika telah bertemu dengan ruang UKS, ia akan merebahkan tubuhnya di atas brankar ruangan kesehatan--tak lain, tak bukan kerap dengan nama ruang UKS. Sayangnya, harapannya tidak sesuai, ruangan tersebut telah berpenghuni murid lain--entah, itu senior ataupun junior. 

Keringat telah bercucuran membasahi dahunya. Dengan salah satu tangan yang sedari tadi memegang perut, Radelyn berusaha menahan mual.

Matanya menerjap dimana kotak P3K itu berada. Teralihkan dengan tangan seseorang lebih dekat dari jangkauan benda tersebut berada, berbaik hati membukakan kotak P3K yang telah menjadi targetnya.   

"M-makasih," ujar gadis itu berterimakasig selagi menoleh ke siswa tersebut dengan wajah pucatnya.

"Sial! Wajah lo pucet, kayak mayat hidup."

Disituasi seperti ini, Flag masih tertawa tanpa beban. Bukankah lebih baik membantu junior yang terlihat kesusahan terlebih dahulu daripada menertawai dengan candaan garing.

"Huek!"

Hampir saja, Radelyn memuntahkannya di ruangan kesehatan ini. Sayangnya, ia masih memikirkan image. 

Frag segera merengkuh gadis itu membantunya naik ke atas brankar, dimana gadis itu dapat beristirahat sejenak. 

"Noh. Makan!" perintah Frag menunjuk sepiring bubur ayam telah berada di meja dekat narkas yang Radelyn kini tepati.

Dengan ekspresi tidak suka, Radelyn menolaknya. "Gak mau! Gue gak mau gendut."

"Gendut? Berat badan lo berapa emang?" Frag mengerutkan kening. Terlihat darimana pun struktur tubuh gadis itu terlihat 'ideal', atau juga masih berada di kategori ideal. "Jangan-jangan merendah buat ngeroket, ye?" 

"Setidaknya, jangan ngatain gue!" Radelyn memutar bola mata malas.

Jika kemarin Radelyn memberikannya coklat sebagai ucapan terima kasih. Jangan berharap hari ini Radelyn akan kembali luluh.

"Gue gak butuh ucapan terima kasih. Lebih baik, lo balas kebaikan gue dengan makan tuh bubur." 

Sial! Radelyn berdecak dalam hati. Seolah lelaki itu terlebih dahulu mengerti apa tang dipikirkannya. Atau, dia hanya merasa karena ia terang-terangan berterima kasih kepadanya melalui coklat manis kemarin?

Berapa banyak kemungkinan yang terlintas, kicauan Frag membuyarkan segalanya.

"Cih! Kelihatan banget kalau enggak sarapan. Kenapa? Takut gendut?" gelik Frag mengeluarkan candaaan yang terbilang sensitive bagi kaum wanita.

Tidak salah, dan bukan kesalahan jika lelaki itu mendapat lemparan gumpalan kertas mengenai tepat kepalanya.

"Fiks! Gue yakin kalau lo lagi PMS!" tebak Frag berseru.

Radelyn yang masih tida bereaksi. Ia sedikit memikirkan apa kah reaksi tubuhnya seperti ini karena tamu bulanan datang? Oh, tidak! Jika dilihat dari jadwal, seharusnya dua minggu lagi.

Radelyn tidak mau berkalut dengan pemikiran itu. Ia membuang pemikiran itu jauh-jauh dengan kembali melemparkan segumpulan kertas kepada Frag.

Frag hanya mengelus kepalanya yang tidak berdosa itu. Dengan ekspresi tampannya, ia menata kembali rambut coklatnya yang dirasa awut-awutan sebelum meninggalkan ruangan.

Padahal, niat Frag kemari--berada di ruang kesehatan ini, adalah ia ingin tertidur nyenyak di brankas dengan abal-abal sakit. Mangkannya, semangkuk bubur tersebut telah menjadi tanggung jawab pengurus inti ruang kesehatan sekolah.

"Ganteng, sih ganteng. Tapi ... Ralat-ralat, yang ada Ganteng Ganteng Serigala."

Kalau kalian tim takut gendut?
apa pingin gendut, tapi
berat badan gamau naik?

TBC✨

see u next chaper

tetep stay disini ya wkwk
authornya emang suka ngaret😖

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro