i . i m p e r f e c t
"P-putus ...?"
"Iya. Putus!"
"Lo jelek ..."
"Tambah gendut."
"Berat badan juga bertambah. Hm!"
"Pokoknya, gue enggak suka punya cewek kayak lo lagi, Radelyn."
Radelyn yang tidak bisa berbuat apa-apa di kandasnya hubungan mereka yang telah terjalin dalam kurun dua tahun belakangan ini semua sirna.
Jika diingat-ingat, kebodohannya adalah mengagap lelaki pengecut itu selalu berada di pihaknya. Jika semua lelaki hanya memperhatikan fisik, buat apa perasaan diadakan?
... atau lebih baik mengenakan istilah 'cantik, tapi gak punya hati?'
Apa itu yang lelaki jaman sekarang lebih sukai? Termasuk tipe mantan Radelyn, yang hanya mengakhiri hubungan hanya dikarenakan berat badannya bertambah?
"Sial!" Gadis itu menjerit kesal memperlihatkan angka anak timbangan yang barusaja menghitung bobot berat badannya.
Apa kesalahan yang diperbuatnya hinga berlebih dari badan idealnya. Meski demikian jika ia mengaca di kaca persegi panjang, hal itu tak mempengaruhi bobot dan bibit kesempurnaannya. Berat badan ideal dan tinggi yang setara bak model yang selalu ia kagumi di majalah langanannya.
"Berengsek! Berengsek! Berengsek!" Tanpa sengaja, gadis itu berteriak nyaring. Melampiaskan perasaan kesalnya.
Tidak sampai disitu, Radelyn memikirkan banyak. Tidak hanya menyesali nasib buruknya, Radelyn tak mau make-up nya luntur hanya dengan menagisi cowok berengsek--yang 'dia' sendiri berusaha keras mencampakan kita. Yang ada hanya membuang waktu berharganya.
Cewek tetaplah cewek, seberapa kerasnya ia terlihat baik-baik saja. Di balik layar belum sekuat apa yang diperlihatkan.
Satu napan makanan favoritnya dengan segelas susu tak gadis itu hiraukan. Yang ada rasanya ia ingin membuangnya jauh-jauh dengan membatasi pola makanannya. Beruntungnya, cacing manja diperutnya kali ini tidak merengek meminta asupan makan. Radelyn bernafas lega hanya meminum susu hangat sebagai syarat pagi.
Radelyn Austrelia, namanya. Hidupnya bagai ratu dikelilingi para pangeran bak kerajaan hanya karena Radelyn adalah satu-satunya cucu perempuan di keluarga kakek-neneknya.
Satu minggu berlalu, Senin menjelang senin. Hari dimana Radelyn, masih berstatus sebagai murid pindahan di SMA Pamuel.
Maka dari itu sebelum aktivitas pagi di sekolah baru, gadis itu mengatur kembali riasan make-up kecantikannya. Bagi Radelyn sendiri, aksesoris rambut panjangnya dengan hiasan bandana kelinci membuat penampilannya lebih imut dari pada anak seusianya.
Tak lupa memotret sebuah foto di instagram akun miliknya. Meski dalam mote privasi, akun instagramnya selalu dipenuhi like di ungahan foto terbarunya.
Setelah itu, Radelyn bersiap meraih tas peach-nya dengan penampilan yang agak sedikit berbeda hari ini. Ia juga tidak mau terus bertaut dalam zona nyaman. Radelyn akan membuat mantan berengseknya itu menyesal karena meninggalkannya.
"Keluarlah dari zona nyaman."
"Semilu yang dulu. Biarlah berlalu ..." Radelyn menyanyikan sebuah lirik lagu berasal-asalan menjadi rock yang akan menarik keras pita suaranya. Selagi menghentakan kaki menuruni anak tangga membuat seluruh anggota keluarga berada di ruang makan memperhatikan gadis itu berbagai tatapan.
"Kamu lagi konser atau mau rusuh pagi-pagi?"
"Kita ini insan, bukan seekor kambing!" Salah satu seseorang melanjutkan reff lagu yang dinyanyikan Radelyn beberapa detik lalu.
Ah hari ini ruang keluarga rasanya sudah seperti markas keluarga. Dimana beberapa anak dan cucu dari nenek sedang menginap disini.
Radelyn terlebih dahulu mengucapkan salam sebelum menempuh perjalanan menuju sekolah barunya. Seperti biasa, Radelyn memasang earphone di kedua telinganya. Di kursi pengemudi, terdapat supir pribadi dengan mendengarkan radio mengenai berita pagi ini.
"Non," panggil Pak Han sedikit mendongak ke arah dimana Radelyn, Nonanya itu berada.
Radelyn yang merasa dirinya dipanggil menjeda music player menyahuti panggilan dari supir pribadinya, "Ya, Pak?"
"Enggak kesiangan atuh, Neng? Daerah sini masih macet ada perbaikan jalan."
"Masih jauh?" Radelyn bertanya balik memperkirakan situasi.
"Belokan depan sudah sampai, Neng."
Cukup lah, ya! Radelyn memperkirakan waktu tersisa. Jika dilihat-lihat, waktunya semakin menipis.
"Yaudah, Pak. Biar Radelyn pesen ojol," keputusan akhir Radelyn menyelinap keluar dari mobil dipenuhi dengan suara laksonan terdengar nyaring di telinganya.
KRING ...!
Belum sampai di tepi jalan, kali ini motor tidak jauh dari arahnya berulang kali mengklason tidak sabar.
"Iya-iya, sabar. Gue juga lagi jalan," kesal gadis itu sedikit menunduk menutup sebagaian raut mukanya dengan topi SMA Pamuel.
Sedikit tidak asing bagi si pengemudi motor tersebut, dimana seragam keduanya memiliki bet lokasi yang sama.
"SMA Pamuel, kan? Sini bareng gue aja!" ajaknya. Daripada membuang waktu entah apa yang gadis itu katakan, si pengemudi motor asing itu memberikan segera memberikan helm. "Udah! Buruan naik!"
Radelyn belum sempat bertanya, siapa nama si pengemudi motor yang tiba-tiba memberikannya tumpangan. Fokusnya beralih ke ketegangan dimana lelaki itu,tak lain si pengemudi motor memainkan nyawanya berada di balap motor.
Sesampai di ambang gerbang SMA Pamuel, Radelyn dapat melihat Pak satpam rupanya sibuk bersiap mengeser pagar terlihat lebih berat daripada kelihatannya. Gadis itu menutup matanya belahan. Ia mungkin akan membayangkan hukuman menanti di depan matanya. Karena terlambat di statusnya yang masih menjadi murid baru.
Hampir saja sesat seolah nyawanya melayang dari ambang ketinggian, decitan suara membuyarkan lamunannya.
Saat itu juga, Radelyn membuka kelopak matanya belahan. Dimana mereka telah berada di area parkiran. Keringat bercucuran menghiasi kening gadis itu. Dimana Pak satpam pun menatap tajam keduanya. Entah apa yang terjadi, beruntungnya, mereka masih dapat memasuki gerbang SMA Pamuel.
"Atribut. Atribut! Atributnya di pakai!"
"Eh, kamu yang rambutnya berubun. Dasinya dipakai!"
Karena merasa atributnya lengkap, Radelyn bersikap biasa-biasa saja. Tak ada yang perlu dikuatirkannya.
"Gak masuk bareng?" tanyanya sejenak. Dimana si lelaki itu malah memperlambat langkahnya sehingga tak terburu memasuki lapangan. Padahal bel masuk telah berkumandang cukup keras.
Disinilah otak Radelyn bekerja keras untuk berfikir. Satu hal yang tiba-tiba bermunculan, adalah karena seragam atributnya kurang lengkap!
"Hem! Kira-kira apa, ya??" gumam Radelyn dalam hati. Memperhatikan atribut lelaki itu. Mulai dari atribut yang dipakainya. Membedahkan apa saja atribut yang tidak dipakai oleh lelaki pemberi tumpangan gratis untuknya pagi ini.
Ohya!
Akhirnya. tak sia-sia Radelyn berfikir beberapa detik mengenakan otaknya!
Topi!
Ya itu adalah kekurangan atributnya! Pada akhirnya, Radelyn melepas topi yang dikenakannya memasangkan ke kepala lelaki itu yang dirasa sedikit lebih tingi darinya.
"Apa-apaan, sih?" decih lelaki itu menatap Radelyn tidak suka.
Radelyn terburu-buru mengalihkan pandangannya dari tatapan yang membuatnya tidak nyaman. Toh, seharusnya lelaki itu mengucapkan terima kasih karena ia telah menyelamatkan nyawanya dari hukuman guru killer!
"T-tapi, gue udah ada topi," lanjut lelaki itu memperjelas dengan menghibas topi miliknya barusaja keluar dari tempat persembunyian.
"Anggap aja, sebagai permintaan terima kasih."
Setelah mengatakan itu, Radelyn menjauh. Ia tak bisa menahan urat malunya sejenak lebih lama. Ya, kali. Tidak memberitaukannya lebih awal?
Mau tidak mau, atribut penampilan Radelyn mendapat pelototan tajam dari guru killer. Dimana ia akan berada tepat di kelompok barisan berbeda. Radelyn telah mempersiapkan diri.
Selamat Idul Adha ,
bagi yang merayakan💛🙏
daripada gada author note,
gitu eaak👉👈
see you nextchapter🤗✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro