Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Sasena Wirawan

No ediiit!

Adiba sedang berkutat dengan tugas makalah mahasiswanya, sudah satu minggu ini setelah ajakan menikah dari Dimas terucap. Tapi laki-laki itu belum datang melamarnya seperti yang ia katakan kemarin. Dimas bahkan menghilang tanpa kabar, seakan sengaja membiarkan Adiba semakin gelisah.

"Aisssh ... apa sih yang sebenarnya ia pikirkan? Bilangnya mau melamarku pada Abah jika tiga hari aku tak ada jawaban, tapi sampai seminggu ini dia tak ada kabar. Dasar pembohong!" sungut Adiba tanpa sadar. Entah kenapa ia jadi kesal sendiri membayangkan Dimas tak serius dengan kata-katanya.

"Harusnya kalau memang niatnya menggodaku jangan begini caranya, benar-benar tidak lucu! Dia pikir ucapan seperti itu bisa dijadikan bercandaan apa!" sambung Adiba lagi dengan nada frustasi.

Wanita itu memegangi kepalanya yang tertunduk dengan dramatis. Untung saja ruangan dosen sekarang tengah sepi, hingga ia tak perlu menjadi tontonan rekan-rekannya. Ingin rasanya ia melempar Dimas dengan setumpuk makalah di depannya jika nanti tiba-tiba laki-laki itu muncul.

Ditengah kekalutannya, dering phoncel di dalam tas berbunyi. Buru-buru diraihnya benda pipih itu.

"Nomor tak dikenal?" gumam Adiba lalu mengangkat panggilan itu.

"Asalamualaikum, siapa ya?"

"Waalaikumsalam, ini benar nomernya, Kak Adiba?" Adiba terdiam mendengar suara familiar diseberang sana.

"Iya benar, ini dengan siapa ya?"

"Astaghfrallah, ini aku, Kak. Kayla." Mendengar penuturan itu, Adiba sedikit kaget sekaligus senang.

"Ini benar kamu, Kay? Apa kabar?" jawab Adiba dengan senyum lebar.

"Ck ... nanti kuceritakan kabarku saat kita bertemu. Bisa kan sehabis Kakak selesai mengajar kita bertemu di caffe biasa dulu kita nongkrong?"

"Baik lah. Kita bertemu jam tiga ini ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Setelah itu sambungan terputus. Adiba menaruh ponselnya kembali, lalu melirik jam dipergelangan tangan. Sudah saatnya ia memberikan materi pada mahasiswanya yang mungkin saja sudah menunggu.

Dengan langkah anggun, wanita itu berjalan memasuki kelas. Kelas yang tadinya gaduh mulai tertib saat ia masuk. Wanita itu meletakkan buku di meja, lalu mulai mengisi mata kuliah Hukum Tata Usaha Negara.

Ia sedikit kaget mendapati Sena duduk di bangku paling depan. Adiba hanya memutar mata jengah dengan mahasiswanya satu itu. Meski Sena adalah mahasiswa akhir semester, tapi laki-laki itu selalu saja nylonong masuk saat ada mata kuliahnya. Sudah berkali-kali Adiba mengusir bocah itu, tapi hasilnya nihil. Sena tetap saja masuk tanpa izin saat mata kuliahnya berlagsung. Mengabaikan keberadaan Sena, Adiba mulai membuka suara.

"Assalamualaikum, dan selamat siang, Semua!"

"Siang, Bu!" jawab mahasiswanya serentak. Lalu Adiba melanjutkan kata-katanya.

"Anda semua sudah siap untuk kuis hari ini, kan?"

"Sudah, Bu Docan!" Teriakan Sena paling keras di antara semuanya. Lalu laki-laki itu menopang dagunya menatap Adiba, lengkap dengan senyum konyolnya. Sementara ada beberapa yang mengeluh, menandakan mereka tak belajar.

"Kemarin saya sudah menjelaskan tentang azas-azas dalam Hukum Acara PTUN. Barangkali tidak berlebihan apabila azas hukum disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, karena azas hukum merupakan dasar atau landasan bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besar kita dapat menemukan beberapa azas hukum dalam Hukum Peradilan Tata Usaha Negara, ada yang bisa menjelaskan salah satu azas hukum tersebut? Silakan?"

Beberapa mahasiswa ada yang mengangkat tangannya. Hingga tatapan Adiba tertuju pada seorang mahasiswa perempuan yang terlihat tak fokus dengan materi.

"Anda! Yang duduk paling pojok sebelah kanan!" Seru Adiba, mahasiswa yang ditunjuk belum tersadar dari lamunan hingga teman di sebelahnya mencolek bahu gadis itu.

"Iya Anda!" seru Adiba lagi mengulangi pertanyaannya, membuat mahasiswa itu terlihat gelagapan.

"Sebutkan salah satu azas hukum yang kemarin saya bahas!" Mahasiswanya tersebut terlihat tegang, hingga beberapa saat terdengar sebuah suara yang menjawab.

"Azas Praduga Rechmatig, dengan azas ini setiap tindakan pemerintahan (Keputusan TUN) selalu dianggap sah (rechmatig) sampai ada pembatalannya (pasal 67 ayat 1 UU PTUN)." Adiba mendengkus saat tahu yang menjawab adalah Sena. Wanita itu menatap tajam pada Sena yang justru menampilkan kedipan matanya kearah Adiba. Wanita itu memilih mengalihkan tatapan dan melanjutkan materi.

"Ada yang mau menambahkan?" tanya Adiba lagi. Namun, lagi-lagi Sena yang menjawab pertanyaan itu.

"Azas Hakim Aktif. Ya itu Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkaranya, Hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan Penggugat kurang jelas, sehingga Penggugat perlu untuk melengkapinya."

Adiba memutar mata bosan karena lagi-lagi laki-laki itu mengganggu mata kuliahnya. Mengabaikan Sena Adiba memilih melanjutkan materi.

"Baik lah, saya tunda dulu untuk kuisnya. Kita lanjutkan ke bab berikutnya saja. Ya itu tentang SUMBER HUKUM PERADILAN TUN dan KOMPETENSI PERADILAN TUN." Mendengar hal itu, semua mahasiswa mengembuskan napas lega.

*******

Adiba berjalan memasuki sebuah Caffe di bilangan Jakarta Selatan. Kedai Caffe yang juga bekas tempat syuting film ini terlihat cukup artsy. Kesan rustic bercampur sedikit industrial langsung menyembul ketika pandangan menjelajahi isi ruangannya. Sebagian besar furniturnya bergaya rusty, poster-poster kontemporer-yang temanya masih tak jauh-jauh dari barista dan kopi-menggantung di satu dinding, sementara di dinding seberangnya sebuah poster besar dari film yang melatar belakangi kedai ini ada. dipajang sebagai signature wall.

Caffe ini sedang hits di Jakarta. Jika sedang beruntung, biasanya akan banyak artis berada di sini. Namun, jangan harap akan ada fasilitas free wi-fi di caffe ini, karena memang begitu lah konsepnya.

Adiba mengedarkan pandangan, mencari wanita yang mengajaknya bertemu. Kayla melambaikan tangan ke arah Adiba dengan senyum lebarnya.

"Assalamualaikum, Kay."

"Waalaikumsalam, Kak." Dua wanita itu saling berpelukan.

"Kakak mau pesan apa?"

"Aku green tea latte aja,"

"Ok ... Mas, saya pesan green tea latte satu sama, Ben's perfacto ya!" teriak Kayla pada seorang barista.

"Bagai mana kabarmu, Kay? Makin cantik aja kamu. Anak-anakmu mana?" tanya Adiba begitu tahu Kayla hanya sendiri. Dua wanita itu memilih duduk tepat di depan jendela.

"Aku titipkan di tempat Umi. Kakak sendiri bagai mana? Dua tahun menghilang begitu saja setelah kejadian itu."

"Aku kembali ke kairo untuk menyelesaikan studyku."

"Aku pikir ... Kakak menghilang karena masih membenciku," Kayla berkata dengan nada lirih.

"Ck, apaan sih, Kay. Ya nggak lah, aku sudah lama menerima kenyataan jika Adit memang bukan untukku. Semenjak aku meminta maaf waktu itu. Mengenai alasanku pergi tiba-tiba memang karena waktu itu dosenku menghubungi, jadi aku tak sempat pamit pada kalian."

"Syukur lah."

"Ngomong-ngomong, kamu dapat nomer aku dari Dimas?"

"Iya ... aku meminta nomer Kakak padannya. Ngomong-ngomong soal Dimas, dia sudah menceritakan keinginannya melamar Kakak." Mendengar Kayla membicarakan hal itu lagi, Adiba tampak murung. Wanita itu mengembuskan napas pelan.

"Jangan bicarakan dia lah, Kay. Males aku." Kayla mengernyit bingung mendengar jawaban Adiba yang terlihat kesal.

"Kalian bertengkar?"

"Gimana Kakak nggak kesal, Kay. Dimas tiba-tiba menawarkan pernikahan, tapi beberapa hari ini dia menghilang tanpa kabar seolah perkataannya hanya bualan!" sungut Adiba dengan nada frustasi yang kentara.

"Jangan bilang Kakak merindukan Dimas?" tanya Kayla sambil menautkan alis. Tak ayal Adiba terlihat salah tingkah.

"A-apa, nggak lah! Ngaco kamu."

"Kakak hanya sebal aja, Kay. Harusnya kalau memang dia hanya meledak Kakak, jangan pakai kata-kata menikah, kan, Kakak ... baper. Kalau dia memang memilih Aqifa ya sudah, kenapa mesti mengatakan itu juga pada Kakak," kata Adiba lagi dengan nada kesal.

Kayla membekap mulutnya melihat tingkah ke kanakan Adiba. Ia tak menyangka wanita yang beda dua tahun dengannya ini ternyata memiliki sifat kekanakan juga. Kayla mengusap punggung tangan Adiba berusaha menenangkan.

"Kakak tenang lah, percaya saja padanya, Dimas pasti memiliki alasan kenapa tak menghubungimu. Mengenai Aqifa, Dimas mengatakan ia telah menegaskan pada wanita itu sehari setelah pertemuan kalian di restorant."

"Kamu tahu?"

"Iya ... Dimas mengatakannya padaku, Kak. Termasuk sikap wanita itu yang terkesan tak suka padamu."

"Aku lucu kalau teringat hari itu. Dia benar-benar terlihat sekali mencintai laki-laki itu, ia bahkan tahu semua hal yang disukai dan tak disukai Dimas. Melihat dia, aku seperti melihat diriku dahulu. Semoga Aqifa tak akan melakukan kesalahan seperti yang kulakukan dulu padamu, Kay. Karena itu benar-benar menyisakan penyeslan," kata Adiba dengan nada lirih. Wanita itu menatap Kayla penuh sesal.

"Sudah lah, Kak. Aku sudah melupakan itu kok, yang terpenting adalah sekarang." Kayla menenangkan Adiba.

"Oh ya ... aku ke sini ingin memberikan ini." -Kayla mengulurkan undangan pad Adiba-

"Undangan pesta ulang tahun pernikahanku dan Mas Adit. Kakak jangan lupa datang ya. Berhubung Kakak adalah bagian dari keluarga, aku menyiapkan pakaian khusus yang kupesan dari Gea. Besok akan kukirim ke alamat Kakak."

"Baik lah, insyaallah aku usahakan datang."

"Harus dong, siapa tahu Kakak dapat kejutan, kan, di sana. Di lamar Pria tampan mungkin?" Lalu tawa Kayla menggema ketika Adiba mendengkus.

Sisa hari itu mereka lewati dengan bercengkrama dan bercerita tentang banyak hal.

******

Hai hai selamat soreee aku datang membawa cinta eeeh ... cerita maksudnya 😁😁😁😁

Bagaimana part ini? Pasti kalian bosan ya karena belum ada life marrieg? Slow lah jangan terburu-buru, besok baru memasuki kejutan awal. Sabar yah aku emang tukang PHP 😆😆😆😆

Jangan lupa divote makannya biar aku semangat nulisnya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro