1. Titik Awal
Halo, teman-teman~
Selamat datang di cerita baruku.
Setelah berminggu-minggu vakum nulis, akhirnya bisa mulai produktif lagi.
Semoga cerita ini bisa membuat kalian baper dan mendapat tempat di hati kalian.
Selamat membaca ^^
Koreksi kalau ada typo, ya :)
***
Kata-kata dari orang yang tidak kita sangka seringkali menjadi titik awal kesadaran bahwa terkadang kita terlalu bersikap peduli pada orang yang tidak seharusnya.
*****
"Itu, kan, Ka Bintang ... pasti bolos!"
Dengan cepat, gadis berambut hitam dengan ujung kemerahan yang panjangnya sepunggung itu mendatangi cowok di ujung koridor. Surainya yang digerai terbang ke sana-sini seiring pergerakannya.
"Ka Bintang! Bolos, ya!" tuduhnya begitu sampai di sebelah cowok yang ia kenali sebagai Bintang, kakak kelasnya. Dari sorot matanya, sama sekali tidak menunjukkan ketakutan pada cowok berambut hitam dengan beberapa helai menutupi dahi itu.
Bintang menatap datar cewek ber-name tag Azalea Auristela itu. Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan adik kelasnya, mata Bintang mengedar untuk menemukan tempat sembunyi. Pandangannya jatuh pada bawah tangga. Tangga ini berada di pojok, dekat ruang BK, tapi posisi bawah tangga cukup gelap sebab ujung koridor ini berbentuk L, hanya ada jalur ke kanan untuk ke ruang BK dan beberapa kelas.
Mata Azalea mengikuti setiap gerak Bintang. Kakak kelasnya yang juga senior di ekstra kulikuler paskib itu memang terkenal sering bolos bersama teman-teman segeng. Satu semester lalu, jelas cukup bagi Azalea untuk mengetahui geng bernama Galaren yang dikenal sering bolos dan tukang palak. Namun, di balik hal tadi, anggota Galaren merupakan para siswa yang sering membuat nama sekolah harum karena setiap ada perlombaan, mereka selalu membawa piala sebagai persembahan.
Karena terlalu banyak melamun, Azalea tidak jadi melanjutkan jalannya menuju kelas. Sebenarnya ia tadi habis dari kamar mandi bersama kedua temannya selagi kelasnya tidak ada guru. Akan tetapi, ia memutuskan untuk kembali lebih dahulu karena teman-temannya lama. Sekarang ia sadar, bisa saja nanti dirinya dituduh bolos bila ketahuan Bu Tari, guru yang terkenal galak, sebab berada di luar kelas saat jam pelajaran.
Karena tidak bisa memikirkan solusi lain, Azalea segera mengikuti Bintang bersembunyi di bawah tangga, padahal seharusnya ia bisa berlari menuju kelas yang berada di ujung koridor, sejajar dengan ruang BK, tapi otaknya terlalu buntu sebab deru langkah yang kian mendekat.
Bintang menatap heran gadis di sebelahnya. Baru saja ia akan bertanya, tapi diurungkan sebab merasa alasan cewek bernama Azalea ada di sampingnya tidak penting.
Tubuh Azalea menegang kala dua bayangan lewat sebelah tangga. Itu adalah dua sahabatnya. Namun, bukan itu yang membuat indra Azalea bekerja semakin sensitif, tetapi karena percakapan dua orang itu.
"Ya, pokoknya gue sama Kak Bayu diem-diem pendekatan gitu. Rencananya nanti gue kasih tau Aza kalo udah saatnya."
"Kalo Aza marah gimana?"
"Nggak bakal. Dia mana bisa marah sama temen sendiri. Keliatannya galak ke orang lain, tapi ke temen sendiri nggak tegaan. Nanti gue juga bujuk dia kalo misal dia marah, supaya kita masih tetep dapet contekan gitu."
"Yaudah deh, terserah lo."
Suara perbincangan itu semakin pelan karena jarak dengan keberadaan Azalea semakin jauh. Gadis itu mengubah posisinya yang semula jongkok, menjadi duduk dengan kepala yang dibenamkan di antara dada dan kaki yang ditekuk.
Bintang tahu kalau gadis di sebelahnya inilah yang digosipkan oleh dua siswi tadi. Ia hanya berdecih dalam hati mengetahui ternyata persahabatan antar cewek itu kebanyakan palsu, tidak seperti persahabatan antar cowok, meski banyak kata kasar yang keluar, tapi solidaritas tetap besar.
Derap langkah berikutnya yang Bintang perkirakan lebih dari dua orang menuju ke arahnya, lebih tepatnya ke koridor depan ruang BK.
"Kalian ini nggak bosen bolos?!"
Bentakan dari arah depan BK membuat Azalea menarik kepalanya dan menatap ke tempat asal suara. Bu Tari tengah bertolak pinggang dengan aura galak menguar, sementara di hadapan guru yang gemar mengenakan lipstick berwarna mencolok itu berdiri tiga murid laki-laki. Meski Bu Tari sudah mengeluarkan semua amarah, tetapi tiga cowok itu tampak tidak terpengaruh. Azalea tahu, mereka adalah Ilham, Arya, dan Malik yang merupakan anggota Galaren, sama seperti Bintang.
"Engga, Bu. Lagian kita nggak bolos, kok," timpal Arya. Ia tetap menunduk, tetapi senyum tengil tercetak jelas di wajahnya.
"Di luar kelas waktu jam pelajaran, itu bukan bolos namanya, ha?"
"Kelas saya enggak ada pelajaran, Bu, jadi saya keluar." Kali ini Malik mengambil alih untuk menjawab.
"Terus kamu, Ilham kenapa keluar kelas waktu jam pelajaran? Kamu tidak sekelas dengan Arya dan Malik. "
Ilham yang tadinya menatap ke arah bawah tangga dengan seringaian pun beralih memandang Bu Tari. "Ya, saya liat Arya sama Malik lewat depan kelas sambil ngodein buat bolos, jadi saya ikutan, Bu. Kan, kita sahabat bagai sendal jepit yang ke mana-mana harus beriringan."
"Kalo sendal jepitnya putus gimana, Bos?" Arya menoleh ke arah Ilham memberi kode lewat mata supaya mereka bisa mengulur waktu hingga jam istirahat. Jadi, saat murid-murid keluar dan melewati koridor, ketiganya bisa kabur.
"Ya, kalo putus disambungin lagi. Harus diperjuangin biar bisa barengan lagi."
"Kalo udah dapet yang lain gimana?"
"Tikung aja udah!" Ilham mengatakan hal tadi dengan semangat membara membuat Bu Tari melotot ke arahnya.
"Diam kalian!" bentak Bu Tari, "jangan coba-coba mengalihkan perhatian! Sekarang ikut saya ke ruang BK!"
Dengan lesu ketiganya memasuki ruang BK. Percayalah, mereka bosan mendapat hukuman yang itu-itu saja, tidak ada yang ganti, pasti membersihkan toilet, memungut sampah, lari keliling lapangan, dan lainnya. Arya pernah protes pada Bu Tari, "Kenapa nggak ada hukuman buat kita bersihin kantin, sih? Kan, enak bersihin semua makanannya." Tentu saja pemikiran konyol itu mendapat umpatan dari teman-temannya dan omelan dari lawan bicaranya.
Sebelum benar-benar masuk, Ilham menoleh sekali lagi ke arah bawah tangga lalu tersenyum menggoda. Setelah mendapat tatapan peringatan dari Bintang, Ilham segera masuk sambil cekikikan.
"Dasar bego," umpat Bintang. Ia dan ketiga temannya tadi memang bolos, tapi begitu dipergoki Bu Tari, semuanya berpencar untuk sembunyi. Sayangnya, otak teman-teman Bintang itu tidak ada yang utuh hingga mudah tertangkap dan berakhir dihukum.
Azalea mengernyit saat mendapati Bintang berusaha keluar dari persembunyian dan berjalan menuju BK. Reflek mulutnya melontarkan pertanyaan, "Ka Bintang mau dihukum?"
Yang ditanya hanya menoleh sekilas. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa-apa, tapi mulutnya masih menjawab, "Mereka sahabat gue."
Satu kalimat yang dikatakan Bintang membuat Azalea tercenung. Sudah bukan rahasia publik lagi kalau Bintang terkenal sebagai cowok cuek dan dingin. Jadi, wajar bila sejak bersembunyi, cowok itu hanya diam, sekalinya bicara berupa umpatan dan kata-kata menohok. Jelas Azalea paham maksud kalimat tadi, Bintang mau ikut dihukum karena sahabatnya dihukum.
Dari itu pula Azalea baru sadar, jika selama ini ia bukan bersahabat dengan dua gadis yang menggosipkan dirinya tadi. Ia hanya berteman, karena konteks sahabat dan teman itu berbeda. Sahabat akan selalu ada saat butuh ataupun tidak, sementara teman hanya datang saat keadaan mendesak. Mulai sekarang, tidak perlu sedih hanya karena seorang teman. Mereka bukan sahabat, jadi wajar bila hadirnya sekadar untuk memanfaatkan.
Azalea pun keluar dari bawah tangga. Memantapkan hati untuk mulai saat ini bersikap tidak peduli pada mereka yang mengaku teman, tetapi menusuk dari belakang.
*****
Nah, gimana part satunya? Ada yang gemes sama Mas Bintang?
Yuk, ramein komentar~
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan ajak teman kalian buat baca cerita ini juga, ya~
Selamat menunggu part selanjutnya.
Terima kasih🌷
Bintang Rajendra
Azalea Auristela
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro