Masa lalu Alisa
(Unknown POV)
Rasanya tak adil jika kalian tak mengetahui masa lalu gadis malang itu. Padahal kalian sudah berinteraksi dengannya begitu sering.
Baiklah, agar semuanya menjadi lebih adil, biarkan aku yang menceritakannya. Karena aku tahu, kembaran gadis malang itu takkan pernah mampu menceritakannya pada kalian. Aku juga tahu, gadis mungil juga tidak akan menceritakannya
Biarlah aku yang menceritakan--karena aku tahu semuanya.
Alisa--seorang gadis berambut putih dan memiliki iris biru yang menawan. Ia lahir dalam keadaan yang sehat. Bersama dengan kembarannya yang lahir lebih dulu, gadis berambut cokelat dan memiliki iris merah yang sama menawannya.
Keduanya tumbuh sehat seperti anak - anak lainnya. Tak pernah sekali pun orang - orang di sekitar mereka mengira bahwa salah satu anak manis itu akan menderita.
Tapi, takdir sudah tercipta.
Seperti yang sudah ditakdirkan, saat mereka liburan ke resort mereka yang baru, kepala gadis malang itu terbentur batu di pinggir pantai.
Paniklah orangtuanya, panik para pelayan - pelayan. Kembarannya menangis kencang, memeluk gadis malang itu erat - erat. Berseru - seru tentang "Bertahanlah!".
Sekali lagi, takdir telah tercipta.
Dengan kepala berdarah - darah, Alisa akhirnya berhasil mendapat penanganan. Tapi, kata - kata dokter langsung mematahkan segala harapan.
Sejak kejadian itu, Alisa terus mengalami masalah kesehatan. Jantungnya berubah lemah, paru - parunya juga lemah. Dia tak pernah berhenti merasakan sakit kepala. Ditambah, seiring pertumbuhannya, sendi - sendinya semakin melemah.
Mau tak mau, dia harus meminum obat tiap harinya. Dia harus disuntik obat tiap bulannya. Dia tak boleh banyak bergerak, dia tak boleh bermain seperti sebelumnya.
Perlahan, dunianya yang sebelumnya penuh warna, digantikan oleh kabut yang menggantung.
Penuh kegamangan. Penuh keraguan. Penuh ketidak pastian.
Gelap. Tak ada penjelasan.
Alisa mulai sering berteman ranjang rumah sakit. Alisa mulai akrab dengan berbagai macam selang yang ditusukkan ke tubuhnya. Alisa mulai akrab dengan pahitnya obat.
Tapi, sepahit - pahitnya obat, baginya, lebih pahit lagi hidupnya.
Kembarannya selalu berusaha menemaninya, selalu berusaha untuk membuatnya tersenyum. Tapi Alisa hanya tersenyum getir. Berkata tentang,
"Berhentilah berusaha membuatku tertawa Elise. Kau tak perlu berusaha untuk sesuatu yang sia - sia."
Meski Alisa selalu berkata seperti itu, Elise tetap tidak mendengarkan. Ia akan selalu datang dan menemani Alisa. Tak peduli gadis malang itu justru semakin putus asa.
Hingga tibalah hari itu. Hari dimana kita pertama kali bertemu.
Alisa sudah frustasi. Alisa sudah lelah dengan segala hal yang berbau rumah sakit. Ia merasa tak berguna. Ia merasa hanya menjadi beban. Hanya menjadi masalah. Maka, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Ketika dia bersiap melompat dari jendela kamarnya, aku pun memutuskan untuk memunculkan diri.
"Jangan lakukan Alisa."
Alisa menoleh, menatapku terkejut. Kakinya yang sudah bersiap melompat ditariknya kembali. Menatapku dengan sejuta tanya.
"Siapa kamu....??" Tanyanya.
"Aku?? Aku Sang Pengintai. Salam kenal." Aku tersenyum. Berusaha mendekatinya. Alisa langsung bergerak menjauh.
"Apa maumu??" Desisnya lemah. Nafasnya tampak terengah - engah. Aku menghentikan langkahku. Senyumku menghilang.
"Alisa, kumohon, jangan lakukan." Kataku sekali lagi. Alisa tentu saja mengerti apa maksudku. Alisa tentu saja tahu, kalau aku tahu dia akan bunuh diri.
"Mau bagaimana lagi?? Aku sudah tak kuat.... aku hanya beban... tak ada gunanya aku hidup...." desisnya semakin lemah. Nafasnya semakin terengah - engah. Tatapanku menajam.
"Alisa, Tuhan memberikanmu ujian, karena pasti kau bisa melewatinya." Kataku. Alisa masih menunduk.
"Dan juga, tak ada makhluk yang diciptakan tanpa tujuan. Kau diciptakan, karena kau punya tujuan." Lanjutku lagi. Aku memutuskan maju selangkah. Alisa masih menunduk.
"Kau... apa...??" Ia mendongak. Matanya berkaca - kaca.
"Kau mau agar aku mempercayai omong kosong itu..?? Mempercayai harapan kosong itu..??" Serunya dipaksakan. Tubuhnya bergetar. Tatapanku berubah datar.
"Setidaknya, maukah kau melihat keluargamu, melihat kembaranmu tersenyum??"
Alisa tersentak. Menatapku terkejut.
"Dengan kau bunuh diri, orang - orang di sekitatmu takkan tersenyum. Orang - orang di sekitarmu takkan bahagia. Begitu juga dirimu."
"Tapi, jika kau memilih untuk berjuang, maka perlahan - lahan, kau pasti bisa melihat senyuman bahagia itu. Termasuk senyummu sendiri." Jelasku.
Tubuh lemah di ambang jendela itu bergetar hebat. Perlahan ia terisak. Diturunkannya kakinya dari bingkai jendela. Air mata bercucuran dari pipinya.
Aku tersenyum.
"Percayalah, kau bisa mengubah kehidupan seseorang jika kau memilih untuk berusaha. Pegang kata - kataku." Kataku mengakhiri pertemuan kita.
Tubuhku menghilang dibawa cahaya.
Alisa sudah jatuh terduduk. Menangis keras. Menangis.
Para dokter dan suster yang mendengarnya langsung memasuki kamar. Berusaha menenangkan Alisa yang tangisnya kian mengeras. Berusaha tetap membuat Alisa bisa bernafas lega.
Tapi Alisa tetap menangis. Bahkan sampai orangtuanya dan kembarannya datang, ia tetap menangis.
Tapi aku tahu, Alisa tahu, bahwa tangisan itu telah menjadi bab penutup. Buku baru siap ditulis. Buku baru siap untuk ditulisi kisah - kisah baru.
Dari dimensi lain, ku tersenyum senang.
Esoknya, sehari setelah insiden percobaan bunuh diri.
"Alisa, hari ini aku bawa boneka hiu kesukaanmu lho~" seru Elise memasuki ruang perawatan. Alisa sedang melamun menatap keluar jendela.
"Alisa??" Panggil Elise sekali lagi. Alisa tersadar. Menoleh.
"Ah, selamat pagi Elise." Sapa Alisa ramah.
.
.
Sambil tersenyum tulus.
Alisa tahu, ia bisa melewati semuanya. Alisa bisa tersenyum. Alisa bisa bahagia. Maka dia memutuskan untuk berusaha.
Sampai akhir hayatnya, senyumnya di pagi itu tetap akan menjadi penting. Senyum yang takkan pudar. Meski dia ditakdirkan untuk meninggal di pulau terisolasi, meski dia ditakdirkan untuk meninggal jauh dari keluarga, hanya berteman sang kembaran dan para sahabat, tapi Alisa bahagia.
Alisa akan selalu bahagia.
~~~
Pertanyaannya,
Bagaimana dengan mereka...??
~~~
Disini aku berdiri, menatap kolam dalam gelap.
Kolam itu mengeluarkan cahaya ungu lembut. Wajah seseorang muncul di permukaan kolam. Tersenyum menawan.
Aku menatap sinar matahari senja yang mulai menghilang.
Sedikit lagi--
Sedikit lagi ia akan datang ke kolam ini.
~~~
Author's Corner:
Salam semuanyaa~~☆☆
Gimana, sejauh ini seru gak??
Sebentar lagi, cerita ini akan sampai ke klimaksnya lho~~☆☆ Klimaks pertama tapi--//slap
Setelah berbagai macam buku ditulis, akhirnya ada yang bisa mencapai klimaksnya!!//*nangis bahagia*//
Author harap, kalian masih menunggu kelanjutannya :))
Yosh~~☆☆ Sampai ketemu di Author's Corner berikutnya~~☆☆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro