Long Time No See, Pal.
Akhirnya, kami sekarang berada di sebuah gubuk sederhana di sebuah desa kecil.
Kyle, teman kami itu, akhirnya tidak menjawab pertanyaan Elise tadi. Dia malah mendesah lalu menggiring kami menuju desa itu. Zaya masih terperangah, mengetahui ada sebuah suku tinggal di sini.
Kyle membawa kami ke rumah kepala suku, lelaki paruh baya tadi. Kepala suku meminta maaf pada kami dengan bahasa isyarat, yang kami sambut. Alisa dibaringkan di salah satu ruangan. Sementara kami sekarang berada di ruang paling besar di gubuk itu.
Suasana hening masih mencekam sejak kami datang ke desa itu. Elise tampak terpukul, Zaya masih terperangah, dan tatapanku menajam pada Kyle. Kyle sendiri hanya menunduk, menatap lantai kosong.
Akhirnya Kyle mendesah berat. Tatapannya naik pada kami. "Elise," panggilnya, membuat Elise menatapnya dengan mata berkaca - kaca. Kyle sendiri masih tampak kosong. "Kau benar Elise. Ini aku, Kyle. Yang hilang 8 tahun lalu." Katanya tenang. Elise menatapnya tak percaya. Sedetik kemudian, Elise terisak. Membuat kami semua terdiam. Isakan Elise terdengar menusuk hati. Sesaat kemudian, Zaya juga terdengar terisak. Ia mencengkram pahanya kuat - kuat. Aku menatap keduanya nyalang. Hingga tiba - tiba, sekelebat kenangan muncul.
"Kyle, maukah kau ceritakan padaku seperti apa hutan hujan itu??" Tanyaku riang. Kyle yang setahun lebih tua dariku, tertawa senang. Lalu dengan semangat berdiri.
"Hutan hujan itu sungguh indah!! Di dalamnya banyak pohon - pohon dan hewan - hewan keren!! Kau pasti akan suka Yu-chan!!" Katanya sambil berpose gagah. Aku menatapnya kagum.
"Waahh... Kyle memang hebat!!" Pujiku kagum. Wajah Kyle tampak memerah senang mendengar pujianku. "Tentu saja, aku kan penjelajah!! Aku pasti tahu semua tentang hutan hujan!!" Serunya bangga, lalu tersenyum senang.
Tes.
Setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Disusul tetesan berikutnya dengan segera. Aku tergugu. Tak berani menatap Kyle di depanku. Suara isakanku beradu dengan isakan Elise dan Zaya.
Kyle menahan napasnya. Dia bangkit, lalu memegang kedua bahu Elise. Matanya berkaca - kaca menatap Elise. Elise mendongak. Isakannya makin keras ketika tatapan mereka bertemu.
Elise langsung berhambur memeluk Kyle erat - erat. Yang dibalas juga sama eratnya. Zaya yang menyaksikan juga tak kuat, beranjak memeluk keduanya juga.
Aku?? Aku sungguh terpukul.
Ketika 8 tahun lalu, kami mengetahui bahwa dia menghilang, kami langsung menangis. Tak menyangka teman kami yang selama ini bermain bersama hilang tak diketahui keberadaannya. Kami bersama guru kami dan teman - teman kami menangis bersama.
Ketika kami mulai beranjak remaja, kenangan itu sudah kami lupakan. Seolah nama "Kyle" tak pernah ada dalam kehidupan kami. Seolah "Kyle" hanyalah sebuah mitos belaka. Cerita bohong belaka.
Sekarang, ketika kami berhadapan dengannya, pertahanan kami jebol. Kenangan - kenangan campur aduk. Perasaan kami tak terbaca lagi. Aku menatap mereka. Dengan air mata yang terus mengalir deras.
Kyle mendongak, mendapati ku yang masih terdiam. Kyle menatapku dengan tatapan yang tak terbaca. Aku membalasnya nyalang.
"Waaah.... Kyle memang hebat!!"
Aku berdiri, lalu melangkah memeluk ketiganya. Kyle tampak terperangah. Sedetik kemudian, isakannya keluar. Tangisnya keluar.
"Kau memang hebat... Kyle..." bisikku pelan.
~~~
Siang itu, selagi menunggu Alisa siuman, Kyle memutuskan menceritakan apa yang terjadi.
Setelah kami menangis bersama, akhirnya kami berhasil menahan diri untuk tidak menangis lagi. Kyle menyiapkan kami makan siang--ikan bakar. Kami yang sudah 2 hari makan seadanya, makan dengan lahap.
Sekarang kami duduk melingkar.
"Aku tak menyangka. Kau masih hidup Kyle. Aku senang sekali kau baik - baik saja." Kata Elise benar - benar terdengar senang. Kami berdua mengangguk menatapnya penuh minat.
Kyle tertawa pelan. "Yah... Kepala suku yang tadi kalian temui, dialah yang mengadopsiku." Katanya memulai cerita. Kami semua mencari posisi enak untuk mendengarkan.
"8 tahun lalu, aku masih ingat sekali. Saat aku berlibur ke pulau ini, aku menjelajahi pulau ini. Aku terlalu semangat mengamati seisi pulau ini sampai akhirnya tersadar kalau aku tersesat. Kalau aku terpisah dari rombongan."
"Aku ketakutan sekali. Aku terluka banyak. Hingga akhirnya, aku menuju pantai. Tapi aku tak mendapati apa - apa disana."
"Aku terduduk kelelahan. Aku menangis terisak. Saat itu aku yang tak tahu apa - apa tentang bertahan hidup hanya bisa menangis. Malam akhirnya datang, dan aku hanya bisa meringkuk lemah di bawah pohon."
"Aku tak tahu harus mencari makan apa. Aku hanya anak kecil saat itu. Tapi, tuhan berbaik hati mengirimkan makanan secara tak terduga. Entah itu disengaja, ataupun tidak disengaja."
"Namun, di hari kesekian, kesehatanku menurun. Aku jatuh sakit. Aku tak bisa lagi mencari makanan maupun minum. Hanya bisa terbaring lemah di bawah pohon itu. Hingga akhirnya, ketika keadaanku benar - benar sudah hampir tak tertolong, keluarga kepala suku menemukanku....." Kyle berhenti sebentar. Bibirnya melengkungkan senyum tipis.
"Istri kepala suku akhirnya membawaku ke desa ini. Beliau merawatku seperti ia merawat anak - anaknya. Aku tumbuh dengan segudang pengetahuan bertahan hidup di hutan. Fisikku jauh lebih hebat dibanding saudaraku yang lain." Kata Kyle semangat. Kami sama - sama tersenyum mendengar ceritanya.
"Lantas, dimana istri kepala suku sekarang??" Tanya Zaya. Senyum Kyle memudar, meski sekejap kemudian kembali terbit. Meski itu senyum getir.
"Beliau meninggal 2 minggu yang lalu." Jawab Kyle. Mendadak seisi ruangan terdiam.
"A-aduh... ma-maafkan aku Kyle.." gumam Zaya pelan. Ia tampak salah tingkah. Kyle hanya tersenyum. "Tak apa Zaya, tak ada yang perlu disalahkan." Kata Kyle. Akhirnya Zaya cuma bisa terdiam.
"Bagaimana kalau kita keliling dulu?? Siapa tahu, kita bisa menemukan petunjuk tentang resortmu." Tawar Kyle. Kami langsung saling melirik satu sama lain.
"Bagaimana dengan Alisa??" Tanyaku. Alisa kan masih pingsan. "Tak apa. Dia akan baik - baik saja disini." Kata Kyle. Akhirnya, kami pun serempak mengangguk.
Kami berjalan berkeliling desa itu. Terkadang kami melewati beberapa penduduk yang menyapa. Tak lupa, kami balas menyapa. Anak - anak kecil yang berkeliaran tampak menatap kami penasaran. Ikut berseru - seru senang.
Kyle juga mengajak kami berkeliling hutan. Kyle menunjukkan tempat - tempat habitat hewan, tempat berburu, sungai - sungai, dan lainnya. Kyle bahkan mengajak kami menyebrangi jurang hanya dengan sebatang pohon rebah yang bagaikan jembatan. Kami dengan gesit meniti batang pohon, batu - batu, memanjat tebing, dan sebagainya. Bisa dibilang, acara berkeliling itu sangat seru.
Kami kembali ke desa sambil tertawa - tawa mengingat kembali acara tadi. Namun, tawa kami langsung bungkam begitu melihat para penduduk berkumpul dengan wajah cemas.
Seorang bibi menghampiri Kyle dengan wajah cemas, memberitahunya dengan bahasa setempat. Mendadak wajah Kyle menegang.
"Kyle..??" Panggil Elise bingung. Kyle tak merespon. Detik berikutnya, Kyle langsung melesat menuju kerumunan itu.
"Kyle!! Apa yang terjadi??!!" Seru Elise, yang langsung menyusulnya. Aku dan Zaya langsung ikut berlari.
Kerumunan itu tampak padat. Setelah melipir sana - sini, akhirnya kami berhasil melihat dengan jelas asal kerumunan itu.
Beberapa pemuda tampak terbaring dengan wajah pucat, tampak lemas. Beberapa lagi malah sudah terkapar, seperti sudah meninggal. Seruan - seruan cemas, kalut, dan panik terdengar di sekeliling kami.
Kyle terlihat sedang bertanya - tanya pada seorang pemuda lainnya yang juga tampak pucat. Berusaha menjelaskan patah - patah. Wajah Kyle menegang begitu penjelasannya selesai.
"Kyle..?? Ada apa..??" Tanya Elise yang memberanikan diri menepuk pundak Kyle. Kyle masih tak merespon.
"Tsunami." Jelas Kyle singkat. "Eh??" Celetuk Zaya. "Bagian pesisir kepulauan ini terhantam tsunami setinggi 20 meter. Para pemuda ini kebetulan sedang memancing, namun mereka tersapu ombak hingga ke sini. Beberapa diantara mereka, seperti yang kalian lihat, sudah meninggal." Jelas Kyle. Kami membeku mendengar penjelasannya.
"Apakah mereka masih bisa selamat??" Tanya Zaya cemas. Rahang Kyle mengeras. "Pasti bisa." Tegas Kyle, lalu berbalik menghadap kerumunan, dan berseru - seru dalam bahasa setempat. Beberapa penduduk menggotong mereka ke sebuah gubuk.
Di tengah - tengah keributan itu, bibi yang tadi kembali menghampiri Kyle. Mereka tampak bercakap satu dua kalimat.
"Alisa sudah siuman??!!"
Demi mendengar itu, kami semua menoleh.
.
~To be Continued~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro